Selasa, 23 April 2019

BOJ Diprediksi Kucurkan Stimulus, Yen Kok Menguat? | Rifan Financindo

BOJ Diprediksi Kucurkan Stimulus, Yen Kok Menguat?
Rifan Financindo Palembang - Bank of Japan (BOJ) diprediksi akan mengucurkan stimulus moneter guna mendorong kinerja perekonomian serta mengerek inflasi. Kucuran stimulus bisanya membuat mata uang suatu negara melemah, namun pada Senin (23/4/19) pagi yen Jepang malah menguat.

Yen diperdagangkan di kisaran 111,67/US$ pada pukul 8:19 WIB, menguat (USD/JPY turun) dibandingkan penutupan Senin (22/4/19) kemarin di level 111,92/US$.

Rentang pergerakan pagi ini bahkan lebih lebar dari pekan lalu, dari level tertinggi ke terendah sekitar 33 pip, sementara rentang terlebar pada pekan lalu hanya 30 pip dalam satu hari perdagangan.

Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex. Nilai satu poin pip biasanya bervariasi bergantung pada pasangan mata uang yang diperdagangkan serta kurs saat itu.

Hasil survei Bloomberg menunjukkan hampir setengah dari para ekonom yang diminta pendapatnya mengenai kebijakan moneter BOJ memprediksi bank sentral akan mengucurkan stimulus moneter. Ada total 48 ekonom yang memprediksi hal tersebut, bahkan tiga di antaranya memprediksi BOJ kemungkinan yang mengucurkan stimulus moneter di pekan ini.

Bank sentral pimpinan Haruhiko Kuroda itu akan mengumumkan kebijakannya pada Kamis (25/4/19).

Jumlah ekonom yang memprediksi adanya stimulus atau pelonggaran moneter tersebut meningkat signifikan akibat perekonomian yang melambat, serta inflasi yang rendah.

Inflasi inti Jepang di bulan April yang dirilis Badan Statistik pada pekan lalu hanya sebesar 0,8% (year-on-year).

Bahkan inflasi inti versi BOJ yang akan dirilis hari ini lebih rendah lagi. Di bulan Maret kenaikan harga-harga di luar sektor makanan dan energi itu hanya naik 0,4% (year-on-year), dan di bulan ini diprediksi naik tipis menjadi 0,5%, berdasarkan data dari Forex Factory. Persentase tersebut tentunya masih jauh dari target yang ingin dicapai sebesar 2,0%.

Kenaikan inflasi tersebut setidaknya sedikit memunculkan harapan akan membaiknya ekonomi Jepang, sehingga BOJ akan menunda untuk mengucurkan stimulus. Selain itu, pelaku pasar juga kemungkinan mengantisipasi BOJ tidak bersikap se-dovish yang diperkirakan para ekonom, yang membuat yen untuk sementara mampu menguat lawan dolar.

Data inflasi inti BOJ akan dirilis pukul 12:00 WIB siang ini, dan kemungkinan akan menggerakkan yen lebih lanjut. Jika data tersebut dirilis lebih tinggi dari perkiraan, yen kemungkinan akan menguat, sementara jika lebih rendah, yen kemungkinan akan berbalik melemah.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)

Sumber : CNBC


Senin, 22 April 2019

Keringanan Sanksi Nuklir Iran Berakhir, Harga Minyak Meroket - PT Rifan Financindo

Keringanan Sanksi Nuklir Iran Berakhir, Harga Minyak Meroket
Foto: Reuters

PT Rifan Financindo - Harga minyak mentah dunia meroket pada perdagangan hari Senin (22/4/2019) pagi. Pada pukul 09:30 WIB, harga minyak Brent melesat hingga 1,75% ke level US$ 73,23/barel. Sedangkan jenis light sweet (WTI) meroket 1,72% ke posisi US4 65,1/barel.

Penguatan harga minyak juga terjadi setelah pada Kamis (18/4/2019) lalu Brent dan WTI dapat membukukan penguatan mingguan masing-masing sebesar 1,61% dan 0,66% secara point-to-point.


Penyebab utamanya adalah dugaan berakhirnya keringanan sanksi AS atas Iran. Pada hari Minggu (21/4/2019), kolumnis Washington Post mengabarkan bahwa AS tengah mempersiapkan pengumuman berakhirnya masa keringanan sanksi Iran.

"Mulai tanggal 2 Mei, Departemen Luar Negeri AS tidak akan lagi memberi keringanan sanksi kepada negara mana pun yang saat ini mengimpor minyak mentah atau kondensat asal Iran," tulis kolumnis Washington Post, mengutip Reuters.

Seperti yang diketahui, pada bulan November 2018, AS mulai memberlakukan sanksi terhadap Iran. Sanksi tersebut dijatuhkan untuk memaksa Iran menghentikan program nuklir dan dukungan pada kelompok militan di Timur Tengah.

Namun kala itu AS masih memberikan keringanan, dengan mengizinkan delapan negara untuk tetap membeli minyak Iran tanpa harus takut diberi sanksi. Negara-negara tersebut adalah China, India, Jepang, Korea Selatan, taiwan, Turki, Italia, dan Yunani.

Dengan berakhirnya masa keringanan, maka seluruh negara yang biasanya membeli minyak asal Iran tidak boleh lagi melakukannya. Bila masih membeli minyak Iran, maka siap-siap untuk mendapat sanksi dari AS.

Bahkan, tujuan AS adalah membuat hasil produksi minyak Iran tak dapat dilepas ke pasar sama sekali.

"Goal kami adalah membuat ekspor minyak Iran menjadi habis sama sekali, secepat mungkin," ujar Frank Fannon, Asisten Menteri Luar Negeri AS, mengutip Reuters.

Tentu saja hal ini membuat pasar semakin yakin bahwa pasokan minyak akan semakin ketat ke depannya. Sebagai informasi, ekspor minyak Iran pada bulan Maret mencapai 1,68 juta barel/hari.

Sejak awal tahun 2019, harga Brent dan WTI sudah naik masing-masing sebesar 36,12% dan 43,36%.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)



Kamis, 18 April 2019

Bursa Saham Asia Terkoreksi, Ada Apa Gerangan? - Rifanfinancindo

Bursa Saham Asia Terkoreksi, Ada Apa Gerangan? 
Rifanfinancindo Palembang - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia mengawali perdagangan Kamis ini (18/4/2019) di zona merah. Indeks Nikkei turun 0,02%, indeks Shanghai juga turun 0,06%, dan indeks Hang Seng terkoreksi 0,12%.

Aksi ambil untung membuat bursa saham Benua Kuning harus pasrah mengawali hari dengan koreksi. Kemarin (17/4/2019), indeks Nikkei ditutup menguat 0,25%, sementara indeks Shanghai naik 0,29%.

Aksi beli di bursa saham regional pada perdagangan kemarin juga dilakukan seiring dengan kuatnya angka pertumbuhan ekonomi China.

Pada periode kuartal-I 2019, pertumbuhan ekonomi diumumkan di level 6,4% YoY, mengalahkan konsensus yang sebesar 6,3% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics.

Kemudian, produksi industri periode Maret 2019 diumumkan tumbuh 8,5% secara tahunan, di atas konsensus yang sebesar 5,9%.

Terakhir, penjualan barang-barang ritel untuk bulan yang sama melesat hingga 8,7% secara tahunan, juga di atas konsensus yang sebesar 8,4%.

Lantas, kekhawatiran bahwa perekonomian China akan mengalami hard landing pada tahun ini menjadi mereda.

Sebagai informasi, belum lama ini pemerintah China resmi memangkas target pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 menjadi 6%-6,5%. Sebelumnya, target pertumbuhan ekonomi tahun 2019 dipatok di kisaran 6,5%. Pada tahun 2018, perekonomian China tumbuh hingga 6,6%.

Jika yang tercapai adalah pertumbuhan ekonomi di batas bawah, maka perekonomian China dapat dikatakan mengalami hard landing.

Sejatinya, rilis data ekonomi pada hari ini terbilang cukup oke. Pembacaan awal atas data Manufacturing PMI Jepang periode April versi Nikkei diumumkan di level 49,5, naik dari posisi bulan sebelumnya di level 49,2, seperti dilansir dari Trading Economics.

Namun, dorongan untuk melakukan aksi ambil untung lebih dominan sehingga bursa saham regional tetap melemah pada pembukaan perdagangan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/tas)
 
 

Selasa, 16 April 2019

Masih karena Rusia, Kontraksi Harga Minyak Berlanjut | Rifan Financindo

Masih karena Rusia, Kontraksi Harga Minyak Berlanjut
Foto: Ilustrasi produksi minyak (REUTERS/Nick Oxford)
Rifan Financindo Palembang - Pada perdagangan Selasa (16/4/2019) pagi, harga minyak mentah dunia melanjutkan koreksi yang terjadi sejak kemarin akibat adanya potensi peningkatan pasokan pasca tengah tahun 2019.

Pada pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak pengiriman Juni terkontraksi sebesar 0,15% ke posisi US$ 71,07/barel, setelah amblas 0,52% kemarin (15/4/2019).

Adapun harga minyak light sweet (WTI) kontrak pengiriman Mei terkoreksi terbatas 0,05% ke level US$ 63,37/barel, setelah anjlok hingga 0,77% kemarin.


Rusia dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) kemungkianan akan meningkatkan produksi untuk merebut pangsa pasar dari Amerika Serikat (AS). Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Rusia, Anton Siluanov pada hari Sabtu (13/4/2019), seperti yang dilaporkan TASS, mengutip Reuters.

"Ini memang sebuah dilema. Apa yang harus kita lakukan dengan OPEC, apa kita harus kehilangan pasar yang selama ini dipegang oleh Amerika Serikat (AS), atau keluar dari kesepakatan [pemangkasan produksi minyak]?" ujar Siluanov di Washington.

Sebelumnya, Menteri Energi Rusia, Alexander novak mengatakan bahwa produksi minyak Negeri Beruang Merah akan ditingkatkan apabila tidak ada kesepakatan baru dengan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) hingga tanggal 1 Juli 2019, mengutip Reuters Jumat (5/4/2019).

"Tahun ini [2019] kami memperkirakan [produksi minyak] akan mirip dengan tahun lalu, mungkin sedikit lebih tinggi," ujar Novak kepada reporter, mengutip Reuters.

Komentar pejabat-pejabat Negeri Beruang Merah tersebut seakan memberi sinyal-sinyal yang kuat bahwa pihaknya sudah sangat ingin meningkatkan produksi.

Sebagai informasi, pada awal Desember 2018, OPEC dan sekutunya (termasuk Rusia) sepakat untuk mengurangi pasokan minyak hingga 1,2 juta barel/hari.

Sejauh ini Rusia terlihat kurang patuh terhadap kesepakatan tersebut. Meskipun produksi minyaknya telah dikurangi, namun tidak sebesar yang telah disepakati.

Berdasarkan data dari Revinitif, produksi minyak Rusia sepanjang Januari-Februari 2019 mencapai 11,31 juta barel/hari. Artinya, baru berkurang sekitar 100.000 barel/hari dari produksi acuan bulan Oktober 2019. Padahal Rusia sepakat untuk memangkas produksi minyak hingga 230.000 barel/hari.

Namun setidaknya hambatan pasokan di Venezuela dan Iran bisa membatasi pelemahan harga minyak. Pasalnya, sanksi yang dijatuhkan AS kepada dua negara tersebut membuat pasokan minyak semakin ketat. Venezuela dan Iran sama-sama kesulitan untuk melepas hasil minyaknya ke pasar dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)

Sumber : CNBC


Senin, 15 April 2019

Wah, Euro Masih Belum Mau 'Ngerem' | PT Rifan Financindo

Wah, Euro Masih Belum Mau 'Ngerem'
REUTERS / Phil Noble
PT Rifan Financindo Palembang - Laju penguatan mata uang euro masih kencang. Euro membuka perdagangan pada awal pekan ini, Senin (15/4/19) dengan gap up terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Gap up adalah situasi ketika harga pembukaan perdagangan lebih tinggi dibandingkan dengan harga penutupan sebelumnya.

Melansir kuotasi MetaTrader 5, euro membuka perdagangan hari ini di level US$ US$ 1,1303 sementara pada hari Jumat (12/4/19) mengakhiri perdagangan di level US$ 1,1298 atau ada selisih 5 pip.

Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex. Nilai satu poin pip biasanya bervariasi bergantung pada pasangan mata uang yang diperdagangkan serta kurs saat itu.

Pada hari Jumat euro mencatat penguatan sekitar 0,43% terhadap dolar AS, hingga mencapai level tertinggi sejak 26 April lalu. Isu transaksi miliaran euro antara perusahaan Jepang dengan Jerman menjadi pemicu penguatan mata uang 19 negara ini.

Para spekulator bertindak cepat dengan membeli euro karena memperkirakan akan ada permintaan dalam jumlah besar, yang tentu saja akan membuat nilai mata uang menguat.

Reuters pada hari Jumat melaporkan Mitsubishi UFJ Financial Group di Jepang berencana membeli bisnis pembiayaan aviasi dari Bank DZ Jerman dengan nilai 5,6 miliar euro.

Meski sampai saat ini belum ada kepastian mengenai kabar tersebut, namun tetap saja menjadi sentimen positif bagi euro. Selain itu aksi bargain hunting atau aksi beli ketika harga terlihat murah juga ditengarai menjadi pemicu penguatan.

Mengutip Reuters, Kepala Ahli Strategi Forex Scotiabank Shaun Osborne pada hari Jumat mengatakan euro memang mendapat momentum penguatan sejak pasar Asia. Namun, mata uang 19 negara ini juga terlihat "murah" dalam beberapa pekan terakhir, dan menjadi peluang bargain hunting di kisaran harga US$ 1,12.

Euro kemungkinan masih akan menguat lagi pada perdagangan hari ini, melihat tidak ada rilis data ekonomi penting. Apalagi jika kabar transaksi antara Mitsubishi UFJ - Bank DZ benar terjadi, maka tidak menutup kemungkinan euro akan terus menanjak.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)