Kamis, 06 Februari 2020

Tok! Trump Batal Dimakzulkan

Tok! Trump Batal Dimakzulkan
Foto: CNBC Internasional
PT Rifan - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump selamat dari upaya pemakzulan. Meski sebelumnya, sudah disetujui DPR AS, Trump "batal" lengser berkat bantuan koleganya Partai Republik yang menguasai Senat AS.

Dalam pemungutan suara terhadap dua pasal yang didakwakan, penolakan mewarnai hasil voting Rabu (5/2/2020). Di pasal pertama penyalahgunaan kekuasaan, 52 suara menolak dakwaan sedangkan 48 menerima.

Hal yang sama juga terjadi pada dakwaan kedua terkait obstruksi (upaya menghalangi) kongres. Sebanyak 53 anggota Senat menolak sementara 47 menerima dakwaan itu.

Pemungutan suara ini menjadi langkah terakhir dalam proses pemakzulan Trump. Seperti diketahui, politik AS menganut sistem bikameral.

Sehingga pemakzulan tak hanya harus disetujui DPR AS tapi juga Senat AS. DPR AS kini dikuasai oposisi Trump, Partai Demokrat sedangkan Senat AS, dikuasai Partai Republik.

Trump menjadi Presiden ke-3 AS yang melalui proses pemakzulan. Sama seperti dua presiden sebelumnya, Andrew Jackson dan Bill Clinton, Trump juga kini lolos dari upaya "pendongkelan" itu.

Hal ini membuat oposisi Trump, Partai Demokrat, menuding Republik merekayasa Senat. Sebagaimana dikutip dari Reuters, Demokrat menyebut persidangan ini palsu dan banyak fakta ditutup-tutupi.

"Tidak diragukan lagi Presiden akan menyombongkan diri karena menerima pembebasan total," kata politisi Demokrat Chuck Schumer.

Menurut Manajer Kampanye Trump, Brad Parscale hasil ini merupakan bukti bahwa Trump tak bersalah. "Sekarang saatnya kembali ke bisnis rakyat Amerika," katanya. (sef/sef)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 05 Februari 2020

World Bank Revisi Pertumbuhan Ekonomi Dunia karena Corona

World Bank Revisi Pertumbuhan Ekonomi Dunia karena Corona
Foto: Reuters
PT Rifan Financindo Berjangka - Bank Dunia merevisi angka pertumbuhan ekonomi merespons perkembangan terbaru virus corona. Presiden Bank Dunia menilai, epidemi di China ini dinilai akan membahayakan rantai pasokan global yang membuat ekonomi dunia melambat.

Bulan lalu, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan global tahun ini akan membaik dibandingkan 2019 setelah redanya ketegangan perdagangan antara AS dan China yang telah berkontribusi pada penurunan 2019.

Presiden Bank Dunia David Malpass memperingatkan virus yang telah menewaskan ratusan orang di China dan menutup bisnis dan perbatasan ini akan menjadi ancaman bagi prediksi tersebut.

"Akan ada penurunan perkiraan untuk setidaknya kuartal pertama 2020, sebagian karena China, sebagian karena rantai pasokan," kata Malpass, seperti dikutip dari afp, Rabu (5/2/2020).

"Banyak barang China keluar ke belahan dunia menggunakan pesawat yang mengangkut penumpang," kata Malpass.

Tetapi karena maskapai di seluruh dunia telah menangguhkan penerbangan ke dan dari China, juga beberapa tetangganya menutup perbatasan mereka "anda perlu menyesuaikan rantai pasokan untuk mendapatkan barang keluar, untuk membuat produk beroperasi di seluruh ekonomi dunia," katanya.

Prediksi ekonomi Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh menjadi 2,5% tahun ini dari tahun sebelumnya sebesar 2,4%.

Selain itu Bank Dunia juga menyerukan negara-negara di seluruh dunia untuk memperkuat "sistem pengawasan dan respons kesehatan" mereka, dan mengatakan mereka sedang mengamati sumber daya dan keahlian apa yang dapat dikontribusikannya untuk memerangi penyakit tersebut.

Seperti diketahui virus ini telah menewaskan sedikitnya 425 orang di China, dan tersebar ke 26 negara di seluruh dunia. (hps/hps)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Senin, 03 Februari 2020

Rupiah Pagi Ini: Terlemah Sejak 10 Januari, Terlemah di Asia

Rupiah Pagi Ini: Terlemah Sejak 10 Januari, Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Faktor eksternal dan domestik sama-sama menjadi pemberat langkah mata uang Tanah Air.

Pada Senin (3/2/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.660 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Seiring perjalanan pasar, rupiah semakin melemah. Pada pukul 08:20 WIB, US$ 1 dihargai Rp 13.706 di mana rupiah melemah 0,41%. Rupiah berada di posisi terlemah sejak 10 Januari 2020.

Sepanjang pekan lalu, rupiah melemah 0,63% di hadapan dolar AS. Sepertinya tren tersebut belum akan berubah hari ini.

Dari dalam negeri, setidaknya ada dua hal yang menekan rupiah. Pertama adalah ancaman koreksi teknikal.

Walau pekan lalu melemah, tetapi secara year-to-date rupiah masih menguat 1,66%. Rupiah bukan hanya menjadi mata uang terbaik Asia, tetapi juga di dunia. Namun tidak seperti Liverpool di Liga Primer Inggris, posisi rupiah di puncak rawan tergeser oleh pound Mesir. 

Kedua, investor juga menantikan rilis data inflasi domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data inflasi Januari 2020 pada pukul 11:00 WIB.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,46% secara month-on-month (MoM). Kemudian secara year-on-year (YoY) diproyeksi ada inflasi 2,85%. Sementara inflasi inti YoY diramal 3,02%.

Jika realisasi inflasi Januari 2020 searah dengan ekspektasi pasar, maka terjadi percepatan dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Desember 2019, terjadi inflasi 0,34% MoM, 2,72% YoY, dan inflasi inti 3,02%. 

Investor memang patut mencermati pergerakan inflasi. Tahun ini, sepertinya sulit untuk mengulang pencapaian 2019 di mana inflasi mencapai titik terendah dalam 20 tahun terakhir.

Pasalnya, pada awal tahun sudah ada kenaikan sejumlah harga yang diatur pemerintah atau administered prices seperti iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan tarif tol. Belum lagi cukai rokok terbaru, yang naik rata-rata 23%, juga berlaku tahun ini.

Laju inflasi yang terakselerasi akan membuat rupiah jadi kurang menarik. Keuntungan yang didapat investor akan berkurang karena tergerus inflasi.

Sementara dari sisi eksternal, kekhawatiran terhadap penyebaran virus Corona kian menjadi. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis, sudah ada 16.907 kasus Corona di seluruh dunia di mana 16.865 terjadi di China. Jumlah korban meninggal mencapai 362 orang.

Virus Corona bermula di Provinsi Hubei, terutama Kota Wuhan di China. Momen perayaan libur Tahun Baru Imlek, yang meningkatkan mobilitas masyarakat, membuat virus Corona menyebar ke penjuru China bahkan negara-negara lain.

"Situasi di Hubei masih gawat dan rumit. Sementara sumber daya medis terbatas," ungkap Xiao Juhua, Wakil Gubernur Hubei, seperti diberitakan Reuters.

Virus Corona membuat perayaan Imlek di Negeri Tirai Bambu menjadi gloomy. Aktivitas ekonomi yang biasanya memuncak saat Imlek berubah 180 derajat. Pasar dan pertokoan yang kosong-melompong menjadi pemandangan yang lazim.

"Kami tidak bisa bekerja dan tidak ada pemasukan. Saya lebih memilih tinggal di rumah dan tidak melakukan apa-apa," ujar Wu Caixia, seorang pekerja rumah makan di Beijing, sebagaimana diwartakan Reuters.

Penyebaran virus ini juga dikhawatirkan mengganggu dunia usaha. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur di China pada Januari 2020 berada di 50, turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 50,2. Realisasi Januari adalah yang terendah sejak Oktober tahun lalu.

Untuk merangsang aktivitas ekonomi, Bank Sentral China (PBoC) menyatakan bakal menyuntik likuiditas sebesar CNY 1,2 triliun melalui operasi reverse repo. Pemerintah juga akan memberi bantuan kepada dunia usaha agar aktivitas produksi tidak terganggu.

Namun investor sudah kadung cemas. Sepertinya prospek pertumbuhan ekonomi China akan suram akibat virus Corona. Padahal China adalah perekonomian terbesar di Asia dan nomor dua dunia.

Akibatnya, pelaku pasar memilih bermain aman hingga situasi membaik. Aset-aset berisiko di negara berkembang dihindari dulu, sehingga membuat mata uang utama Asia melemah. Namun sayangnya, rupiah adalah yang terlemah di Asia.

TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 30 Januari 2020

Suku Bunga The Fed Tetap, Namun Waspada Corona

Suku Bunga The Fed Tetap, Namun Waspada Corona
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Rifan Financindo - Bank sentral Amerika Serikat The Fed mempertahankan suku bunga acuannya pada Rabu (29/1/2020) waktu AS. Perekonomian negeri Paman Sam yang diperkirakan masih akan tumbuh meski pelan menjadi dasar acuannya.

Federal Open Market Committe (FOMC) tetap mematok suku bunga di rentang 1,5 hingga 1,75%. Sebelumnya, The Fed sudah menurunkan suku bunga tiga kali di tahun 2019 lalu.

Lembaga moneter AS itu mengatakan suku bunga berada pada level yang "tepat". Meski demikian The Fed menegaskan akan tetap memantau situasi yang berlangsung, baik di dalam maupun luar negeri.


Kekhawatiran akan resesi yang merebak di 2019 lalu sepertinya telah memudar. Kesepakatan perdagangan AS dan China yang bersifat parsial awal Januari ini juga meredakan kecemasan pasar.

Belum lagi, pada September 2019, The Fed telah membeli sejumlah Treasury Bills, yang menurut sebagian orang telah menopang pasar saham. Wall Street, indeks S&P misalnya, bahkan naik 10% sejak The Fed membuat pengumuman akan membeli lebih banyak surat utang jangka pendek negara itu.

"Ekonomi pada tingkat moderat dan pasar kerja tetap kuat," ujar The Fed. Meski demikian pengeluaran rumah tangga kini lebih moderat, dari sebelumnya yang digambarkan The Fed kuat.

Sementara itu, wabah virus corona, yang mirip dengan SARS di China membuat The Fed sedikit khawatir. Bahkan wabah mematikan ini juga menimbulkan pertanyaan, soal prospek ekonomi global ke depan.

"Ketidakpastian tentang prospek tetap ada, termasuk ditimbulkan oleh virus corona baru," kata Ketua The Fed Jerome Powell sebagaimana dikutip dari AFP. (sef/sef)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 29 Januari 2020

The Fed Bikin Rupiah Belum "Pede" Menguat Lagi

Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)
PT RifanNilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (29/1/2020) setelah melemah dua hari beruntun.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah menguat 0,11% ke level Rp 13.615/US$. Sayangmnnya level tersebut menjadi yang terkuat bagi Mata Uang Garuda pada hari ini, setelahnya rupiah sempat melemah 0,04% ke Rp 13.635/US$. Rupiah berhasil kembali menguat ke pada pukul 12:00 WIB.

Penyebaran virus corona masih menjadi perhatian pada hari ini. Mengutip CNBC International, jumlah korban meninggal akibat virus corona hingga pagi ini bertambah menjadi 132 orang, dan telah menjangkiti 5.974 orang. Selain itu sebanyak 103 orang dilaporkan sudah sembuh.

The Fed Bikin Rupiah Belum
Foto: Seorang pekerja medis yang mengenakan alat pelindung berjalan di jalan dekat sebuah stasiun kesehatan masyarakat di Wuhan di Provinsi Hubei, China tengah. (Chinatopix via AP)
Jumlah kasus virus corona di China kini melebihi wabah Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS) pada 2002-2003 lalu sebanyak 5.327 kasus.

Virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan China, dan kini telah menyebar setidaknya ke 16 negara. Kota Wuhan dengan jumlah penduduk mencapai 11 juta jiwa sudah diisolasi oleh pemerintah China.

Jumlah korban meninggal yang bertambah banyak dalam waktu singkat, serta penyebarannya ke berbagai negara tentunya membuat pelaku pasar dibuat semakin cemas, bahkan dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perekonomian China.

Hasil riset S&P menunjukkan virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,2%.

Ketika perekonomian China memburuk, maka kondisi ekonomi global akan turut menurun karena China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS.

Berdasarkan kajian Bank Dunia, setiap perlambatan ekonomi China sebesar 1 poin persentase bakal mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3%.

Hal tersebut memberikan dampak negatif bagi rupiah. Tetapi akhir pekan lalu rupiah menunjukkan masih kebal terhadap isu virus corona, dan baru mengalami tekanan sejak awal pekan ini.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis dini hari WIB membuat rupiah belum "pede" untuk menguat lebih lanjut pada hari ini.

Pada akhir tahun lalu, The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga di tahun ini, serta membanjiri likuditas di pasar melalui program repurchase agreement (repo) yang menjadi salah satu alasan rupiah membukukan penguatan delapan pekan beruntun.

Program tersebut diluncurkan setelah pasar uang antar bank (PUAB) di AS sedang mengalami pengetatan, bahkan suku bunga overnight mencapai 10%, sebagaimana dilansir nasdaq.com.

Untuk mencegah gejolak finansial, The Fed melakukan operasi moneter dengan repo. Caranya, mereka membeli surat-surat berharga seperti obligasi pemerintah AS jangka pendek (Treasury Bill), efek beragun aset (EBA), dan surat berharga lain dari bank konvensional. Selanjutnya, bank konvensional bisa kembali membeli surat berharga itu beberapa hari atau minggu kemudian, dengan bunga lebih rendah.

The Fed dini hari hampir pasti akan mempertahankan suku bunga acuannya, tetapi pelaku pasar akan melihat bagaimana ketua The Fed, Jerome Powell akan menjelaskan program repo tersebut, dan bagaimana kelanjutannya.

Keberlanjutan program tersebut berpeluang membuat rupiah kembali menguat, sementara jika dihentikan, rupiah berisiko tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/tas)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan