Jumat, 20 Desember 2019

Bank Sentral Inggris Tambah Derita Poundsterling yang Terluka

Bank Sentral Inggris Tambah Derita Poundsterling yang Terluka
PT Rifan Financindo - Nilai tukar poundsterling kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (19/12/2019). Dalam dua hari terakhir, mata uang Negeri John Bull ini anjlok nyaris 2%.

Di awal perdagangan hari ini, poundsterling sebenarnya mampu menguat 0,42%, tetapi kemudian berbalik melemah 0,34% ke level US$ 1,3031 pada pukul 20:40 WIB. Namun Bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) hari ini menambah derita poundsterling.

Dalam pengumuman kebijakan moneter sore tadi, BoE mempertahankan suku bunga acuannya 0,75%, tetapi dua dari sembilan anggota pembuat kebijakan (Monetary Policy Committee/MPC) memilih menurunkan suku bunga. Ini berarti suara mempertahankan suku bunga tidak bulat dalam dua pengumuman kebijakan moneter beruntun.

Suara yang tidak bulat menandakan jika sebagian anggota dewan BoE melihat Inggris perlu stimulus untuk mempercepat perputaran roda perekonomian. Tidak hanya menunjukkan terbelahnya suara anggota, BoE juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 menjadi 0,1% dari sebelumnya 0,2%. Poundsterling pun berbalik ke zona merah.


Sebelumnya dalam dua hari terakhir poundsterling tertekan setelah CNBC International mengutip media local mewartakan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson akan merevisi undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill), sehingga masa transisi tidak bisa diperpanjang lagi.

Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) pada pekan lalu, bahkan menguasai kursi mayoritas parlemen, dengan demikian perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) kemungkinan besar akan terjadi pada 31 Januari 2020, dengan masa transisi yang berlangsung hingga akhir tahun depan.

Ketika ditanya mengenai apakah pemerintah akan melegislasi pembatasan masa transisi tidak lebih dari tahun 2020, salah satu menteri senior Inggris, Michael Gove mengatakan "tepat sekali", sebagaimana diwartakan CNBC International.
 
Di tempat terpisah, dari Brussel pejabat Uni Eropa mengatakan jadwal perundingan dagang dengan Inggris "kaku" dan cenderung membatasi ruang lingkup untuk mencapai kesepakatan dagang.

Dengan singkatnya masa transisi, tentunya pembahasan perjanjian dagang harus dipercepat. PM Johnson dikatakan akan melakukan pendekatan yang lebih keras di masa transisi tersebut, yang memicu kecemasan akan keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (hard Brexit). Dus, poundsterling langsung jeblok.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ags/ags)

Kamis, 19 Desember 2019

Seia-Sekata, Euro Ikuti Jebloknya Poundsterling

Seia-Sekata, Euro Ikuti Jebloknya Poundsterling 
Rifan FinancindoNilai tukar euro melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (18/12/2019) setelah mencatat penguatan dua hari beruntun. Berbeda dengan Selasa kemarin, mata uang 19 negara ini akhirnya mengikuti jebloknya nilai tukar poundsterling.

Pada pukul 20:42 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,1113 melemah 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di saat yang sama poundsterling merosot 0,48%. Sementara pada Selasa kemarin euro berhasil menguat tipis 0,06% di saat poundsterling jeblok 1,5%.

Dua mata uang Benua Biru kini seia-sekata, euro bahkan melemah saat beberapa ada kabar bagus dari Jerman. Ifo melaporkan iklim indeks iklim bisnis Jerman mengalami kenaikan menjadi 96,3 di bulan ini, dari bulan sebelumnya 95,1. 

Data ini menunjukkan pelaku usaha semakin optimistis menatap kondisi ekonomi negeri Panzer enam bulan ke depan. Ketika dunia usaha semakin optimistis maka investasi tentunya akan semakin besar yang dapat menggerakkan roda perekonomian.

Reuters mewartakan data dari Ifo tersebut menunjukkan perekonomian Jerman akan tumbuh moderat di kuartal IV-2019. Itu artinya resesi yang mengancam perekonomian terbesar di Eropa ini semakin menjauh.

Meski demikian, data tersebut belum mampu mendongkrak kinerja euro pada hari ini. Kemungkinan terjadinya hard Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apapun) yang kembali menguat membuat poundsterling jeblok, dan turut menyeret euro.

Setelah Partai Konservatif pimpinan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) dan meraih suara mayoritas di parlemen, kini Johnson dikabarkan akan merevisi undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill). 

CNBC International mengutip media local mewartakan PM Johnson akan merevisi undang-undang tersebut yang menghalangi diperpanjangnya masa transisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

Dengan singkatnya masa transisi, pembahasan perjanjian dagang harus dipercepat PM Jonhson dikatakan akan melakukan pendekatan lebih keras di masa transisi itu. Hal ini memicu kekhawatiran tidak akan ada kesepakatan dagang antara Inggris dan Uni Eropa alias hard Brexit, poundsterling pun nyaris anjlok 2% sejak Selasa kemarin, dan euro terseret.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 18 Desember 2019

Tunggu Kejelasan Damai Dagang, Bursa Saham China Memerah

Tunggu Kejelasan Damai Dagang, Bursa Saham China Memerah
Foto: Bursa Hong Kong (AP Photo/Vincent Yu)
PT Rifan - Bursa saham China mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (18/12/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai melemah tipis 0,03% ke level 3.021,47, sementara indeks Hang Seng selaku indeks saham acuan di Hong Kong naik 0,37% ke level 27.946,74.

Bursa saham China diterpa tekanan jual seiring dengan penantian investor terhadap kejelasan dari kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China. Seperti yang diketahui, menjelang akhir pekan kemarin AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu yang sudah begitu dinanti-nantikan pelaku pasar saham dunia.

Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Presiden AS Donald Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember.

Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.

Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang sedianya disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada hari Minggu.

Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.

Namun, ada ketidakpastian yang menyelimuti kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China. Walaupun Trump menyebut bahwa nilai pembelian produk agrikultur oleh China akan mencapai US$ 50 miliar, pihak Beijing yang diwakili oleh Wakil Menteri Pertanian dan Pedesaan Han Jun hanya menyebut bahwa mereka akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan, tanpa menyebut nilainya.

Dikhawatirkan, ketidakjelasan ini pada akhirnya akan membuat kesepakatan dagang tahap satu antara kedua negara justru gagal diteken.

Sebagai catatan, hingga kini teks kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China belum ditandatangani. Menurut Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, kedua negara berencana untuk memformalisasi kesepakatan dagang tahap satu pada pekan pertama Januari 2020.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di China dan Hong Kong.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/tas)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Selasa, 17 Desember 2019

Muncul Sinyal Poundsterling Akan Melesat, Mau Beli?

Muncul Sinyal Poundsterling Akan Melesat, Mau Beli?
Foto: Ilustrasi mata uang poundsterling (REUTERS/Benoit Tessier)
PT Rifan Financindo BerjangkaMata uang poundsterling Inggris kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (16/12/2019), bahkan muncul sinyal akan melesat lebih tinggi. Pada pukul 19:44 WIB, poundsterling menguat 0,34% ke US$ 1,3372 di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Poundsterling meroket ke level tertinggi 19 bulan pada hari Jumat setelah Partai Konservatif memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) dan meraih suara mayoritas dalam di parlemen. Partai yang juga disebut Tory ini meraih kursi sebanyak 365 dari 650 kursi parlemen. Jumlah tersebut bertambah sebanyak 47 kursi dibandingkan Pemilu 2017 lalu. 

Sementara itu, lawan terberatnya Partai Buruh meraih 203 kursi, berkurang 59 kursi dibandingkan Pemilu 2017. Partai Konservatif merupakan partai pemerintah Inggris saat ini pimpinan Perdana Menteri Boris Johnson.

Dengan kemenangan ini, Boris Johnson otomatis mempertahankan posisinya sebagai orang nomor satu di pemerintah Inggris. Selain itu, dengan dikuasainya kursi mayoritas parlemen, proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) bisa berjalan mulus.

Seperti diketahui sebelumnya, proposal Brexit selalu kandas di Parlemen Inggris. Proposal terbaru yang dibuat PM Johnson dan telah disetujui oleh Komisi Eropa kandas lagi di Parlemen Inggris sehingga deadline Brexit yang seharusnya pada 31 Oktober lalu mundur menjadi 31 Januari tahun depan.

Dengan kemenangan Tory, Brexit dikatakan akan selesai pada bulan depan. "PM Johnson akan menyelesaikan Brexit pada 31 Januari, dan selanjutnya menyelesaikan perjanjian dagang dengan Uni Eropa pada akhir 2020," kata Sekretaris Kabinet Inggris, Michael Gove, sebagaimana dilansir Reuters. 

Beberapa bank investasi ternama sebelumnya memprediksi poundsterling melesat jika Partai Konservatif meraih kursi mayoritas di parlemen.

Bank of America Merrill Lynch memprediksi poundsterling menguat ke US$ 1,39 di akhir tahun 2020. Bank Morgan Stanley bahkan lebih bullish lagi dengan merekomendasikan beli (posisi long) bagi poundsterling sebagai salah satu dari 10 trading terbaiknya di 2020. Morgan Stanley menargetkan poundsterling berada di level US$ 1,4 di akhir kuartal I-2020.

Kini mulai muncul sinyal poundsterling akan melesat. Reuters melaporkan berdasarkan data kontrak berjangka, para spekulator mengurangi posisi jual bersih (net short) menjadi US$ 1,861 miliar pada pekan yang berakhir 10 Desember. Ini berarti para spekulator sudah melihat peluang poundsterling akan melesat naik ke depannya.

Bagaimana berniat untuk beli?

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 16 Desember 2019

Waspada Ancaman Perang Dagang AS-Eropa

Waspada Ancaman Perang Dagang AS-Eropa
Foto: Donald Trump menjadi Thanos (Screenshot Twitter @TrumpWarRoom)
PT Rifan Financindo - Amerika Serikat (AS) dikabarkan sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan lagi tarif hingga 100% pada produk-produk Eropa, yang belum dikenai tarif.

CNBC International melaporkan akhir pekan lalu, Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) telah menerbitkan dokumen daftar barang-barang Eropa yang akan dikenai tarif hingga 100%. Beberapa barang yang menjadi target di antaranya adalah wiski Irlandia dan Scotch serta Cognac.

Selain itu, minyak zaitun Spanyol dan keju Prancis hingga pisau Jerman dan fillet ikan Portugis, juga diperkirakan akan dijatuhi tarif hingga 100%.

Tarif baru ini merupakan buntut dari perselisihan kedua negara dalam hal pemberian subsidi ilegal oleh pemerintah Eropa untuk perusahaan pesawat Airbus.

AS telah lama berpendapat bahwa subsidi yang diberikan UE untuk Airbus, merugikan perusahaan pesawat AS Boeing. AS juga mengatakan UE telah melanggar peraturan WTO dalam hal pemberian subsidi itu.

Pada Oktober lalu, AS telah mengenakan tarif 10% untuk pesawat sipil besar dan 25% untuk barang pertanian dari Eropa. Penerapan tarif diumumkan setelah AS mendapat izin dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Lembaga itu memutuskan AS menang dalam tuntutannya terhadap UE dan membiarkan pemerintahan Presiden Donald Trump menjatuhkan tarif sebagai hukuman atas langkah pemberian subsidi oleh UE kepada Airbus.

"Sebagai akibat dari kegagalan UE untuk menangani subsidi ini, pada 18 Oktober, Amerika Serikat mengenakan tarif 10% pada pesawat sipil besar dan 25% pada produk pertanian dan lainnya dari UE," tulis USTR dalam dokumen yang terbit 2 Desember.

Sebelumnya pada awal tahun ini, USTR juga telah menerbitkan daftar beberapa barang Eropa senilai lebih dari US$ 10 miliar yang akan dikenai tarif terkait masalah Airbus.

Menanggapi kabar dimasukkannya kembali wiski hingga Cognac ke dalam daftar tarif AS, analis Bernstein Trevor Stirling mengatakan langkah ini menunjukkan bahwa ancaman tarif AS memang belum hilang.

"Ini adalah perombakan penuh, kami berpotensi melihat tarif diterapkan, yang kami tekankan sebagai kemungkinan dua bulan lalu," kata Stirling dalam sebuah catatan kepada klien broker. (sef/sef)

Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan