Senin, 25 Maret 2019

Awal Perdagangan, Yen Bergerak Melemah | Rifan FInancindo

Awal Perdagangan, Yen Bergerak Melemah
Ilustrasi yen Jepang dan dolar AS (Foto: REUTERS/Shohei Miyano)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang melemah terhadap dolar AS di awal perdagangan, Senin (25/3/19). Tetapi yen masih belum terlalu jauh dari level terkuatnya dalam lima pekan terakhir.

Pada pukul 6:46 WIB, yen ditransaksikan di kisaran 110,07/US$, dengan level terkuat lima pekan di kisaran 110,73/US$ yang dicapai pada perdagangan Jumat (22/3/19).

Nilai tukar dolar terhadap yen yang terlihat murah membuat dolar terlihat menarik lagi untuk dipegang. Tercatat sepanjang pekan lalu, yen mengalami penguatan 1,4% terhadap dolar, dan menjadi penguatan mingguan tertinggi dalam 11 pekan terakhir atau sejak awal tahun saat dolar mengalami flash crash terhadap yen.

Me-review pekan lalu, penguatan yen terpicu sikap dovish Federal Reserve (The Fed) AS.

Dalam pengumuman kebijakan moneternya pada Kamis (21/3/19) dini hari Waktu Indonesia, The Fed mengindikasikan tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) di tahun ini. Hal ini menjadi kejutan bagi pasar finansial karena tidak sampai tiga bulan sebelumnya bank sentral AS tersebut menyatakan kenaikan FFR sebanyak dua kali di tahun 2019 akan menjadi kebijakan yang tepat.

Perbedaan suku bunga di AS dan Jepang akan semakin lebar seandainya The Fed jadi menaikkan suku bunga di tahun ini. Untuk saat ini saja ada selisih yang besar antara suku bunga di AS dan Jepang, The Fed dengan FFR-nya sebesar 2,25% - 2,50%, dibandingkan dengan BOJ yang menerapkan suku bunga negatif (-0,1%). 
Kini suku bunga acuan The Fed sebesar 2,25%-2,50% akan tetap bertahan hingga akhir tahun nanti, begitu juga dengan suku bunga acuan BOJ yang masih akan di tahan sebesar -0,1%, sehingga spread imbal hasil di kedua negara tidak lagi melebar.

The Fed sekarang sejalan dengan Bank of Japan (BOJ) yang sama-sama bersikap dovish. Sepekan sebelum pengumuman The Fed, BOJ juga bersikap dovish dengan memperkirakan perekonomian Jepang yang akan melambat. Selain itu, satu anggota dewan diketahui meminta agar BOJ siap untuk bertindak "cepat, fleksibel, dan berani" termasuk dalam menambah stimulus moneter.

Di pekan ini, beberapa data ekonomi dari AS akan menentukan arah pergerakan nilai tukar yen terhadap dolar mengingat negeri Paman Sam tersebut dispekulasikan akan mengalami resesi.
Imbal hasil obligasi AS tenor pendek (3 bulan) kini lebih tinggi dari tenor panjang (10 tahun) atau dikenal dengan istilah inversi. Hal seperti ini terjadi jika pelaku pasar melihat dalam jangka pendek AS kemungkinan akan mengalami resesi, sehingga investor melepas obligasi jangka pendek yang membuat yield-nya naik dan masuk ke obligasi jangka panjang.

Kali terakhir inversi terjadi di bulan Januari 2017, dan kembali muncul di hari Jumat lalu di mana yield obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan berada di level 2,4527%, sementara tenor 10 tahun yang sebesar 2,4373%.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)
 
 

Jumat, 22 Maret 2019

Brexit Kian Tak Jelas, Harga Emas Melenggang Naik - PT Rifan Financindo

Brexit Kian Tak Jelas, Harga Emas Melenggang Naik
Foto: Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo - Pada perdagangan Jumat pagi ini (22/3/2019), harga emas menguat tipis. Hingga pukul 08:36 WIB, harga emas kontrak April di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) naik sebesar 0,03% ke posisi US$ 1.307,7/troy ounce, setelah menguat 0,43% kemarin (20/3/2019)

Adapun harga emas di pasar spot masih stagnan diposisi US$ 1.309,2/troy ounce, setelah turun 0,23% pada perdagangan kemarin.

Selama sepekan harga emas di bursa COMEX dan spot telah menguat masing-masing sebesar 0,37% dan 0,62% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun rata-rata kenaikan harga keduanya sebesar 2,06%.


Harga emas masih mendapat sokongan dari sikap (stance) Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang makin kalem (dovish).

Kemarin, suku bunga acuan The Fed (Federal Funds Rate/FFR) diumumkan bertahan di kisaran 2,25-2,5% atau median 2,375%.

Selain itu, perekonomian AS yang masih belum membaik, alias masih lambat memaksa The Fed untuk memangkas proyeksi suku bunga hingga akhir tahun 2019. Terlihat dari dot plot (proyeksi arah suku bunga jangka menegah) yang berubah. Pada dot plot Hasil rapat The Fed edisi Maret proyeksi suku bunga berada di median 2,375%, turun dari proyeksi pada rapat edisi Desember 2018 yang berada di median 2,875%.

Dengan tak ada kenaikan suku bunga, maka investasi pada aset-aset berbasis dolar menjadi kurang menarik. Dolar pun rentan terdepresiasi.

Alhasil, emas berpotensi diburu investor untuk dijadikan pelindung nilai.

Selain itu, ketidakpastian nasib Brexit juga bisa membuat harga emas tertarik ke atas.

Setelah Perdana Menteri Inggris meminta perpanjangan waktu Brexit menjadi 30 Juni (dari yang awalnya 29 Maret), ternyata Uni Eropa Tak mengabulkan.

Uni Eropa secara aklamasi hanya menyetujui perpanjangan waktu sampai 22 Mei jika proposal Brexit disetujui parlemen Inggris pekan depan. Namun bila parlemen kembali menolak, siap siap angkat kaki tanggal 12 April.

Ini membuat potensi No Deal Brexit makin tinggi. Di tengah kondisi ekonomi yang tak pasti, investor akan mencari perlindungan dengan mengoleksi emas.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/taa)


Kamis, 21 Maret 2019

Shanghai & Hang Seng Bergerak Terbatas karena Trump | Rifanfinancindo

Shanghai & Hang Seng Bergerak Terbatas karena Trump
Foto: Reuters
Rifanfinancindo - Indeks Shanghai dibuka stagnan pada 3.090,64, sementara indeks Hang Seng naik 0,23% ke level 29.387,75.

Indeks bursa saham acuan di Negeri Panda memilih sikap bertahan di pembukaan perdagangan hari ini (21/3/2019) karena pergerakan pelaku pasar dibatasi dua sentimen yang datang dari Bank Sentral AS/The Fed dan Presiden AS Donald Trump.

Dini hari tadi, pukul 02:00 WIB, Jerome Powell, Gubernur The Fed, memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (Federal Funds Rate) di kisaran 2,25-2,5% atau median 2,375% seperti perkiraan pasar. Powell dan sejawat juga memproyeksikan tidak akan ada kenaikan suku bunga lanjutan di tahun 2019, dilansir Reuters.

"Mungkin perlu waktu sebelum proyeksi lapangan kerja dan inflasi mendorong perubahan kebijakan," kata Gubernur The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers setelah rapat penentuan kebijakan.

Keputusan ini harusnya membuat bursa saham China bergembira, namun hari ini Trump malah membatasi pergerakan pelaku pasar dengan mengumumkan bahwa tarif impor terhadap produk-produk China dapat tetap diterapkan untuk jangka waktu yang panjang, dilansir Reuters.

"Kami tidak berbicara untuk menghapusnya (tarif impor ke China). Kami bicara tentang mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama karena kami harus memastikan bahwa China mengikuti kesepakatan, dan menerapkannya", ujar Trump.

Jika akhirnya, China benar-benar memilih mundur, tentu perang dagang akan semakin terekskalasi dan memperburuk perekonomian kedua belah negara.

Pada hari ini, pukul 03:30 WIB, Hong Kong akan merilis data tingkat inflasi bulan Februari.

Sebagai informasi tambahan, tingkat inflasi Hong Kong pada bulan Januari dicatatkan sebesar 2,4%, dan ini adalah nilai terendah semenjak Agustus 2018.

TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)



Rabu, 20 Maret 2019

Pantau Isu Hubungan AS-China dan Brexit, Agak Mengkhawatikan | Rifan Financindo


Rifan Financindo - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sementara nilai tukar rupiah mampu terapresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,45%. Indeks saham utama Asia berakhir variatif, di mana Nikkei 225 turun 0,08%, Hang Seng naik 0,19%, Shanghai Composite turun 0,18%, Kospi melemah 0,09%, dan Straits Times menguat 0,25%.

Sepertinya IHSG dihinggapi ambil untung (profit taking). Maklum, IHSG sudah menguat 4 hari beruntun dan selama periode itu penguatannya mencapai 2,45%.

Selain itu, IHSG juga rentan mengalami profit taking karena valuasinya sudah cukup mahal dibandingkan indeks saham utama Asia. Saat ini, Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG ada di 16,03 kali. Lebih tinggi ketimbang Nikkei 225 (15,34 kali), Hang Seng (11,73 kali), Shanghai Composite (12,85 kali), Kospi (12,1 kali), atau Straits Times (12,39 kali).

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 0,07% di akhir perdagangan pasar spot kemarin. Rupiah berhasil menguat selama 3 hari perdagangan berturut-turut.

Mayoritas mata uang Asia juga menguat, karena dolar AS memang sedang tertekan secara global. Investor menjauhi dolar AS seiring penantian terhadap rapat bulanan komite pengambil kebijakan Bank Sentral Negeri Paman Sam, The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC).

Suku bunga acuan diperkirakan bertahan di 2,25-2,5% dengan probabilitas mencapai 98,7% menurut CME Fedwatch. Soal suku bunga sebenarnya sudah ketaker, sehingga pelaku pasar lebih menantikan pengumuman berikutnya yaitu pembacaan terkini mengenai prospek perekonomian AS dan arah kebijakan moneter The Fed ke depan.

Ada satu indikator yang akan benar-benar dipelototi oleh pasar yaitu dot plot atau arah suku bunga acuan sampai jangka menengah. Saat ini, dot plot The Fed menunjukkan suku bunga acuan pada akhir 2019 berada di median 2,875%. Dengan Federal Funds Rate yang sekarang di median 2,375% maka butuh setidaknya kenaikan 50 basis poin (bps) atau dua kali lagi masing-masing 25b bps.

Dot plot teranyar disusun Desember 2018, dan bisa saja diubah dalam rapat The Fed bulan ini. Jika The Fed median dalam dot plot diturunkan, maka bisa jadi hanya akan ada sekali kenaikan pada 2019 atau malah tidak ada sama sekali.

Peluang kenaikan suku bunga acuan yang semakin samar-samar membuat dolar AS jadi kurang seksi. Jadilah investor keluar dari dolar AS, dan aliran modal menyebar ke segala penjuru termasuk ke Indonesia.
IHSG boleh melemah 0,45%, tetapi investor asing tetap masuk ke Bursa Efek Indonesia dan mencatat beli bersih Rp 170,45 miliar. Tidak hanya di pasar saham, arus modal pun sepertinya masuk ke pasar obligasi pemerintah.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 0,2 bps. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. Arus modal masuk ini berhasil menjadi suntikan energi bagi rupiah. (aji/aji)

Selasa, 19 Maret 2019

Bursa Jepang Melemah Jelang Rapat The Fed - PT Rifan Financindo

Bursa Jepang Melemah Jelang Rapat The Fed
Foto: Bursa Jepang (REUTERS/Issei Kato)

PT Rifan Financindo - Bursa Jepang dibuka melemah, Selasa (19/3/2019), saat investor menantikan rapat penentuan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve.

Indeks acuan Nikkei 225 tergelincir turun 0,17% sementara indeks Topix melemah 0,15% di awal perdagangan, AFP melaporkan.
Jerome Powell dan rekan-rekannya akan memulai pertemuan penentuan kebijakan yang dilangsungkan selama dua hari, Selasa waktu AS.

Pasar memperkirakan bank sentral akan menahan bunga acuan namun mereka menantikan petunjuk The Fed mengenai proyeksi perekonomian ke depan.

The Fed dalam rapat pertamanya tahun ini telah memberi sinyal akan bersikap sabar dalam menaikkan bunga acuannya di 2019. (prm)