Selasa, 31 Desember 2024

Saham Hong Kong Menuju Kenaikan Tahunan yang Solid


Indeks saham di Hong Kong naik 84 poin atau 0,4% menjadi 20.123 dalam perdagangan pagi pada hari terakhir tahun 2024. Kenaikan ini terjadi setelah sesi yang melemah sehari sebelumnya, didorong oleh penguatan di sektor properti, konsumen, dan keuangan.

Sentimen Pasar Didukung Data PMI Positif

Sentimen investor meningkat setelah data resmi PMI dari China menunjukkan bahwa aktivitas pabrik pada Desember tumbuh untuk bulan ketiga berturut-turut, meskipun dengan laju yang lebih lambat. Sektor jasa juga mencatat kenaikan terbesar dalam sembilan bulan terakhir, menguat setelah stabilisasi pada November. Data ini memperkuat keyakinan bahwa pemulihan ekonomi China terus berlangsung.

Saham yang Menjadi Sorotan

Beberapa saham yang menjadi penggerak awal termasuk China Mengniu Dairy yang naik 4,2%, Haidilao International dengan kenaikan 4,0%, dan Pop Mart International yang meningkat 3,4%. Penguatan di sektor konsumen mencerminkan optimisme terhadap permintaan domestik yang semakin membaik di tengah langkah-langkah stimulus yang terus diberikan oleh pemerintah.

Kinerja Indeks Hang Seng

Indeks Hang Seng sedang berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan kuat pada Desember, dengan kenaikan lebih dari 3% sejauh ini, setelah mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Secara tahunan, pasar saham Hong Kong diperkirakan akan mencatat lonjakan sekitar 18%. Lonjakan ini didorong oleh optimisme terkait peningkatan belanja fiskal di China pada tahun mendatang, menyusul serangkaian langkah dukungan sejak September, termasuk komitmen dari bank sentral China untuk melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut.

Aktivitas Perdagangan Menjelang Akhir Tahun

Perdagangan akan berakhir lebih awal hari ini menjelang libur Tahun Baru. Meskipun aktivitas pasar cenderung menurun pada akhir tahun, optimisme atas langkah-langkah kebijakan di China dan stabilisasi ekonomi domestik memberikan dorongan yang signifikan pada pasar saham.

Secara keseluruhan, kinerja positif indeks Hang Seng mencerminkan pemulihan yang stabil di tengah tantangan global, dengan fokus pada peluang pertumbuhan di sektor-sektor utama. Investasi yang didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif diharapkan terus menjadi katalis utama bagi pasar saham Hong Kong pada tahun mendatang.

Jumat, 27 Desember 2024

Yen Jepang Menguat Setelah Data Inflasi CPI Tokyo Naik


Yen Jepang (JPY) menguat terhadap Dolar AS (USD) pada hari Jumat, dengan pasangan USD/JPY melemah dari level tertingginya baru-baru ini. Penguatan Yen ini dipicu oleh rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) Tokyo yang menunjukkan peningkatan inflasi.

Data terbaru ini memperkuat ekspektasi bahwa Bank of Japan (BoJ) akan tetap berada di jalur untuk menaikkan suku bunga pada Januari mendatang, memberikan tekanan tambahan pada pasangan mata uang tersebut.

Kenaikan Inflasi CPI Tokyo
CPI utama Tokyo mencatat kenaikan sebesar 3,0% secara tahunan (YoY) pada bulan Desember, naik dari 2,6% pada bulan November. Angka ini menunjukkan peningkatan tekanan inflasi di ibu kota Jepang, yang sering dijadikan indikator awal untuk tren inflasi nasional.

Selain itu, CPI Tokyo yang tidak memasukkan makanan segar dan energi—indikator inti yang lebih stabil—juga mencatat kenaikan menjadi 2,4% YoY di bulan Desember, dibandingkan dengan 2,2% pada bulan sebelumnya.

Data lainnya menunjukkan bahwa CPI Tokyo tanpa makanan segar meningkat 2,4% YoY di bulan Desember. Meski sedikit di bawah ekspektasi sebesar 2,5%, angka ini tetap lebih tinggi dibandingkan dengan 2,2% pada November, menandakan tekanan inflasi yang berkelanjutan.

Dampak pada Kebijakan Bank of Japan
Kenaikan inflasi ini memberikan tekanan tambahan bagi BoJ untuk mulai mengubah pendekatan kebijakan moneter ultra-longgar yang telah mereka pertahankan selama bertahun-tahun. Ekspektasi bahwa suku bunga akan dinaikkan pada Januari semakin kuat, mengingat inflasi yang terus mendekati atau melampaui target bank sentral sebesar 2%.

Langkah ini juga akan menandai pergeseran signifikan dalam kebijakan moneter Jepang, yang selama ini dikenal sebagai salah satu yang paling akomodatif di antara negara maju.

Pengaruh terhadap Pasar Forex
Penguatan Yen mencerminkan respons pasar terhadap prospek kebijakan moneter yang lebih ketat dari BoJ. Dolar AS, di sisi lain, menghadapi tekanan karena para investor mulai menyesuaikan ekspektasi mereka terkait arah kebijakan moneter Jepang dan Amerika Serikat.

Secara keseluruhan, data CPI Tokyo terbaru memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai tantangan inflasi di Jepang. Dengan ekspektasi pengetatan kebijakan moneter, pasar mata uang global akan terus mencermati langkah selanjutnya dari Bank of Japan dan dampaknya terhadap nilai tukar Yen Jepang.

Senin, 23 Desember 2024

Dolar AS Stabil di Tengah Perdagangan Liburan yang Sepi


Indeks Bloomberg Dollar Spot tetap stabil setelah mengalami penurunan 0,5% pada hari Jumat akibat data inflasi utama yang lebih rendah dari perkiraan. Yen menjadi satu-satunya mata uang yang diperdagangkan lebih rendah terhadap dolar AS, meskipun pergerakannya relatif tenang.

Data PCE yang lebih lemah “memberikan pasar alasan yang bagus untuk mengambil keuntungan” dari reli dolar baru-baru ini, menurut Nick Twidale, kepala analis di AT Global Markets, Sydney. Namun, Twidale menegaskan bahwa data tersebut tidak mengubah prospek kebijakan Federal Reserve untuk tahun depan. “Jika kita melihat kembali dan menilai dari fundamental secara keseluruhan, saya masih berpikir ada alasan kuat untuk terus membeli dolar hingga awal tahun depan,” tambahnya.

Pasangan USD/JPY naik hingga 0,2% sebelum stabil di level 156,54. Dengan likuiditas yang tipis selama periode perdagangan liburan, spekulan dilaporkan masih “membeli dolar-yen saat harga turun,” kata Twidale.

Peringatan dari Pejabat Jepang
Pada hari Jumat, Menteri Keuangan Jepang, Katsunobu Kato, dan Kepala Kebijakan Valuta Asing, Atsushi Mimura, mengingatkan bahwa mereka akan mengambil tindakan yang sesuai terhadap pergerakan nilai tukar yang berlebihan. Langkah ini mencerminkan perhatian pemerintah Jepang terhadap stabilitas yen, terutama di tengah volatilitas pasar yang meningkat.

Pergerakan Mata Uang Utama Lainnya

  • Pasangan AUD/USD naik 0,1% ke level 0,6257.
  • Pasangan NZD/USD meningkat 0,1% menjadi 0,5658.
  • EUR/USD juga menguat 0,1% ke level 1,0439.

Dengan perdagangan yang cenderung tenang selama liburan, dolar AS menunjukkan stabilitas meskipun tekanan profit-taking dari data inflasi PCE. Namun, fundamental yang mendukung dolar tetap kuat, terutama mengingat ekspektasi kebijakan moneter The Fed yang hawkish pada tahun mendatang. Pasar akan terus memantau pergerakan likuiditas rendah ini serta reaksi dari negara-negara seperti Jepang yang bersiap untuk menghadapi volatilitas nilai tukar.

Kamis, 19 Desember 2024

Pasar Eropa Diperkirakan Melemah Setelah Sinyal dari Federal Reserve

 


Pasar saham Eropa diprediksi akan dibuka melemah pada hari Kamis, mengikuti tren penurunan di pasar global setelah Federal Reserve AS mengindikasikan lebih sedikit pemangkasan suku bunga di masa mendatang.

Prediksi Penurunan di Bursa Eropa
FTSE 100 di Inggris diperkirakan akan dibuka turun 84 poin ke level 8.105, sementara indeks DAX Jerman kehilangan 265 poin ke 19.993. CAC 40 Prancis diprediksi turun 105 poin ke 7.284, dan FTSE MIB Italia melemah 507 poin ke 33.876, menurut data dari IG.

Penurunan ini terjadi setelah aksi jual besar-besaran di Wall Street pada hari Rabu, menyusul keputusan Fed untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi kisaran target 4,25%-4,50%. Namun, Fed juga memberikan sinyal bahwa hanya akan ada dua kali pemangkasan suku bunga pada tahun 2025, lebih sedikit dibandingkan empat kali pemangkasan yang diproyeksikan sebelumnya.

Dampak Komentar Jerome Powell
Ketua Fed Jerome Powell menyatakan dalam konferensi pers setelah pertemuan bahwa Fed telah bergerak cukup cepat hingga saat ini, tetapi langkah ke depan akan diambil dengan lebih hati-hati. Komentar ini memicu kepanikan di Wall Street, dengan saham AS jatuh akibat terguncangnya sentimen pasar yang sebelumnya optimis.

Penurunan di pasar AS juga menjalar ke pasar Asia-Pasifik semalam, dengan indeks saham dan mata uang di kawasan tersebut turut tertekan.

Fokus pada Kebijakan Bank Sentral Eropa
Hari Kamis ini, perhatian investor akan tertuju pada keputusan kebijakan moneter dari Bank of England dan Norges Bank, bank sentral Norwegia. Langkah kedua bank sentral ini akan menjadi acuan penting untuk memahami bagaimana Eropa merespons tekanan ekonomi global.

Data Ekonomi yang Menjadi Sorotan
Selain itu, data ekonomi regional seperti registrasi mobil penumpang baru di Eropa, indeks kepercayaan konsumen GfK Jerman, dan data perdagangan Spanyol juga akan diawasi ketat oleh investor untuk menilai kesehatan ekonomi kawasan tersebut.

Kesimpulan
Pasar Eropa menghadapi tekanan besar di tengah sentimen global yang suram akibat kebijakan hawkish Fed. Dengan kombinasi proyeksi pemangkasan suku bunga yang lebih lambat, aksi jual di Wall Street, dan perhatian terhadap kebijakan bank sentral Eropa, volatilitas diperkirakan akan tetap tinggi. Data ekonomi regional akan menjadi faktor kunci yang menentukan arah pasar dalam waktu dekat.

Selasa, 17 Desember 2024

Rupiah Diprediksi Melemah di Tengah Penantian Keputusan The Fed

 


Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, Selasa (17/12/2024), diproyeksi bergerak fluktuatif namun cenderung ditutup melemah di rentang Rp15.090 hingga Rp16.050 per dolar AS. Hal ini dipengaruhi oleh sikap hati-hati investor yang menanti keputusan penurunan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).

Pada penutupan perdagangan Senin (16/12), rupiah tercatat mengalami penguatan tipis sebesar 0,04% atau naik 7 poin ke level Rp16.001,5 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau melemah sebesar 0,19% ke posisi 106,8.

Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS masih menjadi faktor utama yang menekan pergerakan mata uang regional, termasuk rupiah. Hal ini terjadi menjelang pertemuan The Fed yang diperkirakan akan menjadi momen penting dalam menentukan kebijakan moneter ke depan.

Sentimen Global: Antisipasi Penurunan Suku Bunga The Fed

Investor memproyeksikan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dalam pertemuan pekan ini. Jika terealisasi, maka total penurunan suku bunga sepanjang tahun 2024 akan mencapai 100 basis poin. Namun, perhatian pasar saat ini tertuju pada sinyal yang akan disampaikan The Fed terkait langkah-langkah kebijakan selanjutnya.

Sentimen ini muncul setelah data ekonomi AS menunjukkan kenaikan inflasi pada November 2024. Data tersebut mencerminkan bahwa tekanan harga masih cukup kuat, sementara pasar tenaga kerja AS tetap stabil dengan tingkat pengangguran rendah. Kondisi ini dapat mempersempit ruang bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter secara agresif.

Prospek kebijakan suku bunga yang lebih ketat membuat dolar AS cenderung menguat, menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah. Jika The Fed memberi sinyal untuk mempertahankan suku bunga lebih lama di level tinggi, hal ini berpotensi menambah tekanan bagi rupiah di pasar valuta asing.

Faktor Domestik dan Respons Pasar

Di dalam negeri, pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi nasional dan arus modal asing. Investor cenderung bersikap hati-hati di tengah ketidakpastian global. Kondisi ini mendorong permintaan terhadap aset safe haven seperti dolar AS, yang semakin membebani rupiah.

Di sisi lain, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus berupaya menjaga stabilitas rupiah melalui berbagai kebijakan moneter dan intervensi di pasar. Namun, volatilitas global yang masih tinggi membuat rupiah rentan mengalami pelemahan, terutama menjelang akhir tahun.

Proyeksi Rupiah ke Depan

Dengan kombinasi faktor global dan domestik yang ada, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang fluktuatif. Investor masih menunggu kejelasan terkait kebijakan moneter The Fed, yang menjadi penentu utama pergerakan pasar dalam beberapa waktu mendatang. Jika sinyal dari The Fed cenderung hawkish, rupiah berpotensi tertekan lebih dalam.

Secara keseluruhan, pasar masih akan mencermati perkembangan data ekonomi global serta pernyataan resmi dari The Fed. Fokus utama tetap pada arah kebijakan suku bunga AS, yang akan sangat memengaruhi sentimen investor terhadap aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Jumat, 13 Desember 2024

EUR/USD Stabil di Tengah Perbedaan Kebijakan ECB dan Fed

 


Pasangan EUR/USD tetap tertekan selama sesi Asia pada Jumat (13/12), menyentuh level terendah dalam hampir tiga minggu di sekitar area 1,0455. Faktor fundamental yang mendasari menunjukkan bahwa jalur dengan resistensi paling rendah untuk harga spot cenderung ke bawah, mendukung prospek kelanjutan tren penurunan baru-baru ini.

Mata uang Euro terus terbebani oleh bias dovish dari Bank Sentral Eropa (ECB) dan kekhawatiran terhadap melemahnya ekonomi Zona Euro. Pada Kamis lalu, ECB kembali memangkas suku bunga untuk keempat kalinya tahun ini dan membuka kemungkinan pelonggaran lebih lanjut pada 2025. Keputusan ini mencerminkan perbedaan besar dibandingkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan Federal Reserve (Fed) yang lebih hawkish, sehingga memperkuat prospek negatif bagi pasangan EUR/USD.

Perbedaan Kebijakan Moneter dan Dampaknya

Rilis data indeks harga konsumen (CPI) dan produsen (PPI) AS minggu ini menunjukkan bahwa upaya menurunkan inflasi menuju target 2% Fed hampir terhenti. Selain itu, meningkatnya keyakinan pasar bahwa kebijakan ekspansif Presiden Donald Trump akan memicu tekanan inflasi lebih besar, menyiratkan Fed kemungkinan lebih berhati-hati dalam pemotongan suku bunga di masa depan.

Kondisi ini mendukung kenaikan lebih lanjut pada imbal hasil obligasi AS dan membantu Dolar AS mempertahankan keuntungannya yang tercatat selama lebih dari seminggu terakhir, menyentuh level tertinggi bulanan baru pada Kamis. Selain itu, risiko geopolitik yang terus berlangsung, seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, ditambah kekhawatiran perang dagang, turut memperkuat daya tarik Dolar sebagai aset aman dan memberikan tekanan tambahan pada pasangan EUR/USD.

Pasar Menunggu Kejelasan dari FOMC

Meskipun tekanan pada Euro cukup besar, para trader tampaknya enggan mengambil posisi agresif menjelang pertemuan kebijakan moneter dua hari FOMC minggu depan. Hasil dari pertemuan ini akan diawasi ketat untuk mendapatkan petunjuk baru mengenai jalur pemotongan suku bunga Fed, yang pada gilirannya akan menentukan arah jangka pendek bagi Dolar AS dan pasangan EUR/USD.

Namun, dengan latar belakang fundamental yang lebih condong mendukung penjual (bearish), prospek pasangan ini kemungkinan tetap negatif, kecuali terdapat kejutan signifikan dari FOMC atau perubahan dalam sentimen pasar global.

Selasa, 10 Desember 2024

Harga Minyak Turun, Didorong Oleh Redanya Kekhawatiran Geopolitik dan Fokus pada Stimulus China



Harga minyak mengalami penurunan pada Selasa, meskipun pasar tetap mendapat dukungan dari janji China untuk meningkatkan stimulus kebijakan yang dapat mendorong permintaan minyak mentah sebagai konsumen utama dunia.

Pergerakan Harga Minyak

Kontrak berjangka Brent turun 26 sen, atau sekitar 0,4%, menjadi $71,88 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 30 sen, atau 0,4%, menjadi $68,07 per barel pada pukul 07:07 GMT. Penurunan ini mengikuti kenaikan lebih dari 1% yang terjadi pada Senin.

Menurut Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar di IG, ketegangan di Timur Tengah tampak lebih terkendali. Hal ini menyebabkan pelaku pasar memproyeksikan risiko rendah dari potensi meluasnya gangguan regional yang signifikan terhadap pasokan minyak.

Dampak Perubahan Rezim di Suriah

Pasca penggulingan Presiden Bashar al-Assad, pemberontak Suriah mulai bekerja untuk membentuk pemerintahan baru dan memulihkan ketertiban. Sektor perbankan dan minyak di negara tersebut juga diharapkan kembali beroperasi pada Selasa.

Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, posisinya yang strategis serta hubungan eratnya dengan Rusia dan Iran menimbulkan potensi ketidakstabilan di kawasan. Peralihan kekuasaan ini menandai akhir dari perang saudara selama 13 tahun dan lebih dari lima dekade pemerintahan keras keluarga Assad.

Fokus Pasar pada Kebijakan Federal Reserve

Pasar juga mengalihkan perhatian ke potensi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve AS minggu depan. Langkah ini, jika terealisasi, dapat meningkatkan permintaan minyak di ekonomi terbesar dunia.

The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17-18 Desember. Namun, pelaku pasar masih menunggu data inflasi minggu ini untuk memastikan apakah prospek tersebut akan tetap berlaku.

Dampak Stimulus China pada Permintaan Minyak

Harapan pasar terhadap kebijakan stimulus agresif dari China turut membatasi penurunan harga minyak. Laporan menunjukkan bahwa China akan mengadopsi kebijakan moneter yang "longgar secara tepat" tahun depan—pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir—untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai importir minyak terbesar dunia, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan minyak mentah.

Namun, kenaikan harga minyak tetap terbatas hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai dampak langkah Beijing terhadap prospek permintaan minyak. Yeap dari IG menambahkan bahwa meskipun data menunjukkan impor minyak mentah China melonjak pada November, pelaku pasar masih berhati-hati dalam mengambil posisi spekulatif.

Harga minyak terus dipengaruhi oleh kombinasi faktor geopolitik, kebijakan moneter global, dan prospek ekonomi China. Sementara ketegangan di Timur Tengah mulai mereda, perhatian kini beralih ke langkah stimulus China dan keputusan suku bunga Federal Reserve. Dengan dinamika ini, harga minyak cenderung fluktuatif dalam jangka pendek, menunggu kepastian dari kebijakan global yang dapat memengaruhi permintaan energi dunia.

Selasa, 03 Desember 2024

Rupiah Diprediksi Melemah: Analisis Sentimen Global dan Domestik

 


Nilai tukar rupiah diperkirakan berada pada kisaran Rp15.890 hingga Rp15.970 per dolar AS hari ini. Pelemahan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal dan internal, termasuk sentimen global terkait kebijakan proteksionis AS dan indikator ekonomi domestik seperti inflasi dan kinerja sektor manufaktur.


Pergerakan Rupiah dan Mata Uang Asia

Pada penutupan perdagangan Senin (2/12/2024), rupiah melemah 0,37% menjadi Rp15.905 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg. Kinerja ini sejalan dengan pelemahan mayoritas mata uang Asia lainnya:

  • Yen Jepang: Turun 0,31%.
  • Won Korea Selatan: Melemah 0,50%.
  • Yuan China: Merosot 0,35%.
  • Peso Filipina: Turun 0,50%.
  • Rupee India: Melemah 0,24%.
  • Baht Thailand: Turun 0,51%.

Hanya dolar Hong Kong yang mencatat penguatan tipis sebesar 0,01%.


Sentimen Eksternal: Kebijakan Donald Trump

Pelemahan rupiah tidak terlepas dari pengaruh kebijakan global, khususnya ancaman proteksionis dari Presiden terpilih AS, Donald Trump. Trump mengisyaratkan akan mengenakan tarif hingga 100% pada blok BRICS, serta tambahan tarif pada China, Kanada, dan Meksiko.

  • Dampak Ancaman Tarif: Kebijakan ini berpotensi menghidupkan kembali ketegangan perang dagang global, yang mendorong penguatan dolar AS sebagai aset aman.
  • Ekspektasi Inflasi dan Suku Bunga Tinggi: Ketidakpastian atas kebijakan Trump juga meningkatkan ekspektasi inflasi jangka panjang, yang dapat memaksa The Fed mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.

Indikator Ekonomi Domestik

Dari sisi domestik, beberapa indikator ekonomi turut membebani performa rupiah:

1. Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur

PMI manufaktur Indonesia berada di level 49,2 pada Oktober 2024, menandakan kontraksi selama empat bulan berturut-turut.

  • Faktor Utama: Melemahnya daya beli masyarakat menjadi salah satu penyebab stagnasi di sektor manufaktur. Tren ini juga terlihat di negara-negara ASEAN lain yang mengalami kontraksi serupa.
2. Inflasi November 2024

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi November sebesar 0,30%, naik dari 0,08% pada Oktober, tetapi masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

  • Kelompok Penyumbang Inflasi:
    • Makanan, Minuman, dan Tembakau: Memberikan kontribusi terbesar dengan inflasi 0,78% dan andil sebesar 0,22%.
    • Komoditas Utama: Bawang merah dan tomat masing-masing menyumbang 0,10% terhadap inflasi bulan ini.

Prospek Rupiah ke Depan

Pelemahan rupiah mencerminkan kombinasi tekanan eksternal dan domestik. Dari sisi global, kebijakan proteksionis AS dan sentimen perang dagang menjadi faktor dominan yang memicu penguatan dolar. Sementara itu, lemahnya kinerja sektor manufaktur dan inflasi yang meningkat secara moderat memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar.

Pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap perkembangan kebijakan global dan data ekonomi domestik yang dapat memengaruhi pergerakan rupiah dalam beberapa hari mendatang.

Kamis, 28 November 2024

Harga Perak Turun ke Level Terendah dalam 11 Minggu

 


Harga perak jatuh di bawah $30 per ons pada hari Kamis, mencapai level terendah dalam 11 minggu terakhir. Penurunan ini dipicu oleh meredanya permintaan terhadap perak sebagai aset safe haven serta melemahnya prospek penggunaannya di sektor industri. Berikut adalah faktor-faktor yang memengaruhi penurunan harga ini.


Faktor Penurunan Harga Perak

1. Meredanya Ketegangan Geopolitik

Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hezbollah, yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis, telah mengurangi ketegangan geopolitik global. Akibatnya, daya tarik perak sebagai aset risiko rendah ikut menurun. Investor cenderung beralih ke aset lain seiring stabilnya situasi politik di kawasan tersebut.

2. Kebijakan Federal Reserve

Ekspektasi bahwa Federal Reserve AS mungkin akan mengambil pendekatan lebih hati-hati terhadap pemotongan suku bunga juga memberikan tekanan pada harga perak. Kebijakan moneter yang lebih ketat biasanya memperkuat dolar AS, yang berbanding terbalik dengan harga komoditas seperti perak.

3. Ketidakpastian Ekonomi di Cina

Sebagai konsumen perak terbesar di dunia, kondisi ekonomi Cina memainkan peran penting dalam pergerakan harga perak. Ketidakpastian ekonomi di negara tersebut, terutama di sektor manufaktur, memperlemah permintaan perak. Ini semakin diperburuk oleh kekhawatiran akan dampak negatif kebijakan Presiden AS terpilih terhadap sektor energi terbarukan.

4. Dampak pada Sektor Energi Terbarukan

Perak adalah bahan utama dalam produksi panel surya. Jika pasar energi terbarukan di Cina terganggu, hal ini dapat menyebabkan penurunan permintaan perak di sektor tersebut. Kebijakan yang dianggap kurang mendukung energi terbarukan dari pemerintahan AS yang baru menambah tekanan terhadap harga perak.


Harga perak yang turun ke level terendah dalam 11 minggu mencerminkan pengaruh berbagai faktor global, mulai dari stabilitas geopolitik hingga ketidakpastian kebijakan ekonomi. Bagi investor, penting untuk tetap waspada terhadap perkembangan pasar dan mempertimbangkan strategi yang fleksibel untuk mengantisipasi perubahan lebih lanjut di sektor komoditas.

Senin, 25 November 2024

Hang Seng Melemah untuk Sesi Ketiga Berturut-Turut



Hang Seng Ditutup Turun 79 Poin

Indeks Hang Seng jatuh 79 poin atau 0,4%, ditutup pada level 19.151 pada hari Senin. Penurunan ini menjadi yang ketiga berturut-turut, membawa indeks ke level terendah dalam dua bulan terakhir. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan di sebagian besar sektor, sementara para pelaku pasar cenderung enggan mengambil posisi baru di tengah ketidakpastian pasar di China.

Faktor Utama di Balik Penurunan

1. Tekanan Ekspor dari Amerika Serikat

Pemerintahan Biden dikabarkan akan mengumumkan pembatasan ekspor baru terhadap China pekan ini. Regulasi ini diperkirakan akan menambah hingga 200 perusahaan semikonduktor China ke dalam daftar pembatasan perdagangan, yang berpotensi menghambat pertumbuhan industri teknologi di kawasan tersebut.

2. Kekhawatiran Pemulihan Ekonomi China

Kekhawatiran terhadap lemahnya pemulihan ekonomi di China kembali mencuat. Para investor menantikan data PMI dan laporan pendapatan industri yang akan dirilis minggu ini untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai kondisi ekonomi negara tersebut.

3. Negosiasi Tarif Impor EV dengan Uni Eropa

Meski sentimen bearish mendominasi, laporan mengenai potensi kesepakatan antara China dan Jerman terkait tarif impor kendaraan listrik (EV) ke Uni Eropa sedikit meredakan tekanan di pasar.

Kinerja Saham Utama

Saham-saham dengan kapitalisasi besar mengalami penurunan signifikan, di antaranya:

  • KE Holdings: Turun 5,6%.
  • Meituan: Turun 2,7%.
  • Sands China: Turun 2,6%.
  • Tencent Holdings: Turun 1,5%.

Tren Global: Fokus pada Stabilitas Ekonomi

Di sisi lain, pasar berjangka AS mencatat kenaikan, dengan investor menantikan langkah Scott Bessent, kandidat Menteri Keuangan pilihan Trump, yang diharapkan akan membawa fokus pada stabilitas ekonomi dan pasar.

Kesimpulan

Pasar Hang Seng berada di bawah tekanan besar akibat kombinasi dari regulasi perdagangan AS, kekhawatiran ekonomi domestik China, dan pelemahan sektor teknologi. Investor diharapkan tetap waspada menjelang rilis data ekonomi utama yang dapat memberikan arah lebih lanjut bagi

Kamis, 21 November 2024

Dolar AS Menguat di Tengah Fokus Pasar pada Kebijakan Trump dan Prospek The Fed


Dolar AS kembali menunjukkan kekuatan pada Kamis, didukung oleh spekulasi kebijakan Presiden terpilih Donald Trump dan prospek kebijakan suku bunga Federal Reserve yang lebih hati-hati. Penguatan ini mencerminkan meningkatnya optimisme investor terhadap pengaruh kebijakan ekonomi Trump, meskipun pasar masih menilai risiko global yang lebih luas.

Penguatan Indeks Dolar AS

Setelah terhenti selama tiga sesi, dolar kembali naik, membawa indeks dolar mendekati level tertinggi satu tahun di 107,07 yang dicapai pekan lalu. Hingga sesi terbaru, indeks dolar bertahan stabil di 106,56, naik dari posisi terendah satu minggu yang dicapai pada sesi sebelumnya.

Penguatan ini terjadi setelah dolar mencatat kenaikan lebih dari 2% sejak pemilu AS pada 5 November. Para pelaku pasar berspekulasi bahwa kebijakan Trump, seperti tarif perdagangan, dapat meningkatkan inflasi dan membatasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed.

Faktor Pendorong Penguatan Dolar

1. Kebijakan Ekonomi Donald Trump

Trump telah menjanjikan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis, termasuk pengenaan tarif yang dapat berdampak signifikan pada Eropa dan China. Sentimen ini memicu kekhawatiran global tetapi meningkatkan daya tarik dolar sebagai aset aman (safe haven).

2. Spekulasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Pasar kini memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga Desember oleh The Fed berada di bawah 54%, turun dari 82,5% pekan lalu menurut alat FedWatch CME. Survei Reuters juga menunjukkan bahwa mayoritas ekonom memperkirakan pemangkasan suku bunga yang lebih kecil pada 2025 dibandingkan prediksi sebelumnya, akibat risiko inflasi yang dipicu oleh kebijakan Trump.

Performa Mata Uang Lain

Euro

Euro berada di level $1,0547, hampir tidak berubah setelah turun 0,5% pada Rabu. Posisi ini mendekati level terendah pekan lalu di $1,0496, yang merupakan titik terlemah euro terhadap dolar sejak Oktober 2023.

Yen Jepang

Dolar melemah tipis terhadap yen, turun 0,33% menjadi 154,91 yen, meskipun yen tetap di bawah tekanan. Pasangan mata uang ini sempat melampaui angka 156 pekan lalu, yang memicu kekhawatiran bahwa otoritas Jepang mungkin akan kembali melakukan intervensi untuk menopang yen.

Pound Sterling

Sterling naik tipis 0,07% ke $1,2656 setelah data menunjukkan inflasi Inggris meningkat lebih dari perkiraan pada bulan lalu, kembali di atas target 2% Bank of England. Data ini mendukung pendekatan hati-hati bank sentral Inggris terhadap pemangkasan suku bunga.

Prospek Pasar

Investor kini menantikan sinyal lebih kuat dari The Fed terkait kemungkinan kenaikan suku bunga akhir tahun. Dengan pasar yang terpecah, kebijakan suku bunga menjadi faktor kunci dalam menentukan pergerakan dolar di tengah ketidakpastian global.

Di sisi lain, dinamika geopolitik dan dampak kebijakan ekonomi Trump akan terus menjadi perhatian utama. Para pelaku pasar disarankan untuk tetap memantau data ekonomi dan perkembangan kebijakan yang berpotensi memengaruhi stabilitas pasar valuta asing.

Selasa, 19 November 2024

Prediksi Harga Perak: XAG/USD Naik Dekati $31,50 Seiring Pelemahan Dolar AS

 


Pergerakan Harga Perak di Tengah Penurunan Dolar AS

Harga perak (XAG/USD) terus menguat untuk hari kedua berturut-turut, diperdagangkan di sekitar $31,40 per troy ounce selama sesi perdagangan Asia pada Selasa. Pemulihan harga ini terjadi setelah sebelumnya mencapai level terendah dua bulan akibat penguatan tajam dolar AS.

Pelemahan dolar AS dipicu oleh aksi ambil untung setelah reli besar-besaran baru-baru ini. Reli tersebut sebelumnya didukung oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) akan mengurangi frekuensi pemangkasan suku bunga, serta optimisme terhadap prospek ekonomi AS yang lebih cerah di bawah pemerintahan baru.

Perak Sebagai Aset Aman di Tengah Ketegangan Geopolitik

Permintaan terhadap perak sebagai aset aman meningkat seiring dengan eskalasi ketegangan geopolitik global. Langkah Presiden AS Joe Biden yang mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia menimbulkan kekhawatiran baru di kawasan tersebut.

Sebagai tanggapan, Kremlin mengeluarkan peringatan keras pada Senin, menyebut tindakan tersebut sebagai keputusan gegabah oleh pemerintahan Biden. Rusia juga menegaskan bahwa langkah ini dapat meningkatkan risiko konfrontasi langsung dengan NATO secara signifikan.

Faktor-Faktor yang Mendorong Kenaikan Harga Perak

  • Pelemahan Dolar AS: Perak, yang dihargai dalam dolar AS, menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain ketika dolar melemah.
  • Ketegangan Global: Konflik yang melibatkan kekuatan besar seperti Rusia dan NATO meningkatkan daya tarik perak sebagai instrumen lindung nilai.
  • Kebijakan Federal Reserve: Harapan bahwa Fed akan lebih konservatif dalam memotong suku bunga mendukung stabilitas aset-aset berbasis komoditas seperti perak.

Outlook Harga Perak di Masa Depan

Dalam jangka pendek, harga perak diperkirakan akan tetap sensitif terhadap perkembangan geopolitik dan perubahan kebijakan moneter AS. Jika ketegangan antara Rusia dan NATO terus meningkat, permintaan terhadap perak sebagai aset aman dapat mendorong harganya lebih tinggi.

Namun, dalam jangka panjang, prospek harga perak juga akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi global, termasuk inflasi dan tingkat suku bunga. Investor disarankan untuk terus memantau dinamika pasar dan perkembangan geopolitik untuk membuat keputusan investasi yang tepat.

Jumat, 15 November 2024

Harga Minyak Menuju Penurunan Mingguan: Kekhawatiran Oversuplai dan Kekuatan Dolar

 

Penurunan Harga Minyak Akibat Faktor Global

Harga minyak mentah terus melemah, mencatat penurunan mingguan signifikan. Brent, acuan global, turun di bawah $72 per barel di London, dengan penurunan sekitar 3% minggu ini. Penurunan ini didorong oleh data ekonomi yang beragam dari China, kekhawatiran oversuplai, dan penguatan dolar AS.

Prediksi Surplus Minyak oleh International Energy Agency (IEA)

International Energy Agency (IEA) memperkirakan surplus minyak global pada tahun mendatang, yang diperburuk oleh perlambatan pertumbuhan permintaan di China. Selain itu, produksi minyak global diperkirakan meningkat signifikan. Jika OPEC+ melanjutkan rencana untuk menghidupkan kembali produksi yang sempat terhenti, kelebihan pasokan ini bisa menjadi lebih besar.

Penurunan Permintaan Minyak di China

Data terbaru dari China menunjukkan bahwa permintaan minyak domestik pada Oktober turun dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, aktivitas penyulingan minyak lokal juga melemah, dengan penurunan 4,6% dibandingkan Oktober 2023. Meskipun pemerintah China meluncurkan stimulus ekonomi, tanda-tanda pemulihan yang nyata belum terlihat di sektor energi.

Dolar AS yang Kuat Membebani Komoditas

Dolar AS, yang mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir, memberikan tekanan tambahan pada harga minyak. Karena minyak dihargai dalam dolar, penguatan mata uang ini membuat minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Penguatan dolar, yang didorong oleh kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, telah membuat banyak komoditas, termasuk tembaga, mengalami kesulitan sepanjang minggu ini.

Volatilitas Harga Minyak Sejak Oktober

Sejak pertengahan Oktober, harga minyak telah berfluktuasi antara kenaikan dan penurunan mingguan. Faktor-faktor seperti ketegangan di Timur Tengah, prospek oversuplai, dan pergerakan di pasar mata uang terus memengaruhi pasar energi. Sepanjang tahun ini, Brent telah melemah lebih dari 6%, menyentuh level terendah sejak 2021 pada bulan September.

Perspektif Ahli

Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas di ING Groep NV, mencatat bahwa meskipun ada beberapa tanda positif di data ekonomi China, sektor minyak masih berada dalam tekanan. "Produksi industri lebih lemah dari yang diharapkan, dan angka terkait minyak, seperti aktivitas kilang dan permintaan yang diimplikasikan, juga menunjukkan kelemahan," jelas Patterson.

Harga Minyak Terbaru

  • Brent untuk penyelesaian Januari turun 1,3% menjadi $71,60 per barel pada pukul 10:37 pagi di London.
  • WTI untuk pengiriman Desember turun 1,4% menjadi $67,76 per barel.

Penurunan harga minyak mencerminkan tantangan global, termasuk melambatnya permintaan di China, kekhawatiran oversuplai, dan dampak dolar AS yang kuat. Pasar energi menghadapi ketidakpastian yang signifikan, dan investor harus tetap waspada terhadap perubahan kebijakan OPEC+ serta data ekonomi global untuk mengantisipasi pergerakan harga di masa depan.

Jumat, 08 November 2024

Hang Seng Turun, Tapi Masih Mencatat Kenaikan Mingguan



Indeks Hang Seng turun 225 poin atau 1,1% menjadi 20.728 pada penutupan Jumat, setelah sempat diperdagangkan sedikit lebih tinggi di pagi hari. Penurunan ini dipicu oleh kemerosotan di sektor properti, konsumen, dan keuangan, yang membuat sentimen investor semakin hati-hati menjelang konferensi pers yang akan diadakan China di akhir sesi legislatif mingguannya. Beberapa analis menilai bahwa kebijakan stimulus fiskal langsung lebih dibutuhkan daripada tindakan parsial yang dilakukan secara bertahap.

Kekhawatiran Terhadap Tarif dan Inflasi

Para pelaku pasar juga mulai khawatir mengenai potensi kenaikan tarif impor jika Donald Trump memenangkan masa jabatan kedua sebagai Presiden AS. Data CPI (Indeks Harga Konsumen) dan PPI (Indeks Harga Produsen) China yang diperkirakan akan dirilis akhir pekan ini menunjukkan risiko deflasi masih membayangi perekonomian negara tersebut.

Kenaikan Mingguan di Tengah Penurunan Harian

Meskipun mengalami penurunan harian, Hang Seng berhasil mencatat kenaikan mingguan sebesar 1,1%, yang merupakan kenaikan pertama dalam lima minggu terakhir. Kenaikan ini didukung oleh keputusan Federal Reserve dan otoritas moneter Hong Kong yang masing-masing memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.

Komentar dari Ketua The Fed

Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, menekankan bahwa pemilu AS tidak akan memengaruhi kebijakan jangka pendek. Beberapa saham besar seperti Tencent dan Meituan mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,6% dan 3,5%. Selain itu, saham perusahaan lain yang mengalami penurunan signifikan antara lain Longfor Group (-5,6%), Sunshine Insurance (-5,3%), dan China Overseas Land (-3,4%).

Rabu, 06 November 2024

Penguatan Dolar AS Menyusul Kemenangan Trump di Pemilu AS


Setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, nilai tukar dolar AS mengalami penguatan signifikan di pasar mata uang global. Reaksi ini sesuai dengan ekspektasi, di mana dolar AS menguat terhadap berbagai mata uang utama dunia.

Reaksi Pasar Mata Uang Terhadap Kemenangan Trump

Tidak ada perbedaan signifikan dalam performa mata uang G10, di mana mayoritas mata uang mengalami penurunan harian antara 1,0%-1,7%. Dolar Kanada menunjukkan kinerja yang lebih stabil dengan penurunan di bawah 1%. Kondisi ini mencerminkan pandangan bahwa kemenangan besar Partai Republik dianggap positif bagi perekonomian AS dan berdampak positif juga bagi eksportir Kanada. Selain itu, Kanada cenderung kurang terpapar oleh tarif yang diberlakukan AS terhadap China dan ketegangan geopolitik di bawah pemerintahan Trump.

Kenaikan Imbal Hasil Treasury AS

Kenaikan tajam imbal hasil Treasury AS di seluruh kurva yield mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan ekonomi Trump yang bersifat inflasioner. Diperkirakan, Trump akan mendorong kebijakan fiskal domestik dan kebijakan imigrasi yang ketat, ditambah dengan kebijakan tarif terhadap impor. Ekspektasi inflasi ini juga mendorong perubahan di pasar suku bunga swap jangka pendek, seiring dengan repricing agresif terhadap ekspektasi suku bunga The Fed.

Harapan Terhadap Kebijakan Suku Bunga The Fed

Pasar masih mengharapkan adanya pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Federal Open Market Committee (FOMC), yang akan membawa suku bunga ke 4,75%. Namun, kurva Overnight Index Swap (OIS) menunjukkan penyesuaian harga sekitar 10 basis poin untuk tenor tahun 2025. Perubahan ini memperkirakan bahwa tingkat suku bunga akan tetap stabil di sekitar 4,0% pada Juni 2025, hampir 100 basis poin lebih tinggi dari ekspektasi pada pertengahan September.

Kesimpulan

Penguatan dolar AS setelah kemenangan Trump di pemilu AS mencerminkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan ekonomi inflasioner yang akan mendorong perekonomian AS. Reaksi pasar mata uang global dan kenaikan imbal hasil Treasury AS menunjukkan bahwa investor bersiap menghadapi potensi perubahan kebijakan besar di bawah kepemimpinan Trump.

Senin, 04 November 2024

Harga Perak Naik di Atas $32,50 di Tengah Kewaspadaan Jelang Pemilu AS

 

Kenaikan Harga Perak Didukung oleh Pelemahan Dolar AS

Harga perak naik di atas level $32,50 seiring dengan pelemahan Dolar AS (USD) dan penurunan imbal hasil Treasury. Melemahnya dolar umumnya mendorong permintaan untuk komoditas yang diperdagangkan dalam dolar, seperti perak, karena lebih menarik bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur nilai dolar terhadap sekeranjang enam mata uang utama, diperdagangkan di sekitar level 103,80. Pada saat penulisan, imbal hasil Treasury AS untuk tenor 2 tahun dan 10 tahun masing-masing berada di 4,17% dan 4,31%. Tren ini menambah daya tarik perak sebagai alternatif investasi, terutama di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (Fed).

Prospek Volatilitas Harga Perak Jelang Keputusan Kebijakan Fed

Harga perak diperkirakan akan tetap volatil karena para trader bersiap menghadapi keputusan kebijakan moneter dari Fed yang dijadwalkan akan diumumkan akhir pekan ini. Menurut CME FedWatch Tool, saat ini terdapat probabilitas sebesar 99,7% bahwa Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 0,25% pada bulan November. Langkah ini bisa semakin melemahkan dolar dan mendukung harga perak, meskipun ketidakpastian seputar kebijakan jangka panjang Fed masih ada.

Ketidakpastian Pemilu AS dan Dampaknya Terhadap Pergerakan Perak

Selain pengumuman Fed, para trader juga mencermati pemilu presiden AS yang akan berlangsung pada hari Selasa. Situasi politik yang penuh ketidakpastian menimbulkan kehati-hatian di kalangan pelaku pasar, mengingat pemilu dapat memengaruhi kebijakan ekonomi yang berpotensi berdampak pada pergerakan dolar dan komoditas.

Menurut polling terbaru New York Times/Siena College yang dilakukan dari 24 Oktober hingga 2 November, persaingan di tujuh negara bagian utama sangat ketat, dengan margin kesalahan sebesar 3,5%. Polling menunjukkan Wakil Presiden Kamala Harris memiliki keunggulan tipis di Nevada, North Carolina, dan Wisconsin, sedangkan mantan Presiden Donald Trump memimpin tipis di Arizona. Sementara itu, persaingan antara keduanya sangat ketat di Michigan, Georgia, dan Pennsylvania.

Harga perak tetap berada dalam tren penguatan di tengah melemahnya dolar dan ekspektasi kebijakan moneter yang lebih longgar dari Fed. Namun, volatilitas masih akan terus berlanjut seiring dengan ketidakpastian menjelang pemilu AS dan keputusan Fed yang akan datang. Para pelaku pasar diharapkan terus mengamati perkembangan politik dan ekonomi AS untuk menentukan strategi terbaik dalam perdagangan komoditas, terutama perak, di masa mendatang.

Kamis, 31 Oktober 2024

Penurunan Saham Berlanjut di Tengah Musim Laporan Pendapatan dan Data Ekonomi AS

 

Saham AS Melemah Setelah Laporan Pendapatan Microsoft dan Meta

Musim laporan pendapatan perusahaan besar berlanjut dengan penurunan saham di pasar AS setelah laporan keuangan Microsoft Corp. dan Meta Platforms Inc. serta data ekonomi yang memberikan ketidakpastian terhadap prospek pemangkasan suku bunga Federal Reserve. Saham berjangka AS melemah, dengan kontrak Nasdaq 100 turun lebih dari 1%. Saham Microsoft dan Meta masing-masing turun sekitar 4% dalam perdagangan pre-market, yang berkontribusi sekitar setengah dari total penurunan di kontrak Nasdaq, menurut perhitungan Bloomberg. Investor kini menunggu laporan dari Amazon Inc. dan Apple Inc. yang dijadwalkan hari ini.

Dolar AS Stabil dengan Volatilitas Tinggi Menjelang Pemilu AS

Dolar AS bertahan stabil dan berada di jalur untuk mencatatkan bulan terbaiknya dalam lebih dari dua tahun terakhir. Ini terjadi setelah investor memangkas ekspektasi terkait pelonggaran kebijakan Fed, menyusul data pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang kuat pada Rabu lalu. Volatilitas satu minggu pada Bloomberg Dollar Spot Index mencapai level tertinggi sejak Desember 2022, menunjukkan bahwa pedagang mengantisipasi pergerakan liar pada dolar AS seiring dengan mendekatnya pemilu presiden AS.

Bursa Saham Eropa dan Asia Mengalami Penurunan

Indeks Stoxx Europe 600 melemah untuk hari ketiga berturut-turut, dengan tren penurunan bulanan terbesar dalam setahun terakhir. Saham bank Prancis, BNP Paribas SA, menjadi pemberat terbesar indeks ini, jatuh lebih dari 7% setelah laporan pendapatan kuartal ketiga yang mengecewakan.

Di Asia, bursa saham Jepang, Australia, dan Korea Selatan melemah, memberikan tekanan pada indeks saham regional yang mencatatkan kinerja bulanan terburuk sejak Agustus 2023. Sementara itu, saham-saham di Tiongkok daratan bergerak bervariasi, dan saham di Hong Kong menguat setelah data manufaktur Tiongkok mencatatkan ekspansi untuk pertama kalinya sejak April.

Bank of Japan Pertahankan Suku Bunga di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di tengah meningkatnya ketidakpastian mengenai prospek ekonomi dan stabilitas pemerintahan, setelah koalisi berkuasa mengalami hasil pemilu terburuk sejak 2009. Yen menguat ke bawah level 153 per dolar.

Harga Minyak Naik Tipis, Emas Terkoreksi Setelah Cetak Rekor

Harga minyak mentah naik, melanjutkan tren positif dari sesi sebelumnya. Di sisi lain, harga emas turun setelah mencetak rekor baru pada sesi sebelumnya. Permintaan terhadap logam mulia tetap didukung oleh ketidakpastian politik menjelang pemilu minggu depan.

Senin, 28 Oktober 2024

Indeks Nikkei 225 Ditutup Menguat 1,86%


Indeks Nikkei 225 melonjak sebesar 1,82% dan ditutup pada level 38.605, sementara Indeks Topix yang lebih luas naik 1,51% ke level 2.658 pada perdagangan Senin. Penguatan ini menghapus sebagian besar kerugian pekan lalu, didukung oleh pelemahan yen setelah hasil pemilu akhir pekan di Jepang.

Ketidakpastian Politik Pasca Pemilu di Jepang

Partai Liberal Demokrat dan mitra koalisinya, Komeito, kehilangan mayoritas di majelis rendah parlemen Jepang. Hal ini menimbulkan ketidakpastian politik dan ekonomi yang signifikan di Jepang dan menambah kompleksitas rencana normalisasi kebijakan Bank of Japan (BOJ). Situasi ini menjadi perhatian khusus bagi pasar, terutama karena BOJ dijadwalkan untuk mengambil keputusan kebijakan moneter pada Kamis mendatang, meskipun diperkirakan akan mempertahankan kebijakan tanpa perubahan.

Dampak Pelemahan Yen Terhadap Sektor Ekspor Jepang

Yen mengalami penurunan ke level terendah hampir tiga bulan terhadap dolar AS. Pelemahan yen ini memberikan keuntungan bagi industri berbasis ekspor di Jepang, karena produk mereka menjadi lebih kompetitif di pasar global dan meningkatkan prospek laba. Sektor teknologi memimpin kenaikan dengan saham-saham besar seperti Disco yang naik 5,2%, Lasertec 4,9%, Advantest 4,6%, Tokyo Electron 2,8%, dan SoftBank Group 3%.

Saham-Saham Utama yang Menguat

Selain sektor teknologi, beberapa saham besar lainnya juga mengalami kenaikan signifikan. Mitsubishi UFJ naik sebesar 0,9%, Toyota Motor melonjak 4,1%, dan Fast Retailing meningkat 1,2%. Kinerja positif ini menunjukkan optimisme pasar terhadap prospek perusahaan-perusahaan besar Jepang di tengah pelemahan yen dan stabilitas yang diharapkan dari kebijakan moneter BOJ.

Prospek Pasar Saham Jepang di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Dengan ketidakpastian politik dan kebijakan moneter yang sedang berlangsung, prospek pasar saham Jepang masih akan dipengaruhi oleh arah kebijakan BOJ serta perkembangan nilai tukar yen. Jika yen terus melemah, sektor ekspor kemungkinan akan terus diuntungkan, yang berpotensi memberikan dukungan tambahan pada indeks-indeks utama Jepang.

Kamis, 24 Oktober 2024

Wall Street Ditutup Melemah, Tertekan oleh Kerugian Saham Teknologi dan Kekhawatiran Suku Bunga

Pasar saham Wall Street ditutup melemah pada hari Rabu, dipicu oleh kenaikan imbal hasil obligasi AS dan penurunan saham-saham teknologi raksasa. Investor semakin tidak yakin akan adanya pemotongan suku bunga yang signifikan dari Federal Reserve di tengah data ekonomi yang kuat dan kekhawatiran menjelang pemilu presiden mendatang.

Kenaikan Imbal Hasil Obligasi AS

Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun, yang menjadi acuan utama, mencapai level tertinggi dalam tiga bulan terakhir. Hal ini terjadi seiring dengan perubahan pandangan investor tentang prospek pemotongan suku bunga dari Federal Reserve dalam beberapa bulan ke depan. Data ekonomi yang kuat semakin memperkuat anggapan bahwa bank sentral AS mungkin akan mempertahankan suku bunga pada level tinggi lebih lama dari yang diantisipasi sebelumnya.

Tekanan pada Saham Teknologi Raksasa

Saham-saham megacap yang sensitif terhadap suku bunga, seperti Nvidia, Apple, Meta Platforms, dan Amazon, mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan ini menyeret sektor teknologi di Nasdaq ke wilayah negatif, mengingat saham-saham teknologi memiliki pengaruh besar terhadap indeks ini.

Dampak Terhadap Indeks Utama

Dari total 11 sub-sektor dalam S&P 500, hanya sektor utilitas dan real estat yang berhasil mencatatkan kenaikan yang lebih menonjol. Sektor-sektor lainnya, terutama yang terkait teknologi, mengalami tekanan besar akibat kenaikan imbal hasil obligasi dan kekhawatiran investor tentang dampaknya terhadap valuasi saham-saham berkapitalisasi besar.

Menurut data awal, indeks S&P 500 turun sebesar 53,61 poin atau 0,92% dan ditutup pada 5.797,59 poin. Indeks Nasdaq Composite yang sarat dengan saham teknologi kehilangan 297,15 poin atau 1,60%, berakhir pada 18.275,98 poin. Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average melemah 415,29 poin atau 0,97%, berakhir di 42.509,60 poin.

Pengaruh Berita Korporasi

Di luar sektor teknologi, beberapa saham korporasi besar seperti McDonald's dan Coca-Cola juga memberikan tekanan tambahan pada pasar. Berita negatif dari kinerja perusahaan tersebut semakin memperparah sentimen negatif investor, yang sudah terbebani oleh kekhawatiran tentang kebijakan suku bunga dan ketidakpastian menjelang pemilihan presiden AS.

Kesimpulan

Pasar saham AS mengalami tekanan besar akibat kombinasi faktor, termasuk kenaikan imbal hasil obligasi dan kinerja buruk saham teknologi raksasa. Selain itu, ketidakpastian seputar kebijakan Federal Reserve dan kinerja korporasi turut membebani sentimen investor. Di tengah kondisi ini, investor cenderung bersikap hati-hati, menunggu kepastian lebih lanjut terkait kebijakan suku bunga dan arah ekonomi AS dalam beberapa bulan mendatang.

Rabu, 16 Oktober 2024

Saham Eropa Turun di Tengah Laporan Laba yang Melemah

 Pada hari Rabu (16/10), pasar saham Eropa mengalami penurunan karena lemahnya laporan laba di sektor barang mewah dan prospek negatif untuk industri semikonduktor. Penurunan ini juga diperparah oleh melemahnya pound Inggris, yang dipicu oleh penurunan inflasi di Inggris dan spekulasi pemotongan suku bunga.

Penurunan Indeks Stoxx 600 Indeks Stoxx 600 turun sebesar 0,4%, sebagian besar karena dampak dari raksasa mesin pembuat chip ASML Holding NV. Setelah memperingatkan tentang prospek laba yang lebih rendah pada hari Selasa, saham ASML terus melemah, menambah tekanan pada pasar. Sektor Barang Mewah: Saham di sektor ini juga mengalami penurunan signifikan, dengan LVMH dan Salvatore Ferragamo SpA mengalami penurunan hingga 7% setelah laporan keuangan yang mengecewakan. Dampak di Sektor Semikonduktor Penurunan di saham ASML memicu dampak negatif di seluruh sektor semikonduktor. Kerugian yang dihasilkan mencapai lebih dari $420 miliar dalam nilai pasar, mencakup indeks pembuat chip yang diperdagangkan di AS serta beberapa saham besar di Asia.

Saham Nvidia Corp., salah satu pemain utama di sektor semikonduktor, turun hampir 5% pada hari Selasa, meskipun sebelumnya mencapai rekor tertinggi pada awal minggu. Hal ini menunjukkan volatilitas yang tinggi dalam sektor ini, terutama di tengah kekhawatiran tentang prospek laba dan permintaan global.

Kekuatan Permintaan Kecerdasan Buatan Meskipun sektor semikonduktor sedang mengalami tekanan, Peter Fitzgerald, kepala investasi aset makro dan multi di Aviva Investors, menyoroti bahwa masih ada kekuatan permintaan yang kuat di pasar, terutama untuk teknologi kecerdasan buatan (AI). Selain itu, kebijakan bank sentral yang mendukung juga menjadi faktor yang menjaga stabilitas dalam jangka panjang, meskipun saat ini pasar sedang mengalami penurunan.

Senin, 14 Oktober 2024

Data Emas Turun karena Pasar Menimbang Jalur Suku Bunga AS Tidak Pasti


Emas turun, dengan para pedagang menilai prospek yang tidak pasti untuk jalur pemotongan suku bunga Federal Reserve setelah seminggu data ekonomi AS yang berombak.

Emas batangan turun sebanyak 0,4% dalam perdagangan awal pada hari Senin, setelah pengukur dolar AS naik. Greenback telah naik 1,7% bulan ini karena para pedagang memangkas spekulasi pada laju pelonggaran oleh Fed, dengan kombinasi inflasi yang kaku dan angka pasar tenaga kerja yang lemah minggu lalu juga mendorong volatilitas di pasar Treasury. Baik imbal hasil yang lebih tinggi dan dolar yang lebih kuat biasanya negatif untuk emas, yang dihargai dalam mata uang dan tidak membayar bunga.

Sekitar 40 basis poin pelonggaran dihargai untuk dua pertemuan Fed berikutnya, sedangkan pemotongan setengah poin penuh terlihat hampir pasti sebelum laporan pekerjaan September. Manajer keuangan telah menurunkan taruhan emas bullish mereka ke level terendah delapan minggu, menurut laporan Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas terbaru. Logam mulia tetap lebih dari 25% lebih tinggi tahun ini, dengan optimisme pemotongan suku bunga memicu kenaikan baru-baru ini.

Pembelian bank sentral yang kuat dan meningkatnya ketegangan geopolitik juga telah mendukung emas, meskipun kekhawatiran bahwa permusuhan di Timur Tengah dapat berubah menjadi perang regional besar-besaran belum terwujud -” mungkin meniadakan beberapa permintaan tempat berlindung. Emas spot turun tipis 0,3% menjadi $2.649,88 per ons pada pukul 7:03 pagi di Singapura. Harga ditutup pada hari Jumat sedikit berubah dari awal minggu. Indeks Spot Dolar Bloomberg naik 0,1%. Perak, platinum, dan paladium semuanya turun.(ayu)

Sumber: Bloomberg

Kamis, 10 Oktober 2024

Nilai Tukar Rupiah Melemah terhadap Dolar AS: Sentimen Global dan Domestik


Pada perdagangan hari Kamis, 10 Oktober 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. Kondisi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pergerakan mata uang dan pasar global.

Pelemahan Rupiah di Tengah Fluktuasi Mata Uang Asia

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,22% atau 34,5 poin ke level Rp15.664 per dolar AS, menurut data Bloomberg. Tren ini juga tercermin pada beberapa mata uang Asia lainnya seperti dolar Hong Kong yang melemah 0,01%, won Korea Selatan turun 0,13%, dan peso Filipina yang juga melemah 0,21%.

Namun, beberapa mata uang Asia lainnya justru mengalami penguatan. Yen Jepang menguat 0,14%, dolar Taiwan naik 0,09%, dan yuan China menguat 0,12%. Ketidakstabilan nilai tukar di Asia ini mengindikasikan adanya ketidakpastian yang lebih luas di pasar global, yang berpotensi memengaruhi sentimen investor terhadap mata uang emerging market, termasuk rupiah.

Sentimen Global: Pengaruh Data Ketenagakerjaan AS dan Dolar yang Menguat

Salah satu faktor utama yang menekan rupiah adalah data ketenagakerjaan AS yang lebih kuat dari perkiraan, yang mendukung penguatan dolar AS. Data ini mengurangi ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga Federal Reserve yang lebih agresif. Meskipun begitu, masih ada peluang sebesar 85% untuk penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menurut alat pengukur CME FedWatch.

Laporan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada hari ini juga menjadi perhatian utama para investor. Hasil dari laporan ini diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan pasar ke depan, terutama dalam menentukan langkah kebijakan moneter Federal Reserve.

Fokus Investor pada Situasi Ekonomi China

Selain faktor AS, investor juga memantau perkembangan di China, yang menghadapi hari-hari bergejolak di pasar keuangan domestik dan Hong Kong. Meskipun demikian, pemerintah China tetap optimistis bahwa mereka akan mencapai target pertumbuhan tahunan. Namun, kebijakan fiskal yang lebih agresif dari pemerintah China belum diperkenalkan, yang menjadi salah satu faktor yang membatasi sentimen positif di kawasan.

Sentimen Domestik: Optimisme Konsumen Indonesia

Di sisi domestik, ada sentimen positif yang berasal dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) untuk September 2024. Survei ini menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga dengan baik, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di level optimis, yakni 123,5. Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini tercatat sebesar 113,9, sementara Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) mencapai 133,1.

Optimisme konsumen ini terlihat di seluruh kategori pengeluaran, dengan peningkatan IKK yang signifikan pada responden dengan pengeluaran bulanan antara Rp3,1 juta hingga Rp4 juta. Sentimen positif ini mengindikasikan bahwa meskipun nilai tukar rupiah mengalami tekanan, keyakinan konsumen terhadap perekonomian Indonesia tetap kuat.

Proyeksi Nilai Tukar Rupiah

Menurut proyeksi dari Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan akan berfluktuasi, dengan potensi ditutup melemah di kisaran Rp15.610 hingga Rp15.730 per dolar AS. Faktor-faktor eksternal seperti data ketenagakerjaan AS dan kebijakan The Fed akan terus menjadi penentu utama arah pergerakan rupiah dalam waktu dekat.

Kesimpulan

Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS mencerminkan dampak dari kondisi ekonomi global, terutama dari data ketenagakerjaan AS dan penguatan dolar. Namun, optimisme domestik tetap terjaga dengan tingkat keyakinan konsumen yang tinggi, menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih memiliki fondasi yang kuat di tengah ketidakpastian global. Investor akan terus memantau data ekonomi AS dan perkembangan di China untuk menentukan langkah investasi selanjutnya.

Selasa, 08 Oktober 2024

Harga Minyak Dunia Terkoreksi di Tengah Gejolak Timur Tengah

 Harga minyak dunia mengalami penurunan pada awal perdagangan Senin (7/10/2024), setelah sebelumnya mencatatkan kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari setahun. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus mempengaruhi harga minyak di pasar global.

Penurunan Harga Minyak

Mengutip data Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 43 sen, atau sekitar 0,5%, menjadi US$77,62 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga mengalami penurunan sebesar 35 sen, atau 0,5%, menjadi US$74,03 per barel.

Pekan lalu, minyak Brent mencatat kenaikan lebih dari 8%, yang merupakan lonjakan terbesar dalam seminggu sejak Januari 2023. Di sisi lain, kontrak WTI naik 9,1% minggu ke minggu, terbesar sejak Maret 2023.

Penyebab Koreksi Harga

Menurut analis pasar independen Tina Teng, aksi ambil untung (profit taking) bisa menjadi salah satu alasan di balik koreksi harga minyak setelah lonjakan tajam minggu lalu. Namun, Teng memperingatkan bahwa pasar minyak masih akan menghadapi tekanan kenaikan harga karena kekhawatiran akan potensi respons Israel terhadap Iran di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.

“Pasar minyak kemungkinan besar akan terus berada di bawah tekanan karena ketegangan geopolitik yang kini berperan besar dalam menentukan tren harga minyak,” jelas Tina Teng.

Dampak Konflik Geopolitik

Pada Minggu, Israel meluncurkan serangan udara terhadap Hizbullah di Lebanon dan Jalur Gaza, menjelang peringatan satu tahun serangan Hamas pada 7 Oktober yang memicu perang. Menteri pertahanan Israel juga menyatakan bahwa semua opsi terbuka dalam upaya balas dendam terhadap Iran. Hal ini memicu kekhawatiran pasar akan eskalasi lebih lanjut di kawasan tersebut.

Iran sebelumnya telah melancarkan serangan rudal terhadap Israel sebagai respons atas operasi militer Israel di Lebanon dan Gaza. Sementara itu, pada Senin pagi, polisi Israel melaporkan bahwa roket Hizbullah telah menghantam kota Haifa, kota terbesar ketiga di Israel.

Prospek Pasokan Minyak Global

Laporan dari ANZ Research menekankan bahwa meskipun harga minyak melonjak minggu lalu, dampak langsung konflik Timur Tengah terhadap pasokan minyak diperkirakan relatif kecil. Serangan langsung terhadap fasilitas minyak Iran dianggap sebagai opsi yang paling kecil kemungkinannya, karena tindakan tersebut bisa memicu reaksi internasional yang merugikan.

ANZ juga menyoroti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, dampak peristiwa geopolitik terhadap pasokan minyak global cenderung berkurang. OPEC, dengan kapasitas cadangan sebesar 7 juta barel per hari, memberikan perlindungan tambahan terhadap potensi gangguan pasokan yang signifikan.

"Kapasitas cadangan OPEC memungkinkan penyangga terhadap hilangnya pasokan Iran, tetapi risiko meningkat jika Iran merespons dengan menyerang instalasi minyak negara-negara Teluk," ungkap laporan ANZ.

Peran OPEC dan OPEC+

OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia dan Kazakhstan, memiliki kapasitas cadangan jutaan barel minyak karena pengurangan produksi yang mereka lakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung harga di tengah permintaan global yang lemah. Pada pertemuan terakhirnya pada 2 Oktober 2024, OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan kebijakan produksi minyaknya, dengan rencana untuk mulai meningkatkan produksi pada bulan Desember.

Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk menjaga stabilitas pasar minyak, meskipun ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus mempengaruhi pergerakan harga minyak secara global.

Kamis, 03 Oktober 2024

Indeks Dolar Naik di Atas 101,7 Didukung Data Kuat Pekerjaan AS


Indeks dolar AS melanjutkan penguatannya pada Kamis, naik di atas level 101,7, dan mencatat kenaikan selama empat sesi berturut-turut, mencapai titik tertinggi dalam tiga minggu terakhir. Kenaikan ini didorong oleh data ketenagakerjaan swasta AS yang kuat, memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin tidak perlu menurunkan suku bunga secara agresif.

Kenaikan Indeks Dolar Didukung Data Pekerjaan yang Kuat

Laporan ADP menunjukkan bahwa sektor swasta di AS menambahkan 143.000 pekerjaan pada bulan September, jauh melampaui perkiraan sebesar 120.000. Angka ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap tangguh meskipun ada tekanan ekonomi yang sedang berlangsung. Data pekerjaan yang positif ini membuat investor optimis bahwa The Fed akan menjaga kebijakan suku bunga yang lebih stabil dalam waktu dekat.

Fokus Investor pada Klaim Pengangguran dan Laporan Pekerjaan September

Para investor kini menantikan data klaim pengangguran mingguan yang akan dirilis pada Kamis, serta laporan pekerjaan untuk bulan September yang akan keluar pada Jumat. Data-data ini diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut terkait kebijakan suku bunga yang akan ditempuh oleh The Fed.

Saat ini, pasar memperkirakan peluang sebesar 65% bahwa The Fed akan memilih penurunan suku bunga yang lebih moderat, yaitu 25 basis poin pada bulan November, meningkat dari perkiraan 43% yang tercatat seminggu sebelumnya.

Dolar Menguat terhadap Yen dan Euro

Selain menguat secara umum, dolar AS juga mencapai level tertinggi dalam satu bulan terhadap yen setelah Perdana Menteri Jepang yang baru dilantik menyatakan bahwa masih terlalu dini untuk melakukan kenaikan suku bunga tambahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter di Jepang mungkin akan tetap longgar, memberikan dorongan lebih lanjut bagi penguatan dolar terhadap yen.

Selain itu, euro juga mengalami pelemahan tajam terhadap dolar setelah seorang pejabat dari Bank Sentral Eropa (ECB) menyampaikan pernyataan yang dovish, yang mengisyaratkan sikap kebijakan moneter yang lebih hati-hati. Hal ini semakin memperkuat posisi dolar di pasar valuta asing.

Kesimpulan

Kenaikan indeks dolar di atas 101,7 mencerminkan keyakinan pasar terhadap kekuatan ekonomi AS, terutama didukung oleh data ketenagakerjaan yang solid. Fokus sekarang tertuju pada data tambahan yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan, yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed. Penguatan dolar terhadap yen dan euro menambah bukti bahwa mata uang ini tetap menjadi pilihan utama di tengah ketidakpastian global.

Selasa, 01 Oktober 2024

Harga Minyak Stabil di Tengah Prospek Pasokan yang Lebih Kuat dan Pertumbuhan Permintaan yang Lesu


Harga minyak mentah tidak banyak berubah pada hari Selasa karena prospek pasokan yang lebih kuat dan pertumbuhan permintaan global yang lemah melebihi kekhawatiran tentang eskalasi ketegangan di Timur Tengah yang dapat mempengaruhi produksi dari wilayah pengekspor utama tersebut.

Pergerakan Harga Minyak pada Hari Selasa

Brent dan WTI Menunjukkan Kenaikan Tipis

Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember naik 13 sen, atau 0,18%, menjadi $71,83 per barel pada pukul 06:15 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 14 sen, atau 0,21%, menjadi $68,31 per barel.

Penurunan Bulanan dan Kuartalan Minyak Brent dan WTI

Pada hari Senin, harga Brent menutup bulan September dengan penurunan sebesar 9%, menandai penurunan bulanan ketiga berturut-turut sekaligus penurunan terbesar sejak November 2022. Minyak Brent mengalami penurunan sebesar 17% pada kuartal ketiga, menjadi kerugian kuartalan terbesar dalam setahun. Di sisi lain, WTI turun 7% pada bulan lalu dan mencatat penurunan 16% untuk kuartal tersebut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasar Minyak

Penambahan Pasokan OPEC+ dan Permintaan yang Lesu

Menurut Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar dari IG, banyak faktor yang menahan kenaikan harga minyak. Para pelaku pasar mencermati penambahan pasokan dari OPEC+ yang dijadwalkan pada akhir tahun ini, bersamaan dengan prospek permintaan yang masih lemah dari Tiongkok, sebagaimana tercermin dalam data PMI terbaru negara tersebut.

Di sisi lain, sentimen pasar tampaknya kurang terpengaruh oleh data ekonomi yang lebih lemah, dengan harapan bahwa rangkaian stimulus terbaru akan membantu memacu ekonomi ke depan. Meskipun begitu, outlook jangka panjang untuk permintaan minyak tetap suram.

Aktivitas Manufaktur Tiongkok yang Melemah

Aktivitas manufaktur Tiongkok mengalami kontraksi tajam pada bulan September, dengan pesanan baru baik domestik maupun internasional menurun, yang menyebabkan kepercayaan pemilik pabrik mendekati titik terendah. Survei sektor swasta yang dirilis pada hari Senin menunjukkan penurunan ini.

Namun, para analis percaya bahwa serangkaian langkah stimulus yang diluncurkan selama seminggu terakhir kemungkinan akan cukup untuk membawa pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2024 kembali ke sekitar 5%. Meskipun begitu, langkah-langkah tersebut tidak mungkin secara signifikan mengubah prospek jangka panjang.

Dampak Ketegangan Timur Tengah pada Pasokan Minyak

Eskalasi Konflik Israel dan Lebanon

Konflik di Timur Tengah semakin meningkat setelah serangan militer Israel terhadap Hezbollah di perbatasan Lebanon pada hari Selasa. Serangan ini dipicu oleh pembunuhan Hassan Nasrallah, pemimpin Hezbollah, oleh Israel pada hari Jumat, yang memperburuk ketegangan antara Israel dan kelompok militan yang didukung Iran. Konflik ini berpotensi melibatkan Amerika Serikat dan Iran dalam skala yang lebih luas.

Namun, kekhawatiran mengenai gangguan pasokan minyak dari kawasan tersebut tampaknya masih terkendali untuk saat ini. Para pelaku pasar terus menghitung risiko konflik regional yang lebih luas, menurut Yeap dari IG.

Penurunan Stok Minyak di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, stok minyak mentah dan bahan bakar diperkirakan telah turun sekitar 2,1 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 27 September, menurut jajak pendapat awal Reuters yang dirilis pada hari Senin. Laporan resmi dari American Petroleum Institute diperkirakan akan keluar pada hari Selasa pukul 4:30 sore EDT (20:30 GMT).

Kesimpulan

Harga minyak terus berada dalam fase stabil di tengah kombinasi faktor-faktor yang mempengaruhi pasar. Sementara prospek peningkatan pasokan dari OPEC+ dan permintaan global yang lemah menjadi hambatan bagi kenaikan harga, ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan penurunan stok minyak di Amerika Serikat masih menjadi faktor yang perlu diawasi oleh para pelaku pasar.

Rabu, 25 September 2024

Bursa Saham AS Menghijau, Didukung Saham Pertambangan dan Stimulus China


Pada perdagangan Selasa (24/9/2024), bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menghijau, dipicu oleh penguatan saham pertambangan yang terdorong oleh paket stimulus besar dari China. Stimulus ini menjadi katalis utama yang memacu penguatan di sektor-sektor terkait bahan material, logam, dan tambang.

Performa Indeks Utama di Bursa Saham AS

Menurut laporan Reuters, indeks utama bursa AS menunjukkan performa positif:

  • Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,2%.
  • S&P 500 naik 0,25%.
  • Nasdaq Composite mencatat kenaikan lebih tinggi, sebesar 0,56%.

DJIA dan S&P 500 bahkan mencapai rekor tertinggi baru, mencerminkan sentimen positif yang kuat di kalangan investor.

Penguatan Saham di Sektor Bahan Material

Lima dari sebelas sektor dalam indeks S&P 500 mengalami apresiasi, dengan sektor bahan material mencatatkan kenaikan terbesar. Saham-saham di sektor ini menguat 1,35%, outperform dibanding sektor-sektor lainnya. Kenaikan ini sejalan dengan lonjakan harga logam sebagai respons terhadap stimulus besar yang digelontorkan oleh pemerintah China. Stimulus ini merupakan yang terbesar sejak pandemi Covid-19, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi China yang melambat.

Kenaikan Saham Pertambangan

Sektor tambang, terutama yang berfokus pada tembaga dan litium, mendapat keuntungan dari peningkatan harga logam.

Kenaikan harga saham ini sejalan dengan peningkatan permintaan logam yang didorong oleh langkah-langkah stimulus China yang bertujuan mempercepat pembangunan infrastruktur dan produksi industri.

Faktor Lain Penggerak Pasar: Pernyataan The Fed

Selain faktor stimulus China, penguatan bursa saham AS juga dipengaruhi oleh komentar dari Federal Reserve Governor Michelle Bowman, yang menyatakan bahwa inflasi di AS masih berada di atas target The Fed sebesar 2%. Pernyataan ini memicu spekulasi lebih lanjut terkait arah kebijakan moneter The Fed ke depan.

Ke depannya, data ekonomi penting seperti klaim angka pengangguran dan konsumsi personal akan menjadi fokus investor. Data ini diharapkan dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai kondisi ekonomi AS dan potensi langkah yang akan diambil oleh The Fed.

Dampak Global: Sentimen Positif dari Kebijakan China

Zachary Hill, Head of Portfolio Management di Horizon Investments, menyatakan bahwa kenaikan bursa saham AS sebagian besar didorong oleh kebijakan China yang mendukung pasar saham serta komitmen China untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. Kebijakan ini tidak hanya mendorong pasar domestik China, tetapi juga memberi dampak positif bagi pasar global.

"Sentimen positif tersebut merembet ke pasar modal AS, di mana kita melihat saham-saham yang sensitif terhadap kebijakan China dan sektor industri cyclical—seperti logam dan tambang mineral—unggul dibanding sektor-sektor lainnya," ujar Hill.

Saham Perusahaan China di Bursa AS

Selain sektor tambang, sejumlah perusahaan China yang terdaftar di bursa saham AS juga mengalami kenaikan harga saham yang signifikan pada perdagangan Selasa.

Kenaikan ini menandakan bahwa investor global merespons positif kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah China, yang dianggap akan memberikan dampak positif terhadap kinerja ekonomi negara tersebut dan meningkatkan peluang pertumbuhan perusahaan-perusahaan besar China.

Secara keseluruhan, perdagangan bursa saham AS pada Selasa lalu diwarnai oleh optimisme yang tinggi terkait stimulus China, penguatan sektor bahan material, serta spekulasi kebijakan moneter The Fed.

Senin, 23 September 2024

Pergerakan Mata Uang Asia Stabil, Dolar AS Menunggu Petunjuk dari The Fed dan Inflasi


Mata uang Asia bergerak dalam rentang yang sempit pada hari Senin, sementara dolar AS stabil setelah mengalami kerugian baru-baru ini. Para pedagang menanti lebih banyak petunjuk mengenai kebijakan Federal Reserve dan inflasi AS.

Dolar Australia menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terbaik, naik menjelang pertemuan Reserve Bank of Australia (RBA), di mana bank sentral diperkirakan akan mengambil sikap hawkish.

Perdagangan regional cenderung sepi karena libur pasar di Jepang. Namun, yen Jepang melemah, mundur lebih jauh dari puncaknya selama sembilan bulan yang dicapai minggu lalu. Pasangan USDJPY naik 0,3% menjadi 144,32 yen.

Namun, di luar yen, sebagian besar mata uang Asia mencatatkan beberapa keuntungan dari minggu lalu, setelah pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin oleh The Fed.

Dolar Australia Menguat, RBA Menjadi Sorotan

Pasangan AUDUSD naik 0,3% menjelang sinyal hawkish dari RBA yang akan diumumkan pada hari Selasa.

Ekspektasi Sikap Hawkish dari RBA

Bank sentral Australia diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap. Namun, inflasi yang tetap tinggi serta kekuatan pasar tenaga kerja baru-baru ini diperkirakan akan mendorong sikap hawkish dari RBA.

RBA juga diperkirakan akan mengisyaratkan bahwa suku bunga akan tetap tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama, sebuah skenario yang menguntungkan bagi dolar Australia. Saat ini, mata uang tersebut diperdagangkan mendekati level tertinggi dalam 10 bulan terakhir.

Dolar AS Stabil, Menunggu Petunjuk dari The Fed dan Inflasi

Indeks dolar dan kontrak berjangka indeks dolar keduanya naik sedikit dalam perdagangan Asia, stabil setelah mencatat kerugian minggu lalu.

Kebijakan Federal Reserve dan Dampaknya pada Dolar

The Fed telah memangkas suku bunga dan memulai siklus pelonggaran yang dapat membuat suku bunga turun sebanyak 125 basis poin tahun ini. Namun, kerugian dolar secara keseluruhan tetap terbatas, mengingat bahwa The Fed mengisyaratkan bahwa suku bunga netral akan lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya.

Lebih banyak petunjuk dari bank sentral AS akan datang minggu ini, dengan beberapa pejabat The Fed, terutama Ketua Jerome Powell, dijadwalkan berbicara dalam beberapa hari mendatang.

Data indeks harga PCE – tolok ukur inflasi pilihan The Fed – juga akan dirilis pada hari Jumat. Data ini kemungkinan besar akan memberikan sinyal lebih lanjut mengenai rencana pemotongan suku bunga oleh The Fed.

Mata Uang Asia Bergerak Stabil

Sebagian besar mata uang Asia bergerak dalam rentang yang datar hingga rendah.

  • Yuan China melemah sedikit setelah People’s Bank of China memangkas suku bunga repo 14-hari untuk melonggarkan kondisi moneter lebih lanjut dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

  • Won Korea Selatan naik 0,3%, sementara dolar Singapura menguat 0,2%.

  • Rupee India naik 0,1%, meskipun masih berada jauh di bawah rekor tertinggi yang dicapai baru-baru ini.

Dengan kondisi pasar yang tenang dan pelaku pasar yang menunggu perkembangan dari The Fed, pergerakan mata uang Asia cenderung stabil. Kekuatan dolar Australia serta ekspektasi kebijakan dari bank sentral global menjadi fokus utama dalam beberapa hari mendatang.

Kamis, 19 September 2024

Harga Minyak Dunia Melemah: Dampak Pemangkasan Suku Bunga The Fed dan Perlambatan Ekonomi China


Harga minyak dunia turun pada perdagangan Kamis (19/9/2024) di pasar Asia, setelah keputusan Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga yang lebih besar dari perkiraan. Hal ini memicu kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian Amerika Serikat dan berdampak pada pergerakan harga minyak.

Penurunan Harga Minyak Mentah

Brent dan WTI turun setelah keputusan The Fed
Mengutip laporan dari Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak November turun 34 sen, atau 0,46%, menjadi US$73,31 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober turun 42 sen atau 0,59%, menjadi US$70,49 per barel. Kedua kontrak minyak mentah ini mengalami tekanan setelah keputusan suku bunga The Fed yang memberikan pandangan kurang optimis terhadap prospek ekonomi.

Dampak Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Pemangkasan suku bunga memicu kekhawatiran ekonomi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pelemahan harga minyak adalah pemangkasan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin. Keputusan ini memberikan sinyal bahwa bank sentral AS melihat adanya perlambatan di pasar tenaga kerja. Biasanya, pemangkasan suku bunga akan mendorong aktivitas ekonomi, namun pandangan The Fed tentang kondisi ekonomi yang lesu telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.

Analis ANZ mencatat bahwa meskipun pemotongan suku bunga ini seharusnya memberikan dorongan positif bagi ekonomi, prospek ekonomi jangka menengah yang suram justru membuat investor merasa tidak puas. "Pemotongan suku bunga mengisyaratkan adanya tantangan ekonomi yang berat di masa depan," jelas mereka dalam sebuah catatan.

Pengaruh Perlambatan Ekonomi China

Lemahnya permintaan dari China turut menekan harga minyak
Selain kebijakan The Fed, perlambatan ekonomi China juga menjadi faktor utama yang membebani harga minyak dunia. Analis pasar IG, Tony Sycamore, menyatakan bahwa "Kekhawatiran permintaan yang sedang berlangsung dari Tiongkok membayangi keputusan The Fed." Perlambatan ekonomi di China, sebagai salah satu konsumen minyak terbesar di dunia, berdampak signifikan terhadap permintaan minyak global.

Data dari biro statistik China menunjukkan bahwa produksi kilang di negara tersebut melambat untuk bulan kelima berturut-turut pada bulan Agustus. Selain itu, pertumbuhan output industri juga mencapai level terendah dalam lima bulan terakhir, sementara penjualan ritel dan harga rumah baru semakin melemah, menambah tekanan pada harga minyak global.

Prospek Permintaan Minyak di China

Permintaan minyak China diprediksi meningkat di kuartal keempat
Meski demikian, analis dari Citi menyebutkan bahwa permintaan minyak China kemungkinan akan meningkat sebesar 300.000 barel per hari pada kuartal keempat tahun ini. Peningkatan ini didorong oleh pengoperasian kilang independen yang lebih aktif dan dimulainya operasional kilang baru Shandong Yulong Petrochemical. Faktor ini diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap permintaan minyak global dalam beberapa bulan mendatang.

Ketegangan di Timur Tengah

Kekhawatiran geopolitik meningkatkan risiko di pasar minyak
Selain faktor ekonomi, pasar minyak juga mencermati ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Pada hari Rabu, walkie-talkie yang digunakan oleh kelompok bersenjata Lebanon Hizbullah meledak, menyusul ledakan serupa yang terjadi sehari sebelumnya. Meskipun pejabat Israel belum memberikan komentar resmi, sumber keamanan menyebutkan bahwa agen mata-mata Israel, Mossad, bertanggung jawab atas serangan tersebut. Ketegangan ini meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi lebih lanjut dalam konflik Israel yang telah berlangsung selama 11 bulan di Gaza.

Kesimpulan

Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik menekan harga minyak
Penurunan harga minyak dunia pada Kamis (19/9/2024) dipengaruhi oleh kombinasi faktor ekonomi dan geopolitik. Pemangkasan suku bunga oleh The Fed, yang seharusnya mendorong aktivitas ekonomi, justru menimbulkan kekhawatiran akan perlambatan ekonomi AS. Di sisi lain, perlambatan ekonomi China dan ketegangan di Timur Tengah terus memberikan tekanan pada pasar minyak, membuat prospek harga minyak tetap bergejolak dalam waktu dekat.