|
Foto: Ilustrasi koin Poundsterling (REUTERS / Dado Ruvic) |
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling
kembali jeblok melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin
(23/12/2019), melanjutkan performa buruk pada pekan lalu.
Pada
pukul 19:50 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2938,
menguat 0,5% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada pekan lalu,
atau tepatnya dalam empat hari perdagangan poundsterling anjlok 2,44%,
sehingga jika ditotal dalam lima hari perdagangan hingga malam ini
pounsterling telah melemah nyaris 3%.
Jika dilihat secara pip,
mata uang negeri John Bull ini turun 391 pip. Pip adalah satuan poin
terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex. 1 pip dalam
poundsterling senilai US$ 10 jika bertransaksi sebesar 1 lot.
Dalam
trading forex, ketika terjadi penurunan harga maka posisi jual atau
short akan memperoleh
cuan. Poundsterling lawan dolar AS disimbolkan dengan GBP/USD dalam
trading forex.
Seorang
trader
yang mengambil posisi short pada Senin (16/12/2019), dan menahan
posisinya hingga hari ini, tentunya akan akan mendapat cuan 391 pip x
US$ 10 = US$ 3.910 atau jika di-rupiah-kan lebih dari Rp 54 juta (kurs
US$ 1 = Rp 13960). Jumlah profit belum termasuk potongan komisi dan
bunga menginap yang berbeda-beda di setiap broker.
Untuk membuka 1 lot kontrak standar dibutuhkan modal yang berbeda-beda tergantung berapa
leverage (rasio antara dana si trader sendiri dan dana pinjaman) yang digunakan oleh
trader.
Tanpa
leverage
untuk membuka posisi 1 lot dibutuhkan modal sebesar US$ 100.000. Modal
itu tentunya sangat besar, sehingga broker-broker memberikan
leverage agar
trading menjadi lebih terjangkau.
Di Indonesia sendiri broker pada umumnya menyediakan
leverage 1:100, maka jumlah modal yang dibutuhkan atau dikenal dengan margin untuk membuka 1 lot standar adalah 100.000/100 = US$ 1.000.
Dengan asumsi investasi menggunakan modal US$ 10.000, maka
cuan yang dihasilkan sebesar 39% saat mengambil posisi short GBP/USD dengan transaksi 1 lot dalam lima hari.
Risiko Hard Brexit Buat Poundsterling Jeblok
Jebloknya performa poundsterling dimulai sejak Selasa (17/12/2019) lalu setelah
CNBC International
mengutip media lokal mewartakan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris
Johnson akan mengamandemen undang-undang keluarnya Inggris dari Uni
Eropa (Withdrawal Agreement Bill), sehingga masa transisi tidak bisa
diperpanjang lagi.
Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson
memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) pada pekan lalu, bahkan menguasai
kursi mayoritas parlemen, dengan demikian perceraian Inggris dengan Uni
Eropa (Brexit) kemungkinan besar akan terjadi pada 31 Januari 2020,
dengan masa transisi yang berlangsung hingga akhir tahun depan.
Kecemasan pelaku pasar akan risiko
hard Brexit semakin
nyata setelah Jumat (20/12/2019) pekan lalu PM Johnson resmi mengajukan
amandemen tersebut ke Parlemen Inggris. Hasilnya mayoritas anggota
parlemen setuju, dan akan dilakukan pembahasan lebih lanjut di awal
tahun depan.
Dengan amendemen tersebut, Inggris kemungkinan besar
akan bercerai dari Uni Eropa (Brexit) pada 31 Januari 2020, dan masa
masa transisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa berlangsung hingga akhir
tahun depan. Amandemen Withdrawal Agreement Bill menghalangi terjadinya
perpanjangan masa transisi.
Sementara itu dari Brussel pejabat
Uni Eropa mengatakan jadwal perundingan dagang dengan Inggris "kaku" dan
cenderung membatasi ruang lingkup untuk mencapai kesepakatan dagang.
Dengan
singkatnya masa transisi, tentunya pembahasan perjanjian dagang harus
dipercepat. PM Johnson dikatakan akan melakukan pendekatan yang lebih
keras di masa transisi tersebut, yang memicu kecemasan akan keluarnya
Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (
hard Brexit). Poundsterling pun jeblok.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :
Info Lowongan Kerja
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan