Selasa, 27 Mei 2025

Harga Minyak Melemah karena Ekspektasi Kenaikan Produksi OPEC+ Membebani Sentimen Pasar

 


Harga minyak turun pada hari Selasa karena pasar mulai mengantisipasi kemungkinan keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mentah pada pertemuan yang dijadwalkan minggu ini. Prospek peningkatan pasokan ini memicu kekhawatiran akan tekanan pada keseimbangan pasar global dan membebani sentimen investor yang sebelumnya terdorong oleh ketatnya pasokan.

Pasar Mengantisipasi Keputusan OPEC+

Kontrak berjangka Brent turun 12 sen atau sekitar 0,19% menjadi \$64,62 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) turun 15 sen atau 0,24% ke posisi \$61,38 per barel. Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran investor bahwa OPEC+ — kelompok yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya — akan menyepakati peningkatan produksi, yang berpotensi menambah pasokan global dan menekan harga lebih lanjut.

Menurut sumber internal OPEC+ yang dikutip oleh Reuters, delapan negara anggota yang sebelumnya sepakat untuk melakukan pemangkasan produksi secara sukarela akan mengadakan pertemuan pada 31 Mei, sehari lebih awal dari jadwal semula. Pertemuan tersebut diperkirakan akan menetapkan level produksi untuk Juli, dengan proyeksi peningkatan sebesar 411.000 barel per hari.

Dampak Kebijakan dan Ketegangan Geopolitik

Meskipun tekanan jual mendominasi pasar, penurunan harga minyak masih terbatas setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan perpanjangan negosiasi dagang dengan Uni Eropa hingga 9 Juli. Langkah ini meredakan kekhawatiran jangka pendek tentang potensi tarif tambahan yang dapat menghambat permintaan bahan bakar, khususnya di sektor transportasi dan industri berat.

Selain itu, pasar juga memantau perkembangan dari Iran. Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC) menetapkan harga jual resmi minyak ringan untuk pembeli Asia pada bulan Juni sebesar \$1,80 per barel di atas rata-rata harga Oman/Dubai, naik dari premium \$1,65 pada bulan Mei. Strategi harga ini menegaskan tekad Iran untuk mempertahankan pangsa pasar di Asia di tengah ketidakpastian geopolitik yang sedang berlangsung.

Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa negaranya mampu bertahan jika perundingan nuklir dengan AS gagal mencapai kesepakatan. Pernyataan ini menambah kompleksitas dinamika pasar minyak global. Jika negosiasi nuklir menemui jalan buntu, sanksi ekonomi terhadap Iran bisa diperketat, sehingga membatasi ekspor minyak negara tersebut dan berpotensi menopang harga minyak di pasar global.

Harga Minyak Rentan terhadap Tekanan Pasokan dan Sentimen Global

Harga minyak dunia saat ini berada dalam posisi rentan, diapit oleh ekspektasi kenaikan produksi OPEC+ dan ketidakpastian geopolitik yang terus bergulir. Sementara kebijakan dagang AS dan dinamika perundingan nuklir Iran menjadi faktor pendukung harga, tekanan pasokan dari potensi peningkatan produksi tetap menjadi fokus utama pelaku pasar.

Keseimbangan antara faktor fundamental pasokan dan permintaan global akan sangat menentukan arah harga minyak dalam waktu dekat. Jika OPEC+ benar-benar memutuskan untuk meningkatkan produksi tanpa diimbangi oleh kenaikan permintaan global, tekanan pada harga minyak kemungkinan akan terus berlanjut.

Rabu, 21 Mei 2025

Harga Emas Tembus $3.300 Lagi, Didorong Pelemahan Dolar AS dan Permintaan Safe Haven

 


Harga emas (XAU/USD) kembali menembus level psikologis \$3.300 per ons pada Rabu pagi (21 Mei), melanjutkan tren kenaikan mingguan untuk hari ketiga berturut-turut. Kenaikan ini menandai level tertinggi dalam satu setengah minggu terakhir dan memperkuat sentimen bullish terhadap logam mulia. Dorongan utama berasal dari pelemahan berkelanjutan pada Dolar AS, yang dipicu oleh kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat dan penurunan peringkat kredit pemerintah AS pada akhir pekan lalu.

Sentimen negatif terhadap dolar terus mendominasi pasar setelah lembaga pemeringkat menurunkan peringkat utang pemerintah AS. Hal ini menimbulkan keresahan baru terhadap prospek fiskal jangka menengah negara tersebut. Akibatnya, investor mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset non-yielding seperti emas, yang secara historis dipandang sebagai pelindung nilai dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.

Di sisi lain, sikap kehati-hatian yang ditunjukkan oleh pejabat Federal Reserve mengenai prospek ekonomi Amerika turut memperkuat ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS akan memangkas suku bunga lagi tahun ini. Harapan pelonggaran moneter ini memberikan tekanan tambahan pada dolar AS, yang pada akhirnya menguntungkan harga emas. Dolar kini berada di posisi terlemah dalam hampir dua minggu, memperkuat daya tarik emas di mata investor global.

Selain faktor domestik AS, ketegangan perdagangan yang kembali mencuat antara Amerika Serikat dan China juga ikut mendukung permintaan terhadap aset safe haven. Pasar mulai kembali memperhitungkan risiko potensi hambatan perdagangan global yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, memperkuat alasan untuk berinvestasi pada aset yang lebih aman dan stabil seperti emas.

Dengan kombinasi dari melemahnya dolar AS, potensi pemangkasan suku bunga, dan meningkatnya ketegangan perdagangan global, prospek jangka pendek harga emas terlihat solid. Investor ritel maupun institusi mulai memperbesar eksposur terhadap emas sebagai langkah antisipatif terhadap volatilitas pasar yang tinggi dan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi AS.

Seiring pasar yang masih sangat sensitif terhadap perubahan data ekonomi dan pernyataan pejabat bank sentral, pergerakan harga emas ke depan akan sangat bergantung pada sinyal lanjutan dari Federal Reserve serta perkembangan hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia. Namun untuk saat ini, momentum kenaikan emas masih terjaga kuat dan didukung oleh permintaan yang terus meningkat dari investor pencari lindung nilai.

Kamis, 15 Mei 2025

Trump Mengatakan AS dan Iran Semakin Dekat dengan Kesepakatan Nuklir

 


Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat mungkin semakin dekat dengan kesepakatan untuk membatasi program nuklir Republik Islam Iran. "Saya rasa kita semakin dekat dengan kesepakatan," ujar Trump pada sebuah acara dengan pemimpin bisnis di Qatar pada hari Kamis. "Anda mungkin sudah membaca di berita bahwa Iran telah menyetujui persyaratan."

Pernyataan Trump tampaknya merujuk pada wawancara NBC dengan Ali Shamkhani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, di mana Shamkhani menegaskan kembali posisi Teheran bahwa mereka bersedia membatasi pengayaan uranium dengan imbalan pencabutan sanksi.

Dampak Terhadap Harga Minyak

Komentar Trump dan Shamkhani menyebabkan harga minyak anjlok. Brent turun 2,8% menjadi $64,22 per barel pada pukul 08:00 waktu London.

AS dan Iran telah mengadakan empat putaran pembicaraan mengenai aktivitas nuklir Republik Islam, dengan Oman sebagai mediator. Trump menegaskan keinginannya untuk mencapai kesepakatan yang akan mencegah Iran membangun senjata nuklir, sementara Iran mencari pengurangan sanksi AS yang melumpuhkan.

Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi, yang memimpin tim negosiasi Iran, mengatakan pada hari Rabu bahwa kedua belah pihak masih menjaga jarak, dan mengharapkan pendekatan yang lebih realistis dari AS dalam putaran pembicaraan berikutnya, yang belum dijadwalkan.

Araghchi juga mengkritik Trump atas komentarnya tentang peran Republik Islam dalam ketegangan di Timur Tengah. "Kami sedang melakukan negosiasi yang sangat serius dengan Iran untuk perdamaian jangka panjang, dan jika itu tercapai, akan sangat fantastis," kata Trump pada hari Kamis.

Rabu, 07 Mei 2025

Indeks Dolar AS Bertahan Menjelang Keputusan The Fed

Indeks Dolar AS (DXY), yang melacak pergerakan Dolar AS (USD) terhadap enam mata uang utama lainnya, diperdagangkan di sekitar level 99,50 pada sesi Eropa pada hari Rabu (07/05). Indeks ini kembali menguat setelah sempat kehilangan lebih dari 0,50% pada sesi sebelumnya.

Penguatan Dolar Menjelang Keputusan Suku Bunga The Fed

Penguatan dolar terjadi di tengah kehati-hatian pasar menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang akan diumumkan pada sesi Amerika Utara. Diperkirakan, The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25–4,50% untuk ketiga kalinya secara berturut-turut pada pertemuan bulan Mei 2025. Langkah ini mencerminkan upaya bank sentral untuk menyeimbangkan indikasi inflasi yang mulai mereda dengan kondisi pasar tenaga kerja yang masih kuat serta meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.

Kontraksi Ekonomi AS pada Kuartal Pertama

Ekonomi AS mengalami kontraksi pada kuartal pertama, dengan produk domestik bruto (PDB) menyusut pada tingkat tahunan sebesar 0,3%. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh lonjakan impor karena pelaku bisnis dan konsumen berlomba menyimpan barang menjelang kenaikan tarif yang diantisipasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi melambat, indikator inflasi seperti Indeks Harga Konsumen (CPI) dan Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) menunjukkan tekanan harga yang mulai mereda, sementara data ketenagakerjaan tetap kuat.

Namun, investor semakin mempertimbangkan potensi pelemahan kondisi ekonomi dalam beberapa bulan mendatang, seiring dengan tanda-tanda perlambatan yang muncul dari data ekonomi terbaru.

Pernyataan Ketua The Fed dan Ketegangan Perdagangan

Para pelaku pasar akan sangat memperhatikan pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, terutama di tengah meningkatnya ketegangan tarif dan tekanan politik baru dari Presiden Trump untuk memangkas suku bunga. Pernyataan Powell akan menjadi kunci dalam mengantisipasi arah kebijakan moneter ke depan.

Pertemuan AS-China di Jenewa

Secara paralel, Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, dijadwalkan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, di Jenewa akhir pekan ini. Ini akan menjadi pertemuan tingkat tinggi pertama sejak AS menaikkan tarif, memperburuk ketegangan perdagangan global. Kementerian Perdagangan China telah mengonfirmasi partisipasinya setelah mengevaluasi proposal Washington berdasarkan masukan industri domestik dan sentimen global.

Kesimpulan

Indeks Dolar AS yang tetap bertahan di tengah dinamika ekonomi dan geopolitik menunjukkan ketahanan greenback sebagai mata uang safe-haven. Investor akan terus memantau kebijakan The Fed serta perkembangan dalam perundingan dagang AS-China sebagai indikator utama pergerakan selanjutnya.