Kamis, 11 April 2019

Harga Emas Masih Bertahan di Posisi Tertinggi dalam 2 Minggu - Rifan Financindo

Harga Emas Masih Bertahan di Posisi Tertinggi dalam 2 Minggu
Rifan Financindo Palembang - Pada perdagangan Kamis (11/4/2019), harga emas masih berada di titik tertinggi dalam 2 minggu akibat aura kalem (dovish) dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang kembali muncul.

Notulensi rapat The Fed edisi Maret yang dirilis kemarin lagi-lagi menunjukkan nada-nada yang sangat dovish. Ini sebenarnya sudah diperkirakan oleh pelaku pasar.

Di satu sisi, The Fed memandang ekonomi AS masih kuat yang tercermin dari data-data ketenagakerjaan. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi bisa berpengaruh negatif seperti membuat beban utang korporasi membengkak. Kombinasi dua faktor ini menyebabkan The Fed memilih untuk bersabar dalam menyesuaikan suku bunga acuan.


Tak ada kenaikan suku bunga acuan berarti dolar akan sulit mengulangi keperkasaan seperti tahun 2018. Kala itu The Fed menaikkan suku bunga hingga empat kali.

Pelaku pasar pun masih memandang risiko koreksi nilai dolar cukup tinggi. Alhasil, emas masih dipertahankan sebagai pelindung nilai. Membuat harganya masih bisa stabil.



Pada pukul 09:00 WIB, harga minyak kontrak pengiriman Juni di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) melemah 0,24% ke posisi US$ 1.310,7/troy ounce. Sedangkan harga emas di pasar spot terkoreksi terbatas sebesar 0,06% ke posisi US$ 1.307,06/troy ounce.

Koreksi harga terjadi setelah harga emas COMEX dan spot menguat masing-masing sebesar 0,43% dan 0,3% ada perdagangan Rabu (10/4/2019) kemarin.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)

Sumber : CNBC


 

Rabu, 10 April 2019

Poundsterling Sambut Baik Pernyataan Donald Tusk - PT Rifan Financindo

Poundsterling Sambut Baik Pernyataan Donald Tusk
PT Rifan Financindo Palembang - Setelah mengakhiri perdagangan Selasa (9/4/19) di zona merah, poundsterling kembali menguat terhadap dolar AS di perdagangan sesi Asia Rabu (10/4/19). Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk yang mengindikasikan akan memberikan penundaan Brexit membuat pound menguat.

Mengutip kuotasi MetaTrader 5, poundsterling diperdagangkan di kisaran US$ 1,3059 pada pukul 11:41 WIB, lebih tinggi dari penutupan perdagangan Selasa di level US$ 1,3048.

Perdana Mentari Inggris, Theresa May, akan mengadakan pertemuan dengan Uni Eropa (UE) hari ini waktu setempat untuk meminta penundaan Brexit yang seharusnya dilakukan pada 12 April nanti.

Sebelum pertemuan resmi tersebut, mengutip media BBC, Donald Tusk mengatakan UE seharusnya mempertimbangkan menawarkan penundaan Brexit yang "fleksibel" kepada Inggris.

Arti fleksibel tersebut yakni penundaan bisa diberikan hingga setahun, dan dapat dilakukan lebih cepat jika proposal Brexit sudah mencapai kata sepakat, baik dari Pemerintah dan Parlemen Inggris hingga Uni Eropa.

Sementara itu PM May dikabarkan meminta penundaan hingga 30 Juni, namun Presiden Tusk sepertinya tidak percaya proposal tersebut akan rampung saat deadline itu tiba. Sehingga lebih baik memberikan penundaan yang "fleksibel" daripada pada akhirnya PM May harus meminta penundaan secara berulang.

Kemungkinan disetujuinya penundaan Brexit semakin menjadi nyata setelah PM May bertemu dengan Kanselir Jerman Angela Merkel. Kanselir Merkel mengatakan penundaan kemungkinan diberikan sampai akhir tahun ini atau awal 2020.

Selain keputusan seberapa lama penundaan Brexit nantinya akan diberikan, dan apa saja yang harus dilakukan Inggris untuk memperoleh penundaan tersebut, pergerakan poundsterling hari ini juga akan dipengaruhi oleh data-data ekonomi Inggris.

Pada pukul 15:30 WIB, Inggris akan melaporkan data produk domestik bruto (PDB) dan produksi manufaktur bulan Februari.

Mengutip data dari Forex Factory, PDB bulan Februari diperkirakan tumbuh 0,2% dari bulan Januari yang naik 0,5%. Sementara produksi manufaktur juga diprediksi naik 0,2% dari bulan sebelumnya yang naik 0,8%.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)


Selasa, 09 April 2019

Dituduh Trump Sebabkan Ekonomi Lesu, The Fed Buka Suara - Rifanfinancindo

Dituduh Trump Sebabkan Ekonomi Lesu, The Fed Buka Suara
Rifanfinancindo Palembang - Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve menyangkal tuduhan Presiden Donald Trump bahwa pengetatan kebijakan moneternya telah memukul perekonomian.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan Jumat (5/4/2019) pekan lalu, The Fed St. Louis mengatakan langkah bank sentral menurunkan jumlah kepemilihan obligasi dalam neracanya - yang dikenal dengan istilah pengetatan kuantitatif - tidak akan memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan.
Pendapat tersebut secara langsung membantah pernyataan Trump di hari yang sama bahwa normalisasi kebijakan bank sentral telah benar-benar memperlambat perekonomian, dilansir dari CNBC International, Senin.

"Benar bahwa menghapuskan kebijakan moneter akomodatif yang tidak biasa akan menimbulkan aktivitas bisnis riil yang lebih sedikit dan harga-harga yang lebih rendah namun penyusutan neraca The Fed yang sedang berlangsung bukanlah penyebab lesunya pasar aset di 2018, tidak juga akan menghambat kegiatan ekonomi ke depan," tulis ekonom The Fed Christopher J. Neely.

The Fed telah melepas kepemilikan obligasi negara AS dan surat berharga berbasis hipotek senilai US$50 miliar per bulan untuk menurunkan nilai neracanya yang sebelumnya mencapai US$4,5 triliun.

Namun, bank sentral di Maret mengumumkan akan mulai memperlambat penurunan neraca itu di Mei dan menghentikannya di September setelah berhasil melepas kepemilikannya senilai sekitar US$1 triliun.

Trump pada Jumat lalu menyebut ekonomi AS bisa melesat seperti "roket" jika The Fed memangkas suku bunga acuan. Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah rilis data angka pekerja bulan Maret diumumkan.

Sang presiden juga mengatakan The Fed "benar-benar memperlambat pertumbuhan ekonomi AS, dan "tidak ada inflasi"terjadi karenanya.

"Saya pikir mereka (Fed) harus menurunkan suku bunga dan menghapuskan pengetatan kuantitatif," kata Trump kepada wartawan.

Para staff Gedung Putih juga telah meminta The Fed untuk memangkas suku bunga sebanyak 50 basis poin. (prm)


Senin, 08 April 2019

Masalah Brexit Makin Kompleks, Poundsterling tak Bisa Rileks - Rifan Financindo

Masalah Brexit Makin Kompleks, Poundsterling tak Bisa Rileks
Rifan Financindo Palembang - Mata uang Inggris poundsterling tertahan di dekat level terendah dua tiga pekan pada awal perdagangan hari ini, Senin (8/4/2019).

Pekan lalu pound mengalami pelemahan dua hari beruntun yang membuyarkan peluang mencatat penguatan dalam sepekan. Sementara pada pukul 7:06 WIB hari ini, pound ditransaksikan di kisaran US$ 1,3036, naik tipis dibandingkan dengan penutupan Jumat (5//4/19) di level US$ 1,3032, mengutip kuotasi MetaTrader 5.

Brexit yang sudah di depan mata membuat poundsterling tidak bisa rileks dan cenderung masih akan tertekan. Memang Pemerintah Inggris berencana untuk mengajukan penundaan sekali lagi, namun semakin hari masalah yang dihadapi semakin kompleks.

Perdana Menteri Inggris, Theresa May, akan mengadakan pertemuan dengan Uni Eropa pada tanggal 10 April, atau dua hari sebelum deadline Brexit untuk, meminta penundaan. Namun kini Kabinet yang dipimpin PM May bergolak.

Melansir The Guardian, beberapa anggota Kabinet meminta PM May untuk tidak meminta penundaan Brexit terlalu lama karena dikhawatirkan akan menimbulkan "kecemasan yang luar biasa". Selain itu, mereka juga melihat tidak ada hasil yang pasti dari negosiasi PM May dengan pimpinan oposisi Jeremy Corbyn.

PM May kin menghadapi resign massal dari Kabinet yang dipimpinnya akibat pergolakan tersebut. Sebelumnya Partai Konservatif yang PM May adalah ketuanya juga menunjukkan tanda-tanda perpecahan suara. Di sisi lain, Partai Buruh selaku oposisi mengatakan baru mempelajari proposal yang diberikan Brexit terbaru, sementara waktu yang dimiliki PM May tinggal dua hari lagi sebelum berangkat ke Brussels untuk meminta penundaan.

Kompleksnya masalah di internal Inggris, serta tanpa rilis data ekonomi penting hari ini membuat poundsterling nyaris tanpa peluang untuk bangkit. Apalagi dolar sedang mendapat momentum penguatan pasca-rilis data tenaga kerja AS Jumat lalu. Kecuali ada kabar bagus dari perkembangan politik di Inggris, dolar terlihat masih akan mendominasi pound.

Departemen Tenaga Kerja AS pada hari Jumat melaporkan data non-farm payroll, yang memberikan gambaran sepanjang bulan Maret perekonomian AS mampu menyerap tenaga kerja 198.000 tenaga kerja, meningkat signifikan dari bulan Februari sebanyak 33.000 tenaga kerja.

Meski data lain menunjukkan rata-rata gaji per jam hanya naik 0,1% di bulan Maret, di bawah kenaikan bulan sebelumnya 0,4%, dan tingkat pengangguran dilaporkan tetap sebanyak 3,8%, namun sepaket data tenaga kerja ini cukup menunjukkan perekonomian AS masih kuat, dan untuk sementara menghilangkan kecemasan akan kemungkinan terjadi resesi.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)

Sumber : CNBC

Jumat, 05 April 2019

Kabar Bagus dari Jerman, Ikut Bantu Euro Bangkit | PT Rifan Financindo

Kabar Bagus dari Jerman, Ikut Bantu Euro Bangkit
Foto: Mata uang Euro (REUTERS/Eric Gaillard)
PT Rifan Financindo Palembang - Mata uang euro menguat jelang dibukanya perdagangan sesi Eropa Jumat (5/4/19), Jerman kali ini memberikan kabar bagus bagi mata uang tunggal 19 negara ini.

Pada pukul 13:30 WIB, euro diperdagangkan di kisaran US$ 1,1232 menguat dibandingkan penutupan Kamis (4/4/19) di level US1,1219, mengutip kuotasi MetaTrader 5.

Biro Statistik Jerman melaporkan tingkat produksi industri Jerman pada bulan Februari mengalami kenaikan sebesar 0,7% dari bulan sebelumnya yang turun 0,8%. Kenaikan tersebut menjadi yang pertama dalam lima bulan terakhir, dan sekaligus melebihi prediksi 0,7% dari Forex Factory.

Rilis tersebut tentunya menjadi kabar bagus setelah pada Kamis Jerman membuat euro loyo di hadapan dolar AS. Biro yang sama Kemarin melaporkan data pesanan pabrik bulan Februari turun sebesar 4,2% dibandingkan bulan sebelumnya, sekaligus menjadi penurunan terbesar dalam dua tahun terakhir. Jika dibandingkan dengan Februari 2018, data tersebut lebih buruk lagi, turun 8,4%.

Meski demikian euro belum sepenuhnya aman, rilis data mixed tersebut masih memunculkan kecemasan akan pelambatan di raksasa ekonomi Eropa tersebut.

Belum lagi malam ini AS akan melaporkan data tenaga kerja yang  kerap selalu memberi momentum penguatan bagi dolar jika dirilis apik.

Data tenaga kerja AS sering dijadikan barometer kekuatan ekonomi negeri Paman Sam.Pemerintah AS akan melaporkan data tersebut pada pukul 19:30 WIB. Data ini terdiri dari tiga poin, non-farm payroll (NFP) yakni kemampuan perekonomian AS menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian, rata-rata upah per jam, dan tingkat pengangguran.

Mengutip Forex Factory, data NFP untuk bulan Maret diperkirakan sebanyak 175.000 naik jauh dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya 20.000 pekerja. Rata-rata upah per jam diprediksi naik 0,2% lebih rendah dari kenaikan bulan Februari 0,4%, dan tingkat pengangguran diperkirakan tetap di level 3,8%.

Jika data-data tersebut dirilis lebih bagus dari perkiraan euro berpeluang besar berbalik melemah dan dapat mencatat penurunan tiga pekan beruntun. Sebaliknya euro memiliki peluang menguat lebih tinggi jika data tersebut dirilis mengecewakan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)