Jumat, 31 Mei 2019

Masih Dibayangi Perang Dagang, Wall Street Menguat Terbatas - Rifanfinancindo

Masih Dibayangi Perang Dagang, Wall Street Menguat Terbatas
Rifanfinancindo Palembang - Indeks-indeks acuan Wall Street berhasil memulihkan diri dari pelemahan di sesi sebelumnya dan ditutup menguat, Kamis (30/5/2019). Namun, kekhawatiran terkait perseteruan dagang dan pelemahan ekonomi global membatasi laju penguatan tersebut.

Dow Jones Industrial Average naik tipis 0,17%, S&P 500 bertambah 0,21%, sementara Nasdaq Composite menguat 0,27%. Indeks-indeks utama tersebut ditutup melemah hari Rabu dengan Dow Jones kehilangan lebih dari 200 poin.

Wall Street sempat memerah di sesi perdagangan siang hari ketika imbal hasil obligasi negara Amerika Serikat (AS) atau US Treasury jatuh ke posisi terendahnya dalam 20 bulan terakhir di level 2,227%. Yield tersebut masih ada di atas 2,5% awal bulan ini, dilansir dari CNBC International.

Yield yang rendah menandakan harga obligasi tengah tinggi karena diburu investor.

Jatuhnya imbal hasil tersebut yang diikuti dengan pembalikan atau inversi yield (inverted yield) telah meningkatkan kecemasan bahwa pertumbuhan ekonomi AS tengah melambat. Para investor biasanya memandang obligasi sebagai alternatif aset yang lebih aman ketika kekhawatiran terkait perekonomian meningkat.

"Ini sudah pasti menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat," kata Ryan Nauman, ahli strategi pasar di Informa Financial Intelligence mengenai turunnya imbal hasil tersebut.

"Para investor tengah keluar dari saham dan masuk ke Treasury demi strategi bermain bertahan," jelasnya.

Perseteruan dagang antara AS dan China yang bekepanjangan membebani pasar. Seorang diplomat senior China kembali melancarkan retorika menyerang semalam sebelumnya.

China juga telah menghentikan pembelian kedelai dari AS, menurut laporan Bloomberg News.

Washington dan Beijing telah saling mengenakan bea masuk terhadap ratusan miliar dolar produk sejak awal 2018 yang memukul pasar keuangan global. Awal bulan ini, kedua negara menaikkan lagi bea impor terhadap berbagai produknya yang membuat perang dagang memanas. (prm)



Rabu, 29 Mei 2019

Reli 3 Hari Terhenti, IHSG Berpotensi Koreksi di Bawah 6.000 - Rifan Financindo

Reli 3 Hari Terhenti, IHSG Berpotensi Koreksi di Bawah 6.000
Foto: Muhammad Sabki
Rifan Financindo Palembang - Reli kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama tiga hari akhirnya terhenti pada perdagangan kemarin. Aktivitas ambil untung pada perdagangan kemarin, membuat IHSG anjlok 1,07% ke level 6.033.

Selain itu, besok bursa domestik akan diliburkan karena memperingati kenaikan Isa Almasih. Untuk perdagangan hari ini Rabu (29/5/2019), Tim Riset CNBC Indonesia memperkirakan IHSG akan bergerak variatif dengan kecenderungan melemah.

Dari bursa global atau khususnya Wall Street Amerika Serikat (AS) yang kembali di buka, semua indeks utama kembali terkoreksi. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,93%, S&P 500, S&P 500 minus 0,85%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,39%.

Tampaknya investor di Wall Street masih agak jetlag selepas libur panjang. Investor memerlukan waktu untuk mencerna seluruh kabar dan sentimen yang terlewatkan. Misalnya, pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai prospek kelanjutan dialog dagang dengan China.

"Saya percaya kami akan membuat kesepakatan yang bagus dengan China suatu saat nanti. Sebab saya tidak yakin China bisa terus membayar bea masuk. Anda tahu? Pebisnis sudah meninggalkan China, ratusan bahkan ribuan," tegas Trump, mengutip Reuters.

Investor yang jetlag melakukan reaksi yang knee-jerk (spontanitas tanpa berpikir panjang). Padahal jika dilihat lebih dalam, Trump masih membuka kemungkinan terjadinya perundingan yang mengarah ke damai dagang AS-China.

Dari dalam negeri, aksi ambil untung kembali terjadi di bursa. Faktor libur panjang memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadan menjadi momen berkumpul dan tentu saja meningkatkan pengeluaran atau konsumsi.

Pasca kembali masuk ke pasar setelah net sell 16 hari beruntun, investor asing kembali melepas portofolio sahamnya dengan membukukan jual bersih senilai Rp 297,6 miliar di pasar reguler. Hal ini menjadi penekan indeks di kala investor lokal melakukan profit taking sementara.

Dari sisi teknikal, IHSG sebenarnya masih sedikit berada di atas garis rata-rata nilainya dalam lima hari (moving average/MA5), sehingga potensi penguatan sebenarnya masih mungkin saja terjadi.

Pola bearish harami (cenderung menunjukkan penurunan) yang terbentuk pada perdagangan kemarin, mengindikasikan potensi kembali terjadi penurunan.

Melihat potensi pergerakan di tas, kemungkinan IHSG akan bergerak fluktuatif pada rentang 5.950 hingga 6.050.

TIM RISET CNBC INDONESIA (yam)

Sumber : CNBC
 
 

Selasa, 28 Mei 2019

Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Sempat Melesat - PT Rifan Financindo

Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Sempat Melesat
PT Rifan Financindo Palembang - Pergerakan harga minyak cenderung bervariasi setelah sebelumnya sempat melesat tajam.

Pada perdagangan hari Selasa (28/5/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli melemah hingga 0,13% ke level US$ 70,02/barel. Sementara harga minyak light sweet (WTI) kontrak pengiriman Juli terpantau masih menguat 0,87% menjadi US$ 59,14/barel.

Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI melesat masing-masing sebesar 2,07% dan 1,24%.

Salah satu faktor utama yang membuat harga minyak melesat kemarin adalah ketegangan di Timur Tengah yang semakin memanas.

Jumat (24/5/2019), pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan penempatan 1.500 personel tentara tambahan di Timur Tengah. Pihaknya mengatakan langkah tersebut diambil untuk meningkatkan pertahanan terhadap Iran, menyusul penyerangan kapal tanker yang terjadi di awal bulan Mei.

Sebagai informasi, pada 12 Mei 2019 telah terjadi penyerangan pada empat kapal tanker di perairan dekat Selat Hormuz, tepatnya di wilayah Fujairah, berdasarkan keterangan otoritas Uni Emirat Arab (UEA), mengutip Reuters.

Meskipun tidak ada korban jiwa maupun tumpahan minyak, namun serangan tersebut membuat kapal mengalami kerusakan.

Pihak AS menuding Garda Revolusi Iran (IRGC) terlibat dengan memberi perintah kepada kelompok militan Houthi Yaman atas penyerangan tersebut.

Kini, kekuatan tempur AS semakin meningkat di Timur Tengah. Negeri Paman Sam juga dikabarkan telah menempatkan kapal induk yang berisikan jet tempur dan pesawat pengebom.

Iran kemudian mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan 'perang psikologis' dan sebuah 'permainan politik'.

Presiden AS, Donald Trump kemudian mengatakan bahwa penambahan personel yang sejumlah 1.500 orang hanya untuk kepentingan pertahanan. Namun dilengkapi dengan sistem pertahanan misil, pengawasan udara, tenaga mekanik, serta skuadron penerbang jet tempur.

"Kami ingin perlindungan di Timur Tengah. Kami akan mengirim tentara dengan jumlah yang relatif kecil, sebagian besar untuk pertahanan," ujar Trump, mengutip Reuters, Sabtu (25/5/2019).

Memang, hingga kini masih belum ada kontak senjata antara Iran dengan AS. Namun risiko itu tetap menghantui. Pelaku pasar juga khawatir apabila perang pecah, akan menyeret sederet negara-negara lain dan membuat konflik meluas.

Kalau sudah begitu, pasokan minyak akan mendapat hambatan karena fasilitas-fasilitas produksi di kawasan tersebut bisa lumpuh total. Terlebih Timur Tengah merupakan wilayah penghasil minyak bumi terbesar di dunia.

Di sisi lain, Menteri Minyak Kuwait, Khaled al-Fadhel mengatakan pasokan akan tetap ketat pasca tengah tahun 2019.

"Kita masih punya banyak pekerjaan. Saya yakin pasar [minyak] akan seimbang pada semester II-2019," ujar Al-Fadhel, seperti yang dilansir dari Reuters.

Seperti yang telah diketahui, anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya sepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari sepanjang Januari-Juni 2019.

Pertemuan OPEC+ (OPEC dan sekutunya) selanjutnya dijadwalkan pada bulan Juni mendatang untuk membahas kelanjutan dari kebijakan tersebut.

Beberapa waktu lalu Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih juga mengatakan bahwa pihaknya masih akan terus mengurangi produksi secara bertahap sepanjang semester II-2019.

Pelaku pasar pun menjadi yakin bahwa pasokan tidak akan melonjak tahun ini. Bahkan berpotensi untuk semakin ketat.

Akan tetapi faktor yang membebani harga minyak juga masih ada.

Pada hari Senin (27/5/2019) laba sektor industri di China periode April dibacakan melemah 3,7% year-on-year (YoY) oleh Biro Statistik Nasional (NBS). Jauh memburuk dibandingkan periode Maret yang masih bisa tumbuh 13,9% YoY.

Artinya ada perlambatan di sektor manufaktur, yang notabene menopang perekonomian Negeri Tirai Bambu. Hal ini menimbulkan kecemasan akan permintaan minyak yang berisiko tak tumbuh tahun ini.

Apalagi perang dagang AS-China sudah masuk babak baru setelah kedua negara mengumumkan tarif baru hingga 25%.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)


Senin, 27 Mei 2019

Digosok Perang Dagang dan Brexit, Emas Semakin Berkilau - Rifanfinancindo

Digosok Perang Dagang dan Brexit, Emas Semakin Berkilau
Foto: REUTERS/Edgar Su
Rifanfinancindo Palembang - Harga emas global lanjut menguat seiring peningkatan risiko ekonomi global. Setelah perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China terlihat buntu, potensi Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (no deal Brexit) kian memuncak.

Pada perdagangan hari Senin (27/5/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juni di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,21% ke level US$ 1.286,3/troy ounce. Adapun harga emas di pasar spot juga naik 0,16% menjadi US$ 1.286,74/troy ounce.

Pun hingga penutupan perdagangan Jumat (24/5/2019), harga emas COMEX dan spot mampu membukukan penguatan masing-masing sebesar 0,62% dan 0,59% dalam sepekan, secara point-to-point.

Menjelang akhir pekan lalu, pemerintah China dikabarkan sudah tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan perundingan dagang dengan AS.

Hal itu menyusul langkah AS yang memasukkan raksasa teknologi asal China, Huawei, ke dalam daftar hitam. Alhasil perusahaan AS tidak dapat lagi membeli produk-produk buatan Huawei, kecuali mendapatkan izin resmi dari pemerintah.

Bahkan dampaknya meluas. Tidak hanya perusahaan AS yang mengehtikan kerjasama dengan Huawei, melainkan banyak perusahaan negara-negara lain. Contohnya Panasonic, yang mana pabrikan elektronik asal Jepang tersebut memutuskan untuk tidak lagi membeli komponen-komponen buatan Huawei. Ada pula ARM, perusahaan pembuat Chip asal Inggris yang melakukan hal serupa.

Ini membuat hubungan dagang AS-China masih tidak jelas. Jika sampai tidak ada perundingan dagang lagi, eskalasi perang tarif bukan sesuatu yang tidak mungkin. AS dikabarkan tengah mengkaji pengenaan tarif 25% pada produk China lain senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya bukan objek perang dagang.

Jika tidak ada halangan, kebijakan tersebut mungkin diberlakukan dalam 30-45 hari sejak akhir pekan lalu.

Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin juga mengatakan sejauh ini belum ada kebijakan lain yang direncanakan pihaknya.

Kala perang dagang semakin meluas, maka perlambatan ekonomi global hampir merupakan sebuah keniscayaan.

Ditambah, pada akhir pekan, Perdana Menteri Inggris, Theresa May mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya mulai 7 Juni 2019 mendatang.

Bahayanya, sejumlah nama calon pengganti May tampak bergairah untuk keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun.

"Agar bisa sukses dalam negosiasi, Anda harus siap untuk pergi begitu saja," ujar Andrea Leadsom, mantan ketua parlemen, mengutip Reuters.

"Kami akan meninggalkan Uni Eropa pada 31 Oktober. Deal or no deal!" tegas Boris Johson, mantan menteri luar negeri, mengutip Reuters.

Sebenarnya May masih bisa menghindari no deal Brexit. Pada pekan pertama bulan Juni 2019, May sekali lagi akan membawa proposal Brexit ke hadapan parlemen. Bila akhirnya proposal Brexit (yang tanpa banyak perubahan) disetujui oleh parlemen, maka Inggris akan mengantongi kesepakatan dengan Uni Eropa.

Namun bila tidak, bayang-bayang hitam no deal Brexit semakin pekat. Kala no deal Brexit terjadi, analis memperkirakan ekonomi Inggris akan terkontraksi cukup dalam.

Mengingat Negeri Ratu Elizabeth merupakan ekonomi terbesar kelima di dunia, pasti dampaknya juga akan mendunia.

Perlambatan ekonomi global, dari yang sudah lambat, akan sulit untuk dihindari.

Alhasil risiko koreksi nilai aset semakin tinggi. Investor pun gencar memburu emas karena nilainya yang relatif lebih stabil dibandingkan instrumen-instrumen lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)

 

Jumat, 24 Mei 2019

The Fed: Perang Dagang Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi - Rifan Financindo

The Fed: Perang Dagang Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi
(Foto: REUTERS/Ann Saphir)
Rifan Financindo Palembang - Meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China menjadi ketidakpastian bagi dunia usaha dan dapat mengancam pertumbuhan ekonomi, kata empat pejabat bank sentral Federal Reserve, Kamis (23/5/2019).

Pernyataan itu mengindikasikan bahwa akhir dari perang dagang yang telah berlangsung selama 10 bulan itu akan menjadi faktor penting ketika para pembuat kebijakan The Fed mempertimbangkan sampai kapan pendekatan sabar mereka akan dipegang.

"Saya merasa data-data baik, namun sentimennya naik turun, sehingga jika kita mendapat kelonggaran atau penurunan ketidakpastian, saya memperkirakan momentum ekonomi akan positif untuk pertumbuhan," kata Presiden The Fed San Francisco Mary Daly dalam konferensi The Fed Dallas, Kamis, dilansir dari Reuters.

"Jika ketidakpastian masih ada, maka saya rasa ini juga akan berdampak pada keyakinan dan keyakinan ini berdampak pada investasi," lanjutnya.

Presiden The Fed Richmond Thomas Barkin dan Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic yang berbicara di panel yang sama itu juga mengatakan ketidakpastian perdagangan dapat memukul pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, penyelesaian perang dagang itu dapat mendorong pertumbuhan.

"Saya memantau dengan sangat hati-hati bagaimana ketegangan perdagangan ini akan berkembang karena saya cemas apakah ini dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan atau tidak," kata Presiden The Fed Dallas Robert Kaplan.

Pernyataan mereka itu muncul ketika para peneliti di The Fed New York mempublikasikan riset yang menunjukkan bahwa bea impor baru AS terhadap impor dari China akan membuat rumah tangga standar AS mengeluarkan biasa US$831 per tahun.

Presiden AS Donald Trump awal bulan ini mengatakan China telah mundur dari kesepakatan yang sedikit lagi tercapai. Ia kemudian resmi menaikkan bea impor terhadap produk China senilai US$200 miliar pada 10 Mei.

Beijing tak mau diam saja dan mengumumkan kenaikan bea masuk barang-barang AS senilai US$60 miliar mulai 1 Juni mendatang. (prm/prm)


Sumber : CNBC
 

Kamis, 23 Mei 2019

The Fed: Suku Bunga tak Akan Berubah Dalam Waktu Dekat - PT Rifan Financindo

The Fed: Suku Bunga tak Akan Berubah Dalam Waktu Dekat
Foto: Ketua Federal Reserve Board Jerome Powell (REUTERS/Yuri Gripas)
PT Rifan Financindo Palembang - Para pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve tetap berkomitmen untuk melaksanakan kebijakan moneter yang sabar sebagaimana terungkap dalam risalah pertemuan mereka awal bulan ini yang dirilis Rabu (22/5/2019).

Para central banker tersebut mengatakan suku bunga acuan sepertinya tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Risalah pertemuan Federal Open Market Committee pada 1-2 Mei lalu itu juga menunjukkan bahwa para anggota komite menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk sepanjang tahun ini. Mereka juga mengatakan kekhawtiran sebelumnya terkait perlambatan ekonomi mulai reda.

Meskipun bank sentral secara umum berpandangan optimistis, komite memutuskan menahan bunga acuannya utamanya dengan alasan kurangnya tekanan inflasi, dilansir dari CNBC International.

"Para anggota mengamati bahwa pendekatan yang sabar untuk menentukan penyesuaian target kisaran federal funds rate di masa depan sepertinya akan tetap sesuai selama beberapa waktu ini, terutama di lingkungan pertumbuhan ekonomi yang moderat dan tidak adanya tekanan inflasi, bahkan jika ekonomi dan kondisi keuangan global terus membaik," bunyi risalah itu.

Selama beberapa pertemuan sebelumnya, para anggota komite telah menunjukkan kecemasan terkait melambatnya perekonomian global, negosiasi Brexit, dan perang dagang AS-China.

Namun, risalah dari pertemuan terakhir itu menunjukkan sikap yang lebih optimistis.

"Beberapa anggota mengamati bahwa beberapa risiko dan ketidakpastian yang membayangi proyeksi mereka di awal tahun telah berkurang, termasuk risiko yang terkait proyeksi pertumbuhan global, Brexit, dan negosiasi dagang," menurut notulen itu.


The Fed: Suku Bunga tak Akan Berubah Dalam Waktu Dekat
Foto: Ketua Dewan Federal Reserve AS Jerome Powell berpartisipasi dalam diskusi Economic Club di Washington, AS, 10 Januari 2019. REUTERS / Jim Young
"Dengan demikian, beberapa sumber ketidakpastian lainnya masih ada. Mempertimbangkan ekonomi global dan perkembangan keuangan begitu juga tiadanya tekanan inflasi, para peserta secara umum sepakat bahwa pendekatan yang sabar dalam menentukan penyesuaian kisaran target federal funds rate di masa depan masih sesuai," tegasnya.

Pertemuan itu berakhir tiga hari sebelum Presiden AS Donald Trump meluncurkan serangan baru terhadap China dengan menuduh Beijing mundur dari perjanjian yang hampir disepakati.

Gedung Putih kemudian menaikkan bea impor terhadap produk China pada 10 Mei yang dibalas Beijing tiga hari kemudian. (prm)

 

Rabu, 22 Mei 2019

Kemarin Melesat, Indeks Shanghai Kini Diterpa Profit Taking - Rifanfinancindo

Kemarin Melesat, Indeks Shanghai Kini Diterpa Profit Taking
Foto: REUTERS/Bobby Yip/File Photo
Rifanfinancindo Palembang - Aksi ambil untung menerpa bursa saham China pada perdagangan hari ini. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai turun tipis 0,01% ke level 2.905,81. Sementara itu, indeks Hang Seng naik 0,35% ke level 27.753,54.

Maklum jika aksi ambil untung menghinggapi indeks Shanghai. Pasalnya pada perdagangan kemarin (21/5/2019), indeks Shanghai sudah melesat sebesar 1,23%. Melunaknya sikap AS terhadap China membuat saham-saham di Negeri Panda menjadi buruan investor pada perdagangan kemarin.

Seperti yang diketahui, pada pekan lalu Presiden AS Donald Trump mendeklarasikan kondisi darurat nasional di sektor teknologi melalui sebuah perintah eksekutif. Dengan aturan itu, Menteri Perdagangan Wilbur Ross menjadi memiliki wewenang untuk memblokir transaksi dalam bidang teknologi informasi atau komunikasi yang menimbulkan risiko bagi keamanan nasional AS.

Bersamaan kebijakan ini, Huawei Technologies dan 70 entitas terafiliasi dimasukkan ke dalam daftar perusahaan yang dilarang membeli perangkat dan komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah.

Pada hari Senin (20/5/2019) waktu setempat, AS melunak dengan melonggarkan sejumlah larangan yang dikenakan pekan lalu terhadap Huawei.

Departemen Perdagangan AS mengizinkan Huawei untuk membeli barang-barang buatan AS selama 90 hari demi mempertahankan jaringan yang sudah ada saat ini dan menyediakan pembaruan (update) piranti lunak bagi ponsel-ponsel Huawei yang sudah ada saat ini, dilansir dari Reuters.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di China dan Hong Kong. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)


 

Selasa, 21 Mei 2019

Perang Dagang Bisa Dorong Ekonomi Global ke Jurang Resesi - Rifan Financindo

Perang Dagang Bisa Dorong Ekonomi Global ke Jurang Resesi
Foto: REUTERS/Jason Lee/File Photo
Rifan Financindo Palembang - Makin sengitnya saling balas bea impor antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam perang dagang antara keduanya dapat membuat ekonomi global menuju resesi, menurut Morgan Stanley.

"Jika perundingan mandek, tidak ada kesepakatan yang dicapai dan AS mengenakan bea impor 25% terhadap berbagai produk China lainnya senilai US$300 miliar, kami melihat ekonomi global menuju resesi," kata kepala ekonom Morgan Stanley, Chetan Ahya, dalam catatan risetnya, Senin (20/5/2019).

Presiden AS Donald Trump telah mengenakan kenaikan bea masuk dari 10% menjadi 25% terhadap berbagai barang China senilai US$200 miliar. Negeri Tirai Bambu langsung membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk AS senilai US$60 miliar mulai 1 Juni mendatang.


Tak hanya itu. Trump juga mengancam akan mengenakan bea impor terhadap produk China lainnya senilai US$325 miliar.


Memanasnya perang dagang itu mengguncang ekonomi global. Indeks S&P 500 di Wall Street ambrol 3,4% sejak Trump mengeluarkan ancamannya sementara Dow Jones Industrial Average amblas 800 poin.

Jika tidak ada penyelesaian yang dicapai kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu, para central bankers akan menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk mendukung ekonomi yang melambat, kata Morgan Stanley, dilansir dari CNBC International.

Ekonom tersebut memprediksi bank sentral AS Federal Reserve akan memangkas suku bunganya kembali ke 0% pada musim semi 2020. China akan kembali meningkatkan stimulus fiskalnya menjadi 3,5% dari produk domestik bruto (PDB), tambah Ahya.

"Namun, respons kebijakan yang reaktif dan transmisi kebijakan yang biasanya perlu waktu akan berarti bahwa kita mungkin tidak mampu mencegah pengetatan kondisi keuangan dan resesi global," ujarnya.

Sang ekonom juga memperingatkan bahwa investor bisa jadi meremehkan dampak perang dagang karena China dapat menerapkan halangan non-tarif berupa larangan pembelian. Sehingga, perusahaan-perusahaan kemungkinan tidak dapat meneruskan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen, tambah Ahya.


Sumber : CNBC
 

Jumat, 17 Mei 2019

Kondisi Ekonomi Global Bikin BI Pertahankan Suku Bunga Acuan - PT Rifan Financindo

Kondisi Ekonomi Global Bikin BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Foto : BI/Perry Warjiyo
PT Rifan Financindo Palembang - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) telah diselenggarakan pada 15-16 Mei 2019. Dalam rapat tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan bunga acuannya di level 6% untuk kali kelima di 2019.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Mei 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Kamis (16/5/2019).

Salah satu alasan kuat bank sentral pertahankan bunga acuannya yakni ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat.

"Keputusan tersebut sejalan dengan menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat," tambahnya.

Dalam keterangannya, Perry menjelaskan, pihaknya juga akan tetap memastikan ketersediaan likuiditas di perbankan serta menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif antara lain dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 4% dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan kisaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar 84-94%.

Selain itu, BI, sambung Perry melihat dampak perang dagang yang terjadi saat ini lebih dirasakan oleh AS. Walaupun, imbuhnya, China juga terkena dampak secara langsung.

Adapun, lanjut Perry, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun, kecuali harga minyak yang naik pada periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik.

Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan China sehingga kembali memicu peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju, meskipun respons kebijakan moneter global mulai longgar.

Sehingga, kedua faktor ekonomi global yang kurang menguntungkan tersebut memberikan tantangan dalam upaya menjaga stabilitas eksternal baik untuk mendorong ekspor maupun menarik modal asing.

"Bank Indonesia akan terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan terbukanya ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," pungkas Perry. (prm)


 

Kamis, 16 Mei 2019

Pengumuman dari Badan Siber RI: Update Segera WhatsApp Anda! - Rifanfinancindo

Pengumuman dari Badan Siber RI: Update Segera WhatsApp Anda!
Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Rifanfinancindo Palembang - Masalah kerentanan keamanan pada WhatsApp karena WhatsApp Calls bisa disusupi spyware asal Israel mendapat perhatian dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Badan yang dulunya bernama Lembaga Sandi Negara ini meminta penguna mengupdate aplikasi WhatsApp.

Dalam pengumumannya yang diterima CNBC Indonesia, BSSN menyatakan pada 13 Mai 2019, Facebook telah menerbitkan himbauan mengenai celah keamanan Remote Code Execution (RCE) CVE-2019-3568 pada aplikasi WhatsApp.

Himbauan BSSN soal celah keamanan di WhatsApp Calls (Foto: BSSN/IST)

"Celah keamanan ini memungkinkan penyerang untuk mengeksploitasi fungsi panggilan telepon pada WhatsApp untuk menghubungi celah target dan kemudian melakukan instalasi malware secara remote," ujar BSSN, Kamis (15/5/2019).

Untuk itu, BSSN menghimbau bagi pengguna ponsel yang menggunakan sistem operasi Android untuk meng-update aplikasi ke versi terbaru ke WhatsApp versi v2.19.134 dan WhatsApp Business versi v.2.19.44.

Pengguna ponsel iPhone untuk melakukan pemutahiran aplikasi ke versi terbaru ke WhatsApp versi v21.19.51 dan WhatsApp Business versi V.2.19.51.

Himbauan BSSN soal celah keamanan di WhatsApp Calls (Foto: BSSN/IST)
Begitu juga pengguna ponsel Windows Phone untuk update WhatsApp ke versi V2.18.384 dan pengguna ponsel yang menggunakan sistem operasi Tizen untuk update WhatsApp ke versi v2.18.15.

"Selalu lakukan pemutahiran terhadap aplikasi-aplikasi lain juga, karena pada umum pemutahiran memuat perbaikan terhadap isu keamanan yang sangat penting untuk mencegah eksploitasi celah keamanan pada aplikasi yang kita gunakan," pesan BSSN.

Celah keamanan melalui WhatsApp Calls pertama kali dilaporkan oleh Financial Times. Dalam laporannya disebutkan WhatsApp Calls bisa disusupi spyware asal Israel. Spyware tersebut adalah buatan perusahaan Israel bernama NSO Group. Spyware ini bisa menginvasi telepon WhatsApp pada versi Android dan iOS.

Spyware ini tak hanya bisa menyusupi lewat telepon, tetapi juga melalui panggilan telepon yang tak dijawab oleh pengguna. Dalam sejumlah kasus panggilan yang tak terjawab ini bisa hilang dalam dari daftar panggilan sehingga pengguna tidak menyadari adanya telepon tersebut.

Spyware merupakan sebuah software atau perangkat lunak yang bertugas untuk memantau dan memata-mata aktivitas penguna internet. Fungsi Spyware menjadi negatif apabila bisa digunakan untuk melihat dan mencuri data pengguna.


Rabu, 15 Mei 2019

Produksi AS Naik Lagi, Harga Minyak Kembali Loyo - Rifan Financindo

Produksi  AS Naik Lagi, Harga Minyak Kembali Loyo
Rifan Financindo - Setelah menguat lebih dari 1% kemarin (14/5/2019), harga minyak mentah dunia kembali terkoreksi.

Pada perdagangan Rabu (15/5/2019) pukul 08:45 WIB, harga minyak jenis Brent terkoreksi 0,29% ke level US$ 71.03/barel setelah meroket 1,44% kemarin. Adapun harga minyak light sweet (WTI) melemah 0,57% ke posisi US$ 61,43/barel setelah ditutup menguat 1,21% pada perdagangan kemarin.

Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa dua fasilitas pengeboran milik perusahaan minyak kerajaan, Saudi Aramco diserang oleh drone yang dilengkapi bom, mengutip Reuters, Selasa (14/5/2019).

Falih mengatakan serangan tersebut merupakan aksi terorisme yang menargetkan pasokan minyak global. Dirinya juga menuding kelompok bersenjata dari Yaman yang memiliki hubungan dengan Iran sebagai dalang penyerangan tersebut.

Sebelumnya, otoritas uni Emirat Arab (UEA) mengabarkan bahwa telah terjadi sabotase pada empat kapal tanker komersial di dekat perairan Fujairah, yang mana salah satu hub perdagangan international yang terbesar di sekitar Selat Hormuz, mengutip Reuters.

Agensi Keamanan Nasional (National Security Agency/NSA) Amerika Serikat (AS) mengatakan sabotase tersebut dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki hubungan atau bekerja untuk Iran. Namun pejabat Iran yang terkait membantah hal tersebut.

Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah membuat pelaku pasar khawatir akan ketersediaan pasokan minyak global. Apalagi diketahui bahwa satu per lima konsumsi minyak mentah dunia didistribusikan dari Timur Tengah melalui Selat Hormuz.

Apabila ada gangguan di wilayah itu, maka distribusi pasokan minyak akan mengalami gangguan dan sulit untuk dilepas ke pasar. Dampaknya, keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) berpotensi semakin gemuk dan mengangkat harga minyak.

Alhasil harga minyak sempat meroket kemarin.

Namun hari ini tampaknya sentimen tersebut sudah mulai pudar.

Kini investor menaruh perhatian pada produksi di tujuh fasilitas produksi minyak serpih (shale oil) AS yang diprediksi meningkat sebesar 83.000 barel/hari pada bulan Juni, berdasarkan keterangan Energy Information Administration (EIA), mengutip Reuters, Selasa (14/5/2019).

Bila benar, maka itu produksi minyak di sana akan menyentuh 8,49 juta barel/hari atau merupakan rekor batu.

Peningkatan produksi AS tentu saja bukan berita baik untuk pasar minyak, karena meningkatkan risiko banjir pasokan yang bisa menekan harga. Sebagai informasi, sejak awal tahun 2018, produksi minyak AS sudah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)

Sumber : CNBC
 

Selasa, 14 Mei 2019

Perang Dagang Jilid II, Trader Yen Tetap Bahagia Dong! - PT Rifan Financindo

Perang Dagang Jilid II, Trader Yen Tetap Bahagia Dong!
PT Rifan Financindo Palembang - Kembali berkobarnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuat bursa saham global rontok, para investor pun cemas akan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Namun di sisi lain, para trader forex yang bertransaksi di kurs yen Jepang justru diuntungkan. Yen merupakan mata uang yang dianggap safe haven alias minim risiko, bahkan lebih safe haven dari dolar AS.

Ketika terjadi gejolak di pasar, mata uang Jepang ini hampir pasti akan menguat, sehingga mudah diprediksi. Para trader tentu berbondong-bondong membeli yen, yang membuat mata uang lawan-lawannya dalam trading forex keok.

Hal tersebut terlihat sejak pekan lalu, dan Senin kemarin (13/5/19) ketika yen terus menguat melawan dolar AS. Dalam trading, pasangan mata uang ini disimbolkan dengan USD/JPY, sehingga jika yen menguat lawan dolar AS maka USD/JPY akan bergerak turun.


Pada perdagangan Senin kemarin, yen mengakhiri perdagangan di level 109,27/US$, lebih kuat dibandingkan penutupan Jumat (10/5/19) di level 109,94/US$.

Kementerian Keuangan China pada Senin kemarin mengumumkan kenaikan tarif impor sebesar 25% untuk 5.000 produk dari AS dari sebelumnya 10%.

Produk-produk AS lainnya juga akan dikenakan tarif 20% naik dari sebelumnya 5%. Total nilai dari produk yang dikenakan kenaikan tarif impor tersebut sebesar US$ 60 miliar, dan mulai berlaku 1 Juni mendatang.

Dengan demikian, perang dagang jilid II sah dimulai. Kebijakan yang diambil Pemerintah Beijing ini membalas langkah Pemerintah AS di Washington yang menaikkan bea impor menjadi 25% untuk produk China senilai US$ 200 miliar pada Jumat (10/5/19) lalu.

Presiden AS Donald Trump pada pekan lalu juga berencana akan mengenakan tarif 25% lagi untuk produk China dengan total nilai lebih dari US$ 300 miliar. Namun Senin kemarin, Trump menyatakan belum memutuskan hal tersebut.

Di sisi lain, perwakilan dagang AS sudah mulai bersiap membuat proposal pengenaan tarif baru, dan rencananya akan mengadakan dengar pendapat pada 17 Juni mendatang dan akan berlangsung selama sepekan, melansir CNBC International.

Dengan demikian, kemungkinan adanya kenaikan tarif impor baru lagi paling cepat pada 24 Juni atau sebelum pertemuan negara-negara anggota G-20.

Eskalasi hubungan dagang dua negara ini tentu saja semakin berdampak buruk, tetapi tetap saja ada yang mendapat keuntungan.

Sepanjang pekan lalu trader yen jika mengambil posisi jual (short) USD/JPY akan mendapat cuan sekitar 115 pip atau sekitar Rp 15 juta per lot. Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex.

Jika bursa saham terus berguguran, yen kemungkinan besar akan terus menguat dan USD/JPY akan terus bergerak turun.

TIM RISET CNBC INDONESIA (tas)



Senin, 13 Mei 2019

Masih Ada Harapan, Trump & Xi Jinping Akan Bertemu Juni Ini - Riffinancindo

Masih Ada Harapan, Trump & Xi Jinping Akan Bertemu Juni Ini
Rifanfinancindo Palembang - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan bertemu di sela-sela pertemuan G20 Juni mendatang di Jepang, kata penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Minggu (12/5/2019).

Ia mengatakan peluang terjadinya pertemuan itu cukup baik namun belum ada rencana konkret kapan delegasi AS dan China akan kembali melanjutkan perundingan dagang.

Negosiasi dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu berakhir Jumat pekan lalu tanpa menghasilkan perjanjian dagang. Perundingan tersebut berlangsung di tengah bayang-bayang penerapan kenaikan bea impor terhadap produk-produk China oleh pemerintahan Trump.


"Perundingan akan berlanjut," kata Kudlow, dilansir dari CNBC International. "Saya akan mengatakan ini: Ada pertemuan G20 di Jepang akhir Juni mendatang dan peluang bahwa Presiden Trump dan Presiden Xi akan bertemu di pertemuan itu cukup baik."

Trump menyebut perundingan pada Jumat lalu berlangsung konstruktif dan mengatakan negosiasi dagang akan berlanjut sembari AS tetap menerapkan bea masuknya. Namun, ia juga menyampaikan bahwa bea impor itu bisa dicabut bergantung pada situasi dan kemajuan yang terjadi di masa depan.

Kudlow dalam wawancara dengan Fox News itu memperkirakan China akan membalas langkah penerapan bea impor AS. Beijing memang telah mengancam akan meluncurkan serangan balasan pekan lalu namun sejauh ini belum melakukannya.

Kudlow juga mengatakan China telah mundur dari beberapa komitmennya yang memaksa Trump mengambil langkah menaikkan bea masuk. Ia merujuk pada pencurian hak kekayaan intelektual dan alih teknologi paksa sebagai isu-isu rumit yang belum berhasil disepakati kedua negara.

Masih Ada Harapan, Trump & Xi Jinping Akan Bertemu di Juni
Foto: Wakil Perdana Menteri China Liu He berjabat tangan dengan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin di luar kantor Perwakilan Dagang AS di Washington, AS, (9/5/2019). (REUTERS / James Lawler Duggan)
"Negosiasi telah berlangsung terlalu lama dan kami tidak dapat menerima kemunduran sikap apapun," katanya. "Kami tidak yakin China telah cukup berubah, kami akan menanti dan memperhatikan."

Pada Sabtu lalu, Trump memperingatkan China untuk segera menentukan sikapnya dalam polemik dagang ini atau menghadapi langkah yang lebih buruk di masa jabatannya yang kedua setelah pemilu 2020 mendatang.(prm)

Jumat, 10 Mei 2019

Surat Cinta Jinping untuk Trump Bikin Harga Minyak Melesat - Rifan Financindo

Surat Cinta Jinping untuk Trump Bikin Harga Minyak Melesat
Foto: Infografis/10 Kkks Utama Produksi Minyak/Edward Ricardo
Rifan Financindo Palembang - Harga minyak menguat seiring dengan optimisme damai dagang Amerika Serikat (AS)-China yang meningkat di kalangan pelaku pasar. Namun hasil dialog dagang kedua negara yang masih tak pasti menyisakan sentimen negatif yang menahan laju penguatan harga.

Pada perdagangan Jumat (10/5/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juli menguat 0,94% menjadi US$ 71,05/barel, setelah naik tipis 0,01% kemarin (9/5/2019).

Bersamaan dengan itu, harga light sweet (WTI) melesat hingga 1,15% ke level US$ 62,41/barel, setelah terkoreksi 0,86% sehari sebelumnya.

Bila tetap berada di posisi itu hingga akhir sesi perdagangan, maka harga Brent dan WTI akan membukukan penguatan mingguan masing-masing sebesar 0,28% dan 0,76% secara point-to point.

Beberapa analis menduga sentimen positif yang mendorong harga minyak mulai muncul setelah Presiden AS, Donald Trump mengatakan bahwa dirinya menerima "surat yang indah" dari Presiden China , Xi Jinping.

"Dia [Xi Jinping] baru saja menulis surat yang indah untuk saya. Saya baru saja menerimanya dan mungkin akan berbicara dengannya melalui telepon. Mari bekerja sama, mari lihat apa yang bisa kita selesaikan," ujar Trump pada hari Kamis (8/5/2019) waktu setempat, mengutip Reuters.

Kabar tersebut tentu saja membuat ketakutan pelaku pasar setidaknya bisa diredam. Masih ada peluang damai dagang benar-benar tercipta.

Sebelumnya, pada hari Minggu (5/5/2019) Trump sempat mengancam akan menaikkan bea impor produk-produk asal China yang senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%) mulai hari Jumat (10/5/2019). Ancaman Trump pun dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Dagang AS yang mengeluarkan pernyataan resmi kenaikan taris tersebut akan mulai berlaku seperti yang Trump katakan.

Pihak AS menuding China telah mangkir dari kesepakatan yang sudah dibuat. Ada beberapa poin dalam draf kesepakatan setebal 150 halaman yang secara sepihak dihapus oleh pihak China. Alhasil tensi perang dagang sempat kembali meningkat pekan ini.

Meski demikian, teka teki perang dagang belum sepenuhnya terpecahkan. Potensi batalnya kesepakatan masih tersisa.

Hari Kamis dan Jumat (9-10/5/2019) waktu setempat, Wakil Perdana Menteri China dijadwalkan kembali berdialog dengan delegasi AS di Washington.

Pelaku pasar masih menanti hasil final dari dialog tersebut. "Hasil dari dialog dagang AS-China masih tidak pasti," ujar Alfonso Esparza, analis pasar senior OANDA, mengutip Reuters.

Jika hasilnya tak sesuai harapan (damai dagang) maka sekali lagi perekonomian global akan mengalami perlambatan, bahkan lebih parah dari yang ada saat ini.

Selain itu harga minyak juga masih mendapat sokongan dari pemangkasan produksi yang dilakukan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Permintaan pun juga diramal meningkat tahun ini.

Berdasarkan data dari lembaga resmi pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA), permintaan minyak global akan naik hingga 1,4 juta barel/hari sepanjang tahun 2019.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)


Sumber : CNBC
 

Kamis, 09 Mei 2019

Disengat Panasnya Perang Dagang, Bursa Saham Asia Terkoreksi - PT Rifan Financindo

Disengat Panasnya Perang Dagang, Bursa Saham Asia Terkoreksi
PT Rifan Financindo Palembang - Bursa saham utama kawasan Asia kompak dibuka di zona merah pada perdagangan Kamis ini (9/5/2019): indeks Nikkei turun 0,51%, indeks Shanghai amblas 0,78%, indeks Hang Seng juga turun 0,56%, indeks Straits Times turun 0,62%, dan indeks Kospi terkoreksi 0,38%.

Perang dagang AS-China yang kian panas membuat saham-saham di Benua Kuning dilego investor. Kemarin (8/5/2019), Kantor Perwakilan Dagang AS secara resmi mengumumkan bahwa bea masuk terhadap produk China senilai US$ 200 miliar akan naik menjadi 25% dari 10% pada hari Jumat dini hari nanti.

Kenaikan bea masuk itu menyasar berbagai macam produk impor dari China seperti modem komputer dan router, penyedot debu, meubel, lampu, hingga bahan bangunan.

Kenaikan bea masuk tersebut akan terjadi di tengah-tengah pertemuan antara Wakil Perdana Menteri China Liu He dan para pejabat AS di Washington, Kamis dan Jumat waktu setempat.

Tak tinggal diam, Beijing mengancam akan membalas langkah AS tersebut.

"Pihak China sangat menyesal bahwa jika kebijakan bea impor AS dilaksanakan, China terpaksa harus mengambil langkah-langkah balasan yang diperlukan," kata Kementerian Perdagangan China di situs webnya tanpa menjelaskan lebih lanjut, dilansir dari Reuters.

Reuters sebelumnya melaporkan bahwa menurut beberapa sumber di pemerintahan AS dan sektor swasta, China telah mundur dari hampir seluruh aspek dalam rancangan perjanjian dagang dengan AS.

China disebutkan tidak lagi berkomitmen untuk melindungi hak atas kekayaan intelektual, pemaksaan transfer teknologi, kebijakan persaingan bebas, akses terhadap sektor keuangan, dan manipulasi kurs. Hal inilah yang membuat pemerintahan AS meradang dan sampai memutuskan untuk menaikkan bea masuk.

Selain itu, rilis data ekonomi China yang mengecewakan masih ikut membebani kinerja bursa saham Asia.

Kemarin, ekspor China periode April diumumkan terkontraksi sebesar 2,7% secara tahunan, jauh lebih buruk dari konsensus yang memperkirakan pertumbuhan sebesar 2,3%, seperti dilansir dari Trading Economics.

Jika perang dagang benar tereskalasi nantinya, tentu tekanan terhadap perekonomian China akan menjadi semakin besar. Mengingat status China sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, tentunya tekanan terhadap perekonomian China akan berdampak negatif bagi perekonomian dunia. 

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/tas)

Rabu, 08 Mei 2019

Perseteruan AS-China Makin Panas, Entah Sampai Kapan - Rifanfinancindo

Perseteruan AS-China Makin Panas, Entah Sampai Kapan
REUTERS / Jonathan Ernst
Rifanfinancindo Palembang - Hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali panas setelah presiden Donald Trump mengancam akan meningkatkan tarif impor pada barang-barang China.

Padahal, beberapa pekan terakhir santer beredar kabar bahwa kedua ekonomi terbesar di dunia itu sudah hampir melahirkan kesepakatan.

Minggu kemarin, Trump mengeluarkan ancaman baru akan menaikkan bea impor terhadap produk China senilai US$200 miliar menjadi 25% dari 10% pada Jumat pekan ini.

Hal itu karena para pejabat AS merasa China dalam sepekan terakhir telah mengingkari beberapa komitmen penting yang telah dibuat dalam perundingan dagang selama berbulan-bulan belakangan.

Lalu sampai kapankah perang dagang yang telah berlangsung setahun lebih ini akan berakhir? Jawabannya, belum ada yang bisa memastikan.

Namun, beberapa pihak termasuk Pimpinan Dana Moneter Internasional (IMF) yakin bahwa ekonomi dunia akan makin melambat jika perang dagang berlanjut lebih lama. Christine Lagarde bahkan dengan tegas mengatakan China dan AS harus menyelesaikan perang dagang mereka.

"Bagi kami di IMF, sangat penting bahwa ketegangan perdagangan diselesaikan dengan cara yang memuaskan bagi semua pihak karena jelas ketegangan antara Amerika Serikat dan China adalah ancaman bagi ekonomi global," kata Lagarde, mengutip Reuters, Selasa.

Meski Trump kembali meluncurkan ancamannya, beberapa analis Wall Street tetap optimistis kesepakatan dagang akan segera terwujud dan menganggap ancaman Trump hanyalah taktik negosiasi.

Negosiasi perdagangan antara pejabat AS dan China pun masih dijadwalkan untuk dilanjutkan pada Kamis di Washington.

Kementerian Perdagangan China mengatakan Wakil Perdana Menteri Liu He masih akan memimpin delegasi perundingan dari Beijing dan akan berada di Washington selama dua hari.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang mengatakan rasa saling menghormati antara kedua belah pihak adalah dasar tercapainya perjanjian dagang.

"Kenaikan bea impor tidak dapat menyelesaikan masalah apapun," kata Geng dalam konferensi pers rutin, Selasa (7/5/2019).

"Pembicaraan adalah hal yang biasa terjadi dalam proses perundingan. Normal bagi kedua belah pihak untuk memiliki perbedaan. China tidak akan menghindari masalah dan China tulus ingin melanjutkan pembicaraan," ujarnya. (prm)


 

Selasa, 07 Mei 2019

AS Beringas, Awas China Mulai Panas! - Rifan Financindo

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifan Financindo Palembang - Pasar keuangan Indonesia memulai pekan dengan kurang impresif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah melemah. Meski begitu, pelemahan ini sebenarnya masih lebih baik ketimbang yang terjadi di negara-negara tetangga.
Kemarin, IHSG berakhir dengan koreksi 0,99%. Pelemahan IHSG jauh lebih baik ketimbang Shanghai Composite (-5,58%), Hang Seng (-2,9%), atau Straits Times (3%).  

Sementara rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,28% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Saat perdagangan di pasar spot valas Indonesia berakhir, rupiah bukanlah yang terlemah di Asia karena di bawah mata uang Tanah Air ada peso Filipina, yuan China, rupee India, dan won Korea Selatan. 

Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun naik 5,9 basis poin (bps). Kenaikan yield menunjukkan harga instrumen ini sedang turun karena tertekan aksi jual.  

Mencari selamat. Itu adalah tema besar di pasar keuangan Benua Kuning kemarin. Maklum, memang sedang ada risiko besar yang mengintai perekonomian dunia.
Adalah Presiden AS Donald Trump yang membuat pasar keuangan global gempar. Dalam cuitannya di Twitter, eks taipan properti itu mengungkapkan bahwa AS tetap akan menaikkan bea masuk bagi importasi produk-produk made in China. Selain itu, produk yang belum dikenakan bea masuk nantinya akan mulai disasar.
"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar. Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam data-data ekonomi kita yang bagus. Jadi yang 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat. Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%. Bea masuk ini berdampak kecil terhadap harga produk. Dialog dagang tetap berlanjut, tetapi terlalu lamban, karena mereka berupaya melakukan renegosiasi. Tidak!" cuit Trump di Twitter.
Kepanikan pun terjadi. Reaksinya knee-jerk saja, melepas aset-aset berisiko di negara berkembang Asia (termasuk Indonesia) untuk berlindung ke aset aman seperti dolar AS dan yen Jepang.
Sampai akhir pekan lalu, harapan damai dagang AS-China masih begitu terbuka. Bahkan delegasi China masih melakukan dialog dengan perwakilan AS di Washington.
Namun utas (thread) cuitan Trump tersebut membuat semuanya seolah buyar. AS ternyata masih galak kepada China. Sesuatu yang sangat mungkin membuat Beijing murka.
Mengutip Wall Street Journal, sumber di lingkaran dalam pemerintah China menegaskan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk membatalkan proses negosiasi dagang dengan AS. Setiap aksi menimbulkan reaksi, apa yang dilakukan Trump sudah menciptakan 'api'.
Harapan damai dagang perlahan berganti menjadi kekhawatiran dimulainya kembali perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi. Hal ini tentu sangat membuat investor cemas, sehingga tidak ada yang berani mengambil risiko.
Sedangkan dari dalam negeri, rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019 tidak banyak membantu. Sepanjang Januari-Maret, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% year-on-year (YoY). Ini menjadi laju paling lemah sejak kuartal I-2018.
Angka tersebut lumayan jauh dibandingkan ekspektasi pasar. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan 5,19% sementara konsensus Reuters berada di 5,18%.
'Penonton' pun kecewa karena tidak mendapat hasil sesuai harapan. Akibatnya, IHSG dkk tidak punya dorongan untuk memperbaiki nasib.(aji/aji)


Sumber : CNBC



Senin, 06 Mei 2019

Perang Dagang Bergelora Lagi, Hang Seng & Shanghai Terperosok - PT Rifan Financindo

Perang Dagar Bergelora Lagi, Hang Seng & Shanghai Terperosok
Foto: CNBC Indonesia
PT Rifan Financindo Palembang - Indeks acuan bursa saham Negeri Tiongkok dibuka di zona merah pada perdagangan hari ini, Senin (6/5/2019).

Indeks Hang Seng (HSI) anjlok 2,46% ke level 29.342,38 yang merupakan harga pembukaan terendah sejak 22 Maret 2019. Sementara itu, indeks Shanghai (SSEC) dibuka terkoreksi 0,32% menjadi 3.052,62 poin.

Bursa saham di Benua Kuning, tidak terkecuali China dan Hong Kong, akan diselimuti hawa negatif dari indikasi tersulutnya kembali perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Padahal pekan lalu, putaran negosiasi dagang di Beijing baru saja selesai dengan hasil yang produktif.

Pasalnya, Presiden AS Donald Trump pada Minggu (5/5/2019) mengatakan tarif masuk berbagai produk China senilai US$ 200 miliar akan naik menjadi 25% Jumat mendatang.

"Selama 10 bulan terakhir, China membayar bea masuk 25% untuk importasi produk-produk high-tech senilai US$ 50 miliar dan 10% untuk produk-produk lain senilai US$ 200 miliar. Pembayaran ini sedikit banyak berperan dalam data-data ekonomi kita yang bagus. Jadi yang 10% akan naik menjadi 25% pada Jumat.

Sementara US$ 325 miliar importasi produk-produk China belum kena bea masuk, tetapi dalam waktu dekat akan dikenakan 25%. Bea masuk ini berdampak kecil terhadap harga produk. Dialog dagang tetap berlanjut, tetapi terlalu lamban, karena mereka berupaya melakukan renegosiasi. Tidak!" cuit Trump di Twitter.

Dikarenakan aksi Trump tersebut, perwakilan dagang China yang rencananya akan melanjutkan dialog dagang pekan ini di Washington mempertimbangkan untuk membatalkan kunjungannya, dilansir Wall Street Journal.

Sentimen perang dagang, berhasil mengalahkan sentimen domestik yang positif.

Angka Purchasing Manager's Index (PMI) China versi caixin pada bulan April mencapai 52,7 poin, yang artinya masih menunjukkan ekspansi. Lalu untuk PMI sektor Jasa bulan April tercatat 54,5 poin, lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar 52,8 poin, , dilansir Trading Economics.

Sementara itu, Angka Purchasing Manager's Index (PMI) Hong Kong versi nikkei pada bulan April mencapai 48,4 poin, meningkat dibanding pencapaian bulan Maret di level 48 poin, dilansir Trading Economics.

Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari China dan Hong Kong.

TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)


 

Jumat, 03 Mei 2019

Setelah Tertekan Akibat ,Harga Emas Rebound - Rifanfinancindo

Setelah Tertekan Akibat The Fed, Harga Emas Rebound
Rifanfinancindo Palembang - Setelah terkoreksi cukup dalam pada perdagangan Kamis (2/5/2019) kemarin, pergerakan harga emas dunia masih cenderung terbatas pada hari Jumat (3/5/2019).

Pada pukul 08:20 WIB, harga emas kontrak pengiriman Juni di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat tipis 0,06% menjadi US$ 1.272,8/troy ounce, setelah amblas 0,95% kemarin.

Adapun harga emas di pasar spot naik terbatas 0,08% ke posisi US$ 1.271,47/troy ounce setelah terkoreksi 0,46% kemarin.

Potensi rebound teknikal memang biasanya meningkat setelah harga jatuh cukup dalam. Hal ini yang kemungkinan terjadi pada harga emas hari ini. Pasalnya, sentimen yang ada masih membebani harga emas.

Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed kemarin mengumumkan hasil rapat bulanan dengan nada-nada yang agaknya lebih agresif dari biasanya.

Meskipun keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga acuan di 2,25%-2,5% sudah diprediksi. Namun pernyataan Gubernur The Fed, Jerome Powell membuat pasar agak terkejut.

"Kami merasa stance kebijakan kami masih layak dipertahankan saat ini. Kami tidak melihat ada tanda-tanda yang kuat untuk menuju ke arah sebaliknya. Saya melihat kita dalam jalur yang benar.

"Pasar tenaga kerja tetap kuat. Ekonomi juga tumbuh solid. Apa yang kami putuskan hari ini sebaiknya tidak dibaca sebagai sinyal perubahan kebijakan pada masa mendatang," tegas Powell dalam konferensi pers usai rapat, mengutip Reuters.

Pernyataan tersebut meruntuhkan ekspektasi pelaku pasar akan kemungkinan The Fed untuk menurunkan suku bunga. Bila suku bunga The Fed tak turun, artinya dolar AS masih akan mempertahankan keperkasaannya. Investor pun cenderung melarikan asetnya pada instrumen-instrumen berbasis dolar.

Alhasil nilai Dollar Index (DXY) yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia menguat hingga 0,15% kemarin.

Saat dolar perkasa, daya tarik emas di mata para investor akan berkurang. Sebab emas di pasar global ditransaksikan dengan dolar. Harga emas pun menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang asing.


TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/prm)

 

Kamis, 02 Mei 2019

Real Count KPU Kamis Pagi, Inilah Selisih Suara Jokowi dengan Prabowo



PT Rifan Financindo Palembang – PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta telah memberlakukan satu gerbong khusus penumpang pada jam sibuk. Gerbong khusus tersebut berada di paling depan dari satu rangkaian kereta.

Coorporate Secretary PT MRT Jakarta, Muhammad Kamaluddin menyebut gerbong khusus perempuan tersebut hanya berlaku pada pukul 07.00-09.00 WIB dan 17.00-19.00 WIB saja.

"Betul sudah diberlakukan kereta khusus wanita pada jam sibuk dan di hari kerja saja," ucap Kamaluddin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (2/5/2019).

Sementara itu, Moda Raya Terpadu (MRT) akan beroperasi lebih awal dan berakhir lebih malam mulai pada Rabu, 1 Mei 2019.

"Jadi tidak lagi dari jam 5.30 sampai jam 22.30 WIB, tapi mulai besok MRT Jakarta akan mulai beroperasi dari jam 05.00 sampai jam 24.00," ucap William di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, Selasa (30/4).

Menurutnya, jumlah pengguna MRT Jakarta juga semakin meningkat. Puncak penumpang pun terjadi pada 13 Maret 2019 dengan angka 116.740 penumpang.

"52 persen orang naik MRT karena ketepatan waktunya, jadi ini yang kita jual. Kita evaluasi mesin dengan tingkat ketepatan waktunya mencapai 99,8 persen," ia mengakhiri.

Pengoperasian Moda Raya Terpadu (MRT) telah berjalan sebulan dengan memberlakukan potongan tarif sebesar 50 persen. William Sabandar mengatakan, pihaknya telah mengusulkan agar tarif diskon itu diperpanjang sementara.

Reporter: Ika Defianti

Sumber: Liputan6.com [eko]

Baca Juga :
  • RIFANFINANCINDO BERJANGKA | Berburu keuntungan berlimpah melalui industri perdagangan berjangka komoditi
  • RIFAN  |  Rifan Financindo Optimistis Transaksi 500.000 Lot Tercapai
  • PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA | Sharing & Diskusi Perusahaan Pialang Berjangka 
  • PT. RIFAN  | PT Rifan Financindo Berjangka Optimistis PBK Tetap Tumbuh di Medan
  • RIFAN BERJANGKA | Bisnis Investasi Perdagangan Berjangka Komoditi, Berpotensi tapi Perlu Kerja Keras
  • PT. RIFANFINANCINDO | JFX, KBI dan Rifan Financindo Hadirkan Pusat Belajar Futures Trading di Kampus Universitas Sriwijaya
  • PT RIFAN FINANCINDO  | RFB Surabaya Bidik 250 Nasabah Baru hingga Akhir Tahun
  • PT RFB | PT RFB Gelar Media Workshop
  • PT RIFANFINANCINDO BERJANGKA | Mengenal Perdagangan Berjangka Komoditi, Begini Manfaat dan Cara Kenali Penipuan Berkedok PBK
  • RFB | RFB Masih Dipercaya, Transaksi Meningkat
  • PT RIFANFINANCINDO | Sosialisasi Perdagangan Berjangka Harus Lebih Agresif: Masih Butuh Political Will Pemerintah
  • RIFANFINANCINDO | Kerja Sama dengan USU, Rifan Financindo Siapkan Investor Masa Depan
  • PT RIFAN | Bursa Berjangka Indonesia Belum Maksimal Dilirik Investor
  • RIFANFINANCINDO | Rifan Financindo Intensifkan Edukasi