Rabu, 02 September 2020

Breaking! Australia Resesi Teknikal, Ekonomi Kontraksi 7%

Australia Jadi Musuh Baru Facebook, Ada Apa?
Foto: Australia Jadi Musuh Baru Facebook, Ada Apa?
PT Rifan Financindo - Australia memasuki resesi teknikal. Ini merupakan pertama kalinya sejak sejak 1991.

Dalam pengumuman Rabu (2/9/2020) Produk Domerstik Bruto (PDB) secara kuartalan (QtQ) di kuartal II 2020 berkontraksi atau - 7%. Sebelumnya di kuartal I 2020, ekonomi -0,3%.

Secara basis tahunan (YoY), ekonomi di kuartal II 2020 -6,3%. Namun di kuartal I 2020, pertumbuhan masih positif 1,4%.

Biro Statistik Australia mengatakan ini adalah kontraksi triwulanan tercepat dalam catatan negeri itu. Angka terbaru telah mengakhiri pertumbuhan ekonomi tiga dekade yang sebelumnya bahkan tidak terpengaruh oleh krisis keuangan global.

"Belum pernah terjadi sebelumnya," kata Kepala Biro Akun Nasional, Michael Smedes, dikutip dari AFP.

Pengeluaran rumah tangga tergerus karena masyarakat menahan bepergian guna menghindari penularan corona (Covid-19). Jam kerja turun hampir 10% sementara pengajuan tunjangan sosial naik 40%.

Perdagangan juga terpukul selama kuartal II. Di mana impor barang turun 2,4% dan ekspor jasa turun 18,4%.

Australia sekarang telah mengkonfirmasi hampir 26.000 kasus Covid-19 dan 663 kematian akibat virus tersebut. Sebagian besar di Melbourne dan sekitarnya sejak Juli.

Pemerintah pada bulan Juli memperkirakan pertumbuhan kembali pada kuartal III 2020 ini karena pelonggaran pembatasan. Tetapi penutupan bisnis yang dianggap tidak penting di Melbourne, kota terbesar kedua di negara itu, dapat menghambat pemulihan.

Resesi didefinisikan sebagai kontraksi dua kuartal berturut-turut. Austalia belum benar-benar resesi karena pencapaian yang positif di kuartal I (YoY) namun negeri itu masuk ke resesi teknikal. (sef/sef)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 01 September 2020

WHO Beri Peringatan Soal Vaksin Corona

The logo of the World Health Organization is seen at the WHO headquarters in Geneva, Switzerland, Thursday, June 11, 2009. The World Health Organization held an emergency swine flu meeting Thursday and was likely to declare the first flu pandemic in 41 years as infections climbed in the United States, Europe, Australia, South America and elsewhere. (AP Photo/Anja Niedringhaus)
Foto: Logo World Health Organization (WHO) (AP Photo/Anja Niedringhaus)
Rifan Financindo - Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperingatkan negara-negara soal vaksin corona (Covid-19). Otorisasi terlalu dini, yang dilakukan beberapa negara tanpa menunggu fase III, bisa menimbulkan masalah.

"Risiko menyetujui vaksin terlalu dini bagi kami adalah, pertama-tama, akan sangat sulit untuk melanjutkan uji klinis acak," kata Kepala Ilmuan WHO Dr. Soumya Swaminathan dikutip dari CNBC International, Selasa (1/9/2020).

"Dan kedua, ada risiko memperkenalkan vaksin yang belum dipelajari secara memadai dan mungkin ternyata memiliki kemanjuran yang rendah. Sehingga tidak mengakhiri pandemi ini atau malah memperburuk, karena profil keamanan yang tidak dapat diterima."

Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Mike Ryan juga meminta negara dan pengembang vaksin mengumpulkan data yang lebih memadai. Terutama ke jenis populasi mana vaksin akan disalurkan,

"Saat vaksin diperkenalkan ke bagian populasi yang lebih besar dan mungkin lebih beragam, efek samping negatif dapat muncul," katanya ditulis media yang sama menekankan pada risiko keamanan.

Sejumlah negara memang memberi izin pada vaksin meski belum selesai pengujian atau uji fase terakhir masih berjalan. Di antaranya Rusia dan China.

Pemerintah AS juga dikabarkan bakal melakukan hal sama. Kritikus berpendapat itu karena desakan pemerintah Presiden Donald Trump agar vaksin dibagikan saat pemilu AS berlangsung November. (sef/sef)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 31 Agustus 2020

Dolar AS 'Sakit Keras', Rupiah Jaya di Bawah Rp 14.600/US$!

foto : CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
PT Rifan - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Mata Uang Negeri Paman Sam sedang 'sakit keras' akibat kebijakan baru bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed).

Pada Senin (31/8/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.500 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,79% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Seiring perjalanan, penguatan rupiah menipis. Pada pukul 09:13 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.540 di mana rupiah menguat 0,51%.

Rupiah tengah berada dalam tren penguatan. Pekan lalu, rupiah menguat tajam 1,05% di hadapan greenback. Sepekan sebelumnya, meski rupiah hanya diperdagangkan dua hari di pasar spot, tetapi masih bisa menguat.


Rupiah mampu memanfaatkan kondisi dolar AS yang sedang tertekan. Pada pukul 07:55 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,11%.

Dalam sepekan terakhir, Dollar Index terkoreksi 1,11% dan dalam sebulan ke belakang pelemahannya mencapai 1,16%. Lebih parah dari, indeks ini ambles 5,69% dalam tiga bulan terakhir.


Suku Bunga Rendah, Dolar AS Tak Seksi Lagi
 
Dolar AS menderita akibat perubahan kebijakan The Fed. Pekan lalu, Ketua Jerome 'Jay' Powell mengumumkan perubahan target inflasi dari 2% dalam jangka menengah menjadi rata-rata 2% dalam jangka menengah. Artinya, The Fed akan memberi toleransi inflasi rendah sepanjang secara rerata bisa menyentuh 2%.

Perubahan ini dilakukan untuk merespons dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang sepertinya bakal terus terasa selama beberapa waktu ke depan. Pandemi virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat aktivitas ekonomi turun drastis, baik di sisi produksi maupun permintaan.

"Risiko ke bawah terhadap inflasi dan pasar tenaga kerja meningkat. Perubahan ini mencerminkan niat kami untuk mewujudkan pasar tenaga kerja yang kuat tanpa perlu khawatir terhadap percepatan laju inflasi," sebut Powell, sebagaimana dikutip oleh Reuters.

Well, sepertinya target inflasi yang dipatok 2% memang sudah kurang relevan. Selama lima tahun terakhir, hanya empat bulan inflasi (yang diukur dari Personal Consumption Expenditure/PCE inti) menyentuh 2%.


Melalui pendekatan ini, pelaku pasar meyakini bahwa suku bunga akan tetap rendah untuk beberapa waktu ke depan. Plus berbagai kebijakan lain untuk mendongrak pertumbuhan ekonomi tanpa harus mencemaskan risiko inflasi.

ini menjadi sentimen negatif buat dolar AS. Suku bunga rendah berarti berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap) menjadi minim imbal hasil.

"Ketika bank sentral lain mulai melakukan pengetatan, The Fed mungkin akan tertinggal. Perbedaan suku bunga tidak berpihak kepada dolar AS. Jadi dalam jangka menengah-panjang, ini akan menjadi sentimen negatif bagi greenback," kata Edward Moya, Senior Market Analyst OANDA, seperti dikutip dari Reuters.

Tanpa pemanis berupa cuan, investor agak menghindar dari aset-aset berbasis dolar AS. Permintaan akan mata uang ini pun berkurang sehingga nilainya melemah. Saat dolar AS lesu, rupiah dan mata uang lainnya bisa melaju.
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
 
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 28 Agustus 2020

Jerome Powell Hijaukan Asia, Tapi IHSG Kurang Bertenaga!

FILE - In this Nov. 25, 2019, file photo Federal Reserve Board Chair Jerome Powell addresses a round table discussion during a visit to Silver Lane Elementary School, in East Hartford, Conn. On Wednesday, Dec. 11, the Federal Reserve issues a statement and economic projections, followed by a news conference with Powell. (AP Photo/Steven Senne)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Steven Senne)
PT Rifan Financindo Berjangka - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan akhir pekan Jumat (28/8/20) dibuka di zona hijau dengan kenaikan 0,07% di level 5.375,05. Selang 18 menit IHSG masih hijau tipis sebesar 0,03% di level 5.372,57.

Data perdagangan mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 126 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 1,2 triliun.


Selanjutnya bursa di kawasan Asia mayoritas terpantau hijau. Hang Seng Index di Hong Kong naik 0,60%, Nikkei di Jepang terapresiasi 0,35%sedangkan Indeks STI di Singapura naik 1,43%.


Beralih ke bursa efek acuan dunia negeri Paman Sam, bursa Wall Street ditutup bervariatif pada penutupan Kamis (27/8/20) waktu setempat. Dow Jones terapresiasi 0,57%, S&P 200 naik 0,17%, akan tetapi Indeks Nasdaq terpeleset 0,34% setelah pidato pidato di forum Jackson Hole, oleh Gubernur The Fed Jerome Powell.

Pada pidato yang tahun ini terpaksa diadakan secara virtual akibat pandemi corona ini, Powell mengumumkan kebijakan inflasi yang sudah dinanti-nati yakni kebijakan inflasi menengah, dimana bank sentral negeri Paman Sam ini akan mengijinkan tingkat inflasi berada di atas 2%.

Ketika inflasi berada di bawah angka 2% selama periode waktu tertentu, bank sentral akan mengintervensi dengan berbagai kebijakan moneter. Dalam perubahan terbaru ini The Fed juga memberi sinyal dari pemikiran lamanya dimana ketatnya tingkat tenaga kerja akan memicu laju inflasi.

"Tingkat tenaga kerja bisa berada pada level kapasitas maksimumnya atau bahkan di atasnya tanpa mengganggu, kecuali ketika tingkat tenaga kerja ini sudah mulai memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap inflasi," ujar pria sang akrab disapa Jay.

Pidato Powell ditambah kabar positif mengenai perkembangan vaksin dan penurunan laju konfirmasi pasien positif corona harian berhasil menghijaukan Indeks Dow Jones.


TIM RISET CNBC INDONESIA (trp/trp)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 27 Agustus 2020

Powell Jadi Kunci Penentu Gerak Arah Bursa Saham RI

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo - Bursa saham domestik diperkirakan masih akan berada di teritori positif pada perdagangan hari ini. Sejumlah katalis positif seperti penantian stimulus moneter lanjutan dari The Fed dan menguatnya bursa global sebagai respons dari pengembangan vaksin virus Corona, disambut positif pelaku pasar.

Pada perdagangan Rabu kemarin (26/8/2020), Indeks Harga Saham Gabungan ditutup di zona hijau dengan penguatan sebesar 0,02% ke level 5.340,32 poin.

Dalam risetnya, Erdhika Sekuritas mencermati, pergerakan IHSG hari ini diperkirakan akan cenderung bergerak konsolidasi pada rentang 5.260 - 5.370.

Pasar akan merespons tanggapan dari Gubernur The Fed, Jerome Powell yang akan menyampaikan Review Kerangka Kebijakan Moneter Tahunan.

"Powell diekspektasikan akan terus memberikan stimulus moneter untuk membantu ekonomi AS dari pandemi Covid-19," tulis Erdhika Sekuritas, Kamis (27/8/2020).

Namun di sisi lain, PT Valbury Sekuritas juga menyebut ada sentimen yang harus diwaspadai pasar mengenai sinyal resesi ekonomi Indonesia.

Pasalnya, Kementerian Keuangan memprediksi, pada kuartal III-2020 ekonomi Indonesia berada di kisaran 0% hingga minus 2%. Hal ini bisa menjadi sinyal resesi di Indonesia.

"Pandemi virus covid-19 masih akan menekan ekonomi Indonesia. Adapun risiko tekanan pada pasar keuangan belum pulih serta proyeksi pada tahun 2020 bisa minus 1,1% hingga 0%," urai Valbury.

Sementara itu, Reliance Sekuritas juga mencermati tren menguatnya bursa saham indeks MSCI All-Country World Index naik 0,4% menjadi 581,11, melampaui level tertinggi sebelumnya dari Februari.

"Penguatan tersebut merespons adanya kemajuan pembicaraan perdagangan antara AS-China dan harapan untuk pengembangan vaksin melawan virus corona baru. Hal ini, memicu minat investor untuk membeli saham," tulis Reliance Sekuritas. (hps/hps)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan