Kamis, 16 Juli 2020

Rupiah Terkuat di Asia, Terima Kasih China!

Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun rupiah mampu menghijau di perdagangan pasar spot.

Pada Kamis (16/7/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.632. Rupiah melemah 0,11% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah juga menguat. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.550. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Pagi ini datang berita bahagia dari China. Biro Statistik Nasional China mengumumkan ekonomi China pada periode April-Juni 2020 tumbuh 3,2% year-on-year (YoY), lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan di angka 2,5%. Jauh membaik ketimbang kuartal sebelumnya yang terkontraksi -6,8% YoY.


Kebangkitan ekonomi China menjadi angin segar bagi dunia. Dengan status sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia dan nomor satu Asia, pulihnya China tentu akan ikut mengerek negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Sementara mata uang utama Asia lainnya cenderung melemah di hadapan dolar AS. Bahkan penguatan 0,17% sudah cukup untuk membawa rupiah menjadi yang terkuat di Benua Kuning.

Akan tetapi, patut dicatat bahwa apresiasi rupiah relatif terbatas. Bahkan sejak pembukaan pasar, rupiah tidak bergerak dari posisi Rp 14.550/US$. Mata uang Asia pun mayoritas terbenam di zona merah.

Ini karena risiko yang menghantui pasar keuangan global masih tinggi. Salah satunya adalah bubungan AS-China yang memburuk.

Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa status daerah istimewa terhadap Hong Kong resmi berakhir setelah pemberlakuan UU keamanan yang lebih represif. Hong Kong kini dipandang sama saja dengan China Daratan.

"Tidak ada lagi perlakuan khusus, tidak ada lagi hak istimewa di bidang ekonomi, tidak ada lagi ekspor teknologi. Hari ini saya menandatangani aturan dan perintah untuk mendesak China bertanggung jawab atas perilaku agresif terhadap rakyat Hong Kong. Sekarang Hong Kong diperlakukan sama seperti China," ungkap Trump dalam konferensi pers, seperti diberitakan Reuters.

Beijing tentu tidak terima dengan perlakuan Washington. Dalam keterangan tertulis, Kementerian Luar Negeri China menyatakan AS harus berhenti mencampuri urusan 'rumah tangga' negara lain. Bahkan China mengancam akan balik memberlakukan sanksi bagi individu dan lembaga yang terlibat dalam penyusunan UU baru di AS tersebut.

"Isu Hong Kong adalah murni urusan dalam negeri China. Tidak ada negara asing yang punya hak untuk ikut campur," tegas keterangan resmi Kementerian Luar Negeri China.

Investor Nantikan Pengumuman Bunga Acuan
 
Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar menantikan pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) pada pukul 14:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate turun 25 basis poin (bps) ke 4%.

"Sejauh ini, BI sudah menurunkan suku bunga acuan 75 bps sejak awal tahun. Masih di bawah The Fed (The Federal Reserve, bank sentral AS) yang memangkas sampai 150 bps. Ada ruang yang lebih dari cukup bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga acuan," sebut Anthony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.

Pertimbangan stabilitas eksternal kerap menjadi faktor yang membuat BI menahan diri untuk menurunkan suku bunga acuan. Sekarang, sepertinya faktor itu tidak perlu dikahwatirkan.

Stabilitas eksternal diukur dari Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), wabil khusus transaksi berjalan (current account) yang mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Minimal untuk neraca perdagangan barang, BI rasanya tidak perlu terlampau cemas.

Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2020 surplus US$ 1,2 miliar. Sepanjang kuartal II-2020, neraca perdagangan membukukan surplus yang besar, nyaris US$ 3 miliar. Lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang positif US$ 2,59 miliar.


Oleh karena itu, sepertinya transaksi berjalan pada kuartal II-2020 akan lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya, yang defisit 1,42% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pasokan devisa ke perekonomian domestik membaik, sehingga menjadi modal bagi stabilnya nilai tukar rupiah.

Rupiah Melemah, BI Bisa Ragu Turunkan Bunga
 
Namun ini semua baru perkiraan di atas kertas. Masih ada kemungkinan BI menahan suku bunga dengan pertimbangan nilai tukar rupiah.
Ya, rupiah memang cenderung melemah akhir-akhir ini. Dalam sebulan terakhir, mata uang Tanah Air terdepresiasi 3,74% di hadapan dolar AS.

Pelemahan rupiah disebabkan oleh seretnya arus modal asing yang mengalir ke pasar keuangan domestik. Sejak awal 2020 hingga 10 Juli, BI mencatat investor asing melakukan jual bersih (net sell) Rp 148,35 triliun di pasar saham dan Surat Berharga Negara (SBN).

Kalau suku bunga acuan turun, maka berinvestasi di aset-aset berbasis rupiah (terutama di instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) jadi kurang menarik. Arus modal asing bakal semakin mampet, dan rupiah sulit menguat.

Oleh karena itu, ketidakpastian soal suku bunga acuan kian membuat pelaku pasar ragu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Rupiah, sudah jelas, jadi melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
 
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 15 Juli 2020

Rupiah Masih Loyo, Dolar AS Mantap di Rp 14.457

Petugas Bank Mandiri menunjukan uang Dollar Amerika (USD) di kantor Cabang  Bank Mandiri, Jakarta, Senin (23/4/2018).
Foto: Grandyos Zafna
PT Rifan Financindo Berjangka - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini ada di level Rp 14.457. Angka ini tercatat lebih tinggi 82 poin (0,5%) pada perdagangan hari ini.
Demikian dikutip dari data perdagangan Reuters, Rabu (15/7/2020). Hingga pukul 09.20 WIB, dolar AS tercatat bergerak di rentang Rp 14.457-14.525.
Jika ditarik sejak awal Juli, dolar AS terpantau cenderung menguat. Pergerakannya stabil di level Rp 14.300-14.500an.

Dari data RTI, dolar AS pagi ini ada di level Rp 14.442. Angka tersebut menguat 3 poin (0,02%) pada perdagangan hari ini.

Dibandingkan sepekan yang lalu, dolar AS tercatat menguat 0,2% terhadap rupiah. Sementara secara month to month, penguatan dolar AS terhadap rupiah mencapai 2,5%.

Selain terhadap rupiah, dolar AS pagi ini juga menguat terhadap dolar Australia, euro, dan poundsterling. Sebaliknya kalah unggul terhadap yuan China, yen Jepang, dan dolar Singapura.

Sementara rupiah sebaliknya. Meski kalah unggul terhadap rupiah, pagi ini unggul terhadap dolar Australia, yuan China, euro, dan dolar Singapura.(eds/eds)
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 14 Juli 2020

Jurus Dewa Mabuk China Lawan AS: Buang Dolar, 'Tanam' Emas

FILE PHOTO:  U.S. 100 dollar banknotes and Chinese 100 yuan banknotes are seen in this picture illustration in Beijing, China, January 21, 2016. REUTERS/Jason Lee/Illustration/File Photo
Foto: Ilustrasi Mata Uang Yuan dan Dolar AS (REUTERS/Jason Lee)
PT Rifan Financindo - Perselisihan Amerika Serikat dan China sudah terjadi menahun. Hal ini disadari betul oleh China.

Karenanya, China kini membuat gebrakan. Negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu dikabarkan berniat untuk "membuang dolar" dan lebih menekankan penggunaan mata uangnya, yuan, dalam berbagai transaksi.



Pasalnya ketegangannya dengan AS mungkin membuat aksesnya ke dolar AS menjadi terbatas di masa depan. Terbaru, keduanya tegang karena penerapan UU Keamanan Nasional di Hong Kong dan masalah sanksi Muslim Uighur.

Ini membuat China terancam mendapat "hukuman" lebih berat dari AS. Di Hong Kong misalnya, AS disebut akan menghapus
patokan (peg) dolar Hong Kong.

Apa lagi perusahaan dan pemberi pinjaman China sangat bergantung pada dolar. Negara ini memiliki hampir satu triliun dolar obligasi dan pinjaman luar negeri dan US$ 1,1 triliun utang bank milik negara.

Langkah ini tak main-main sebenarnya. China sudah mulai mengurangi kepemilikannya pada obligasi AS mulai tahun lalu.

Di 2019, China adalah pemegang asing terbesar. Tapi, berjalan di 2020, nilai kepemilikan China turun.

Pada April 2019, kepemilikan China di obligasi pemerintah AS tercatat US$ 1,11 triliun. Namun setahun kemudian, dari riset CNBC Indonesia, nilai kepemilikan China turun menjadi US$ 1,07 triliun. Artinya, dalam setahun kepemilikan China berkurang 3,61%.

Zhou Yongkun, seorang pejabat bank sentral China People's Bank of China, pekan lalu mengatakan bahwa China akan memperkenalkan perdagangan langsung antara yuan dan mata uang tambahan. Namun ia tidak menyebut mata uang apa yang akan menjadi mata uang tambahan tersebut.


Selain itu, regulator China juga dikabarkan sedang membangun Sistem Pembayaran Internasional China untuk menyelesaikan transaksi di luar platform berbasis dolar di mana AS memegang kendali.


Langkah-langkah yang lebih kuat dari China dapat mencakup melakukan pembayaran sebagian impor dengan yuan, melakukan investasi langsung di luar negeri dalam yuan dan memberikan pinjaman dalam renminbi (nama resmi mata uang itu).

Sejumlah pengamat menilai ini wajar. China mencari pengganti dolar dari ketidakpastian politik.

"Internasionalisasi Yuan berubah dari yang diinginkan menjadi hal yang sangat diperlukan bagi Beijing," kata Ding Shuang, kepala ekonom Standard Chartered Plc untuk wilayah greater China dan Asia utara ditulis Bloomberg, Senin (13/7/2020).

"China perlu mencari pengganti dolar di tengah ketidakpastian politik, jika tidak bangsa akan menghadapi risiko keuangan."

Hal senada juga diamini Fang Xinghai, seorang pejabat tinggi di regulator sekuritas China. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari potensi decoupling akan ditingkatkan secara signifikan melalui internasionalisasi yuan.

Meski demikian, ada pula yang menyampaikan keraguan. Mengingat globalisasi yuan sebagian besar bergantung pada konvertibilitas di bawah akun modal.

"[Hal itu] belum siap dilakukan China," kata Yu.

Sebelumnya di 2019, China juga disebut gencar melakukan pembelian emas. Cadangan emas resmi negara ini mencapai 1.957,5 ton pada Oktober 2019. (sef/sef)

Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Senin, 13 Juli 2020

Stabil di US$ 40, Sesungguhnya Harga Minyak Rawan Digoyang

FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Rifan FinancindoMengawali pekan ini pada Senin (13/7/2020), harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai ditransaksikan mengalami koreksi. Kendati terkoreksi beberapa kali, harga minyak cenderung relatif stabil di kisaran US$ 40/barel.

Pada 09.35 WIB, harga minyak acuan global Brent turun 0,86% dan minyak patokan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) anjlok 0,94% ke US$ 40,17/barel.


Saat ini pelaku pasar kembali menyorot kebijakan negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC+.

Komite Pengawasan Gabungan (Joint Ministerial Monitoring Committee/JMMC), yang diketuai bersama oleh Arab Saudi dan Rusia akan mengadakan sidang online pada 15 Juli dan membuat keputusan akhir soal pemangkasan produksi.

Proyeksinya, pemangkasan yang akan dilakukan bulan Agustus akan dikurangi menjadi 7,7 juta barel per hari (bpd) hingga akhir tahun, seperti yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Harga minyak yang sudah naik dan cenderung stabil di level US$ 40/barel bisa dibilang dipicu oleh pemangkasan output OPEC+ 9,7 juta bpd sejak Mei hingga Juli. Volume ini hampir mencapai 10% dari total output global.

Namun harga minyak belum bisa melesat lagi lebih tinggi dari US$ 40/barel. Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) masih belum usai. Lonjakan kasus baru terus terjadi di berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS) sebagai negara dengan jumlah kasus terbanyak di dunia.

Sejak akhir pekan lalu, ada tambahan lebih dari 60 ribu kasus dalam seharinya di AS. Kenaikan kasus membuat banyak negara bagian AS yang kembali menerapkan larangan bepergian sehingga dapat menurunkan permintaan minyak di negara konsumen emas hitam terbesar di dunia tersebut.

Namun ada kekhawatiran lain yang dirasakan oleh para pelaku pasar. Memang benar harga minyak sudah terdongkrak setelah terjun bebas pada Maret dan April lalu ketika permintaan anjlok sampai 30%.

Adanya lonjakan kasus dan ancaman gelombang kedua wabah disertai dengan pengendoran pemangkasan berpotensi menjadi faktor penakan harga minyak mentah.

"Rencana pelonggaran pemangkasan produksi [minyak] oleh OPEC+ bulan depan dan potensi naiknya produksi AS dapat menambah tekanan dari sisi pasokan" kata Stephen Innes, chief global markets strategist di AxiCorp dalam sebuah catatan.

Sebelumnya pada 10 Juli, Badan Energi Internasional (IEA) telah mengatakan bahwa dampak terburuk pandemi telah dilalui. Namun lembaga itu juga memperingatkan bahwa gelombang infeksi baru, terutama di Amerika Utara dan Selatan, bisa membuat kondisi memburuk.

"Gelombang kedua kasus Covid-19 yang berkelanjutan dapat meruntuhkan pemulihan ekonomi yang terjadi selama beberapa bulan terakhir," kata Harry Tchilinguirian, seorang ekonom senior minyak di BNP Paribas.

"Karena OPEC+ memainkan perannya dalam menyeimbangkan kembali pasar minyak, pertumbuhan ekonomi akan tetap menjadi kunci untuk membuat harga minyak naik," katanya, sebelum menambahkan bahwa OPEC+ tetap harus bisa mengontrol produksi agar tidak melampaui kuota saat harga minyak naik.

TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Jumat, 10 Juli 2020

Gegara Virus Corona Melayang di Udara, Yen Jadi Juara Asia

Mata Uang Yen. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon/Files)
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Kim Kyung-Hoon/Files)
PT RifanNilai tukar yen Jepang menguat melawan rupiah dan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (10/7/2020) pagi. Virus corona yang kini dikatakan bisa menyebar lewat udara membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan yen menjadi diuntungkan.

Pada pukul 9:45 WIB, yen menguat 0,67% melawan rupiah di Rp 134,49/JPY di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di saat yang sama, yen juga menguat 0,12% di 107,06/US$.

Virus corona selama ini dikatakan hanya ditularkan lewat air liur, sekresi dan tetesan dari penderita melalui batuk, bersin atau bicara atau permukaan yang terkontaminasi. Sehingga jaga jarak dan cuci tangan lebih ditekankan.

Tetapi pada Selasa lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengakui ada bukti penularan lewat udara, dalam ruang dengan ventilasi yang buruk. Namun menegaskan perlu ada riset lebih lanjut.

Dalam panduan transmisi terbarunya, WHO setuju bahwa beberapa laporan yang berkaitan dengan kondisi ramai di dalam ruangan memungkinkan adanya transmisi. Misalnya dalam ruangan di mana latihan paduan suara dilakukan, di restoran atau di kelas kebugaran.

Dengan adanya bukti penularan lewat udara, ada risiko jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) akan kembali menanjak. Hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan kembali mengalirkan investasinya ke aset aman (safe haven) seperti yen Jepang.

Dengan kondisi tersebut bisa ditebak, yen menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia saat semua mata uang utama lainnya melemah.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 9:45 WIB.


Perubahan pandangan WHO terkait penyebaran virus corona didorong oleh ratusan ilmuwan yang mempublikasikan suatu artikel terkait potensi penularan Covid-19 melalui udara. Ada 237 ilmuwan multidisipliner yang berasal dari berbagai latar belakang mulai dari ilmuwan aerosol, dokter spesialis infeksi hingga epidemiologis.

Studi yang dilakukan oleh banyak ilmuwan menunjukkan bahwa virus dapat dilepaskan ketika seseorang yang terinfeksi bernapas, berbicara, bersin hingga terbatuk.

Penyebaran Covid-19 melalui udara memang sudah dikonfirmasi, tetapi WHO mengatakan lebih banyak penelitian harus dibuat. "Sangat dibutuhkan untuk menyelidiki kejadian seperti itu dan menilai signifikansi mereka untuk transmisi Covid-19," kata lembaga itu dikutip Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan