Rabu, 18 Maret 2020

IHSG Sempat di Bawah 4.400, Terendah Sejak Desember 2015

Rifan Financindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mencetak rekor terendah barunya. Saat ini bahkan IHSG sudah keluar dari level psikologis 4.400.

Pada 09.55 WIB, IHSG berada di level 4.385,5 atau terkoreksi 1,66% dibanding posisi penutupan kemarin. Ini merupakan level terendah IHSG sejak 15 Desember 2015 lalu. Pada 14 Desember 2015, IHSG ditutup di level 4.374,191. Kemudian sehari setelahnya IHSG berhasil ditutup menguat ke level 4.409,172.

IHSG memang terus mengalami koreksi sejak awal tahun. Dengan koreksi yang terjadi hari ini, artinya IHSG sudah anjlok lebih dari 30%. Sampai dengan kemarin IHSG masih jadi the laggard jika dibandingkan dengan performa bursa saham kawasan Asia lainnya.

Ya mau bagaimana lagi, situasi memang sedang tidak kondusif gara-gara pandemi COVID-19 yang sudah menginfeksi cari 200 ribu orang di 152 negara dan teritori. Indonesia pun juga sudah kemasukan.

Per kemarin (17/3/2020) Indonesia sudah melaporkan total 172 kasus infeksi COVID-19. Sebanyak 7 orang terenggut jiwanya akibat infeksi virus ganas ini.

Sebenarnya jumlah pertambahan kasus di China sudah sangat turun. Namun lonjakan kasus signifikan justru terjadi di luar China. Sejak awal pekan ini jumlah kasus di luar China sudah mengungguli total kasus di China. Total kasus di luar China sudah mencapai 100 ribu lebih.

Walau pagi tadi Trump mengumumkan rencananya untuk memberikan stimulus fiskal sebesar US$ 1 triliun, pasar masih belum benar-benar tenang. Volatilitas masih sangat tinggi. Investor masih risk off.

Sebenarnya yang ingin didengar pasar bukan hanya seberapa besar stimulus fiskal dan moneter yang digelontorkan untuk meredam dampak COVID-19, tetapi investor juga ingin mendengar kabar yang lebih menggembirakan yakni pertumbuhan jumlah kasus baru yang drop.

Di Indonesia sendiri, wabah ini diperkirakan oleh Badan Inteligen Negara (BIN) akan mencapai puncaknya pada Mei nanti saat bulan Ramadhan. Artinya pertambahan jumlah kasus di dalam negeri berpotensi besar untuk bertambah.

Selagi musuh tak kasat mata itu masih ada di pasar, maka teror masih akan terus ditebar dan kepanikan masih akan melanda pasar. Arah pergerakan saham bisa kita tebak bersama ke mana. Yang jelas bergerak dengan volatilitas tinggi seperti sekarang ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Sumber : CNBC
Baca Juga :
 

Selasa, 17 Maret 2020

Corona Menggila, Investor Masih 'Alergi' Masuk Bursa Asia

Ilustrasi Bursa Saham Hong Kong (Reuters/Tyrone Siu)
PT Rifan - Bursa saham Asia masih cenderung melemah di perdagangan pagi ini. Penyebaran virus corona yang bisa berujung ke resesi ekonomi membuat pelaku pasar emoh masuk ke aset berisiko di pasar keuangan Asia.

Pada Selasa (17/3/2020) pukul 08:45 WIB, berikut perkembangan indeks saham utama Asia: 


Bursa saham Asia mengekor Wall Street yang terkoreksi dalam. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 12,93%, S&P 500 ambles 11,98%, dan Nasdaq Composite ambrol 12,32%. Ini adalah koreksi harian terdalam sejak 1987.
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 16 Maret 2020

Usai Anjlok 9%, The Fed Pompa Harga Emas Melesat 1%

Usai Anjlok 9%, The Fed Pompa Harga Emas Melesat 1%
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
PT Rifan Financindo Berjangka - Harga logam mulia emas menguat pada perdagangan pagi ini setelah sepekan lalu jatuh dalam. Salah satu sentimen positif yang mendongkrak harga emas pada perdagangan pagi ini adalah kebijakan bank sentral AS yang kembali menurunkan suku bunga acuannya.

Pada perdagangan hari pertama awal pekan ini, Senin (16/3/2020) harga emas di pasar spot mencatatkan penguatan sebesar 1,01% ke level US$ 1.544,81/troy ons. Sejak Selasa pekan lalu (10/3/2020) harga emas terus melorot. Sepekan kemarin harga emas tercatat melemah 8,95% dari level tertingginya pada Senin (9/3/2020).

Pekan kemarin pasar saham global rontok setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi. Kejatuhan bursa saham global membuat emas yang sedang berada di level tertingginya juga harus dilikuidasi untuk mengcover margin calls.

"Ketika pasar saham berada dalam tekanan dan ada dorongan kebutuhan likuiditas di setiap pasar, tak menutup kemungkinan bahwa emas juga akan mendapat tekanan jual" kata Suki Cooper analis Standard Chartered Bank seperti yang diwartakan Reuters.

"Kita sedang berada di fase di mana emas dilikuidasi...beberapa orang mungkin kaget bahwa (harga) emas jatuh dan berkata (emas) bukan lagi aset safe haven. Namun dalam konteks ini, emas membantu menyediakan likuiditas ketika kita membutuhkan" kata Giovanni Staunovo seorang analis komoditas UBS.

Pagi ini harga emas berhasil menguat dipicu oleh sentimen positif yang datang dari bank sentral AS, The Federal Reserves. Secara mengejutkan The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25%. Level suku bunga acuan tersebut merupakan level terendah sejak 2015.

The Fed memberikan kejutan di pasar dengan memutuskan kebijakan moneter lebih awal dari waktu yang dijadwalkan. Semestinya, Komite Pengambil Kebijakan The Fed (FOMC) baru mengadakan rapat pada 17-18 Maret. Namun sepertinya bank sentral AS tersebut melihat kondisi saat ini sangat genting sehingga memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneternya dengan segera.

"Wabah corona telah membahayakan komunitas dan mengganggu aktivitas ekonomi di berbagai negara" kata The Fed, mengutip CNBC Internasional.

Rendahnya suku bunga terutama di AS membuat memegang instrument investasi tanpa imbal hasil seperti emas menjadi lebih dilirik. Karena biaya yang ditanggung alias opportunity cost memilih aset ini menjadi lebih rendah dan emas menjadi intstrumen yang menarik.

Selain itu penurunan suku bunga membuat dolar melemah. Pada pukul 08.25 indeks dolar yang mengukur mata uang dolar dengan mata uang lain melemah 0,43%.

Pelemahan dolar membuat harga emas yang sudah anjlok jadi semakin murah bagi pemegang mata uang lain. Maklum emas dibanderol dalam mata uang dolar AS.  Sehingga hal ini dimanfaatkan para investor untuk membeli emas.

Harga emas masih memiliki peluang untuk menguat mengingat investor masih cenderung risk off di saat-saat seperti ini, walau sudah ada indikasi juga orang-orang mulai beralih untuk menyimpan aset mereka dalam bentuk cash.

"Kami memperkirakan harga akan tetap didukung oleh sentimen risk-off dalam beberapa bulan mendatang karena ketidakpastian seputar pertumbuhan global berlanjut dengan pandemi COVID-19 yang sekarang menyebar di seluruh dunia," kata Fitch Solutions dalam sebuah catatan.

Berdasarkan data teranyar hasil kompilasi John Hopkins University CSSE, saat ini sudah ada 167.811 kasus di lebih dari separuh negara di penjuru dunia. Jumlah korban meninggal sudah mencapai hampir 6.500 orang. Saat ini wabah COVID-19 memang menjadi salah satu risiko terbesar yang mengancam perekonomian global. 
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Jumat, 13 Maret 2020

Panic Selling, Bursa Saham Asia Hancur-Hancuran

Panic Selling, Bursa Saham Asia Hancur-Hancuran
Foto: REUTERS/Thomas Peter
PT Rifan Financindo - Pasar saham Asia Jumat (13/3/2020) pada perdagangan sesi pagi dibuka kembali di zona merah. Seiring aksi jual besar-besaran investor pasar saham global, karena kekhawatiran atas wabah global virus corona terus membebani sentimen investor.

Bursa saham Asia juga menerima sentimen negatif dari anjloknya indeks futures Wall Street dengan Dow Jones industrial Average ditutup turun 2.352,69.
Bursa saham Jepang menjadi yang terburuk di kawasan Asia, indeks Nikkei 225 anjlok 9,56% menjadi 16.745,45. Pasar saham Australia S&P/ASX 200 kehilangan 7,2%, indeks Hang Seng Hong Kong terjun 5,69% ke 22.925,75. Sementara saham Shanghai anjlok 3,51% berada di 2820,94.

Kolaborasi dari pandemi virus corona, perang harga minyak antara Arab Saudi versus Rusia dan stimulus pemerintahan Trump yang tidak terinci, menjadi pemicu kekecewaan investor pasar saham.

Faktor lainnya, yaitu pelaku pasar juga kecewa dengan sikap Gedung Putih, dimana sebelumnya Presiden AS Donald Trump mengusulkan Pajak Penghasilan (PPh) nol persen hingga akhir tahun. Tetapi rincian ini juga masih sebatas wacana yang belum terealisasikan.

