Rabu, 14 Desember 2016

India Siap Investasi Sektor Farmasi Senilai USD135 Juta | Rifanfinancindo

Rifanfinancindo - PALEMBANG - Sejumlah perusahaan farmasi asal India sudah menyepakati rencana investasi pendirian pabrik bahan baku obat senilai USD135 juta dalam dua tahap.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong di New Delhi, Selasa 13 Desember 2016 mengatakan sejumlah kerja sama yang cukup konkret mengemuka saat pertemuan "collective call" antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan 20 CEO perusahaan terkemuka di India.

"Yang cukup konkret di sektor farmasi, sudah ada beberapa yang akan membangun pabrik bahan baku obat mulai dengan investasi kira-kira USD35 juta di tahap pertama dan USD100 juta di tahap kedua," kata Thomas.

Namun, satu hal yang ia tekankan yakni bahwa sektor farmasi lebih terfokus pada modal kolaborasi sehingga tidak bisa linear hanya satu arah.

"Jadi tidak linear hanya dari India investasi ke Indonesia, ada kemungkinan kita investasi ke India," katanya.
Thomas juga menekankan bahwa sektor farmasi erat kaitannya dengan hak kekayaan intelektual atas formulasi resep obat tertentu.

Menurut dia, kolaborasi atau kerja sama di bidang farmasi juga bisa menciptakan skala ekonomi sehingga Indonesia dimungkinkan untuk bisa mengakses bahan baku dengan harga yang lebih murah.
Thomas mengakui sejumlah kendala berinvestasi di Indonesia masih banyak dikeluhkan oleh calon investor, termasuk investor asal India.

Dua di antaranya yakni soal masih adanya di beberapa daerah di Indonesia praktik pungutan liar oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masih adanya regulasi yang menghambat impor bahan baku.
"Presiden Jokowi berpesan agar ada tindak lanjut langsung di lapangan dan menyelesaikan satu per satu kendala yang dihadapi," katanya.
(rai)
Sumber : Okezone

Selasa, 13 Desember 2016

Harga Minyak Naik Pasca-Kesepakatan Pemangkasan Produksi | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo - PALEMBANG - Harga minyak dunia naik pada Senin (Selasa pagi WIB), setelah produsen minyak di luar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) sepakat untuk mengurangi produksi mereka.
Produsen-produsen minyak non-OPEC, dipimpin oleh Rusia, sepakat pada Sabtu untuk mengurangi produksi minyak mentah sebesar 558.000 barel per hari (bph), dari target 600.000 barel per hari.

Dengan demikian, produsen-produsen minyak OPEC dan non-OPEC telah sepakat untuk mengekang produksi minyak mereka. Ini pertama kalinya sejak 2001 bahwa OPEC dan beberapa pesaingnya mencapai kesepakatan untuk bersama-sama mengurangi produksi guna mengatasi banjir minyak global.
Para analis mengatakan pasar mungkin melihat pengurangan pasokan minyak mentah mulai tahun depan. Harga minyak kemungkinan besar akan tinggal di kisaran USD53-ke-USD57.
Ada kejutan khusus, karena Arab Saudi, produsen minyak nomor satu di dunia, mengatakan akan memangkas produksinya bahkan lebih besar dari yang telah diusulkan pada pertemuan OPEC selama minggu lalu.

"Kesepakatan OPEC menunjukkan cukup jelas pemangkasan 3% (produksi), jadi ini menunjukkan ada sedikit lebih kenaikan untuk harga minyak," kata Neil Williams, kepala ekonom di fund manager Hermes.
"Kami telah melihat kesepakatan produsen-produsen OPEC dan non-OPEC, meningkatkan harapan reflation (inflasi) di seluruh dunia," kata Chris Weston, dealer institusional IG Markets.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, meningkat USD1,33 menjadi menetap di USD52,83 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari, bertambah USD1,36 menjadi ditutup pada USD55,69 per barel di London ICE Futures Exchange.
(rai)
Sumber : Okezone

Jumat, 09 Desember 2016

2 Faktor Penyebab Harga BBM Akan Naik | Rifanfinancindo

Rifanfinancindo - PALEMBANG - Kenaikan harga minyak mentah karena terjadinya kesepakatan OPEC membuat Indonesia harus lebih berhati-hati. Pasalnya kenaikan minyak dunia akan memengaruhi harga minyak untuk konsumsi dalam negeri.
"Mungkin kita memang harus lebih hati-hati karena memang ketidakpastian global ini akan mendorong harga minyak (konsumsi dalam negeri) juga naik," kata Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara kepada Okezone di Jakarta.

Selain pengaruh OPEC, menurut Bhima ada hal lainnya yang memengaruhi harga juga BBM dalam negeri di 2017 diperkirakan akan mengalami kenaikan.
"Ada dua faktor yang pertama memang faktor dari pasokan OPEC yang dipangkas, yang kedua faktornya adalah Trump. Jadi Trump nanti akan mendorong misalkan, pembangunan infrastruktur, ekonomi-ekonomi domestik digenjot di Amerika Serikat," ungkapnya.
Sehingga, kemungkinan Trump akan lebih banyak menggunakan pemakaian energi fosil. Hal itu nantinya diperkirakan akan memengaruhi tingkat permintaan akan minyak yang semakin tinggi.
"Yang jelas sekali lagi jangan sampai over dari asumsi APBN karena ini justru berbahaya untuk fiskal kita. Selain itu, untuk menekan kenaikan harga karena kita bukan rezim subsidi BBM lagi jadi satu-satunya cara memang harus melakukan semacam diversifikasi energi. Jadi diversifikasi energi agar kita tidak bergantung pada BBM," tambahnya. (dng)
(rhs)
Sumber : Okezone

Kamis, 08 Desember 2016

Acuan Rupiah Jadi Yuan, Inflasi Akan Lebih Terjaga | PT Rifan Financindo

PT Rifan Financindo - PALEMBANG - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengganti acuan nilai tukar Rupiah dari dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Yuan China. Pasalnya, acuan menggunakan dolar AS sudah tidak relevan karena imbas pemilihan Presiden AS dampak langsung menekan nilai tukar Rupiah.
Pengamat Ekonomi David Sumual menuturkan, pendapat Presiden memang sangat relevan saat ini. Namun, hal ini hanya bisa diperuntukkan untuk perjanjian dagang antara Indonesia dan China.

"Porsi dagang kita dengan China makin lama makin besar. Jadi wajar kalau menggunakan yuan sedangkan mereka jika mau impor barang kita menggunakan Rupiah," ujarnya kepada Okezone.
David menekankan, penggunaan mata uang Yuan bukanlah diperuntukkan sebagai acuan. Pasalnya, masih banyak perjanjian kerjasama Indonesia yang acuannya menggunakan mata uang Negeri Paman Sam tersebut.

"Kalau Yuan digunakan supaya perdagangan inti semua enggak numpuk menggunakan dolar AS saja. Sehingga tidak mengganggu stabilitas ekonomi terutama stabilitas inflasi. Jadi kita bisa buat perjanjian bilateral seperti baru-baru ini China buat perjanjian bilateral dengan Rusia terutama untuk transaksi komoditas seperti migas," jelasnya. (dng)
(rhs)
Sumber : Okezone

Rabu, 07 Desember 2016

Harga Minyak Dunia Turun Tertekan Keraguan Pemangkasan Produksi | Rifan Financindo

Rifan Financindo - PALEMBANG - Harga minyak dunia turun pada Selasa (Rabu pagi WIB), menghentikan kenaikan empat sesi berturut-turut, karena pasar mengkhawatirkan rekor produksi dan reaksi produsen-produsen minyak serpih AS dapat merusak kesepakatan pemangkasan produksi OPEC.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mencatat rekor produksi minyak tertinggi lagi pada November, naik menjadi 34,16 juta barel per hari, menurut survei Bloomberg News.

Sementara itu, Rusia melaporkan rata-rata produksi minyak pada November sebesar 11,21 juta barel per hari, tertinggi dalam hampir 30 tahun. Itu berarti OPEC dan Rusia sendiri memproduksi cukup untuk menutupi hampir setengah dari permintaan minyak global.
OPEC pada 30 November memutuskan untuk memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta barel per hari, menetapkan pagu produksi minyak di 32,5 juta barel per hari.

Pengurangan produksi ini berlaku mulai 1 Januari 2017, merupakan pemotongan produksi minyak pertama kartel sejak 2008. Pengurangan ini dikoordinasikan dengan negara produsen non-OPEC, Rusia, yang berjanji akan memangkas produksinya 300.000 barel per hari Di sisi lain, para analis telah memperingatkan bahwa harga minyak yang lebih tinggi akan mendorong produksi minyak serpih (shale oil) AS dan kemudian membawa harga turun kembali.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, turun USD0,86 menjadi menetap di USD50,93 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, patokan global, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari, berkurang USD1,01 menjadi ditutup pada USD53,93 per barel di London ICE Futures Exchange.
(dni)
Sumber : Okezone