Rifan Financindo - Investasi di Yen Juga Cuan Gede: Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (27/8/19) kemarin.
Rabu, 28 Agustus 2019
Selasa, 27 Agustus 2019
PT Rifan Financindo - Catat! Safe Haven Baru Selain Emas: Yen dan Franc
Foto: mata Uang (Reuters) |
PT Rifan Financindo - Volatilitas dolar AS makin
tidak jelas setelah perang dagang antara AS dan China yang
berkepanjangan. Investor yang dominan memegang dolar AS sebagai salah
satu instrumen safe haven mulai ditinggalkan.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut ini mendorong pergeseran penempatan dana global ke aset yang dianggap aman seperti komoditas emas.
Ternyata, ada lagi instrumen yang saat ini dianggap sebagai safe haven. Adalah Yen (Jepang) dan Franc (Swiss).
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut ini mendorong pergeseran penempatan dana global ke aset yang dianggap aman seperti komoditas emas.
Ternyata, ada lagi instrumen yang saat ini dianggap sebagai safe haven. Adalah Yen (Jepang) dan Franc (Swiss).
"Risk off yang dipicu full blown trade war ini kembali memicu aksi
flight to quality sehingga yield US Treasury Bond turun tajam ke 1,48%
dan mendorong penguatan tajam nilai tukar safe haven seperti JPY (Yen)
dan CHF (Franc)," kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter
BI Nanang Hendarsah, Selasa (27/8/2019).
Menurut Nanang, memanasnya suhu perang dagang di akhir pekan lalu seolah memupus harapan pasar global yang berharap ada angin segar dari symposium Jackson Hole. Di mana menguatkan ekspektasi bahwa the Fed Chairman, Jerome Powell di Jackson Hole akan memberikan komitmen mengambil langkah yang sudah dinantikan yaitu memangkas suku bunga pada FOMC berikutya.
Kenapa Yen dan Franc?
Mata uang yen Jepang dianggap sebagai salah satu aset safe haven karena status Jepang memiliki suplus current account yang besar sehingga memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.
Menurut Nanang, memanasnya suhu perang dagang di akhir pekan lalu seolah memupus harapan pasar global yang berharap ada angin segar dari symposium Jackson Hole. Di mana menguatkan ekspektasi bahwa the Fed Chairman, Jerome Powell di Jackson Hole akan memberikan komitmen mengambil langkah yang sudah dinantikan yaitu memangkas suku bunga pada FOMC berikutya.
Kenapa Yen dan Franc?
Mata uang yen Jepang dianggap sebagai salah satu aset safe haven karena status Jepang memiliki suplus current account yang besar sehingga memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.
Selain itu Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditur terbesar
di dunia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Jepang yang dikutip CNBC International,
jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual
Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu
dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.
Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia.
Saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat ini, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.
Bukti yen dianggap sebagai mata uang safe haven terlihat dari pergerakannya di bulan Agustus saat terjadi eskalasi perang dagang AS-China. Sepanjang bulan Agustus yen sudah menguat 2,5% melawan dolar AS, sementara sejak awal tahun menguat 3,2%.
Terhadap rupiah, yen sepanjang bulan Agustus menguat 4,13% dan sepanjang tahun sebesar 2,5%.
Sementara itu franc juga dianggap sebagai aset safe haven karena stabilitas pemerintahan dan sistem finansial yang dimiliki Swiss, mengutip investopedia.com. Swiss juga memiliki tingkat inflasi yang stabil, serta para investor memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kredibilitas bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB).
Hasil studi para ekonom Deutche Bank menunjukkan dalam rentang Maret 1986 sampai September 2012 menunjukkan franc cenderung menguat ketika bursa saham global anjlok serta terjadi finansial stress. Namun, ketika kondisi finansial global relatif stabil, pergerakan franc dipengaruhi faktor fundamental lain seperti inflasi di Swiss. Sehingga para ekonom yang melakukan studi tersebut menyimpulkan franc menjadi aset safe haven saat terjadi gejolak di pasar finansial.
Sejak awal Agustus ketika AS mengenakan tarif impor baru ke China sehingga terjadi gejolak di pasar finansial, franc menguat 1,44% melawan dolar AS. Sementara jika dilihat sejak awal tahun, franc hanya menguat 0,09%, dimana sebelum Agustus pasar finansial masih relatif stabil.
Hal yang sama terjadi dengan kurs franc melawan rupiah, sepanjang bulan Agustus franc menguat 3% melawan Mata Uang Garuda, sementara jika dilihat dari awal tahun malah melemah 0,6%. (pap)
Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia.
Saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat ini, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.
Bukti yen dianggap sebagai mata uang safe haven terlihat dari pergerakannya di bulan Agustus saat terjadi eskalasi perang dagang AS-China. Sepanjang bulan Agustus yen sudah menguat 2,5% melawan dolar AS, sementara sejak awal tahun menguat 3,2%.
Terhadap rupiah, yen sepanjang bulan Agustus menguat 4,13% dan sepanjang tahun sebesar 2,5%.
Sementara itu franc juga dianggap sebagai aset safe haven karena stabilitas pemerintahan dan sistem finansial yang dimiliki Swiss, mengutip investopedia.com. Swiss juga memiliki tingkat inflasi yang stabil, serta para investor memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kredibilitas bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB).
Hasil studi para ekonom Deutche Bank menunjukkan dalam rentang Maret 1986 sampai September 2012 menunjukkan franc cenderung menguat ketika bursa saham global anjlok serta terjadi finansial stress. Namun, ketika kondisi finansial global relatif stabil, pergerakan franc dipengaruhi faktor fundamental lain seperti inflasi di Swiss. Sehingga para ekonom yang melakukan studi tersebut menyimpulkan franc menjadi aset safe haven saat terjadi gejolak di pasar finansial.
Sejak awal Agustus ketika AS mengenakan tarif impor baru ke China sehingga terjadi gejolak di pasar finansial, franc menguat 1,44% melawan dolar AS. Sementara jika dilihat sejak awal tahun, franc hanya menguat 0,09%, dimana sebelum Agustus pasar finansial masih relatif stabil.
Hal yang sama terjadi dengan kurs franc melawan rupiah, sepanjang bulan Agustus franc menguat 3% melawan Mata Uang Garuda, sementara jika dilihat dari awal tahun malah melemah 0,6%. (pap)
Sumber : CNBC
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo
PT Rifan Financindo - China Bantah Ingin Damai ke AS
PT Rifan Financindo - China Bantah Ingin Damai ke AS: PT Rifan Financindo - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan China ingin bernegosiasi dan membuat kesepakatan perdagangan dengan negaranya.
Senin, 26 Agustus 2019
Rifan Financindo - Investor Pilih Emas, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI dan Spot
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Rifanfinancindo - Nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank
Indonesia (BI). Rupiah pun kesulitan meladeni dolar AS di perdagangan
pasar spot.
Pada Senin (26/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.261. Rupiah melemah 0,08% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Sementara di pasar spot, depresiasi rupiah malah lebih parah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.250 di mana rupiah melemah 0,28%.
Namun tidak apa-apa, karena hampir seluruh mata uang utama Asia pun melemah di hadapan greenback. Bahkan yen Jepang yang perkasa pun terkulai lemas.
Pada Senin (26/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.261. Rupiah melemah 0,08% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.
Sementara di pasar spot, depresiasi rupiah malah lebih parah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.250 di mana rupiah melemah 0,28%.
Namun tidak apa-apa, karena hampir seluruh mata uang utama Asia pun melemah di hadapan greenback. Bahkan yen Jepang yang perkasa pun terkulai lemas.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:05 WIB:
Jumat, 23 Agustus 2019
Rifan Financindo - Tunggu Arah Kebijakan The Fed, Harga Minyak Naik Perlahan
Foto: Aristya Rahadian Krisabella |
Rifan Financindo - Pergerakan harga minyak
mentah dunia masih terbatas dengan kecenderungan menguat. Pelaku pasar
masih menantikan gambaran yang jelas dari kebijakan moneter Bank Sentral
Amerika Serikat (AS), The Fed. Gubernur The Fed, Jerome Powell
dijadwalkan untuk berpidato dalam simposium Jackson Hole malam hari
nanti.
Pada sesi perdagangan hari Jumat (23/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,2% ke level US$ 60,04/barel. Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,1% menjadi US$ 55,41/barel.
Sebagaimana yang telah diketahui, simposium Jackson Hole telah berlangsung sejak hari Kamis (22/8/2019) kemarin. Simposium ini diselenggarakan oleh The Fed dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti ekonomi dan perbankan. Pembahasan dalam pertemuan ini adalah seputar perekonomian, dan isu resesi yang masih hangat di kalangan pelaku pasar.
Powell akan membacakan pidato pada hari Jumat (23/8/2019) pagi waktu setempat atau malam hari waktu Indonesia. Pelaku pasar akan mencermati setiap nada-nada yang keluar dari mulut Powell.
Harapannya, ada nada-nada yang semakin dovish sehingga peluang untuk pemangkasan suku bunga acuan (Federal Fund Rate/FFR) yang agresif semakin tinggi.
Karena bila hal itu terjadi, laju pertumbuhan ekonomi bisa digenjot lebih tinggi lagi. Jika perekonomian AS tumbuh lebih pesat, maka seluruh dunia juga akan merasakan dampaknya. Sebeb saat ini Negeri Paman Sam merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan terhubung dengan rantai pasokan global yang kompleks.
Permintaan energi seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan ekonomi global. Kala pertumbuhan ekonomi bisa dipacu, artinya permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak, juga bisa bertambah.
Peningkatan pemrintaan tentu menjadi berita baik di pasar minyak mentah dunia karena harganya jadi punya potensi meningkat.
Sementara itu harga minyak juga masih mendapat tekanan dari pemangkasan proyeksi pertumbuhan permintaan global yang dilakukan oleh International Energy Agency (IEA) dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Pada awal Agustus, IEA memprediksi pertubuhan permintaan minyak dunia di tahun 2019 akan tertekan ke level terendah sejak krisis keuangan 2008. IEA memangkas prediksi pertumbuhan permintaan minyak dunia menjadi tinggal 1,1 juta barel/hari di 2019 dan 1,3 juta barel/hari di tahun 2020.
Sementara pada hari Jumat (16/8/2019), OPEC kembali memangkas prediksi permintaan minyak global tahun 2019 sebesar 40.000 barel/hari dan memberi sinyal terjadinya surplus pasokan di tahun 2020.
Permintaan minyak dunia versi OPEC sebesar 29,41 juta barel/hari pada tahun 2020, yang mana turun 1,3 juta barel dari tahun 2019.
Jika produksi minyak OPEC tetap ditahan pada level yang sekarang, pada tahun 2020, akan terjadi surplus minyak sebesar 200.000 barel/hari, seperti yang tertulis dalam laporan bulanan OPEC.
Adanya sentimen penurunan permintaan membuat laju kenaikan harga minyak menjadi terbatas. (taa/taa)
Pada sesi perdagangan hari Jumat (23/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,2% ke level US$ 60,04/barel. Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,1% menjadi US$ 55,41/barel.
Sebagaimana yang telah diketahui, simposium Jackson Hole telah berlangsung sejak hari Kamis (22/8/2019) kemarin. Simposium ini diselenggarakan oleh The Fed dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti ekonomi dan perbankan. Pembahasan dalam pertemuan ini adalah seputar perekonomian, dan isu resesi yang masih hangat di kalangan pelaku pasar.
Powell akan membacakan pidato pada hari Jumat (23/8/2019) pagi waktu setempat atau malam hari waktu Indonesia. Pelaku pasar akan mencermati setiap nada-nada yang keluar dari mulut Powell.
Harapannya, ada nada-nada yang semakin dovish sehingga peluang untuk pemangkasan suku bunga acuan (Federal Fund Rate/FFR) yang agresif semakin tinggi.
Karena bila hal itu terjadi, laju pertumbuhan ekonomi bisa digenjot lebih tinggi lagi. Jika perekonomian AS tumbuh lebih pesat, maka seluruh dunia juga akan merasakan dampaknya. Sebeb saat ini Negeri Paman Sam merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan terhubung dengan rantai pasokan global yang kompleks.
Permintaan energi seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan ekonomi global. Kala pertumbuhan ekonomi bisa dipacu, artinya permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak, juga bisa bertambah.
Peningkatan pemrintaan tentu menjadi berita baik di pasar minyak mentah dunia karena harganya jadi punya potensi meningkat.
Sementara itu harga minyak juga masih mendapat tekanan dari pemangkasan proyeksi pertumbuhan permintaan global yang dilakukan oleh International Energy Agency (IEA) dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Pada awal Agustus, IEA memprediksi pertubuhan permintaan minyak dunia di tahun 2019 akan tertekan ke level terendah sejak krisis keuangan 2008. IEA memangkas prediksi pertumbuhan permintaan minyak dunia menjadi tinggal 1,1 juta barel/hari di 2019 dan 1,3 juta barel/hari di tahun 2020.
Sementara pada hari Jumat (16/8/2019), OPEC kembali memangkas prediksi permintaan minyak global tahun 2019 sebesar 40.000 barel/hari dan memberi sinyal terjadinya surplus pasokan di tahun 2020.
Permintaan minyak dunia versi OPEC sebesar 29,41 juta barel/hari pada tahun 2020, yang mana turun 1,3 juta barel dari tahun 2019.
Jika produksi minyak OPEC tetap ditahan pada level yang sekarang, pada tahun 2020, akan terjadi surplus minyak sebesar 200.000 barel/hari, seperti yang tertulis dalam laporan bulanan OPEC.
Adanya sentimen penurunan permintaan membuat laju kenaikan harga minyak menjadi terbatas. (taa/taa)
Sumber : CNBC
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo
Langganan:
Postingan (Atom)