Investor sekarang masih memperhatikan upaya pembuat kebijakan global untuk memperpanjang langkah-langkah kebijakannya. Sehingga tren penurunan (bearsih) masih ada, kecuali ada berita kuat tentang penyembuhan pandemi virus corona serta langkah dan rincian konkrit stimulus.
TIM RISET CNBC INDONESIA (har/hps)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 12 Maret 2020

ECB Umumkan Kebijakan Moneter, Euro Kembali Menguat

ECB Umumkan Kebijakan Moneter Besok, Euro Kembali Menguat
Foto: Anggota Dewan Eksekutif Bank Sentral Eropa (ECB) Yves Mersch, mempresentasikan uang kertas 100- dan 200-euro baru di ECB
Rifan FinancindoNilai tukar euro menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (11/3/2020) jelang pengumuman kebijakan moneter European Central Bank (ECB) Kamis besok.

Pada pukul 20:07 WIB, euro menguat 0,52% ke US$ 1,1338 di pasar spot, melansir data Refinitiv. ECB akan mengumumkan kebijakan moneter di tengah aksi bank sentral lainnya yang memberikan stimulus guna meredam dampak virus corona ke perekonomian.

Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) siang tadi mengumumkan pemangkasan suku bunga darurat sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 0,25%.
"Pada rapat khusus yang berakhir 10 Maret 2020, Komite Kebijakan Moneter (MPC) secara bulat memutuskan memangkas suku bunga sebesar 50 bps menjadi 0,25%" kata BoE dalam pernyataannya, Rabu (11/3/2020) sebagaimana dilansir CNBC International.

 Kebijakan tersebut diambil untuk meminimalisir dampak virus corona ke ekonomi Inggris. Selain memangkas suku bunga, BoE juga mengumumkan skema pembiayaan baru untuk perusahaan kecil dan menengah, serta untuk industri perbankan.

Kebijakan dari BoE tersebut serupa dengan The Fed yang juga melakukan pemangkasan suku bunga darurat.

Pada Selasa (3/3/2020) malam (Selasa pagi waktu AS), The Fed mengejutkan pasar dengan pemangkasan suku bunga acuannya (Federal Funds Rate/FFR) sebesar 50 basis poin (bps) ke 1%-1,25%. Pemangkasan mendadak sebesar itu menjadi yang pertama sejak Desember 2008 atau saat krisis finansial. Kala itu The Fed memangkas suku bunga 75 bps.

Bank sentral paling powerful di dunia ini seharusnya mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 17-18 Maret waktu AS, tetapi penyebaran wabah corona virus menjadi alasan The Fed memangkas suku bunga lebih awal dari jadwal RDG.

Pemangkasan tersebut sudah diprediksi oleh pelaku pasar, hanya saja terjadi lebih cepat dari jadwal RDG pekan depan. Pelaku pasar memprediksi The Fed masih akan memangkas suku bunga lagi bahkan lebih agresif saat mengumumkan suku bunga 18 Maret (19 Maret waktu Indonesia) nanti.

Berdasarkan data piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 66,4% The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 75 bps menjadi 0,5-0,75%. Selain itu pelaku pasar melihat 33,6% suku bunga akan dipangkas 100 bps menjadi 0-0,25%, dan tidak ada probabilitas suku bunga dipangkas 50 adan 25 bps atau dipertahankan.

Sementara itu kebijakan yang bisa diterapkan oleh ECB sepertinya lebih terbatas dibandingkan The Fed.

Pada September lalu, ECB sudah menggelontorkan stimulus guna memacu ekonomi zona euro yang melambat. Saat itu ECB memangkas suku bunga deposito (deposit facility) sebesar 10 basis poin (bps) menjadi -0,5%, sementara main refinancing facility tetap sebesar 0% dan suku bunga pinjaman (lending facility) juga tetap sebesar 0,25%.

Bank sentral yang saat itu masih dipimpin Mario Draghi ini juga mengaktifkan kembali program pembelian aset (obligasi dan surat berharga) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) yang sebelumnya sudah dihentikan pada akhir tahun 2018.

Program pembelian aset kali ini akan dimulai pada 1 November 2019 dengan nilai 20 miliar euro per bulan. Berdasarkan rilis ECB yang dilansir Reuters, QE kali ini tanpa batas waktu, artinya akan terus dilakukan selama dibutuhkan untuk memberikan stimulus bagi perekonomian zona euro.

Suku bunga ECB sudah rendah bahkan minus, sementara QE sudah diterapkan, sehingga kebijakan ECB kemungkinan tidak akan seagresif The Fed, euro pun berhasil menguat melawan dolar AS.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan