Rifan Financindo - Palembang - Anggota Komisi IV DPR RI Ichsan Firdaus
meminta Kementerian Pertanian jujur soal data pangan terkait
ketidaksinkronan fenomena harga beras yang meningkat di tengah klaim
surplus dari kementerian tersebut. "Saran saya, jujurlah dengan data.
Jangan ada akrobatik yang menciptakan 'hantu-hantu' yang tidak selesai,"
katanya dalam diskusi Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi
(Pataka) bertajuk "Mudah Mainkan Data Pangan" di Jakarta.
Ichsan menjelaskan, saat ada gejolak harga beras dan kebijakan
impor, selalu ada "hantu" yang bergentayangan dalam masalah tersebut.
Hantu yang dimaksud yakni klaim surplus, spekulan dan mafia beras.
Menurut politisi Partai Golkar itu, masalah tersebut kerap kali muncul
namun belum ada upaya pemerintah mengatasinya, terutama terkait
spekulan.
Sebagai komisi yang melakukan pengawasan terhadap sektor tersebut, Ichsan menyatakan kecewa dengan kinerja produksi pertanian
karena anggaran pertanian juga cukup besar. "Kalau bicara produksi,
kami gunakan anggaran Rp20 triliun hingga Rp30 triliun untuk pertanian.
Nilainya bahkan lebih besar dibanding periode 2009-2014. Tapi hasilnya
seperti ini," katanya. Ichsan juga menyebut perdebatan mengenai siapa
yang seharusnya merilis data pangan justru menunjukkan tidak ada
koordinasi di kalangan pemerintah. "Setidaknya jangan sampaikan sesuatu
yang semestinya tidak harus disampaikan," katanya.
Ichsan menambahkan, ada kekhawatiran masalah beras dipolitisasi
lantaran tahun ini adalah tahun politik. Ia meminta polemik terkait
beras bisa segera diselesaikan. Ketidaksinkronan data pangan membuat
publik kebingungan di tengah terus melonjaknya harga beras. Pemerintah
memutuskan untuk mengimpor 500 ribu ton beras khusus dari Thailand dan
Vietnam untuk memperkuat stok. Sementara Kementerian Pertanian mengklaim
stok beras surplus dan tidak ada kenaikan harga.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung
(Unila) Bustanul Arifin mengatakan pembenahan data pangan termasuk
produksi beras yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan BPPT
diperkirakan selesai Agustus mendatang. Bustanul yang juga Ketua
Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia itu mengatakan tim bersama
dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) akan menggunakan
satelit dan aplikasi perangkat lunak yang akan memantau kondisi lahan
pertanian secara berkala.
"Kami lagi kontribusi metode penghitungan itu. Kami dengan BPPT
gunakan satelit. Baru selesai paling cepat Agustus. Pembenahannya kan
lama," kata Bustanul. Ia menjelaskan saat ini hanya bisa menunggu sampai
pembenahan data pangan selesai sambil menggunakan data yang ada. Ada
pun sebelumnya sesuai arahan dari Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, semua data produksi harus berasal dari BPS dengan bekerja
sama BPPT menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA).
KSA akan menggunakan satelit milik Lembaga dan Penerbangan
Antariksa Nasional (LAPAN) dalam pendataan data produksi pangan. Dalam
pemantauannya, BPPT menggunakan peta rupa bumi baik dari LAPAN, Badan
Informasi Geospasial dan peta administrasi BPS untuk mengambil contoh
sample dari titik-titik koordinat yang ditentukan. "Nanti kami ambil
'grid sample' lahan 9 hektare. Itu nanti titik koordinatnya kita
matikan, petugas datang kesana motret pakai 'handphone'. Kalau tidak
terjun ke lapangan sana, kelihatan ini. Mereka hanya bisa bergerak dalam
diameter 10 m persegi," tutur Kepala BPS Suhariyanto.
(ris)
Sumber : Okezone
PT RIFAN FINANCINDO, PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA, PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA (CABANG), RIFAN FINANCINDO, PT RIFAN, RIFANFINANCINDO, RIFAN FINANCINDO BERJANGKA, RIFAN, PT. RIFAN FINANCINDO BERJANGKA, PT. RIFAN, RIFAN BERJANGKA, PT. RIFAN FINANCINDO, PT RIFANFINANCINDO, PT RFB, PT RIFANFINANCINDO BERJANGKA, RFB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar