Foto: detik.com |
PT Rifan - Rupiah kembali unjuk
keperkasaan pada perdagangan Senin (13/1/2020), penguatannya kian tak
terbendung melawan tiga dolar sekaligus.
Melawan dolar Amerika Serikat (AS), pada pukul 9:00 WIB, rupiah menguat 0,47% ke level Rp 13.690/US$, dan berada di level terkuat sejak Februari 2018. Dolar AS benar-benar dibuat babak belur, sebelum hari ini Sang Garuda sudah menguat 6 pekan beruntun. Pada periode tersebut, rupiah membukukan penguatan 2,45%.
Melawan dolar Amerika Serikat (AS), pada pukul 9:00 WIB, rupiah menguat 0,47% ke level Rp 13.690/US$, dan berada di level terkuat sejak Februari 2018. Dolar AS benar-benar dibuat babak belur, sebelum hari ini Sang Garuda sudah menguat 6 pekan beruntun. Pada periode tersebut, rupiah membukukan penguatan 2,45%.
Dolar
Singapura juga kembali menjadi korban rupiah, hanya satu jam setelah
pasar dalam negeri dibuka, dolar Singapura langsung melemah 0,31% ke
level Rp 10.165,47/SG$, posisi tersebut merupakan yang terlemah dalam
tiga bulan terakhir.
Di waktu yang sama, dolar Australia juga tertekan 0,21% di
level Rp 9.468,07/AU$, yang merupakan level terlemah sejak Februari
2016, nyaris empat tahun terakhir.
Membaiknya sentimen pelaku
pasar membuat rupiah terus mendapat suntikan tenaga untuk menguat. Jika
pekan lalu meredanya risiko perang antara AS vs Iran yang menaikkan
minat terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar, di pekan ini
berakhirnya perang dagang AS vs China yang menjadi headline utama.
Rabu
(15/1/2020) AS dan China rencananya akan menandatangani kesepakatan
dagang fase I. Seluruh dunia menanti hal tersebut, perang dagang kedua
negara yang sudah berlangsung sejak pertengahan 2018 akhirnya selesai,
atau setidaknya risiko tereskalasi kembali mengecil.
Perang dagang kedua negara telah membuat perekonomian global
melambat. Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF)
pada pertengahan Oktober lalu memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi
global menjadi 3% di tahun 2019, dibandingkan proyeksi yang diberikan
pada bulan Juli sebesar 3,2%. Proyeksi tersebut merupakan yang terendah
dalam satu dekade terakhir.
Dalam kesepakatan dagang fase I,
Presiden Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk
impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi
7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.
Sementara
dari pihak China, Trump menyebut bahwa China akan segera memulai
pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$
50 miliar.
Ketika perang dagang AS-China tidak lagi tereskalasi,
laju pertumbuhan ekonomi global diharapkan akan lebih terakselerasi.
Dalam kondisi tersebut sentimen pelaku pasar akan membuncah, dan masuk
ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, rupiah pun perkasa
kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)
Sumber : CNBC
Baca Juga :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar