Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (17/12/2024), diproyeksi bergerak fluktuatif namun cenderung ditutup melemah di rentang Rp15.090 hingga Rp16.050 per dolar AS. Hal ini dipengaruhi oleh sikap hati-hati investor yang menanti keputusan penurunan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
Pada penutupan perdagangan Senin (16/12), rupiah tercatat mengalami penguatan tipis sebesar 0,04% atau naik 7 poin ke level Rp16.001,5 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah sebesar 0,19% ke posisi 106,8.
Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS masih menjadi faktor utama yang menekan pergerakan mata uang regional, termasuk rupiah. Hal ini terjadi menjelang pertemuan The Fed yang diperkirakan akan menjadi momen penting dalam menentukan kebijakan moneter ke depan.
Sentimen Global: Antisipasi Penurunan Suku Bunga The Fed
Investor memproyeksikan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dalam pertemuan pekan ini. Jika terealisasi, maka total penurunan suku bunga sepanjang tahun 2024 akan mencapai 100 basis poin. Namun, perhatian pasar saat ini tertuju pada sinyal yang akan disampaikan The Fed terkait langkah-langkah kebijakan selanjutnya.
Sentimen ini muncul setelah data ekonomi AS menunjukkan kenaikan inflasi pada November 2024. Data tersebut mencerminkan bahwa tekanan harga masih cukup kuat, sementara pasar tenaga kerja AS tetap stabil dengan tingkat pengangguran rendah. Kondisi ini dapat mempersempit ruang bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter secara agresif.
Prospek kebijakan suku bunga yang lebih ketat membuat dolar AS cenderung menguat, menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah. Jika The Fed memberi sinyal untuk mempertahankan suku bunga lebih lama di level tinggi, hal ini berpotensi menambah tekanan bagi rupiah di pasar valuta asing.
Faktor Domestik dan Respons Pasar
Di dalam negeri, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi nasional dan arus modal asing. Investor cenderung bersikap hati-hati di tengah ketidakpastian global. Kondisi ini mendorong permintaan terhadap aset safe haven seperti dolar AS, yang semakin membebani rupiah.
Di sisi lain, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya menjaga stabilitas rupiah melalui berbagai kebijakan moneter dan intervensi di pasar. Namun, volatilitas global yang masih tinggi membuat rupiah rentan mengalami pelemahan, terutama menjelang akhir tahun.
Proyeksi Rupiah ke Depan
Dengan kombinasi faktor global dan domestik yang ada, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang fluktuatif. Investor masih menunggu kejelasan terkait kebijakan moneter The Fed, yang menjadi penentu utama pergerakan pasar dalam beberapa waktu mendatang. Jika sinyal dari The Fed cenderung hawkish, rupiah berpotensi tertekan lebih dalam.
Secara keseluruhan, pasar masih akan mencermati perkembangan data ekonomi global serta pernyataan resmi dari The Fed. Fokus utama tetap pada arah kebijakan suku bunga AS, yang akan sangat memengaruhi sentimen investor terhadap aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar