Harga minyak mengalami penurunan pada Selasa, meskipun pasar tetap mendapat dukungan dari janji China untuk meningkatkan stimulus kebijakan yang dapat mendorong permintaan minyak mentah sebagai konsumen utama dunia.
Pergerakan Harga Minyak
Kontrak berjangka Brent turun 26 sen, atau sekitar 0,4%, menjadi $71,88 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 30 sen, atau 0,4%, menjadi $68,07 per barel pada pukul 07:07 GMT. Penurunan ini mengikuti kenaikan lebih dari 1% yang terjadi pada Senin.
Menurut Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar di IG, ketegangan di Timur Tengah tampak lebih terkendali. Hal ini menyebabkan pelaku pasar memproyeksikan risiko rendah dari potensi meluasnya gangguan regional yang signifikan terhadap pasokan minyak.
Dampak Perubahan Rezim di Suriah
Pasca penggulingan Presiden Bashar al-Assad, pemberontak Suriah mulai bekerja untuk membentuk pemerintahan baru dan memulihkan ketertiban. Sektor perbankan dan minyak di negara tersebut juga diharapkan kembali beroperasi pada Selasa.
Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, posisinya yang strategis serta hubungan eratnya dengan Rusia dan Iran menimbulkan potensi ketidakstabilan di kawasan. Peralihan kekuasaan ini menandai akhir dari perang saudara selama 13 tahun dan lebih dari lima dekade pemerintahan keras keluarga Assad.
Fokus Pasar pada Kebijakan Federal Reserve
Pasar juga mengalihkan perhatian ke potensi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve AS minggu depan. Langkah ini, jika terealisasi, dapat meningkatkan permintaan minyak di ekonomi terbesar dunia.
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17-18 Desember. Namun, pelaku pasar masih menunggu data inflasi minggu ini untuk memastikan apakah prospek tersebut akan tetap berlaku.
Dampak Stimulus China pada Permintaan Minyak
Harapan pasar terhadap kebijakan stimulus agresif dari China turut membatasi penurunan harga minyak. Laporan menunjukkan bahwa China akan mengadopsi kebijakan moneter yang "longgar secara tepat" tahun depan—pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir—untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai importir minyak terbesar dunia, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan minyak mentah.
Namun, kenaikan harga minyak tetap terbatas hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai dampak langkah Beijing terhadap prospek permintaan minyak. Yeap dari IG menambahkan bahwa meskipun data menunjukkan impor minyak mentah China melonjak pada November, pelaku pasar masih berhati-hati dalam mengambil posisi spekulatif.
Harga minyak terus dipengaruhi oleh kombinasi faktor geopolitik, kebijakan moneter global, dan prospek ekonomi China. Sementara ketegangan di Timur Tengah mulai mereda, perhatian kini beralih ke langkah stimulus China dan keputusan suku bunga Federal Reserve. Dengan dinamika ini, harga minyak cenderung fluktuatif dalam jangka pendek, menunggu kepastian dari kebijakan global yang dapat memengaruhi permintaan energi dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar