PT Rifan Financindo
-- Harga minyak mentah dunia merosot hampir dua persen pada perdagangan Senin (10/12), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan mengikuti pelemahan pasar modal
global akibat kekhawatiran permintaan.
Dilansir
dari Reuters, Selasa (11/12), harga minyak mentah berjangka Brent
merosot US$0,75 menjadi US$60,96 per barel. Sementara, harga minyak
mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$0,95 menjadi
US$51,66 per barel.
Pelemahan pasar modal global terjadi selama
lima hari berturut-turut. Pelemahan pasar modal di Eropa dan Asia meluas
hingga ke Wall Street dipicu oleh sinyal sengketa baru antara AS-China
yang akan berimbas pada pertumbuhan perekonomian global.
Pasar
juga terbebani oleh kebingungan akibat penundaan pemungutan suara
terkait kesepakatan Brexit yang dilakukan Perdana Menteri Theresa May.
Selain itu, pelemahan juga terjadi akibat merosotnya data perekonomian
terbesar dunia termasuk AS, China, Jepang, dan Jerman baru-baru ini.
"Korelasi pasar saham dan pasar minyak kembali pagi ini," ujar Partner Again Capital Management John Kilduff di New York.
Menurut
Kilduff kekhawatiran terkait proyeksi perekonomian dan permintaan
minyak global sangat berdampak negatif terhadap pasar. Harga minyak
ditutup menanjak tiga persen lebih tinggi pada perdagangan Jumat (7/12)
saat Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk
Rusia, yang sepakat memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta barel
per hari (bph) dari Januari 2019.
Awal pekan ini, Menteri Energi
Uni Emirat Arab menyatakan kesepakatan itu akan diteken dalam tiga bulan
di Arab Saudi, saat OPEC dan sekutunya akan memutuskan memperpanjang
kesepakatan tersebut setelah enam bulan.
"Kesepakatan Jumat lalu
sepertinya cukup bagus, atau mungkin kita seharusnya menyebutnya sebagai
yang terbaik untuk kondisi saat ini," ujar Ahli Straegi Pasar PVM Oil
Associates Tamas Varga.
Namun demikian, menurut Varga, kesepakatan itu tidak akan memberikan
dukungan pasar untuk jangka panjang karena itu tidak dapat menguras
persediaan minyak global.
Tahun ini, pasar modal global telah
merosot hampir delapan persen sejauh ini. Pelemahan tersebut dipicu oleh
sentimen terhadap melambatnya pendapatan korporasi dan ancaman
meluasnya dampak sengketa dagang antara AS dan China.
Selain itu,
terjadi kenaikan tajam laju pertumbuhan pasokan minyak mentah tahun ini
di tiga produsen minyak terbesar di dunia Amerika Serikat, Arab Saudi,
dan Rusia. Hal ini membuat para analis tentang prospek permintaan yang
tidak dapat menyerap tambahan pasokan minyak tersebut.
"Seperti
biasa, harga bukan menjadi target kebijakan OPEC+, namun menurut kami
tingkat harga saat ini memenuhi kepentingan dari sebagian besar negara
yang berpartisipasi," ujar konsultan JBC Energy.
Analis NBD Edward Bell menilai skala pemangkasan produksi tidak cukup untuk mendorong pasar menjadi defisit.
"Diperkirakan, surplus pasar sekitar 1,2 juta bph akan terjadi pada Kuartal I 2019 dengan level produksi yang baru," ujarnya.
Sebagai
informasi, harga minyak telah merosot tajam hampir 30 persen sejak
Oktober 2018. Pelemahan tersebut dipicu oleh sinyal perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia. (sfr/agt)