Rifanfinancindo - PALEMBANG - Investor legendaris George Soros memperingatkan bahwa Brexit adalah solusi ‘lose-lose’
yang akan menjebak Inggris dalam spiral utang karena belanja rumah
tangga yang meningkat namun belanja konsumen melemah dan standar hidup
yang penurunan.
Soros adalah tokoh bisnis Hungaria-Amerika yang memiliki kekayaan
20 miliar poundsterling atau sekira USD25 miliar. Dia dikenal sebagai
‘Man Who Broke The Bank Of England’ atas perannya menjatuhkan nilai
tukar poundsterling pada krisis Black Wednesday 1992, setelah dia
menjual USD10 miliar poundsterling.
Dia menulis bahwa ‘realitas ekonomi’ mulai terlihat di Inggris,
dengan angka-angka yang diterbitkan oleh Kantor Statistik Nasional pekan
lalu menunjukkan bahwa pertumbuhan upah gagal mengimbangi inflasi yang
merajalela, yang naik mengikuti penurunan poundsterling pascavoting
Brexit.
"Realitas hancurnya ekonomi mulai menutupi harapan palsu yang ada
di masyarakat. Mereka percaya adanya janji populer bahwa Brexit tidak
akan mengurangi standar hidup mereka, jadi mereka mempertahankan standar
tersebut dengan menjalankan utang rumah tangganya," kata dia seperti
dilansir businessinsider.
"Setelah pengalaman Juni diulang pada bulan-bulan berikutnya,
masyarakat akan menyadari bahwa standar hidup mereka menurun dan mereka
harus menyesuaikan kebiasaan belanja mereka," tambah dia.
Menurutnya, keadaan menjadi lebih buruk ketika mereka menyadari
telah terlalu bergantung dengan utang dan mereka harus membayar kembali
utang mereka. Ini akan mengurangi konsumsi rumah tangga yang telah
menopang ekonomi lebih jauh lagi.
Bank of England mencatat, pada April ini pinjaman oleh konsumen
dan pinjaman kartu kredit mencapai 1,5 miliar poundsterling. Angka ini
naik 10,3%. Soros pun melihat Inggris saat ini mendekati titik kritis
yang menandai semua perkembangan yang tidak berkelanjutan.
Dia memperingatkan bahwa Perdana Menteri Theresa May harus
mengubah taktik mendekati negosiasi Brexit, yang dimulai pada hari
Senin, untuk mendamaikan mereka dengan Eropa.
Ada tanda-tanda bahwa May telah mengetahui kelemahan posisinya
yang inheren dalam perundingan Brexit, setelah dia kehilangan mayoritas
parlemennya dalam pemilihan umum 8 Juni. Sekjen Brexit, David Davis,
dipaksa untuk turun pada hari pertama perundingan Brexit saat dia
menerima jadwal untuk melakukan pembicaraan dengan Uni Eropa. (ded)
(rhs)
Sumber : Okezone