Selasa, 21 Mei 2019

Perang Dagang Bisa Dorong Ekonomi Global ke Jurang Resesi - Rifan Financindo

Perang Dagang Bisa Dorong Ekonomi Global ke Jurang Resesi
Foto: REUTERS/Jason Lee/File Photo
Rifan Financindo Palembang - Makin sengitnya saling balas bea impor antara Amerika Serikat (AS) dan China dalam perang dagang antara keduanya dapat membuat ekonomi global menuju resesi, menurut Morgan Stanley.

"Jika perundingan mandek, tidak ada kesepakatan yang dicapai dan AS mengenakan bea impor 25% terhadap berbagai produk China lainnya senilai US$300 miliar, kami melihat ekonomi global menuju resesi," kata kepala ekonom Morgan Stanley, Chetan Ahya, dalam catatan risetnya, Senin (20/5/2019).

Presiden AS Donald Trump telah mengenakan kenaikan bea masuk dari 10% menjadi 25% terhadap berbagai barang China senilai US$200 miliar. Negeri Tirai Bambu langsung membalas dengan menaikkan bea masuk terhadap produk AS senilai US$60 miliar mulai 1 Juni mendatang.


Tak hanya itu. Trump juga mengancam akan mengenakan bea impor terhadap produk China lainnya senilai US$325 miliar.


Memanasnya perang dagang itu mengguncang ekonomi global. Indeks S&P 500 di Wall Street ambrol 3,4% sejak Trump mengeluarkan ancamannya sementara Dow Jones Industrial Average amblas 800 poin.

Jika tidak ada penyelesaian yang dicapai kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu, para central bankers akan menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk mendukung ekonomi yang melambat, kata Morgan Stanley, dilansir dari CNBC International.

Ekonom tersebut memprediksi bank sentral AS Federal Reserve akan memangkas suku bunganya kembali ke 0% pada musim semi 2020. China akan kembali meningkatkan stimulus fiskalnya menjadi 3,5% dari produk domestik bruto (PDB), tambah Ahya.

"Namun, respons kebijakan yang reaktif dan transmisi kebijakan yang biasanya perlu waktu akan berarti bahwa kita mungkin tidak mampu mencegah pengetatan kondisi keuangan dan resesi global," ujarnya.

Sang ekonom juga memperingatkan bahwa investor bisa jadi meremehkan dampak perang dagang karena China dapat menerapkan halangan non-tarif berupa larangan pembelian. Sehingga, perusahaan-perusahaan kemungkinan tidak dapat meneruskan biaya yang lebih tinggi kepada konsumen, tambah Ahya.


Sumber : CNBC
 

Jumat, 17 Mei 2019

Kondisi Ekonomi Global Bikin BI Pertahankan Suku Bunga Acuan - PT Rifan Financindo

Kondisi Ekonomi Global Bikin BI Pertahankan Suku Bunga Acuan
Foto : BI/Perry Warjiyo
PT Rifan Financindo Palembang - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) telah diselenggarakan pada 15-16 Mei 2019. Dalam rapat tersebut, BI memutuskan untuk mempertahankan bunga acuannya di level 6% untuk kali kelima di 2019.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Mei 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung BI, Jakarta, Kamis (16/5/2019).

Salah satu alasan kuat bank sentral pertahankan bunga acuannya yakni ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat.

"Keputusan tersebut sejalan dengan menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat," tambahnya.

Dalam keterangannya, Perry menjelaskan, pihaknya juga akan tetap memastikan ketersediaan likuiditas di perbankan serta menempuh kebijakan makroprudensial yang akomodatif antara lain dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0%, rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 4% dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan kisaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) sebesar 84-94%.

Selain itu, BI, sambung Perry melihat dampak perang dagang yang terjadi saat ini lebih dirasakan oleh AS. Walaupun, imbuhnya, China juga terkena dampak secara langsung.

Adapun, lanjut Perry, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun, kecuali harga minyak yang naik pada periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik.

Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan China sehingga kembali memicu peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju, meskipun respons kebijakan moneter global mulai longgar.

Sehingga, kedua faktor ekonomi global yang kurang menguntungkan tersebut memberikan tantangan dalam upaya menjaga stabilitas eksternal baik untuk mendorong ekspor maupun menarik modal asing.

"Bank Indonesia akan terus mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian Indonesia dalam mempertimbangkan terbukanya ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," pungkas Perry. (prm)


 

Kamis, 16 Mei 2019

Pengumuman dari Badan Siber RI: Update Segera WhatsApp Anda! - Rifanfinancindo

Pengumuman dari Badan Siber RI: Update Segera WhatsApp Anda!
Foto: REUTERS/Dado Ruvic
Rifanfinancindo Palembang - Masalah kerentanan keamanan pada WhatsApp karena WhatsApp Calls bisa disusupi spyware asal Israel mendapat perhatian dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Badan yang dulunya bernama Lembaga Sandi Negara ini meminta penguna mengupdate aplikasi WhatsApp.

Dalam pengumumannya yang diterima CNBC Indonesia, BSSN menyatakan pada 13 Mai 2019, Facebook telah menerbitkan himbauan mengenai celah keamanan Remote Code Execution (RCE) CVE-2019-3568 pada aplikasi WhatsApp.

Himbauan BSSN soal celah keamanan di WhatsApp Calls (Foto: BSSN/IST)

"Celah keamanan ini memungkinkan penyerang untuk mengeksploitasi fungsi panggilan telepon pada WhatsApp untuk menghubungi celah target dan kemudian melakukan instalasi malware secara remote," ujar BSSN, Kamis (15/5/2019).

Untuk itu, BSSN menghimbau bagi pengguna ponsel yang menggunakan sistem operasi Android untuk meng-update aplikasi ke versi terbaru ke WhatsApp versi v2.19.134 dan WhatsApp Business versi v.2.19.44.

Pengguna ponsel iPhone untuk melakukan pemutahiran aplikasi ke versi terbaru ke WhatsApp versi v21.19.51 dan WhatsApp Business versi V.2.19.51.

Himbauan BSSN soal celah keamanan di WhatsApp Calls (Foto: BSSN/IST)
Begitu juga pengguna ponsel Windows Phone untuk update WhatsApp ke versi V2.18.384 dan pengguna ponsel yang menggunakan sistem operasi Tizen untuk update WhatsApp ke versi v2.18.15.

"Selalu lakukan pemutahiran terhadap aplikasi-aplikasi lain juga, karena pada umum pemutahiran memuat perbaikan terhadap isu keamanan yang sangat penting untuk mencegah eksploitasi celah keamanan pada aplikasi yang kita gunakan," pesan BSSN.

Celah keamanan melalui WhatsApp Calls pertama kali dilaporkan oleh Financial Times. Dalam laporannya disebutkan WhatsApp Calls bisa disusupi spyware asal Israel. Spyware tersebut adalah buatan perusahaan Israel bernama NSO Group. Spyware ini bisa menginvasi telepon WhatsApp pada versi Android dan iOS.

Spyware ini tak hanya bisa menyusupi lewat telepon, tetapi juga melalui panggilan telepon yang tak dijawab oleh pengguna. Dalam sejumlah kasus panggilan yang tak terjawab ini bisa hilang dalam dari daftar panggilan sehingga pengguna tidak menyadari adanya telepon tersebut.

Spyware merupakan sebuah software atau perangkat lunak yang bertugas untuk memantau dan memata-mata aktivitas penguna internet. Fungsi Spyware menjadi negatif apabila bisa digunakan untuk melihat dan mencuri data pengguna.


Rabu, 15 Mei 2019

Produksi AS Naik Lagi, Harga Minyak Kembali Loyo - Rifan Financindo

Produksi  AS Naik Lagi, Harga Minyak Kembali Loyo
Rifan Financindo - Setelah menguat lebih dari 1% kemarin (14/5/2019), harga minyak mentah dunia kembali terkoreksi.

Pada perdagangan Rabu (15/5/2019) pukul 08:45 WIB, harga minyak jenis Brent terkoreksi 0,29% ke level US$ 71.03/barel setelah meroket 1,44% kemarin. Adapun harga minyak light sweet (WTI) melemah 0,57% ke posisi US$ 61,43/barel setelah ditutup menguat 1,21% pada perdagangan kemarin.

Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih mengatakan bahwa dua fasilitas pengeboran milik perusahaan minyak kerajaan, Saudi Aramco diserang oleh drone yang dilengkapi bom, mengutip Reuters, Selasa (14/5/2019).

Falih mengatakan serangan tersebut merupakan aksi terorisme yang menargetkan pasokan minyak global. Dirinya juga menuding kelompok bersenjata dari Yaman yang memiliki hubungan dengan Iran sebagai dalang penyerangan tersebut.

Sebelumnya, otoritas uni Emirat Arab (UEA) mengabarkan bahwa telah terjadi sabotase pada empat kapal tanker komersial di dekat perairan Fujairah, yang mana salah satu hub perdagangan international yang terbesar di sekitar Selat Hormuz, mengutip Reuters.

Agensi Keamanan Nasional (National Security Agency/NSA) Amerika Serikat (AS) mengatakan sabotase tersebut dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki hubungan atau bekerja untuk Iran. Namun pejabat Iran yang terkait membantah hal tersebut.

Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah membuat pelaku pasar khawatir akan ketersediaan pasokan minyak global. Apalagi diketahui bahwa satu per lima konsumsi minyak mentah dunia didistribusikan dari Timur Tengah melalui Selat Hormuz.

Apabila ada gangguan di wilayah itu, maka distribusi pasokan minyak akan mengalami gangguan dan sulit untuk dilepas ke pasar. Dampaknya, keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) berpotensi semakin gemuk dan mengangkat harga minyak.

Alhasil harga minyak sempat meroket kemarin.

Namun hari ini tampaknya sentimen tersebut sudah mulai pudar.

Kini investor menaruh perhatian pada produksi di tujuh fasilitas produksi minyak serpih (shale oil) AS yang diprediksi meningkat sebesar 83.000 barel/hari pada bulan Juni, berdasarkan keterangan Energy Information Administration (EIA), mengutip Reuters, Selasa (14/5/2019).

Bila benar, maka itu produksi minyak di sana akan menyentuh 8,49 juta barel/hari atau merupakan rekor batu.

Peningkatan produksi AS tentu saja bukan berita baik untuk pasar minyak, karena meningkatkan risiko banjir pasokan yang bisa menekan harga. Sebagai informasi, sejak awal tahun 2018, produksi minyak AS sudah meningkat lebih dari 2 juta barel/hari.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)

Sumber : CNBC
 

Selasa, 14 Mei 2019

Perang Dagang Jilid II, Trader Yen Tetap Bahagia Dong! - PT Rifan Financindo

Perang Dagang Jilid II, Trader Yen Tetap Bahagia Dong!
PT Rifan Financindo Palembang - Kembali berkobarnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuat bursa saham global rontok, para investor pun cemas akan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Namun di sisi lain, para trader forex yang bertransaksi di kurs yen Jepang justru diuntungkan. Yen merupakan mata uang yang dianggap safe haven alias minim risiko, bahkan lebih safe haven dari dolar AS.

Ketika terjadi gejolak di pasar, mata uang Jepang ini hampir pasti akan menguat, sehingga mudah diprediksi. Para trader tentu berbondong-bondong membeli yen, yang membuat mata uang lawan-lawannya dalam trading forex keok.

Hal tersebut terlihat sejak pekan lalu, dan Senin kemarin (13/5/19) ketika yen terus menguat melawan dolar AS. Dalam trading, pasangan mata uang ini disimbolkan dengan USD/JPY, sehingga jika yen menguat lawan dolar AS maka USD/JPY akan bergerak turun.


Pada perdagangan Senin kemarin, yen mengakhiri perdagangan di level 109,27/US$, lebih kuat dibandingkan penutupan Jumat (10/5/19) di level 109,94/US$.

Kementerian Keuangan China pada Senin kemarin mengumumkan kenaikan tarif impor sebesar 25% untuk 5.000 produk dari AS dari sebelumnya 10%.

Produk-produk AS lainnya juga akan dikenakan tarif 20% naik dari sebelumnya 5%. Total nilai dari produk yang dikenakan kenaikan tarif impor tersebut sebesar US$ 60 miliar, dan mulai berlaku 1 Juni mendatang.

Dengan demikian, perang dagang jilid II sah dimulai. Kebijakan yang diambil Pemerintah Beijing ini membalas langkah Pemerintah AS di Washington yang menaikkan bea impor menjadi 25% untuk produk China senilai US$ 200 miliar pada Jumat (10/5/19) lalu.

Presiden AS Donald Trump pada pekan lalu juga berencana akan mengenakan tarif 25% lagi untuk produk China dengan total nilai lebih dari US$ 300 miliar. Namun Senin kemarin, Trump menyatakan belum memutuskan hal tersebut.

Di sisi lain, perwakilan dagang AS sudah mulai bersiap membuat proposal pengenaan tarif baru, dan rencananya akan mengadakan dengar pendapat pada 17 Juni mendatang dan akan berlangsung selama sepekan, melansir CNBC International.

Dengan demikian, kemungkinan adanya kenaikan tarif impor baru lagi paling cepat pada 24 Juni atau sebelum pertemuan negara-negara anggota G-20.

Eskalasi hubungan dagang dua negara ini tentu saja semakin berdampak buruk, tetapi tetap saja ada yang mendapat keuntungan.

Sepanjang pekan lalu trader yen jika mengambil posisi jual (short) USD/JPY akan mendapat cuan sekitar 115 pip atau sekitar Rp 15 juta per lot. Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex.

Jika bursa saham terus berguguran, yen kemungkinan besar akan terus menguat dan USD/JPY akan terus bergerak turun.

TIM RISET CNBC INDONESIA (tas)