Senin, 25 November 2019

China Lobi Rusia Campakkan Dolar AS, Setujukah Putin?

China Lobi Rusia Campakkan Dolar AS, Setujukah Putin?
Foto: Presiden Rusia Vladimir Putin berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping ( Kenzaburo Fukuhara/Pool via REUTERS)
PT Rifan Financindo Berjangka - China kembali jadi sorotan. Dua eksekutif China lagi-lagi menjadi perhatian dalam konferensi Russia Calling! yang digelar tahun ini. Konferensi tersebut adalah forum investasi yang dibuat oleh bank investasi Rusia, VTB Capital, di Moskow. Kedua perwakilan China itu melobi pihak Rusia untuk menerima renminbi (RMB) sebagai alat pembayaran dan investasi.
Sayangnya, Presiden Rusia Vladimir Putin 'merusak' lobi kedua perwakilan China itu.

"Renminbi memiliki batasan karena konvertibilitas, dan China menyatakan bahwa masih terlalu dini bagi mereka untuk [menerapkan] liberalisasi pasar penuh seperti halnya rubel [mata uang Rusia dan Belarus]," kata Putin kepada peserta konferensi, lebih dari 2.000 orang memadati Hotel Crowne Plaza di Moskow, Rabu pekan lalu (20/11/2019).

"Adalah realistis bagi kami ingin melakukan perdagangan dalam mata uang nasional kita sendiri. Adapun untuk mengumpulkan uang dalam RMB, kami tidak tertarik dengan mata uang [ini], kami tertarik pada proposal investasi [China] terlebih dahulu," kata Putin lagi, sebagaimana dilansir dari forbes, Senin (25/11/2019).

Putin menanggapi pertanyaan dari seseorang dari Russia-China Investment Fund, sebuah private equity yang mengelola dana investasi dari investor China dan membawanya ke Rusia.

Yanzhi Wang, Direktur Eksekutif Silk Road Fund, adalah orang pertama yang mengemukakan pertanyaan tentang penggunaan renminbi sebagai [upaya] menyaingi dolar AS.

Baik China dan Rusia, tampaknya terkunci dalam daftar musuh permanen bagi Washington, sehingga mereka sangat sadar akan risiko ketergantungan dolar AS pada kemampuan mereka untuk menumbuhkan ekonomi dua negara tersebut dan berupaya menggandeng mitra dagang dengan negara lain.

"Investor seperti kita harus mengeksplorasi solusi praktis, di mana kemampuan untuk menggunakan dolar terbatas," katanya.

"Kita harus menggunakan alternatif. Dengan RMB sekarang dalam keranjang mata uang IMF, RMB lebih sering digunakan untuk perdagangan lintas batas [internasional], menggunakan RMB mengurangi risiko valuta asing dan biaya transaksi," tambahnya, beberapa jam sebelum Putin naik ke panggung.

Wang mengatakan bahwa hubungan bisnis antara Rusia dan China semakin dalam, tetapi hubungan keuangan antara keduanya yang paling lambat. "Akan lebih mudah jika kita bisa berinvestasi langsung dengan RMB," katanya.

"Bank atau lembaga keuangan lokal dapat melakukan pertukaran renminbi-rubel untuk membuatnya lebih mudah. Ini adalah siklus bisnis masa depan bagi kami, dalam pandangan kami. Jika itu berhasil, maka lebih banyak modal RMB bisa mengalir ke Rusia."

Masalahnya adalah China, bukan Rusia.

China tidak mengizinkan RMB mengalir bebas ke luar negeri. Program investor institusi domestik yang berkualitas juga dibatasi pada apa yang dapat dibawa oleh investor ke luar negeri secara legal.

Tidak ada yang berbicara tentang meningkatkan kuota penggunaan renminbi, yang tentunya akan dibutuhkan bagi mata uang itu untuk bisa meninggalkan China dalam bentuk investasi swasta misalnya ditempatkan dalam bentuk investasi real estate Rusia, tanah pertanian atau jaringan pipa gas di Siberia. Perusahaan di China memiliki seperangkat aturan lain untuk berinvestasi di luar negeri.

Silk Road Fund didirikan untuk berinvestasi dalam proyek-proyek yang terkait dengan inisiatif One Belt One Road China (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim).

Dana tersebut diinvestasikan sekitar US$ 30 miliar atau Rp 420 triliun (asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Sekitar 70% dari investasi tersebut hanyalah berupa investasi ekuitas atau saham.
Rusia adalah posisi terbesar dalam dana tersebut, karena 10% sahamnya ada dalam proyek Yamal LNG, salah satu proyek investasi China-Rusia yang menjadi andalan dalam "aliansi" baru mereka.

Untuk investasi dalam renminbi, dolar, atau rubel, China sebagian besar tertarik membenamkannya di bidang infrastruktur energi dan pertanian, karena perbatasannya yang terbagi dengan Rusia.

China mengimpor US$ 137 miliar (Rp 1.929 triliun) dalam komoditas pertanian di seluruh dunia pada tahun lalu, dan Rusia hanya menyumbang 2% dari itu.

"Saya ingat tahun lalu Putin mengatakan bahwa 'kami tidak bermaksud untuk membuang dolar, tetapi dolar mengabaikan kami,'" kata Wang, menambahkan bahwa pasar China terbuka, sehingga memudahkan investasi lintas batas, termasuk di pasar saham atau ekuitas.

Saat in, Bursa Efek Shanghai dan Moskow terhubung, meskipun perdagangan relatif tergantung Bursa Moskow.

"Rusia memiliki pasar baru untuk dijelajahi di China," kata Wang. "Obligasi China tenor 10 tahun kuponnya 150 basis poin [bps] lebih tinggi dari obligasi US Treasury 10-tahun, dan 300 bps lebih tinggi dari obligasi euro," katanya membandingkan imbal hasil obligasi. (tas/tas)

Sumber : CNBC

Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar