PT Rifan Financindo - Harga mentah dunia
diprediksi bisa meloncat di atas US$ 75 per barel jika kekurangan
pasokan minyak dunia tidak segera dipenuhi oleh produsen, usai serangan
pesawat nirawak (drone) yang menyebabkan kebakaran pada dua fasilitas perusahaan minyak Arab Saudi, Saudi Aramco.
Ari Kuncoro, Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengatakan, serangan drone pada Sabtu (14/9) dini hari itu menghilangkan produksi minyak sekitar 5,7 juta barrel per hari dari pasar dunia.
Hal ini, jika tidak dikompensasikan, akan meningkatkan harga minyak, baik melalui jalur selisih permintaan dengan pasokan maupun melalui ekspektasi perdagangan instrumen derivatif keuangan berjangka.
Ari yang baru terpilih menjadi Rektor UI periode 2019-2024 pada Rabu (25/9) ini mengatakan serangan ke fasilitas Aramco itu membuat perekonomian dunia yang sudah tidak menentu akibat perang dagang Amerika Serikat-China menjadi semakin tak menentu.
Ari Kuncoro, Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengatakan, serangan drone pada Sabtu (14/9) dini hari itu menghilangkan produksi minyak sekitar 5,7 juta barrel per hari dari pasar dunia.
Hal ini, jika tidak dikompensasikan, akan meningkatkan harga minyak, baik melalui jalur selisih permintaan dengan pasokan maupun melalui ekspektasi perdagangan instrumen derivatif keuangan berjangka.
Ari yang baru terpilih menjadi Rektor UI periode 2019-2024 pada Rabu (25/9) ini mengatakan serangan ke fasilitas Aramco itu membuat perekonomian dunia yang sudah tidak menentu akibat perang dagang Amerika Serikat-China menjadi semakin tak menentu.
"Serangan itu sempat membangkitkan kepanikan di pasar minyak
dunia yang tercermin dari kenaikan harga minyak, segera setelah serangan
itu. Kualitas minyak mentah standar diwakili WTI [West Texas
Intermediate], sementara kualitas premium diwakili Brent. Ada selisih
harga kurang lebih US$ 10 per barel di antara dua kualitas tersebut,"
kata Ari kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/9/2019).
Dia
mengatakan, harga minyak Brent (untuk patokan Eropa dan Asia) sudah naik
saat ini hampir 20% ke US$ 72 per barel atau kenaikan tertinggi sejak
14 Januari 1991 pada saat Perang Teluk pecah.
Sementara itu, harga minyak jenis WTI (untuk patokan Amerika) juga naik menjadi sekitar US$ 65 per barel.
"Situasi
ini sempat menimbulkan kepanikan sehingga terjadi spekulasi harga
minyak akan naik ke US$ 100 per barel, bahkan lebih. Hal ini mendorong
anggaran bahwa resesi dunia yang belum pasti kapan terjadinya, akan
menjadi kenyataan dalam waktu dekat," jelas Ari yang juga dikenal sebagai ekonom ini.
|
Dia
menganalisis, jika kekurangan pasokan minyak sekitar 5,7 juta barel per
hari dari pasar dunia itu tidak dikompensasi, maka ada beberapa skenario
kenaikan harga minyak dunia.
Bila dalam 6 pekan situasi
kekurangan pasokan itu tidak bisa diatasi, harga minyak Brent bisa
meloncat sampai US$ 9 per barel menjadi US$ 75 per barel.
Skenario
lain, jika kekurangan suplai ini tidal kunjung diatasi, maka harga
minyak dunia akan melesat di atas US$ 75 per barel. "AS mungkin akan
mengeluarkan cadangan strategisnya untuk mencegah harga mendekati US$
100 per barel," jelasnya.
Menurut Ari, pasar minyak saat ini sudah berbeda dengan periode
tahun 1980-an dan 1900-an karena Organisasi Negara-negara Pengekspor
Minyak atau OPEC tidak lagi menjadi pemain dominan.
Ekspor minyak
negara-negara anggota OPEC saat ini Hanya meliputi 60% dari ekspor
minyak dunia sehingga lebih mirip model oligopoli Cournot (biasa disebut
duopoli) yang contestable (persaingan). Lazimnya, pasar duopoli hanya terdapat dua perusahaan yang menjual produk yang homogen, dengan demikian hanya terdapat satu harga pasar. (tas/sef)
Sumber : CNBC
Info Lowongan Kerja
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
Rifanfinancindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar