|
Foto: Reuters |
PT Rifan Financindo - Bitcoin kembali
menunjukkan karakternnya pada perdagangan Senin kemarin, nilainya anjlok
lebih dari 20%, nyaris menghapus semua penguatan di tahun ini. Bitcoin
memang terkenal sebagai aset dengan volatilitas tinggi, bahkan bisa
dikatakan ekstrim. Ketika naik, harganya akan meroket, sebaliknya ketika
turun akan ambrol tak kira-kira.
Melansir data Refinitiv, harga bitcoin kemarin sempat ambrol hingga
21,86% ke US$ 30.156,35/BTC, sebelum pulih dan mengakhiri perdagangan di
level US$ 33.951,50/BTC, melemah 12,03%.
Sebelum ambrol Senin kemarin, bitcoin menyentuh rekor tertinggi
sepanjang masa US$ 41.998,75/BTC pada Jumat (8/1/2021). Ambrolnya
bitcoin tentunya mengingatkan kembali pada tahun 2017, saat itu mata
uang kripto ini mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$
19.458,19/BTC, tetapi setahun berselang nilainya langsung ambrol hingga
80%.
Oleh sebab itu, bitcoin diberi cap sebagai aset spekulasi semata.
Status tersebut saat ini perlahan-perlahan mulai "coba dihilangkan",
apalagi setelah investor institusional mulai berinvestasi di bitcoin.
Banyak komentar-komentar positif bermunculnya mengenai bitcoin, mulai
dari mata uang alternatif, emas digital, aset safe haven, hingga aset
lindung nilai terhadap inflasi.
Masa depan bitcoin juga dipandang akan lebih bersinar ketimbang
aset-aset lainnya, sebab menjadi pilihan investasi kaum millennial.
Hasil survei deVere Group, perusahaan financial advisory independen
dan fintech, terhadap 700 lebih millennial di berbagai negara, sebanyak
67% menyatakan mereka memilih bitcoin sebagai aset safe haven ketimbang
emas.
Millennial akan menjadi kunci penting bagi masa depan bitcoin, sebab
berdasarkan hasil survei DeVere, akan ada transfer kekayaan antar
generasi yang besar. Berdasarkan estimasi, transfer kekayaan tersebut
mencapai US$ 60 triliun dari generasi baby boomers ke millennial.
Yang masih menjadi masalah adalah volatilitas ekstrim bitcoin, yang
membuat cap sebagai aset spekulasi masih sulit dihilangkan. Bahkan,
kenaikan tajam di tahun 2020 lalu, dan berlanjut di tahun ini membuat
bitcoin diberi cap "mother of all bubbles" olah Bank of America.
"Reli bitcoin belakangan ini bisa jadi merupakan kasus spekulasi
mania lainnya. Bitcoin terlihat seperti 'mother of all bubbles'," kata
Michael Hartnett, kepala strategi investasi Bank of America, sebagaimana
dilansir CNN Business, Jumat (8/1/2020).
Hartnett melihat bitcoin yang melesat sekitar 1.000% sejak awal 2019
jauh lebih besar dari kenaikan aset-aset yang pernah mengalami bubble
dalam beberapa dekade terakhir. Harga emas yang melonjak 400% di akhir
1970an misalnya, kemudian bursa saham Jepang di akhir 1980an, hingga
dot-com bubble di akhir 1990an.
Aset-aset tersebut melesat 3 digit persentase, sebelum akhirnya crash dan nyungsep senyungsep-nyungsepnya.
Meski demikan, Hartnett tidak memberikan prediksi harga bitcoin akan
nyungsep, ia hanya menunjukkan jika bitcoin menjadi contoh meningkatnya
aksi spekulasi.
Sementara itu, otoritas pengawas keuangan Inggris (Financial Conduct
Authority/FCA) memperingatkan investasi di bitcoin atau mata uang kripto
memiliki risiko hilangnya semua modal.
"FCA menyadari beberapa perusahaan menawarkan investasi dalam bentuk
aset kripto, atau pinjaman atau investasi terkait kripto yang
menjanjikan return tinggi. Jika konsimen berinvestasi dalam
produk-produk tersebut, mereka harus siap kehilangan seluruh uang yang
digunakan," kata FCA sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (11/1/2021).
"Atas seluruh instrumen berisiko yang tinggi dan investasi yang
bersifat spekulatif, masyarakat harus memastikan mereka benar-benar tahu
kemana uang mereka diinvetasikan, risiko yang melekat, dan perlindungan
dari regulator," kata FCA.
Laith Khalaf, analis keuangan di AJ Bell, menyatakan apa yang
dilakukan FCA merupakan bentuk kekhawatiran terhadap tingginya risiko
mata uang kripto, yang diperparah dengan penipuan.
"Regulator (FCA) jelas sangat prihatin atas risiko tinggi yang
melekat pada mata uang kripto, dan diperparah dengan aktivitas penipuan,
serta perusahaan-perusahaan yang tanpa regulasi menawarkan return yang
tinggi, tetapi tidak memberi tahu potensi kerugian dari berinvestasi di
aset kripto," kata Khalaf dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/roy)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :
Info Lowongan Kerja
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan