Jumat, 29 November 2019

Hong Kong Buat Panas AS-China, Damai Dagang Di Ujung Tanduk

Ilustrasi : CNBC Indonesia
PT Rifan Financindo Berjangka - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani undang-undang (UU) HAM dan Demokrasi Hong Kong yang mendukung para demonstran pro-demokrasi pada Rabu waktu setempat (27/11/2019).

UU ini akan memungkinkan perwakilan AS melakukan tinjauan secara tahunan terhadap kawasan otonomi khusus China yakni Hong Kong. Tinjauan ini akan menjadi syarat bagi kawasan itu jika ingin melakukan aktivitas perdagangan dengan AS.

UU ini juga memungkinkan AS menjatuhkan sanksi terhadap pejabat China maupun Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di bekas koloni Inggris itu. Selain UU ini, ada pula UU soal penghentian ekspor senjata untuk penanganan massa ke Hong Kong.

Dalam pernyataannya Trump mengaku ia melakukan ini untuk kebaikan China dan Hong Kong.

"Saya menandatangani UU ini untuk menghormati Presiden China Xi dan orang-orang Hong Kong. Ini disah-kan dengan harapan bahwa para pemimpin dan perwakilan China dan Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai, yang mengarah pada perdamaian jangka panjang dan kemakmuran bagi semua," jelas Trump.

Namun langkah Trump ini tak ayal membuat China berang. China menuding hal ini adalah intervensi pada urusan dalam negeri negara itu. Bahkan merupakan pelanggaran hukum internasional.

"Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.


Menurut beberapa pihak, ditandatanganinya UU ini dapat memperdalam keretakan hubungan AS-China. Para pengamat juga menyebut UU ini bisa membuat hubungan dagang kedua negara semakin sulit mencapai kata sepakat. Lalu sejauh mana pengaruhnya?

Membuat Pembicaraan Damai Makin Sulit
Sejumlah analis melihat langkah Trump akan mempersulit pembicaraan dagang yang sudah dilakukan.

"Sepertinya tidak akan mudah untuk mencapai konsensus, jadi sekarang, mencapai kesepakatan Fase I bisa sulit," kata Stephen Chiu seorang analis Bloomberg Intelligence memperingatkan, sebagaimana dilansir dari The Independence.

Hal senada juga dikatakan pengamat lain. Meski tetap optimis secara ekonomi harapan damai masih terlihat.


"Semua logika ekonomi yang mendukung tercapainya kesepakatan dan mencegah kenaikan tarif tentu tetap ada," kata peneliti di Hinrich Foundation dikutip dari BBC.

"Namun pertanyaan terbuka-nya adalah apakah ketidaksenangan China bisa cukup untuk membatalkan kesepakatan perdagangan Fase 1, yang menurut sebagian pihak hampir mendekati akhir? Paling tidak, (langkah Trump) ini akan menyulitkan dan ada kemungkinan penundaan resolusi."

Menurut mantan duta besar Amerika untuk China, hubungan AS-China akan diujung tanduk.

"Saya kira UU ini tidak akan membantu para pemrotes mencapai tujuan mereka. Kedua, ini berdampak pada hubungan AS-China. Saya pikir ini akan memperburuk hubungan," kata Max Baucus, yang pernah ditunjuk sebagai duta besar oleh Presiden Barack Obama sebagaimana dikutip dari CNBC International.

"Langkah ini juga akan menyebabkan lebih banyak ketidakpastian mengenai perjanjian perdagangan yang sedang diupayakan."
Hong Kong Ancaman Terbesar Pasar
Sementara itu, dilansir dari CNBC International, masalah yang berlangsung di Hong Kong merupakan ancaman geopolitik terbesar bagi pasar global.

"Hong Kong saat ini adalah risiko geopolitik terbesar untuk pasar," kata seorang ekonom global Holger Schmieding.

"Jika situasi di Hong Kong meningkat dengan buruk dan jika kita mendapatkan intervensi militer Cina yang berat, maka hampir tidak mungkin bagi AS membuat kesepakatan perdagangan dengan China."

"Hampir mustahil untuk AS melakukan itu, sehingga akan memperpanjang penurunan industri global yang disebabkan oleh ketegangan perdagangan,."

Meski demikian, ia berharap pertengkaran ini hanyalah pertengkaran sederhana. Mengingat keduanya masih memiliki keinginan untuk melindungi ekonomi kedua negara yang terpengaruh akibat perang dagang.

Pada 2019, kami memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat di hampir 90% dunia. Efek kumulatif dari perang dagang dapat mengurangi output produk domestik bruto (PDB) global sebesar US$ 700 miliar atau sekitar 0,8% pada tahun 2020. (sef/sef) 

Kamis, 28 November 2019

Trump Dukung Demonstrasi Hong Kong, Indeks Shanghai Melemah

Trump Dukung Demonstrasi Hong Kong, Indeks Shanghai Melemah
Foto: REUTERS/Bobby Yip/File Photo
PT Rifan Financindo - Bursa saham China dan Hong Kong mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (27/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai dibuka melemah 0,03% ke level 2.902,36, sementara indeks Hang Seng turun 0,71% ke level 26.763,63.

Dukungan yang ditunjukkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap demonstrasi di Hong Kong menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham China dan Hong Kong. Kemarin waktu setempat (26/11/2019), Trump resmi menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong yang pada intinya memberikan dukungan bagi para demonstran di sana.

RUU pertama akan memberikan mandat bagi Kementerian Luar Negeri AS untuk melakukan penilaian terkait dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Hong Kong dalam mengatur wilayahnya sendiri. Jika China terlalu banyak mengitervensi Hong Kong sehingga membuat kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri menjadi lemah, status spesial yang kini diberikan oleh AS terhadap Hong Kong di bidang perdagangan bisa dicabut.

Untuk diketahui, status spesial yang dimaksud membebaskan Hong Kong dari bea masuk yang dibebankan oleh AS terhadap produk-produk impor asal China. RUU pertama tersebut juga membuka kemungkinan dikenakannya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.

Sementara itu, RUU kedua akan melarang penjualan dari perlengkapan yang selama ini digunakan pihak kepolisian Hong Kong dalam menghadapi demonstran, gas air mata dan peluru karet misalnya.

Untuk diketahui, demonstrasi berkepanjangan di Hong Kong yang pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi tersebut telah resmi membawanya memasuki periode resesi.

Pada akhir bulan lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Kini, dukungan yang diberikan oleh Trump terhadap demonstran di Hong Kong berpotensi membuat kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China menjadi gagal diteken.

TIM RISET CNBC INDONESIA(ank/ank)

Rabu, 27 November 2019

Polling Pemilu Inggris Jadi Sengit, Poundsterling Pun Melemah

Polling Pemilu Inggris Jadi Sengit, Poundsterling Pun Melemah
Rifan FinancindoNilai tukar poundsterling melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (26/11/19). Pemilihan Umum (Pemilu) Inggris menjadi penggerak utama poundsterling belakangan ini, dengan perhatian saat ini tertuju pada hasil polling siapa yang akan memenangi Pemliu.

Pada pukul 20:05 WIB, poundsterling melemah 0,32% ke level US$ 1,2857 di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Pelemahan hari ini membalikkan performa bagus di awal pekan kemarin setelah menguat 0,53%.

Partai Konservatif diunggulkan akan memenangi Pemilu pada 12 Desember nanti. Meski demikian keunggulan tersebut kini kian menipis.

Reuters merilis hasil survei dari Kantar yang menunjukkan Partai Konservatif atau yang sering disebut Tory kini unggul 11 poin dari pesaing terberatnya, Partai Buruh. Beberepa pekan lalu, Partai Konservatif unggul 18 poin.

Senada dengan Kantar, hasil survei ICM untuk Reuters menunjukkan keunggulan Partai Konservatif pada pekan lalu sebesar 10 poin, kini menurun menjadi 7 poin.

Partai Konservatif merupakan partai pemerintah Inggris saat ini pimpinan Perdana Menteri Boris Johnson. Jika Partai Konservatif memenangi Pemilu dan meraih suara mayoritas di parlemen, maka hambatan proses perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) akan menjadi berkurang.

Seperti diketahui sebelumnya, proposal Brexit selalu kandas di Parlemen Inggris. Proposal terbaru yang dibuat PM Johnson dan telah disetujui oleh Komisi Eropa kandas lagi di Parlemen Inggris sehingga deadline Brexit yang seharusnya pada 31 Oktober lalu mundur menjadi 31 Januari tahun depan.

Sejak awal September, poundsterling menguat lebih dari 5% melawan dolar AS, salah satu penyebabnya adalah Partai Konservatif yang diramal akan memenangi Pemilu dan menguasai kursi mayoritas di Parlemen Inggris. 

Tidak hanya itu, tahun depan poundsterling juga diprediksi akan melesat naik. Bank of America Merrill Lynch memprediksi poundsterling menguat 8% ke US$ 1,39 pada akhir 2020. Selain Bank of America Merrill Lycnh, masih banyak lagi bank investasi ternama yang memberikan pendapat sama.

Kini dengan menipisnya keunggulan tersebut, pelaku pasar cemas Tory bisa gagal mengamankan kursi mayoritas, dan masa depan Brexit kembali menjadi tanda tanya.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Selasa, 26 November 2019

AS-China Segera Teken Kesepakatan Dagang, Bursa Asia Menguat

AS-China Segera Teken Kesepakatan Dagang, Bursa Asia Menguat
Foto: Reuters
PT Rifan - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (26/11/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei naik 0,68%, indeks Shanghai menguat 0,22% ke level 2.912,52, indeks Hang Seng terapresiasi 0,71%, indeks Straits Times terkerek 0,19%, dan indeks Kospi bertambah 0,27%.

Optimisme terkait damai dagang AS-China sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Dalam publikasi yang dirilis pada akhir pekan kemarin, China mengumumkan bahwa pihaknya akan menaikkan besaran denda bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di bidang hak kekayaan intelektual, seperti dilansir dari CNBC International.

Seperti yang diketahui, pelanggaran dalam hal hak kekayaan intelektual merupakan salah satu faktor dibalik meletusnya perang dagang AS-China. Sebelumnya, China bersikukuh supaya AS tak menguatk-atik masalah ini dan fokus terhadap masalah yang menurut mereka lebih mudah untuk dibenahi yakni defisit neraca dagang AS dengan China.

Kini, melunaknya China di bidang hak kekayaan intelektual dengan membebankan denda yang lebih tinggi bagi sang pelanggar menunjukkan bahwa Beijing semakin membuka diri untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu dengan AS.

Lebih lanjut, Global Times yang merupakan koran milik Partai Komunis mengatakan bahwa AS dan China kini tengah mendekati kesepakatan dagang tahap satu.

Kemudian, sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari pemilihan kepala daerah yang digelar di Hong Kong. Pemilihan kepala daerah tersebut telah secara luas dipandang sebagai barometer sentimen publik, yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi demonstrasi berkepanjangan di kota ini.

Hasilnya, kandidat yang pro demokrasi dikabarkan keluar sebagai pemenang. Mereka memperoleh mayoritas suara dengan meraih 333 dari total 425 kursi yang diperebutkan, sedangkan kandidat yang pro China hanya memenangkan 52 kursi.

Untuk diketahui, demonstrasi berkepanjangan di Hong Kong telah resmi membawanya memasuki periode resesi. Pada akhir bulan lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

TIM RISET CNBC INDONESIA(ank/ank)

Senin, 25 November 2019

China Lobi Rusia Campakkan Dolar AS, Setujukah Putin?

China Lobi Rusia Campakkan Dolar AS, Setujukah Putin?
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping ( Kenzaburo Fukuhara/Pool via REUTERS)
PT Rifan Financindo Berjangka - China kembali jadi sorotan. Dua eksekutif China lagi-lagi menjadi perhatian dalam konferensi Russia Calling! yang digelar tahun ini. Konferensi tersebut adalah forum investasi yang dibuat oleh bank investasi Rusia, VTB Capital, di Moskow. Kedua perwakilan China itu melobi pihak Rusia untuk menerima renminbi (RMB) sebagai alat pembayaran dan investasi.
Sayangnya, Presiden Rusia Vladimir Putin 'merusak' lobi kedua perwakilan China itu.

"Renminbi memiliki batasan karena konvertibilitas, dan China menyatakan bahwa masih terlalu dini bagi mereka untuk [menerapkan] liberalisasi pasar penuh seperti halnya rubel [mata uang Rusia dan Belarus]," kata Putin kepada peserta konferensi, lebih dari 2.000 orang memadati Hotel Crowne Plaza di Moskow, Rabu pekan lalu (20/11/2019).

"Adalah realistis bagi kami ingin melakukan perdagangan dalam mata uang nasional kita sendiri. Adapun untuk mengumpulkan uang dalam RMB, kami tidak tertarik dengan mata uang [ini], kami tertarik pada proposal investasi [China] terlebih dahulu," kata Putin lagi, sebagaimana dilansir dari forbes, Senin (25/11/2019).

Putin menanggapi pertanyaan dari seseorang dari Russia-China Investment Fund, sebuah private equity yang mengelola dana investasi dari investor China dan membawanya ke Rusia.

Yanzhi Wang, Direktur Eksekutif Silk Road Fund, adalah orang pertama yang mengemukakan pertanyaan tentang penggunaan renminbi sebagai [upaya] menyaingi dolar AS.

Baik China dan Rusia, tampaknya terkunci dalam daftar musuh permanen bagi Washington, sehingga mereka sangat sadar akan risiko ketergantungan dolar AS pada kemampuan mereka untuk menumbuhkan ekonomi dua negara tersebut dan berupaya menggandeng mitra dagang dengan negara lain.

"Investor seperti kita harus mengeksplorasi solusi praktis, di mana kemampuan untuk menggunakan dolar terbatas," katanya.

"Kita harus menggunakan alternatif. Dengan RMB sekarang dalam keranjang mata uang IMF, RMB lebih sering digunakan untuk perdagangan lintas batas [internasional], menggunakan RMB mengurangi risiko valuta asing dan biaya transaksi," tambahnya, beberapa jam sebelum Putin naik ke panggung.

Wang mengatakan bahwa hubungan bisnis antara Rusia dan China semakin dalam, tetapi hubungan keuangan antara keduanya yang paling lambat. "Akan lebih mudah jika kita bisa berinvestasi langsung dengan RMB," katanya.

"Bank atau lembaga keuangan lokal dapat melakukan pertukaran renminbi-rubel untuk membuatnya lebih mudah. Ini adalah siklus bisnis masa depan bagi kami, dalam pandangan kami. Jika itu berhasil, maka lebih banyak modal RMB bisa mengalir ke Rusia."

Masalahnya adalah China, bukan Rusia.

China tidak mengizinkan RMB mengalir bebas ke luar negeri. Program investor institusi domestik yang berkualitas juga dibatasi pada apa yang dapat dibawa oleh investor ke luar negeri secara legal.

Tidak ada yang berbicara tentang meningkatkan kuota penggunaan renminbi, yang tentunya akan dibutuhkan bagi mata uang itu untuk bisa meninggalkan China dalam bentuk investasi swasta misalnya ditempatkan dalam bentuk investasi real estate Rusia, tanah pertanian atau jaringan pipa gas di Siberia. Perusahaan di China memiliki seperangkat aturan lain untuk berinvestasi di luar negeri.

Silk Road Fund didirikan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang terkait dengan inisiatif One Belt One Road China (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim).

Dana tersebut diinvestasikan sekitar US$ 30 miliar atau Rp 420 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Sekitar 70% dari investasi tersebut hanyalah berupa investasi ekuitas atau saham.
Rusia adalah posisi terbesar dalam dana tersebut, karena 10% sahamnya ada dalam proyek Yamal LNG, salah satu proyek investasi China-Rusia yang menjadi andalan dalam "aliansi" baru mereka.

Untuk investasi dalam renminbi, dolar, atau rubel, China sebagian besar tertarik membenamkannya di bidang infrastruktur energi dan pertanian, karena perbatasannya yang terbagi dengan Rusia.

China mengimpor US$ 137 miliar (Rp 1.929 triliun) dalam komoditas pertanian di seluruh dunia pada tahun lalu, dan Rusia hanya menyumbang 2% dari itu.

"Saya ingat tahun lalu Putin mengatakan bahwa 'kami tidak bermaksud untuk membuang dolar, tetapi dolar mengabaikan kami,'" kata Wang, menambahkan bahwa pasar China terbuka, sehingga memudahkan investasi lintas batas, termasuk di pasar saham atau ekuitas.

Saat in, Bursa Efek Shanghai dan Moskow terhubung, meskipun perdagangan relatif tergantung Bursa Moskow.

"Rusia memiliki pasar baru untuk dijelajahi di China," kata Wang. "Obligasi China tenor 10 tahun kuponnya 150 basis poin [bps] lebih tinggi dari obligasi US Treasury 10-tahun, dan 300 bps lebih tinggi dari obligasi euro," katanya membandingkan imbal hasil obligasi. (tas/tas)

Sumber : CNBC

Baca Juga :

Jumat, 22 November 2019

Wakil PM China Undang Delegasi AS, Bursa Saham Asia Menghijau

Wakil PM China Undang Delegasi AS, Bursa Saham Asia Menghijau
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)
PT Rifan Financindo - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak ditransaksikan di zona hijau pada perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (22/11/2019).

Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,73%, indeks Shanghai menguat 0,09%, indeks Hang Seng terkerek 0,48%, indeks Straits Times terapresiasi 0,47%, dan indeks Kospi bertambah 0,45%.

Pemberitaan yang positif seputar negosiasi dagang AS-China menjadi faktor yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning.

Wall Street Journal melaporkan bahwa dalam pembicaraan via sambungan telepon pada pekan lalu, Wakil Perdana Menteri China Liu He mengundang Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer ke Beijing guna membicarakan kesepakatan dagang tahap satu lebih lanjut, seperti dilansir dari CNBC International.

Wakil PM China Undang Delegasi AS, Bursa Saham Asia Menghijau
Foto: (REUTERS / James Lawler Duggan)
Hingga kini, memang belum jelas apakah kedua negosiator dari AS tersebut telah menerima undangan dari Liu atau belum. Namun, Wall Street Journal melaporkan bahwa pejabat pemerintahan AS memiliki keinginan untuk bertemu dengan delegasi dari Beijing.

Pemberitaan tersebut lantas membuat pelaku pasar berbunga-bunga. Sebelumnya, prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China sempat semakin berwarna abu-abu.

Reuters melaporkan bahwa penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China dapat mundur hingga tahun 2020 lantaran China berusaha untuk mendapatkan penghapusan bea masuk yang lebih agresif dari AS. Pemberitaan dari Reuters tersebut mengutip pakar-pakar di bidang perdagangan dan orang-orang yang dekat dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Sebelumnya lagi, CNBC International melaporkan bahwa pejabat pemerintahan China kini pesimistis terkait prospek kesepakatan dagang tahap satu.

Penyebabnya, China dibuat kesal dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa AS belum menyepakati penghapusan bea masuk tambahan yang sebelumnya dibebankan terhadap produk impor asal China. Padahal, pihak China menganggap bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terkait dengan hal tersebut dengan AS.

Sejauh ini, bea masuk tambahan yang dikenakan oleh masing-masing negara terbukti sudah menghantam perekonomiannya masing-masing. Belum lama ini, pembacaan awal untuk angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019 diumumkan di level 1,9% (QoQ annualized), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu (kuartal III-2018) yang mencapai 3,4%.

Beralih ke China, belum lama ini Beijing mengumumkan bahwa perekonomiannya hanya tumbuh di level 6% secara tahunan pada kuartal III-2019, lebih rendah dari konsensus yang sebesar 6,1%, seperti dilansir dari Trading Economics. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 juga lebih rendah dibandingkan capaian pada kuartal II-2019 yang sebesar 6,2%.

Jika kesepakatan dagang tahap satu berhasil diteken, perputaran roda perekonomian AS dan China, berikut dengan perputaran roda perekonomian dunia, akan menjadi lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/tas)
 Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 21 November 2019

Fokus Saat Ini Adalah Suku Bunga BI

Foto : CNBC Indonesia
Rifan Financindo - Kinerja pasar keuangan dalam negeri relatif tidak banyak bergerak pada perdagangan hari Rabu (20/11/2019). Rupiah melemah, obligasi pemerintah rata-rata melemah, hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat.Rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 14.090/US$ atau melemah tipis 0,04%. Mayoritas mata uang utama Asia memang melemah terhadap dolar AS: won Korea Selatan paling terdepresiasi setelah melemah 0,23%, yuan China pada posisi runner up dengan pelemahan 0,15%, ringgit Malaysia melengkapi tiga besar setelah melemah 0,1%.

Dari pasar obligasi pemerintah rata-rata juga melemah. Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 dan FR0077 yang bertenor 10 tahun dan 5 tahun, dengan yield masing-masing 0,3 basis poin (bps) menjadi 7,05% dan 6,49%.

Pergerakan harga dan yield pada obligasi saling bertolak belakang, ketika harga naik maka yield turun. Namun, yield-lah yang dijadikan acuan transaksi obligasi di pasar sekunder dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) tersebut, investor asing masih menggenggam Rp 1.066,67 triliun SBN, atau setara 38,91% dari total beredar Rp 2.741 triliun SBN per 19 November 2019. Akhir pekan lalu investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 2,09 triliun, tetapi sejak awal bulan masih surplus Rp 8,2 triliun.


Yield Obligasi Negara Acuan 20 Nov'19
Seri Jatuh tempo Yield 19 Nov'19 (%) Yield 20 Nov'19 (%) Selisih (basis poin) Yield wajar IBPA 20 Nov'19 (%)
FR0077 5 tahun 6.494 6.497 0.30 6.4711
FR0078 10 tahun 7.05 7.053 0.30 7.0278
FR0068 15 tahun 7.447 7.447 0.00 7.4242
FR0079 20 tahun 7.634 7.632 -0.20 7.6175
Sumber: Refinitiv
Sementara dari pasar saham, IHSG berhasil naik tipis 0,05% ke level 6.155 setelah tertekan hampir sepanjang hari. Berbeda dengan pasar obligasi, investor asing sudah dua hari berturut-turut masuk ke pasar saham, kemarin asing mencatatkan beli bersih (net buy) senilai Rp 133,35 miliar di pasar reguler.
Secara sektoral, technical rebound pada saham-saham infrastruktur dengan indeksnya yang menguat 0,72% dan bangkitnya sektor keuangan dengan penguatan 0,21% menjadi penyelamat IHSG.

Saham-saham keuangan kembali mendapat perhatian pasar setelah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Selasa (19/11) lalu menurunkan bunga penjaminannya sebesar 25 bps menjadi 6,25%, untuk valuta asing atau valas juga diturunkan 25 bps menjadi 1,75%.

Kini pelaku pasar mengarahkan fokusnya kepada kebijakan Bank Indonesia (BI) yang akan mengakhiri Rapat Dewan Gubernur (RDG) dengan pengumuman kebijakan suku bunganya pada siang hari ini.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan akan dipertahankan di 5%. Refinitiv Reuters dalam polling juga memprediksi suku bunga akan tetap pada level 5%, deposit facility rate juga tetap di level 4,25%, dan lending facility rate tetap di 5,75%.


TIM RISET CNBC INDONESIA (yam/yam)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 20 November 2019

Dekati Level US$ 1,3/GBP, Poundsterling Sulit Menguat Lagi

Dekati Level US$ 1,3/GBP, Poundsterling Sulit Menguat Lagi
Foto: Ilustrasi Poundsterling (REUTERS/ Benoit Tessier)
PT RifanNilai tukar poundtserling Inggris melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (19/11/19) setelah mencatat penguatan tiga hari beruntun.

Pada pukul 20:35 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2945 di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara dalam tiga hari sebelumnya, Mata Uang Negeri Ratu Elizabeth ini total menguat 0,8%.

Partai Konservatif yang diprediksi akan memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) Inggris 12 Desember mendatang menjadi pemicu penguatan poundsterling dalam tiga hari sebelumnya.


Partai Konservatif merupakan partai pemerintah Inggris saat ini pimpinan Perdana Menteri Boris Johnson. Jika Partai Konservatif atau yang biasa disebut Tory ini memenangi Pemilu dan meraih suara mayoritas di parlemen, maka hambatan proses perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) akan menjadi berkurang.

PM Johnson mengatakan semua kandidat anggota parlemen Inggris dari Tory sudah berjanji mendukung proposal Brexit yang diajukan pemerintah sehingga akan bisa dilakukan pada 31 Januari 2020.

Seperti diketahui sebelumnya, proposal Brexit selalu kandas di Parlemen Inggris. Proposal terbaru yang dibuat PM Johnson dan telah disetujui oleh Komisi Eropa juga kandas sehingga deadline Brexit yang seharusnya pada 31 Oktober lalu mundur menjadi 31 Januari tahun depan.

Hasil polling dari Good Morning Britain menunjukkan Partai Konservatif unggul 14 poin dari pesaing beratnya Partai Buruh pimpinan Jeremy Corbyn, sebagaimana dilansir CNBC International. Kemenangan Tory dalam Pemilu memberikan sentimen positif bagi poundsterling, karena akan mengakhiri ketidakpastian nasib Inggris selama tiga setengah tahun.

Meski demikian, poundsterling yang berada di dekat level US$ 1,3/GBP dikatakan sulit untuk menguat lebih jauh. Poundsterling diprediksi baru akan menembus level tersebut seandainya Partai Buruh kembali gagal memenangi Pemilu atau gagal menambah jumlah kursi, di sisi lain Partai Konservatif meraih kursi mayoritas di parlemen.

"Level US$ 1,3 merupakan resisten (tahanan atas) psikologis yang cukup kuat. Untuk meraih momentum (penguatan) tersebut, kita perlu melihat manifesto Partai Buruh tidak bekerja dengan baik seperti di 2017" kata Jordan Rochester, ahli strategi mata uang di perusahaan finansial Nomura, sebagaimana dilansir Reuters. 
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 19 November 2019

AS-China Masih Tarik-Ulur, Rupiah Sulit Tentukan Arah

Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
PT Rifan Financindo Berjangka - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot hari ini. Namun itu tidak lama, karena kemudian rupiah langsung melemah.

Pada Selasa (19/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.070 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Namun rupiah langsung terpeleset ke zona merah. Pada pukul 08:12 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.075 di mana rupiah melemah tipis 0,04%.

Senasib dengan rupiah, berbagai mata uang utama Asia juga melemah di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya yen Jepang dan peso Filipina yang mampu bertahan di jalur hijau.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:13 WIB: 
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)

Senin, 18 November 2019

AS-China Rukun, Rupiah Tak Lagi Manyun

Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Lagi-lagi sentimen hubungan AS-China masih menjadi penggerak utama.

Pada Senin (18/11/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.065 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,02% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang minggu kemarin, rupiah melemah 0,41% secara point-to-point di hadapan dolar AS. Ini membuat rupiah punya tenaga untuk mengalami technical rebound, karena rupiah yang sudah murah akan menarik bagi investor.

Sementara mata uang utama Asia bergerak variatif di hadapan greenback. Selain rupiah, mata uang lain yang menghuni zona hijau adalah yuan China, rupee India, ringgit Malaysia, dan baht Thailand.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08: WIB:


Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 15 November 2019

Walau Kesepakatan Dagang Abu-abu, Bursa Saham China Menghijau

Walau Kesepakatan Dagang Abu-abu, Bursa Saham China Menghijau
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Rifan Financindo - Bursa saham China dan Hong Kong mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (15/11/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai naik 0,05% ke level 2.911,35, sementara indeks Hang Seng menguat 0,78% ke level 26.529,95.

Bursa saham China dan Hong Kong menguat kala kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China semakin berwarna abu-abu.

Kini, hubungan AS-China di bidang perdagangan terlihat semakin renggang dan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu sepertinya masih belum akan terjadi dalam waktu dekat.

CNBC International melaporkan bahwa AS sedang berusaha mendapatkan konsesi yang lebih besar dari China terkait dengan perlindungan kekayaan intelektual dan penghentian praktik transfer teknologi secara paksa. Sebagai gantinya, AS akan menghapuskan sebagian bea masuk tambahan yang sudah dibebankan terhadap produk impor asal China.

Di sisi lain, Beijing dikabarkan enggan untuk memasukkan komitmen untuk membeli produk agrikultur asal AS dalam jumlah tertentu dalam teks kesepakatan dagang tahap satu. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa China setuju untuk membeli produk agrikultur asal AS senilai US$ 50 miliar setiap tahunnya sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu.

Perkembangan tersebut lantas melengkapi kabar negatif seputar perundingan dagang AS-China. Sebelumnya, Trump menegaskan bahwa AS akan menaikkan bea masuk bagi produk impor asal China secara signifikan jika kesepakatan dagang tahap satu tak bisa diteken.

"Jika kami tak mencapai kesepakatan, kami akan secara signifikan menaikkan bea masuk tersebut," kata Trump dalam pidatonya di hadapan para peserta Economic Club of New York.

"Bea masuk akan dinaikkan dengan sangat signifikan. Hal ini akan berlaku untuk negara-negara lain yang juga memperlakukan kita dengan tidak benar," tambahnya.

Lolosnya perekonomian Jerman dari resesi menjadi faktor yang mengerek kinerja bursa saham China dan Hong Kong. Kemarin, pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi Jerman periode kuartal III-2019 diumumkan di level 0,1% secara kuartalan.

Untuk diketahui, pada kuartal II-2019 perekonomian Jerman terkontraksi 0,2% secara kuartalan. Jika pada kuartal III-2019 masih terjadi kontraksi, maka Jerman akan resmi memasuki periode resesi.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Melansir World Economic Outlook edisi April 2019 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), Jerman merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kelima di dunia. Alhasil, lolosnya Jerman dari periode resesi praktis menjadi kabar positif bagi perekonomian dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA(ank/ank)

Kamis, 14 November 2019

Netflix Tak Bayar Pajak, Johnny Plate Harus Blokir Layanan!

Netflix Tak Bayar Pajak, Johnny Plate Harus Blokir Layanan!
Foto: Infografis/Dari hobi rental DVD, ini kisah sukses bos NETFLIX/Aristya Rahadian Krisabella
PT Rifan - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di bawah kendali Johnny Plate sebagai Menteri harus berani memblokir seluruh layanan Netflix di Indonesia. Pasalnya, video on demand yang tengah digandrungi masyarakat ini sama sekali tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara.

Padahal aturan sudah jelas, segala bentuk transaksi jual beli hingga jasa harus tunduk aturan perpajakan.

"Gampang sebenarnya, mereka tak bayar pajak. Setop sementara layanan di Indonesia. Kominfo harus kerja sama dengan Kementerian Keuangan," ungkap Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini kepada CNBC Indonesia, Kamis (14/11/2019).

Menurut Didik, pertama pihak Netflix haruslah dipanggil untuk berdialog lebih jauh. Setelah itu, sambung Didik diminta komitmennya untuk membayar pajak.

Netflix Tak Bayar Pajak, Johnny Plate Harus Blokir Layanan!
Foto: Netflix (REUTERS/Mike Blake)
"Kalau belum bayar pajak ya setop. Kan gampang itu. Apalagi di Netflix harus dilihat kabarnya banyak film yang tidak sesuai atau film dewasa kategori porno," tegas Didik.

"Pemerintah terkesan lembek hadapi yang seperti ini," imbuh Didik lagi.

Lebih jauh Didik mengatakan sepertinya pasar Indonesia ini dijual sangat murah. Konsumen Indonesia ini diobral oleh pemerintah.

"Akhirnya, itu adalah devisa keluar ke Netflix bikin bocor bukan hanya pajak tapi neraca jasa dan neraca berjalan," tegas Didik.

Sebelumnya Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama.

"Enggak [bayar pajak]. Karena memang selama ini, mereka belum jadi BUT [Badan Usaha Tetap] di Indonesia, dan tidak menjadi wajib pajak di Indonesia," kata Hestu saat dihubungi CNBC Indonesia.

"Nah memang kesulitan kita memang di situ. Karena dari segi regulasi yang ada sekarang ini, belum bisa memaksa mereka jadi BUT, jadi subyek pajak dalam negeri. BUT kan subyek pajak dalam negeri."

Melihat kewajiban Netflix sendiri, jika menggunakan PPN sebesar 10% maka Netflix harus setor ke negara sebsar Rp 62 miliar. Belum lagi PPh atau pajak penghasilan dan lainnya.

Corporate Communication Netflix Kooswardini Wulandari sudah dikonfirmasi mengenai hal ini. Namun pihaknya meminta waktu untuk memberikan jawabannya. (dru)
 

Rabu, 13 November 2019

Duh! Usai Trump Pidato, Kok Ada Ramalan Buruk Soal Emas

Duh! Usai Trump Pidato, Kok Ada Ramalan Buruk Soal Emas
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)
PT Rifan Financindo Berjangka - Harga emas dunia kembali naik tipis setelah sempat diterpa aksi jual pada perdagangan Selasa (12/11/19). Ketidakpasatian atas kesepakatan dagang Amerika Serikat (AS) dengan China membuat harga emas nyaris anjlok 4% dalam enam hari perdagangan terakhir, dan berada di level terendah tiga bulan.

Ketidakpasatian hubungan dagang AS-China mendorong emas sebagai instrumen safe-haven naik beberapa tingkat di perdagangan setelah jam kerja.

Emas berjangka untuk pengiriman Desember di New York COMEX naik $ 2,85, atau 0,2%, pada US$ 1.453,70/troy ounce (Oz) setelah Presiden Donald Trump menyampaikan bahwa fase satu yang sangat dinanti-nantikan dari kesepakatan perdagangan AS-Cina akan ditandatangani.

Sebelumnya harga emas untuk kontrak Desember sempat turun $ 3,40, atau 0,2%, pada US$ 1.453,70/Oz setelah ada harapan Trump akan memberikan beberapa kejelasan pada negosiasi perdagangan saat menyampaikan pidato makan siangnya di New York Economic Club. Akhir pekan lalu, Trump mengatakan dia tidak setuju untuk menurunkan tarif seperti yang disarankan oleh Beijing untuk mencapai tahap pertama dari perjanjian mereka.

Sementara harga emas di pasar spot naik US$ 3,53, atau 0,2%, pada US$ 1,459.18/Oz. Sebelumnya harga emas sempat mencapai level terendah tiga bulan di $ 1,445.68.

Emas Desember juga mencapai level terendah tiga bulan sebelumnya pada hari itu, ketika jatuh ke $ 1,446.25.

Saat ini, harga psikologis emas berada pada level US$ 1.500/Oz, lalu jatuh setelah Trump bulan lalu mengatakan bahwa Washington dan Beijing bersiap-siap untuk mengakhiri perang dagang yang sudah berlangsung 16 bulan. Sebelumnya banyak investor memburu emas, selain dolar, sebagai lindung nilai karena dampak perang dagang yang membuat ekonomi dunia jadi suram.

"Saya melihat harga emas masih bearish dalam waktu dekat, tapi saya curiga itu akan membutuhkan lebih banyak komentar atau berita utama dari Presiden (Trump) mengenai tarif dan perdagangan untuk mendorong harga emas menyentuh level resisten di US$ 1.450," kata Eric Scoles, ahli strategi logam mulia di RJO Futures di Chicago.

"Jika emas kontrak Desember ditutup di bawah titik itu, saya harapkan target berikutnya menjadi $ 1.425."

Dalam pidatonya i New York Economic Club Trump mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan "akan segera terjadi, tetapi kami hanya akan menerima kesepakatan jika itu baik untuk Amerika Serikat, dan para pekerja kami serta perusahaan besar kami."

Itu adalah kalimat yang sudah di dengar oleh pelaku pasar berulang kali selama putaran perang perdagangan terjadi.

Meskipun demikian, pernyataan Trump tersebut disambut positif oleh bursa saham Wall Street , yang mencapai rekor tertinggi sebelum pidato Trump, mendorong emas ke posisi terendah tiga bulan, meskipun emas harga tetap naik setelah dia menyimpulkan tanpa memberikan petunjuk baru pada China.

Pekan lalu, Trump sempat menyatakan ada pemberitaan yang kurang tepat soal bea masuk. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa AS-China sepakat untuk menghapus bea masuk yang berlaku selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir, sebagaimana dilansir CNBC International.

AS sudah mengenakan bea masuk terhadap importasi produk China senilai US$ 550 miliar. Sedangkan China membebankan bea masuk kepada impor produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.

Seperti diketahui sebelumnya, China pada pekan lalu mengklaim jika sudah mencapai kesepakatan dengan AS untuk membatalkan sebagian bea masuk.

Mengutip CNBC International pada Kamis (7/11/19), Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng mengatakan baik AS maupun China setuju untuk membatalkan rencana pengenaan berbagai bea masuk. Perundingan yang konstruktif dalam dua pekan terakhir membuat kedua negara sudah dekat dengan kesepakatan damai dagang fase I.

Namun, Peter Navarro, Penasihat Perdagangan Gedung Putih, menegaskan bahwa belum ada kesepakatan soal penghapusan bea masuk. Dia menilai China melakukan klaim sepihak.

"Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai pencabutan bea masuk sebagai syarat ditandatanganinya perjanjian damai dagang fase I. Mereka (China) mencoba bernegosiasi di ruang publik," tegas Navarro dalam wawancara bersama Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.

Saat pelaku pasar menanti perkembangan AS-China, datang kabar bagus yang membuat sentimen pelaku pasar membaik. Melansir CNBC International, Presiden Trump pekan ini diperkirakan akan mengumumkan penundaan kenaikan bea masuk produk otomotif dari Uni Eropa hingga enam bulan ke depan.

Merespon pemberitaan tersebut, bursa saham Eropa menguat, dan dampaknya harga emas kembali tertekan. (hps/hps)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 12 November 2019

Sudah Minus 0,5% dalam 2 Hari, Saatnya Rupiah Unjuk Gigi

Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah berhasil menguat kala ketidakpastian melanda pasar keuangan dunia, utamanya karena tarik ulur damai dagang AS-China.

Pada Selasa (12/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.052 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan depresiasi 0,34% di hadapan dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam terlanjur nyaman di kisaran Rp 14.000 sehingga pagi ini belum mau lengser dari kisaran tersebut.

Namun perlu dicatat bahwa rupiah sudah melemah selama dua hari perdagangan beruntun. Dalam periode tersebut, depresiasi rupiah tercatat nyaris 0,5%. Oleh karena itu, rupiah menyimpan energi untuk technical rebound.

Tidak hanya rupiah, mata uang utama Asia lainnya juga cenderung menguat terhadap greenback. Sepertinya risk appetite investor sedang agak tinggi sehingga arus modal berkenan masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:08 WIB:


 
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 11 November 2019

Drama Perang Dagang: Klaim China & Bantahan Trump

Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
Rifan Financindo - Setelah seminggu kemarin pasar diwarnai optimisme akan perang dagang, akhir pekan lalu ketegangan kembali terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini dipicu pernyataan China yang mengatakan AS setuju membatalkan seluruh tarif perang dagang.

Pernyataan itu langsung dibantah Presiden AS Donald Trump akhir pekan lalu. Bahkan ia mengatakan klaim tersebut adalah kemunduran bagi perdamaian perang dagang.

"Mereka [China] ingin mengalami kemunduran [kesepakatan]. Saya belum menyetujui apa pun [soal tarif]," katanya kepada wartawan sebelum meninggalkan Gedung Putih dalam perjalanan ke Georgia.

"[Langkah] China ini sedikit kemunduran, bukan kemunduran total karena mereka tahu saya tidak akan melakukannya [pembatalan tarif]."

Komentar Trump ini sebelumnya juga ditegaskan Penasehat Perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro. Bahkan ia menegaskan ini dalam wawancara dengan Fox Business Network.

"Tidak ada kesepakatan untuk saat ini yang menghapus semua tarif yang diberlakukan, sebagai kondisi untuk kesepakatan fase pertama," katanya sebagaimana dikutip Reuters.

Menurut Navarro, pihak China hanya bernegosiasi di ranah publik, dan mencoba mendorong kesepakatan satu arah. Dia menilai pernyataan dari media China tersebut sebagai upaya propaganda.

Sebelumnya, Pemerintah China dan Pemerintah AS memang tengah membicarakan kesepakatan damai perdagangan. Pembicaraan telah dimulai sejak Oktober lalu.

Dari pertemuan yang langsung dihadiri Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri China itu, keduanya mengaku sepakat pada sejumlah hal. Diantaranya, AS yang bersedia membatalkan salah satu kebijakan tarifnya pada barang China yang berlaku di Oktober.

"Di dua minggu ini, para negosiator telah melakukan pembicaraan serius, diskusi konstruktif dan setuju untuk menghilangkan tarif-tarif tambahan di fase (kesepakatan) sebagai progres dari perjanjian yang tengah berjalan," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, sebagaimana dikutip Bloomberg.

"Jika China, AS, mencapai kesepakatan dagang fase pertama, kedua negara harus meninjau kembali semua tarif tambahan dengan proporsi yang sama secara keseluruhan berdasarkan isi perjanjian, yang mana menjadi situasi penting untuk tercapainya kesepakatan," katanya lagi.

Sejak 2018
Pemerintah Amerika pertama kali menjatuhkan tarif impor pada barang-barang China pada Januari 2018. Saat itu tarif dikenakan pada solar dan sel surya dan jenis mesin cuci tertentu.

Langkah tersebut langsung dikritik China. Penerapan tarif itu dilakukan setelah sebelumnya kedua negara mengadakan perundingan dagang pertama yang membahas berbagai produk seperti daging dan unggas, hingga baja, aluminium, dan beberapa isu lainnya.

Selang dua bulan setelahnya, yaitu pada 8 Maret 2018, Trump menerapkan tarif impor 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium. Pada awal April, China menerapkan balasan dengan mengenakan tarif impor terhadap barang-barang AS senilai US$3 miliar.

Semenjak itu, tarif dagang terus berlangsung hingga 2019. Pada 10 Mei 2019, AS meningkatkan bea masuk atas impor China senilai US$ 200 miliar.

Pada Agustus, AS kembali menyerang China dengan tarif. Trump mengumumkan akan mengenakan tarif impor baru sebesar 10% untuk barang-barang China senilai US$ 300 miliar mulai 1 September.

Alasannya adalah karena China mengingkari janji untuk membeli produk pertanian AS dan menghentikan penjualan opioid fentanyl, sejenis obat penenang yang banyak dipakai di AS. Pada saat itu Trump juga telah mengatakan akan mengenakan tarif lainnya pada bulan Desember mendatang.

Pada bulan yang sama, nilai yuan China jatuh di bawah 7 terhadap dolar AS, untuk pertama kalinya dalam 11 tahun. Akibat ini, AS menuduh China memanipulasi mata uangnya demi membantu ekspornya yang merugi akibat perang dagang mereka.

Tuduhan itu dibantah oleh bank sentral China. Namun, AS bersikukuh akan menerapkan tarif baru sebagai hukuman.

Di akhir Agustus, China mengumumkan akan mengenakan tarif baru pada barang-barang AS senilai US$ 75 miliar sebagai pembalasan atas kenaikan tarif yang direncanakan Gedung Putih. Tarif 5-10% itu rencananya mulai diberlakukan pada 1 September hingga 15 Desember, bersamaan dengan tarif AS yang baru.

Namun Trump kembali membalas, mengatakan tarif senilai US$ 300 miliar yang ia rencanakan untuk jatuhkan pada barang-barang China, akan dinaikkan menjadi 15% mulai dari 1 September. Trump juga berencana menaikkan tarif yang ada pada US$ 250 miliar barang China dari 25% menjadi 30% mulai 15 Oktober.

Namun, pada 13 Oktober lalu, AS menangguhkan tarif itu. Alasannya adalah karena kedua negara sudah berhasil mencapai kesepakatan awal 'fase satu'. Tarif Oktober itu bahkan berpotensi dihapuskan oleh AS. (sef/sef)

Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 08 November 2019

Drama Perang Dagang Bakal Tamat, AS-China Setuju Hapus Tarif

Foto : REUTERS / Aly Song
PT Rifan - Perang dagang kini memasuki babak baru. Amerika Serikat (AS) dan China dikabarkan bakal menghapus tarif-tarif yang diberlakukan kedua negara.

"Di dua minggu ini, para negosiator telah melakukan pembicaraan serius, diskusi konstruktif dan setuju untuk menghilangkan tarif-tarif tambahan di tiap fase (kesepakatan) sebagai progres dari perjanjian yang tengah berjalan," kata Juru Bicara Kementerian Perdagangan China Gao Feng, sebagaimana ditulis Bloomberg mengutip televisi pemerintah, Kamis (7/11/2019).

"Jika China, AS, mencapai kesepakatan dagang fase pertama, kedua negara harus meninjau kembali semua tarif tambahan dengan proporsi yang sama secara keseluruhan berdasarkan isi perjanjian, yang mana menjadi situasi penting untuk tercapainya kesepakatan," katanya lagi.


Komentar China ini meringankan ketidakpastian yang membebani ekonomi global. Bursa AS Wall Street bahkan mencetak rekor pada penutupan perdagangan kemarin.

Dow Jones mencatat rekor kembali setelah Selasa lalu, dengan kenaikan 180 poin atau 0,7% ke 27.674,80. Sementara S&P 500 naik 0,3% ke 3.085,18 dan Nasdaq naik 0,3% ke 8,434,52.

Sayangnya, belum ada pernyataan resmi dari AS. Namun dalam laporan eksklusif Reuters, kebijakan untuk menghapus semua tarif mendapat perlawanan dari internal Gedung Putih.

Langkah ini dianggap bukan bagian dari pembicaraan perdamaian antara Presiden AS Donald Trump dan Wakil Perdana Menteri China Liu He Oktober lalu. "Ada kesenjangan dalam administrasi mengenai apakah tarif pengembalian akan memberikan pengaruh AS dalam negosiasi," kata sumber media itu.

Pertemuan Terus Tertunda
Pembicaraan kesepakatan perdamaian perang dagang sudah dimulai sejak sebulan lalu. Hasilnya, kesepakatan 'fase pertama' akan dibuat dan ditandatangani kedua pemimpin negara, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.

Awalnya, penandatanganan pertemuan dengan ekonomi terbesar di dunia itu dijadwalkan dilakukan di pertemuan puncak para pemimpin Asia-Pasifik pada pertengahan November di Chile. Namun, pertemuan itu telah dibatalkan.

Banyak spekulasi terkait tempat pertemuan dilakukan. Sejumlah pihak mengatakan pertemuan pengganti akan berlangsung di London, Inggris tetapi ada juga yang mengatakan perjanjian akan diteken di Iowa atau Hawai AS.


Isu mengenai mundurnya kesepakatan hingga Desember cukup menjadi perhatian pasar, lantaran AS menjadwalkan untuk menerapkan tarif baru pada barang-barang China pada 15 Desember nanti.

Apabila kesepakatan fase satu ini saja belum juga ditandatangani hingga hari itu, maka besar kemungkinan kenaikan tarif barang China di Desember tetap akan terjadi.


Sebelumnya, kenaikan tarif Desember ini akan diberlakukan AS pada US$ 156 miliar barang China. Aturan ini akan dikenakan pada barang-barang seperti ponsel, komputer laptop, dan mainan.

Dalam pembicaraan Oktober itu, AS-China hanya setuju menghapus kenaikan tarif yang berlaku Oktober. Dalam setiap wawancara dengan media, China terus menegaskan keinginan agar tarif Desember juga segera dicabut.(sef/sef)

Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 07 November 2019

Kesepakatan Dagang Tak Jelas, Bursa Saham China Melemah

Kesepakatan Dagang Tak Jelas, Bursa Saham China Melemah
Foto: REUTERS/Jason Lee
PT Rifan Financindo Berjangka - Bursa saham China mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (6/11/2019), di zona merah. Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai turun tipis 0,01% ke level 2.978,15. Sementara itu, indeks Hang Seng selaku indeks saham acuan di Hong Kong naik tipis 0,01% ke level 27.690,6.

Sentimen negatif bagi bursa saham China datang dari prospek terkait kesepakatan dagang tahap satu AS-China yang kini menjadi tak jelas. Melansir CNBC International, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan tak akan bertemu hingga bulan Desember guna menandatangani kesepakatan dagang tahap satu.

Menurut seorang sumber dari kalangan pemerintahan AS, kedua pihak masih memerlukan waktu guna mendiskusikan poin-poin yang akan masuk ke dalam kesepakatan dagang tahap satu, beserta dengan lokasi penandatanganannya.
 
Sebelumnya, Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross optimistis bahwa kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China akan bisa diteken pada bulan ini juga. Sementara itu, Trump sebelumnya sudah mengungkapkan bahwa jika kedua negara benar berhasil menyepakati kesepakatan dagang tahap satu, penandatanganan akan digelar di AS.

"Pertama-tama, saya ingin meneken kesepakatan dagang," kata Trump di Gedung Putih kala berbicara di hadapan reporter, Minggu (3/11/2019), seperti dilansir dari Bloomberg.

"Lokasi penandatangan kesepakatan dagang, untuk saya, sangatlah mudah (untuk ditentukan)."

Untuk diketahui, pada awalnya AS dan China berencana untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu di Chile, kala Trump bertemu dengan Xi di sela-sela gelaran KTT APEC. Namun, rencana tersebut kemudian dipertanyakan menyusul keputusan Chile untuk membatalkan gelaran tersebut, seiring dengan aksi demonstrasi yang tak kunjung padam di sana.

Kemarin (6/11/2019), Ross sedang berada di Indonesia guna bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ross juga bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka.

Pasca menggelar pertemuan dengan Jokowi, Ross kembali mengungkapkan optimismenya terkait kesepakatan dagang tahap satu dengan China.

"Kami optimistis dapat menyelesaikan kesepakatan dagang tahap satu," tegas Ross.

Kini, pemberitaan bahwa Trump dan Xi kemungkinan tak akan bertemu hingga bulan Desember membuat pelaku pasar pesimistis bahwa AS-China akan bisa meneken kesepakatan dagang tahap satu di bulan November.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank) 
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Rabu, 06 November 2019

Target Tembus Rp 900.000/gram, Harga Emas Terus Terperosok

PT Rifan Financindo - Harga emas dunia pada perdagangan Selasa pagi kemarin (5/11/2019) terperosok lagi seiring optimisme damai dagang Amerika Serikat (AS) - China. Harga emas cenderung melemah dalam 2 kali periode perdagangan terakhir, tetapi masih berada di atas level US$ 1.500/troy ounce (OZ).

Pada pukul 09.10 WIB, Selasa kemarin, harga emas di pasar spot diperdagangkan melemah 0,17% ke level US$ 1.506,68/troy ons dibandingkan penutupan perdagangan Senin, mengacu data Refinitiv.

Banyak pihak yang optimis bahwa kesepakatan dagang fase pertama antara AS dan China yang telah berseteru lebih dari 16 bulan terakhir akan segera terlaksana. Optimisme itu pun disampaikan juga oleh Menteri Perdagangan AS, Wilbur Ross.

Di lain kesempatan Presiden AS Donald Trump juga menyampaikan bahwa hubungan Washington dan Beijing semakin membaik dan membuat kemajuan.

Ia juga menyampaikan ingin menandatangani kesepakatan perjanjian dagang fase pertama ini. Untuk urusan tempat bukan jadi masalah menurut Trump.

Harga emas juga tertekan akibat menguatnya dolar AS. Indeks dolar yang menunjukkan posisi mata uang tersebut di hadapan enam mata uang lain menguat ke level tertingginya dalam sepekan terakhir.

Penguatan dolar membuat harga emas yang sudah mahal jadi semakin mahal bagi pemegang mata uang lainnya karena harga emas dibanderol dalam dolar. Akibatnya kini harga emas jadi terkoreksi

Mengutip Reuters, harga emas diprediksi akan menyentuh titik support (batas bawah) di level US$ 1.505,4/troy ons hingga US$ 1.500/troy ons.

Bank of America Merrill Lynch (BoA) sempat memprediksi harga emas dunia bakal menembus US$ 1.500 per troy ounce (oz) tahun ini dan US$ 2.000/oz tahun depan, dengan dibayangi kekhawatiran terhadap resesi dan perang dagang Amerika Serikat (AS)-China. Jika menyentuh level US$ 2.000/oz, maka harga emas per garam berada pada kisaran Rp 903.000/gram.

Harga si kuning ini memang sempat beberapa kali menembus level psikologis US$ 1.500/oz sejak awal Agustus 2019 dengan level tertingginya US$ 1.552/oz. Dan kemarin, harga emas dunia yang diwakili harga di pasar spot sudah kembali ke atas level psikologis US$ 1.500/oz, sehingga bisa dibilang prediksi bank yang dipimpin Bryan Moynihan tersebut akurat, separuhnya.

Satu dari dua prediksi tersebut sudah terbukti joss. Namun, untuk berharap harga logam mulia tersebut dapat menembus US$ 2.000/oz tahun depan, tampaknya masih harus menempuh waktu lebih lama lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA (tas/tas)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 05 November 2019

Optimis AS-China Damai, Bursa Tokyo Dibuka Menguat

Optimis AS-China Damai, Bursa Tokyo Dibuka Menguat
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Toru Hanai)
Rifan Financindo - Bursa Tokyo dibuka menguat pada perdagangan Selasa (5/11/2019). Optimisme akan kesepakatan damai perang dagang Amerika Serikat dan China membuat bursa saham ke zona hijau.

Nikkei 225 naik 1,12% atau 256,82 poin ke 23.107,59. Sedangkan Topix dibuka naik 0,94% atau 15,71 poin ke 1.682,21.

Sebelumnya, bursa AS Wall Street kembali mencetak rekor baru pada penutupan perdagangan, Senin (4/11/2019). Dow Jones ditutup naik 0,4% ke level 27.462,11 atau naik 105 poin dari rekor sebelumnya di Juli lalu.

Sementara S&P 500 juga naik 0,4% ke 3.078,27 sedangkan Nasdaq Composite juga naik 0,6% ke 8.433,20. Baik S&P 500 ataupun Nasdaq telah mencatatkan rekor baru di perdagangan Jumat (1/11/2019) lalu.

Menurut sejumlah analis, hal ini terjadi seiring semakin optimisnya perjanjian damai perang dagang AS-China fase pertama. Ditambah lagi keyakinan bahwa AS tidak akan menaikkan tarif untuk mobil impor asal Jepang dan Eropa.

"Bahwa itu (perang dagang) akan menjadi lebih buruk dan lebih buruk adalah apa yang investor khawatirkan," kata Kepala Investasi Cornestone Wealth Management, sebagaimana dikutip AFP.

"Dan kekhawatiran itu sekarang tidak ada."(sef/sef)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 04 November 2019

Unicorn RI ke-8 Dunia, Sejajar dengan Perancis dan Brasil

Unicorn RI ke-8 Dunia, Sejajar dengan Perancis dan Brasil
Foto: infografis/ infografis 5 peringkat teratas decadorn dan unicorn di asia/Aristya Rahadian Krisabella
PT Rifan - Jajaran unicorn di Indonesia belum bertambah dari nama-nama Gojek, Bukalapak, Traveloka dan Tokopedia. Meski demikian Indonesia, masuk 8 besar pencetak unicorn terbanyak di dunia, menurut laporan terbaru Hurun Global Unicorn List 2019.

Namun, China masih terbesar dalam mencetak startup unicorn, melebihi Amerika Serikat. Unicorn adalah sebutan untuk startup yang valuasinya sudah tembus US$ 1 miliar.

Dari 494 startup unicorn yang berdiri sejak tahun 2000-an dan belum berjualan di bursa saham, 206 di antaranya berasal dari China dan 203 dari Amerika Serikat. 

"China dan Amerika Serikat mendominasi dengan lebih dari 80% startup unicorn dunia, meski hanya mencakup separuh GPD dunia dan seperempat populasi dunia," kata Rupert Hoogewerf, chairman Hurun Report, seperti dikutip dari detikcom.

"Bagian dunia lain harus bangun untuk menciptakan lingkungan yang bisa membantu menyuburkan unicorn," cetusnya, dikutip dari South China Morning Post.

Startup unicorn berlokasi di 24 negara di 118 kota dengan nilai total US$ 1,7 triliun. India berada di ranking ketiga dengan 21, diikuti Inggris dengan 13 dan Jerman

Indonesia berada di ranking ke-8 dengan 4 unicorn yang sudah disebutkan di atas. Jumlah unicorn Indonesia sama dengan Perancis dan Brasil. Posisi Indonesia di bawah Israel dan Korea selatan yang berada di posisi ke-5 dan ke-7, dengan masing-masing jumlah unicorn 7 dan 6 unicorn.

Namun, laporan lain menunjukkan, Startup unicorn ke-5 Indonesia adalah OVO. Dalam laporan CB Insights bertajuk The Global Unicorn Club disebutkan OVO memiliki valuasi US$2,9 miliar. (hoi/hoi)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 01 November 2019

Ekonomi Eropa Tumbuh Lampaui Ekspektasi, Euro Lanjut Menguat

Ekonomi Eropa Tumbuh Lampaui Ekspektasi, Euro Lanjut Menguat
Foto: euro (REUTERS/Thomas Hodel)
PT Rifan Financindo Berjangka - Mata uang euro (EUR) bergerak menguat seiring pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) menyusul pemangkasan suku bunga bank sentral AS atau The Federal Reserve, dan pertumbuhan ekonomi yang masih di atas ekspektasi para pelaku pasar.

Pada pukul 20:06 WIB, euro di pasar spot terpantau diperdagangkan pada level US$ 1,1154 atau menguat  0,06%.
Euro menguat terhadap dolar AS setelah data produk domestik bruto (PDB) zona euro yang lebih baik dari yang diharapkan. Ekonomi Eropa secara kuartalan (QoQ) tumbuh 0,2%, mengalahkan ekspektasi pasar yang memperkirakan tumbuh hanya 0,1%.

Sementara itu, dolar AS bergerak melemah setelah The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 1,50%-1,75%.

Namun secara eksplisit, pelonggaran tersebut dianggap kurang dovish dari yang diharapkan, sehingga dolar melemah terhadap sebagian besar mata uang utama dunia, terutama yuan Tiongkok, yang menguat ke level tertingginya dalam 11 pekan.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Zona Eropa pada kuartal ketiga berada di atas ekspektasi pasar, data awal pada hari Kamis menunjukkan, angka inflasi melambat karena penurunan tajam harga energi.

Anggota Bank Sentral Eropa Ignazio Visco mengatakan kebijakan moneter ECB akan tetap ekspansif untuk mempertahankan permintaan. Komentarnya tersebut membantu membatasi kenaikan euro. 
TIM RISET CNBC INDONESIA (yam/yam)
Sumber : CNBC

Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan