Senin, 24 Februari 2025

Harga Minyak Melemah di Tengah Kekhawatiran Pasokan dan Geopolitik

 


Harga minyak turun pada awal pekan ini karena prospek peningkatan pasokan dari Irak serta upaya Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang tiga tahun di Ukraina yang menarik perhatian pasar.

Patokan global Brent stabil di atas $74 per barel setelah turun hampir 3% pada Jumat lalu, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS sempat merosot di bawah $70 per barel pada awal perdagangan pekan ini. Wakil Menteri Irak mengungkapkan bahwa negara tersebut berpotensi mengirim 185.000 barel minyak per hari dari wilayah semi-otonom Kurdistan jika jalur pipa ke Turki kembali beroperasi, meskipun belum ada jadwal yang ditetapkan.

Di sisi geopolitik, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menyatakan kesediaannya untuk mengundurkan diri jika langkah tersebut dapat menjamin perdamaian di negaranya. Sementara itu, Trump menyerukan pemilihan umum di Ukraina dan memulai pembicaraan dengan Rusia. Kesepakatan dengan Moskow dapat membuka peluang pencabutan sanksi, yang berpotensi mengalihkan arus ekspor minyak dan kembali mengguncang pasar energi global.

Harga minyak mengalami awal tahun 2025 yang volatil, di mana kenaikan pada awal tahun perlahan memudar, hingga akhirnya seluruh keuntungan tahun ini terkikis. Tekanan datang dari berbagai faktor, termasuk tarif baru Trump yang menekan prospek pertumbuhan global, peningkatan stok minyak AS, serta kekhawatiran berlanjutnya lemahnya permintaan dari China. Selain itu, indikator pasar menunjukkan kondisi pasokan yang tidak lagi terlalu ketat dalam jangka pendek.

Menurut Chris Weston, kepala riset di Pepperstone Group, masih terlalu banyak ketidakpastian yang membayangi pasar, termasuk kemungkinan gencatan senjata di Ukraina dan dampaknya terhadap harga minyak. Dengan situasi yang belum jelas, pergerakan harga minyak kemungkinan akan bergantung pada data ekonomi utama, termasuk laporan dari AS pekan ini.

Spread prompt WTI—selisih harga antara dua kontrak terdekatnya—menyempit, menandakan berkurangnya sentimen bullish di pasar. Selisih harga berada di 17 sen per barel dalam kondisi backwardation pada Senin, atau sekitar seperempat dari selisih yang tercatat sebulan lalu. Dengan melemahnya pasar, OPEC dan sekutunya diperkirakan kembali menunda rencana peningkatan produksi, mengingat pasar berpotensi mengalami surplus pasokan dalam beberapa bulan mendatang.

Lebih dari 70% analis dan pedagang yang disurvei memperkirakan OPEC akan menunda kenaikan produksi bulanan pertama yang dijadwalkan untuk April.

Harga Brent untuk pengiriman April turun 0,1% menjadi $74,34 per barel pada pukul 14:08 waktu Singapura.

WTI untuk pengiriman April melemah 0,2% ke level $70,23 per barel, setelah sebelumnya sempat turun hingga 0,9% ke level $69,80 per barel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar