Jumat, 29 Maret 2019

Jelang Akhir Pekan, IHSG Dibuka di Zona Merah | Rifanfinancindo

Foto: Grandyos Zafna
Rifanfinancindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pagi ini. IHSG dibuka naik tipis 0,195 poin ke 6.480,983.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini menguat posisinya dibanding kamis (28/3) kemarin, berada di level Rp 14.230.

Pada perdagangan pre opening, IHSG menguat tipis 0,195 poin ke 6.480,983. Sementara Indeks LQ45 melemah 0,78 poin (0,02%) ke 1.018,935.
Membuka perdagangan Jumat (29/3/2019), IHSG berbalik ke zona merah dengan melemah tipis 0,200 poin (0,00%) ke 6.480,588. Indeks LQ45 bertambah 0,005 poin (0,0%) ke 1.019,018.

Pada pukul 09.05 waktu JATS, IHSG kembali melemah 5,636 poin (0,09%) ke 6.475,152. Indeks LQ45 juga melemah 1,224 poin (0,6%) ke 1.017,789.

Pada perdagangan semalam (28/03) bursa saham Wall Street kompak ditutup dalam teritori positif, dimana Dow Jones naik 0,36%, S&P menguat 0.36% dan Nasdaq positif 0,34%.

Penguatan ini terjadi seiring dengan optimisme para pelaku pasar terhadap pembicaraan perdagangan antara China dan AS yang diperkirakan menghasilkan suatu kemajuan yang baik.

Sementara itu rilisnya data GDP AS pada kuartal IV 2018 yang melambat atau tumbuh sebesar 2.2% dibandingkan sebelumnya (QoQ) yang tumbuh 3.4% tidak menghambat pergerakan indeks untuk tetap ditutup dalam zona hijau.

Perdagangan bursa saham Asia mayoritas bergerak negatif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 naik 130,340 poin ke posisi 21.164,100
  • Indeks Hang Seng naik 19,199 poin ke 28.794,410
  • Indeks Komposit Shanghai turun 10,990 poin ke 3.005,930
  • Indeks Strait Times naik 8,4poin ke 3.211,980
(fdl/fdl)

Sumber : Detik

Kamis, 28 Maret 2019

Pembukaan Pasar Spot: Rupiah Melemah Paling Dalam di Asia - Rifan Fnancindo

Rifan Financindo - Rupiah langsung terdepresiasi melawan dolar AS pada pembukaan perdagangan di pasar spot hari ini. Mata uang Garuda melemah 0,18% ke level Rp 14.215/dolar AS.

Sejatinya, mayoritas mata uang negara-negara Asia lainnya juga melemah melawan dolar AS. Namun, tak ada yang melemah sedalam rupiah sehingga rupiah resmi menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan regional.

(ank/ank)

Rabu, 27 Maret 2019

Bursa Saham Global Menguat, Yen Jadi Terlihat Kurang Seksi - PT Rifan Financindo

Bursa Saham Global Menguat, Yen Jadi Terlihat Kurang Seksi
Foto: Reuters/Yuriko Nakao/File Photo
PT Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), Selasa (26/3/19), dan semakin menjauhi level terkuat dalam enam pekan terakhir.

Penguatan bursa saham secara global kemarin membuat yen menjadi kurang menarik di mata investor. Pada perdagangan hari ini, Rabu (27/3/19), yen diperdagangkan di kisaran 110,51/US$ pada pukul 7:07 WIB.

Yen Jepang merupakan mata uang yang bergelar safe haven, sehingga memiliki daya tarik yang tinggi ketika terjadi ketidakpastian global. Ketika muncul inversi yield obligasi AS tenor 3 bulan dengan 10 tahun yang menjadi indikasi kemungkinan resesi, kurs yen langsung melesat ke level terkuat enam pekan terhadap dolar.


Namun kini yield obligasi AS mulai stabil, di mana tenor 10 tahun-nya sudah beranjak dari level terendah 15 bulan meski masih terinversi.

Sementara dari dunia pasar modal, bursa saham Asia, Eropa, dan AS kompak menguat pada perdagangan Selasa. Ketika kondisi global mulai stabil, dan aset-aset berisiko menguat, mata uang yen menjadi kurang menarik.

Tetapi bukan berarti risk appetite atau minat terhadap aset berisiko sudah pulih benar mengingat rilis data ekonomi AS yang kurang bagus.

Conference Board Inc. AS pada Selasa pukul 21:00 WIB melaporkan data tingkat keyakinan konsumen AS merosot dibulan ini, dengan angka indeks yang dirilis sebesar 124,1 dibandingkan bulan Februari 131,4. Rilis data ini sejalan dengan inversi yield obligasi yang menunjukkan kecemasan akan terjadinya resesi.

Data tingkat keyakinan konsumen AS merupakan leading indicator untuk melihat tingkat keyakinan masyarakat AS dalam melakukan konsumsi. Belanja konsumen merupakan tulang punggung perekonomian AS yang berkontribusi sekitar 68% dari produk domestik bruto (PDB) AS.

Menurunnya tingkat keyakinan konsumen bisa berarti ke depannya akan terjadi penurunan tingkat belanja yang tentunya akan berdampak signifikan terhadap PDB AS.

Dari sektor perumahan, data izin membangun AS menunjukkan penurunan di bulan Februari, begitu juga dengan rumah yang mulai dibangun atau housing start yang tercatat turun 8,7% dibandingkan satu tahun lalu.

Serangkaian data ekonomi AS tersebut dapat memengaruhi risk appetite investor di perdagangan sesi Asia hari ini. Jika bursa saham Asia kembali menguat mengikuti bursa AS, kurs yen kemungkinan akan kembali tertekan. Sebaliknya jika bursa Asia berbalik melemah, yen si safe haven akan kembali bersinar.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)


Selasa, 26 Maret 2019

Bukan Resesi, Inversi Yield Tandakan Bunga The Fed Ketinggian - Rifanfinancindo

Bukan Resesi, Inversi Yield Tandakan Bunga The Fed Ketinggian
Rifanfinancindo - Mantan gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Janet Yellen, mengatakan pasar obligasi AS saat ini bisa jadi tengah memberi sinyal perlunya pemotongan suku bunga dan mengakhiri tren pelemahan ekonomi.

Menurutnya, pembalikan yield obligasi bertenor tiga bulan dan 10 tahun yang terjadi sejak Jumat pekan lalu itu bukanlah pertanda resesi.

Inversi antara tenor tiga bulan dan 10 tahun seringkali dijadikan indikator terjadinya resesi setidaknya dalam 18 bulan ke depan. Investor yang meminta 'jaminan ' lebih tinggi untuk instrumen jangka pendek menggambarkan pembacaan yang suram terhadap kondisi perekonomian dalam waktu dekat.

Yellen yang memimpin The Fed di periode 2014-2018 ditanya mengenai inversi yield dan apakah itu menandakan resesi dalam sebuah konferensi di Hong Kong, Senin (25/3/2019).

"Jawaban saya adalah tidak, saya tidak melihatnya sebagai sebuah sinyal resesi," ujarnya, dilansir dari CNBC International.

"Berbeda dengan di masa lalu, saat ini ada tendensi bahwa kurva yield cenderung sangat mendatar," ujarnya. Ia menambahkan bahwa saat ini lebih mudah bagi yield tersebut untuk terinversi di mana yield obligasi bertenor pendek lebih tinggi dibandingkan tenor panjang.

"Dan fakta ini mungkin menandakan bahwa The Fed di suatu titik perlu untuk menurunkan suku bunga, namun ini tentu saja tidak menandakan bahwa beberapa perkembangan ini akan menyebabkan resesi," tambah Yellen.

Meski yakin tidak akan terjadi resesi, namun ia mengakui bahwa ekonomi AS memang tengah melambat.

"AS memang tengah mengalami perlambatan pertumbuhan," ujarnya. Namun perkiraan The Fed bahwa AS akan tumbuh 2,1% dari 3,1% tahun lalu masih mendekati potensi Negeri Paman Sam itu.

"Jadi, ini bukanlah situasi yang berbahaya," kata Yellen. "Jadi, ya, pertumbuhan melambat, namun saya tidak melihat ekonomi melambat ke level yang akan menyebabkan resesi."

Resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal atau lebih berturut-turut. (prm)



Senin, 25 Maret 2019

Awal Perdagangan, Yen Bergerak Melemah | Rifan FInancindo

Awal Perdagangan, Yen Bergerak Melemah
Ilustrasi yen Jepang dan dolar AS (Foto: REUTERS/Shohei Miyano)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang melemah terhadap dolar AS di awal perdagangan, Senin (25/3/19). Tetapi yen masih belum terlalu jauh dari level terkuatnya dalam lima pekan terakhir.

Pada pukul 6:46 WIB, yen ditransaksikan di kisaran 110,07/US$, dengan level terkuat lima pekan di kisaran 110,73/US$ yang dicapai pada perdagangan Jumat (22/3/19).

Nilai tukar dolar terhadap yen yang terlihat murah membuat dolar terlihat menarik lagi untuk dipegang. Tercatat sepanjang pekan lalu, yen mengalami penguatan 1,4% terhadap dolar, dan menjadi penguatan mingguan tertinggi dalam 11 pekan terakhir atau sejak awal tahun saat dolar mengalami flash crash terhadap yen.

Me-review pekan lalu, penguatan yen terpicu sikap dovish Federal Reserve (The Fed) AS.

Dalam pengumuman kebijakan moneternya pada Kamis (21/3/19) dini hari Waktu Indonesia, The Fed mengindikasikan tidak akan menaikkan suku bunga acuan atau Federal Funds Rate (FFR) di tahun ini. Hal ini menjadi kejutan bagi pasar finansial karena tidak sampai tiga bulan sebelumnya bank sentral AS tersebut menyatakan kenaikan FFR sebanyak dua kali di tahun 2019 akan menjadi kebijakan yang tepat.

Perbedaan suku bunga di AS dan Jepang akan semakin lebar seandainya The Fed jadi menaikkan suku bunga di tahun ini. Untuk saat ini saja ada selisih yang besar antara suku bunga di AS dan Jepang, The Fed dengan FFR-nya sebesar 2,25% - 2,50%, dibandingkan dengan BOJ yang menerapkan suku bunga negatif (-0,1%). 
Kini suku bunga acuan The Fed sebesar 2,25%-2,50% akan tetap bertahan hingga akhir tahun nanti, begitu juga dengan suku bunga acuan BOJ yang masih akan di tahan sebesar -0,1%, sehingga spread imbal hasil di kedua negara tidak lagi melebar.

The Fed sekarang sejalan dengan Bank of Japan (BOJ) yang sama-sama bersikap dovish. Sepekan sebelum pengumuman The Fed, BOJ juga bersikap dovish dengan memperkirakan perekonomian Jepang yang akan melambat. Selain itu, satu anggota dewan diketahui meminta agar BOJ siap untuk bertindak "cepat, fleksibel, dan berani" termasuk dalam menambah stimulus moneter.

Di pekan ini, beberapa data ekonomi dari AS akan menentukan arah pergerakan nilai tukar yen terhadap dolar mengingat negeri Paman Sam tersebut dispekulasikan akan mengalami resesi.
Imbal hasil obligasi AS tenor pendek (3 bulan) kini lebih tinggi dari tenor panjang (10 tahun) atau dikenal dengan istilah inversi. Hal seperti ini terjadi jika pelaku pasar melihat dalam jangka pendek AS kemungkinan akan mengalami resesi, sehingga investor melepas obligasi jangka pendek yang membuat yield-nya naik dan masuk ke obligasi jangka panjang.

Kali terakhir inversi terjadi di bulan Januari 2017, dan kembali muncul di hari Jumat lalu di mana yield obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan berada di level 2,4527%, sementara tenor 10 tahun yang sebesar 2,4373%.


TIM RISET CNBC INDONESIA (prm)
 
 

Jumat, 22 Maret 2019

Brexit Kian Tak Jelas, Harga Emas Melenggang Naik - PT Rifan Financindo

Brexit Kian Tak Jelas, Harga Emas Melenggang Naik
Foto: Karyawan menunjukkan emas batangan yang dijual di Butik Emas, Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo - Pada perdagangan Jumat pagi ini (22/3/2019), harga emas menguat tipis. Hingga pukul 08:36 WIB, harga emas kontrak April di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) naik sebesar 0,03% ke posisi US$ 1.307,7/troy ounce, setelah menguat 0,43% kemarin (20/3/2019)

Adapun harga emas di pasar spot masih stagnan diposisi US$ 1.309,2/troy ounce, setelah turun 0,23% pada perdagangan kemarin.

Selama sepekan harga emas di bursa COMEX dan spot telah menguat masing-masing sebesar 0,37% dan 0,62% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun rata-rata kenaikan harga keduanya sebesar 2,06%.


Harga emas masih mendapat sokongan dari sikap (stance) Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang makin kalem (dovish).

Kemarin, suku bunga acuan The Fed (Federal Funds Rate/FFR) diumumkan bertahan di kisaran 2,25-2,5% atau median 2,375%.

Selain itu, perekonomian AS yang masih belum membaik, alias masih lambat memaksa The Fed untuk memangkas proyeksi suku bunga hingga akhir tahun 2019. Terlihat dari dot plot (proyeksi arah suku bunga jangka menegah) yang berubah. Pada dot plot Hasil rapat The Fed edisi Maret proyeksi suku bunga berada di median 2,375%, turun dari proyeksi pada rapat edisi Desember 2018 yang berada di median 2,875%.

Dengan tak ada kenaikan suku bunga, maka investasi pada aset-aset berbasis dolar menjadi kurang menarik. Dolar pun rentan terdepresiasi.

Alhasil, emas berpotensi diburu investor untuk dijadikan pelindung nilai.

Selain itu, ketidakpastian nasib Brexit juga bisa membuat harga emas tertarik ke atas.

Setelah Perdana Menteri Inggris meminta perpanjangan waktu Brexit menjadi 30 Juni (dari yang awalnya 29 Maret), ternyata Uni Eropa Tak mengabulkan.

Uni Eropa secara aklamasi hanya menyetujui perpanjangan waktu sampai 22 Mei jika proposal Brexit disetujui parlemen Inggris pekan depan. Namun bila parlemen kembali menolak, siap siap angkat kaki tanggal 12 April.

Ini membuat potensi No Deal Brexit makin tinggi. Di tengah kondisi ekonomi yang tak pasti, investor akan mencari perlindungan dengan mengoleksi emas.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/taa)


Kamis, 21 Maret 2019

Shanghai & Hang Seng Bergerak Terbatas karena Trump | Rifanfinancindo

Shanghai & Hang Seng Bergerak Terbatas karena Trump
Foto: Reuters
Rifanfinancindo - Indeks Shanghai dibuka stagnan pada 3.090,64, sementara indeks Hang Seng naik 0,23% ke level 29.387,75.

Indeks bursa saham acuan di Negeri Panda memilih sikap bertahan di pembukaan perdagangan hari ini (21/3/2019) karena pergerakan pelaku pasar dibatasi dua sentimen yang datang dari Bank Sentral AS/The Fed dan Presiden AS Donald Trump.

Dini hari tadi, pukul 02:00 WIB, Jerome Powell, Gubernur The Fed, memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (Federal Funds Rate) di kisaran 2,25-2,5% atau median 2,375% seperti perkiraan pasar. Powell dan sejawat juga memproyeksikan tidak akan ada kenaikan suku bunga lanjutan di tahun 2019, dilansir Reuters.

"Mungkin perlu waktu sebelum proyeksi lapangan kerja dan inflasi mendorong perubahan kebijakan," kata Gubernur The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers setelah rapat penentuan kebijakan.

Keputusan ini harusnya membuat bursa saham China bergembira, namun hari ini Trump malah membatasi pergerakan pelaku pasar dengan mengumumkan bahwa tarif impor terhadap produk-produk China dapat tetap diterapkan untuk jangka waktu yang panjang, dilansir Reuters.

"Kami tidak berbicara untuk menghapusnya (tarif impor ke China). Kami bicara tentang mempertahankannya untuk jangka waktu yang lama karena kami harus memastikan bahwa China mengikuti kesepakatan, dan menerapkannya", ujar Trump.

Jika akhirnya, China benar-benar memilih mundur, tentu perang dagang akan semakin terekskalasi dan memperburuk perekonomian kedua belah negara.

Pada hari ini, pukul 03:30 WIB, Hong Kong akan merilis data tingkat inflasi bulan Februari.

Sebagai informasi tambahan, tingkat inflasi Hong Kong pada bulan Januari dicatatkan sebesar 2,4%, dan ini adalah nilai terendah semenjak Agustus 2018.

TIM RISET CNBC INDONESIA (dwa/hps)



Rabu, 20 Maret 2019

Pantau Isu Hubungan AS-China dan Brexit, Agak Mengkhawatikan | Rifan Financindo


Rifan Financindo - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sementara nilai tukar rupiah mampu terapresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).

Kemarin, IHSG ditutup melemah 0,45%. Indeks saham utama Asia berakhir variatif, di mana Nikkei 225 turun 0,08%, Hang Seng naik 0,19%, Shanghai Composite turun 0,18%, Kospi melemah 0,09%, dan Straits Times menguat 0,25%.

Sepertinya IHSG dihinggapi ambil untung (profit taking). Maklum, IHSG sudah menguat 4 hari beruntun dan selama periode itu penguatannya mencapai 2,45%.

Selain itu, IHSG juga rentan mengalami profit taking karena valuasinya sudah cukup mahal dibandingkan indeks saham utama Asia. Saat ini, Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG ada di 16,03 kali. Lebih tinggi ketimbang Nikkei 225 (15,34 kali), Hang Seng (11,73 kali), Shanghai Composite (12,85 kali), Kospi (12,1 kali), atau Straits Times (12,39 kali).

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 0,07% di akhir perdagangan pasar spot kemarin. Rupiah berhasil menguat selama 3 hari perdagangan berturut-turut.

Mayoritas mata uang Asia juga menguat, karena dolar AS memang sedang tertekan secara global. Investor menjauhi dolar AS seiring penantian terhadap rapat bulanan komite pengambil kebijakan Bank Sentral Negeri Paman Sam, The Federal Reserves/The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC).

Suku bunga acuan diperkirakan bertahan di 2,25-2,5% dengan probabilitas mencapai 98,7% menurut CME Fedwatch. Soal suku bunga sebenarnya sudah ketaker, sehingga pelaku pasar lebih menantikan pengumuman berikutnya yaitu pembacaan terkini mengenai prospek perekonomian AS dan arah kebijakan moneter The Fed ke depan.

Ada satu indikator yang akan benar-benar dipelototi oleh pasar yaitu dot plot atau arah suku bunga acuan sampai jangka menengah. Saat ini, dot plot The Fed menunjukkan suku bunga acuan pada akhir 2019 berada di median 2,875%. Dengan Federal Funds Rate yang sekarang di median 2,375% maka butuh setidaknya kenaikan 50 basis poin (bps) atau dua kali lagi masing-masing 25b bps.

Dot plot teranyar disusun Desember 2018, dan bisa saja diubah dalam rapat The Fed bulan ini. Jika The Fed median dalam dot plot diturunkan, maka bisa jadi hanya akan ada sekali kenaikan pada 2019 atau malah tidak ada sama sekali.

Peluang kenaikan suku bunga acuan yang semakin samar-samar membuat dolar AS jadi kurang seksi. Jadilah investor keluar dari dolar AS, dan aliran modal menyebar ke segala penjuru termasuk ke Indonesia.
IHSG boleh melemah 0,45%, tetapi investor asing tetap masuk ke Bursa Efek Indonesia dan mencatat beli bersih Rp 170,45 miliar. Tidak hanya di pasar saham, arus modal pun sepertinya masuk ke pasar obligasi pemerintah.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 0,2 bps. Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. Arus modal masuk ini berhasil menjadi suntikan energi bagi rupiah. (aji/aji)

Selasa, 19 Maret 2019

Bursa Jepang Melemah Jelang Rapat The Fed - PT Rifan Financindo

Bursa Jepang Melemah Jelang Rapat The Fed
Foto: Bursa Jepang (REUTERS/Issei Kato)

PT Rifan Financindo - Bursa Jepang dibuka melemah, Selasa (19/3/2019), saat investor menantikan rapat penentuan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve.

Indeks acuan Nikkei 225 tergelincir turun 0,17% sementara indeks Topix melemah 0,15% di awal perdagangan, AFP melaporkan.
Jerome Powell dan rekan-rekannya akan memulai pertemuan penentuan kebijakan yang dilangsungkan selama dua hari, Selasa waktu AS.

Pasar memperkirakan bank sentral akan menahan bunga acuan namun mereka menantikan petunjuk The Fed mengenai proyeksi perekonomian ke depan.

The Fed dalam rapat pertamanya tahun ini telah memberi sinyal akan bersikap sabar dalam menaikkan bunga acuannya di 2019. (prm)


Senin, 18 Maret 2019

Damai Dagang Kian Dekat, Bursa Saham Asia Dibuka Menguat - Rifanfinancindo

Damai Dagang Kian Dekat, Bursa Saham Asia Dibuka Menguat
Foto: Ilustrasi Bursa Hong Kong (REUTERS/Bobby Yip)
Rifanfinancindo - Bursa saham utama kawasan Asia kompak dibuka di zona hijau pada perdagangan pertama di pekan ini: indeks Nikkei naik 0,59%, indeks Shanghai naik 0,2%, indeks Hang Seng naik 0,35%, indeks Straits Times naik 0,32%, dan indeks Kospi naik 0,16%.

Membuncah-nya optimisme terkait damai dagang AS-China membuat instrumen berisiko seperti saham menjadi incaran investor. Xinhua News Agency pada hari Jumat (15/3/2019) melaporkan bahwa AS dan China telah membuat perkembangan yang konkret terkait penulisan kesepakatan dagang kedua negara, seperti dilansir dari South China Morning Post.

Xinhua yang merupakan media milik pemerintah China tersebut juga menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He berbicara dengan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pada hari Kamis (14/3/2019) melalui sambungan telepon.


Dalam pidato di sidang tahunan parlemen China, Perdana Menteri Li Keqiang juga telah menegaskan bahwa pemerintah akan menerapkan aturan baru mengenai investasi.

Dalam aturan tersebut, China berkomitmen untuk melindungi investasi (termasuk asing) dan tidak akan mewajibkan transfer teknologi. Proses dan pelaksanaan investasi akan dibuat transparan sehingga menciptakan iklim yang nyaman bagi dunia usaha. Aturan ini sudah disahkan oleh parlemen dan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.

Isu mengenai pemaksaan transfer teknologi ini sering dikeluhkan oleh Presiden AS Donald Trump. Bahkan, Trump menyebutnya sebagai pelanggaran atas hak kekayaan intelektual.

Sejauh ini, perang dagang yang berkecamuk antar kedua negara terlihat jelas sudah menyakiti perekonomian masing-masing. Di China misalnya, belum lama ini ekspor periode Februari 2019 diumumkan terkontraksi sebesar 20,7% secara tahunan, jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang hanya memperkirakan penurunan sebesar 4,8% YoY, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor turun hingga 5,2%, juga lebih dalam dari ekspektasi yakni penurunan sebesar 1,4%.

Jika kesepakatan dagang benar bisa dicapai nantinya, tentu perekonomian kedua negara, berikut perekonomian dunia, bisa dipacu untuk melaju lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)


Jumat, 15 Maret 2019

Tunggu Keputusan Bank Sentral Jepang, Bursa Tokyo Menguat | Rifan Financindo

Tunggu Keputusan Bank Sentral Jepang, Bursa Tokyo Menguat
Foto: Bursa Tokyo ((AP Photo/Koji Sasahara))
Rifan Financindo - Bursa saham Tokyo berada di teritori positif pada pembukaan perdagangan Jumat (15/3/2019). Salah satu faktor utama di balik hal itu adalah investor menanti keputusan Dewan Gubernur Bank Sentral Jepang yang akan disampaikan pada hari ini.

Dilansir AFP, indeks Nikkei 225 naik 0,62% atau 130,98 poin ke level 21.418. Kemudian indeks Topix menguat 0,55% atau 8,80 poin ke level 1.597,09.

"Investor sedang menunggu keputusan terkait kebijakan moneter Bank Sentral Jepang karena ada pandangan bahwa Bank Sentral Jepang dapat merivisi turun penilaian terhadap perekonomian meskipun kebijakan moneter itu sendiri diharapkan tidak berubah," ujar analis senior di Monex Toshiyuki Kanayama.

Wall Street kemarin ditutup variatif. Tapi investor masih mencemaskan negosiasi dagang AS-China maupun dinamika Brexit. Dalam keterangan pers, kemarin, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa negosiasi dagang antara kedua negara akan tuntas dalam empat pekan. Ia mengaku optimis kesepakatan itu dapat tercapai.

"Kami melakukan pembicaraan yang sangat baik dengan China," ujar Trump.

Tunggu Keputusan Bank Sentral Jepang, Bursa Tokyo Menguat
Foto: Aides memberi isyarat ketika Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Wakil Perdana Menteri China dan perunding perdagangan Liu He, dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin berbaris untuk foto sebelum sesi pembukaan perundingan perdagangan di Diaoyutai State Guesthouse di Beijing, Kamis, (14/2/2019). (Mark Schiefelbein / Pool via REUTERS)

Di bursa Tokyo, saham Toyota naik 1,02% setelah mengumumkan rencana meningkatkan investasi menjadi US$ 13 miliar (naik US$ 3 miliar) selama lima tahun untuk meningkatkan produksi di berbagai negara. Pesaingnya, yaitu Honda, mencatat kenaikan saham 1,29%. Sementara Nissan naik 1,05%.(miq/miq)


Kamis, 14 Maret 2019

IHSG Dibuka Menguat ke 6.383 - PT Rifan Financindo

Foto: Rachman Haryanto
PT Rifan Financindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pagi ini. IHSG Bergerak positif setelah sempat melemah pada pre opening.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini berada di level Rp 14.240.

Pada perdagangan pre opening, IHSG melemah 2,658 poin (0,04%) ke 6.3474,917. Indeks LQ45 juga turun 0,686 poin (0,07%) ke 995,384.

Membuka perdagangan Kamis (14/3/2019), IHSG berbalik menguat 6,056 poin (0,09%) ke 6.383. Indeks LQ45 juga bertambah 0,611 poin (0,06%) ke 996,714.

Pada pukul 09.05 waktu JATS, IHSG melanjutkan penguatan 1,826 poin (0,05%) ke 6.379. Indeks LQ45 bertambah 0,247 poin (0,02%) ke 995,739.

Sementara itu, pada perdagangan Rabu, indeks utama bursa AS kembali menguat seiring keyakinan bahwa suku bunga acuan belum berpeluang naik dalam pertemuan Federal Reserve mendatang. Hal ini didukung oleh harga produsen AS yang hampir stagnan pada Februari.

Perdagangan bursa saham Asia bergerak di dua arah pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 menguat 127,391 poin ke 21.414
  • Indeks Hang Seng naik 65,221 ke 28.872,310
  • Indeks Komposit Shanghai turun 5,690 poin ke 3.021,540
  • Indeks Strait Times merosot 8,850 poin ke 3.186,700
(ara/ara)



Rabu, 13 Maret 2019

Dolar AS Masih Lemas, Rupiah Lanjutkan Penetrasi | Rifanfinancindo


Rifanfinancindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Apakah rupiah tengah bersiap menuju penguatan selama 3 hari beruntun?

Pada Rabu (13/3/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.240 kala pembukaan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Namun seiring perjalanan pasar, apresiasi rupiah terus menipis. Pada pukul 08:09 WIB, US$ 1 ditransaksikan Rp 14.250 di mana rupiah masih menguat tetapi tinggal 0,07%.

Kemarin, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan apresiasi 0,18% terhadap dolar AS. Sehari sebelumnya rupiah juga mampu menguat 0,14%.

Jadi kalau hari ini rupiah kembali finis di jalur hijau, maka akan menjadi penguatan selama 3 hari beruntun. Sesuatu yang kali terakhir terjadi pada 22-26 Februari.

Seperti halnya rupiah, mayoritas mata uang utama juga mampu menguat di hadapan dolar AS. Peso Filpina menjadi mata uang dengan penguatan paling tajam, disusul oleh yuan China dan yen Jepang.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:14 WIB: 


(aji/aji)


 

Selasa, 12 Maret 2019

Wall Street & Brexit Bikin Bursa Saham Tokyo Dibuka Menguat | Rifan Financindo

Wall Street & Brexit Bikin Bursa Saham Tokyo Dibuka Menguat
Foto: Bursa Tokyo ((AP Photo/Koji Sasahara))
Rifan Financindo - Bursa Saham Tokyo pada perdagangan Selasa (12/3/2019) dibuka menguat. Ada sejumlah faktor yang mendorong penguatan tersebut.

Seperti dikutip dari AFP, indeks Nikkei 225 naik 1,11% atau 234,57 poin ke level 21.359,66. Sedangkan indeks Topix menguat 0,97% atau 15,29 poin ke level 1.596,73.

Penguatan Bursa Saham Tokyo didorong oleh kinerja apik Wall Street. CNBC International melaporkan, Dow Jones Industrial ditutup pada level 25.650,88 atau 200,64 poin lebih tinggi ketimbang sehari sebelumnya.

Kemudian S&P 500 naik 1,47% ke level 2.783,30, didorong oleh lonjakan 2,17% di sektor teknologi. Sementara Nasdaq Composite menguat 2,02% ke level 7.558,06. Indeks pun mengakhiri penurunan beruntun selama lima hari perdagangan. 

Faktor lain adalah stabilnya nilai tukar yen terhadap dolar AS. Kemudian adalah sentimen positif jelang pemungutan suara krusial di Parlemen Inggris terkait kesepakatan Brexit yang diusung PM Inggris Theresa May.(miq/miq)


Senin, 11 Maret 2019

IHSG Dibuka Menguat ke 6.405 - PT Rifan Financindo

Foto: Rachman Haryanto 
PT Rifan Financindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pagi ini. IHSG dibuka di level 6.405.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah pagi ini berada di level Rp 14.325. Posisi dolar AS cenderung menguat dibanding posisi Jumat kemarin yang Rp 14.220.

Pada perdagangan pre opening, IHSG menguat 35,815 poin (0,56%) ke 6.418,883. Indeks LQ45 menguat 8,736 poin (0,88%) ke 1.003,716.
Membuka perdagangan, Senin (11/3/2019), IHSG melanjutkan penguatan 22,857 poin (0,36%) ke 6.405,925. Indeks LQ45 juga bertambah 7,073 poin (0,71%) ke 1.002,053.

Pada pukul 09.05 waktu JATS, IHSG melanjutkan penguatan 27,566 poin ke 6.410,634. Indeks LQ45bertambah 7,468 ke 1.002,448.

Sementara itu, dari bursa saham AS ketiga indeks utama ditutup melemah pasca rilisnya Nonfarm Payrolls yang turun signifikan di bawah perkiraan. Penciptaan tenaga kerja (Nonfarm Payrolls) hanya sebanyak 20.000 untuk bulan Februari lebih rendah dibandingkan data pekerja sebelumnya yang sebanyak 311.000.

Perdagangan bursa saham Asia mayoritas bergerak positif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 naik 87,410 poin 21.112,971
  • Indeks Hang Seng bertambah 108,830 ke 28.335,250
  • Indeks Komposit Shanghai naik 17,180 poin ke 2.987,040
  • Indeks Strait Times melemah 3,080 ke 3.192,790 (zlf/zlf)


Jumat, 08 Maret 2019

Kabar Buruk dari Eropa Bikin Bursa Jepang Dibuka Melemah - Rifanfinancindo

Kabar Buruk dari Eropa Bikin Bursa Jepang Dibuka Melemah
Foto: Bursa Tokyo ((AP Photo/Koji Sasahara))
Rifanfinancindo - Bursa saham Tokyo dibuka melemah pada perdagangan Jumat (8/3/2019). Ini setelah investor enggan mengambil risiko selepas sejumlah pengumuman Bank Sentral Eropa (ECB).

Dilansir AFP, Indeks Nikkei anjlok 0,88% atau 188,41 poin ke level 21.267,60. Sedangkan Indeks Topix turun 0,99% atau 15,84 poin menjadi 1.585,82. 

Dalam konferensi pers seusai rapat, Kamis (7/3/2019) waktu setempat, Presiden ECB Mario Draghi memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan ECB.

"Kami juga memperkirakan suku bunga acuan tidak berubah setidaknya sampai akhir 2019 dan bahkan selama yang dibutuhkan untuk memastikan inflasi berada di kisaran 2% dalam jangka menengah," kata Draghi seperti dikutip Reuters. 

ECB pun memangkas pertumbuhan ekonomi Zona Euro 2019 dari 1,7% menjadi 1,1%. ECB juga mengumumkan program stimulus jangka panjang (TLTRO-III) pada September 2019 dan direncanakan tuntas Maret 2021.

TLTRO merupakan pinjaman yang diberikan ECB kepada bank-bank Eropa pada tingkat suku bunga yang rendah. Hal itu diyakini akan memudahkan bank-bank tersebut meminjamkan uang kepada konsumen yang pada muaranya dapat membantu merangsang perekonomian. Ini adalah suntikan stimulus ketiga dari ECB sejak 2014.(miq/miq)


Rabu, 06 Maret 2019

Minyak Libya Berproduksi Penuh, Harga Tertekan | Rifan Financindo

Minyak Libya Berproduksi Penuh, Harga Tertekan
Foto: Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto
Rifan Financindo - Harga minyak mentah pada perdagangan pagi hari ini (6/3/2019) masih berada di zona merah.

Hingga pukul 08:30 WIB, harga minyak jenis Brent kontrak Mei melemah 0,77% e posisi US$ 65,35/barel, setelah naik 0,29% kemarin (5/3/2019).

Sedangkan harga minyak jenis lightsweet (WTI) kontrak April turun 0,90% ke level US$ 56,05/barel, setelah terkoreksi 0,05% pada perdagangan kemarin.

Selama sepekan, harga minyak terkoreksi sekitar 1,6% secara point-to-point. Sedangkan sejak awal tahun, harganya sudah naik sekitar 22%.


Kembali beropreasinya sumur-sumur di ladang minyak Libya, El Sharara membuat kekhawatiran banjir pasokan kembali merasuki pelaku pasar.

Seperti yang telag diketahui, sejak bulan Desember 2018, ladang minyak terbesar di Libya tersebut sempat ditutup akibat adanya sekelompok pemberontak bersenjata yang melakukan penguasaan.

Namun tiga minggu lalu, Tentara Nasional Libya dibawah komando Khalifa Haftar berhasil merebut wilayah tersebut dan membuat keadaan kembali kondusif untuk aktifitas eksploitasi.

Dengan begini, OPEC akan kembali menerima pasokan minyak Libya, yang biasanya menyumbang sebesar 315.000 barel/hari.

"ini akan meningkatkan produksi minyak Libya, dan juga OPEC, sebesar lebih dari 300.000 barel/hari," kata Commerzbank dalam sebuah laporan, mengutip Reuters.

Selain itu, enam analis yang dihimpun Reuters memperkirakan stok minyak mentah AS akan bertambah sebanyak 400.000 barel di minggu yang berakhir pada 1 Maret.

Akan tetapi, aksi OPEC bersama Rusia dan sekutunya untuk mengurangi pasokan miyak mentah masih terus memberi energi positif pada pergerakan harga.

Menteri Energi Rusia, Alexander Novak pada hari Senin (4/3/2019) mengatakan bahwa pemotongan pasokan minyak dari Negeri Beruang Merah akan mencapai 228.000 barel/hari, yang mana sesuai dengan kuota kesepakatan pada akhir bulan Maret, mengutip Reuters.

Seperti yang diketahui, pada awal Desember 2018 silam, OPEC bersama Rusia telah bersepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari. Arab Saudi kebagian jatah terbesar, yaitu 322.000 barel/hari.

Sejauh ini, OPEC telah beritikad baik yang ditunjukkan dengan telah memangkas produksi hingga 797.000 barel/hari pada bulan Januari, yang mana sudah hampir memenuhi kuota. Meskipun dengan bantuan sanksi AS atas Iran dan insiden ladang minyak Libya.

TIM RISET CNBC INDONESIA (taa/hps)



Selasa, 05 Maret 2019

Tertular Wall Street, Bursa Jepang Ikut Lesu - PT Rifan Financindo

Tertular Wall Street, Bursa Jepang Ikut Lesu
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
PT Rifan Financindo - Bursa Jepang dibuka melemah, Selasa (5/3/2019), saat sentimen pasar terpuruk akibat pelemahan yang dicatatkan Wall Street dini hari tadi.

Indeks acuan Nikkei 225 kehilangan 0,58% dan indeks Topix turun 0,63% di awal perdagangan, AFP melaporkan.

Indeks-indeks utama Wall Street terpuruk di zona negatif dini hari tadi menyusul data konstruksi Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan. Selain itu, sentimen damai dagang AS-China tampaknya sudah kehilangan pesonanya di hadapan para investor AS.

Dow Jones Industrial Average rontok 0,79%, S&P 500 kehilangan 0,39%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,23%.

Departemen Perdagangan AS merilis angka belanja konstruksi yang turun 0,6% di Desember. Para ekonom yang disurvei Refinitiv memperkirakan adanya kenaikan 0,2%. (prm)



 

Senin, 04 Maret 2019

Harapan Menjauh, Rupiah Kini Terlemah di Asia - Rifanfinancindo

Harapan Menjauh, Rupiah Kini Terlemah di Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifanfinancindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Laju dolar AS semakin mulus karena perbedaan kebijakan moneter bank sentral sejumlah negara. 

Pada Senin (4/3/2019) pukul 08:37 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.145. Rupiah melemah 0,25% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Padahal kala pembukaan pasar, rupiah hanya melemah 0,04%. Pelemahan yang sangat tipis ini memunculkan harapan bahwa rupiah bisa menyeberang ke zona hijau.

Namun yang ada sekarang malah depresiasi rupiah semakin dalam. Kini rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia. Malang betul nasib rupiah.

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:37 WIB:



Dolar AS mendapat suntikan tenaga setelah muncul pernyataan dari Haruhiko Kuroda, Gubernur Bank Sentral Jepang (BoJ). Dalam paparan di parlemen, Kuroda menyatakan BoJ akan bersabar dalam menerapkan kebijakan moneter longgar sampai perekonomian Negeri Matahari Terbit benar-benar stabil.

"BoJ akan tertap bersabar mempertahankan stimulus moneter untuk mencapai target inflasi. Saat ini, perekonomian berjalan di jalur yang benar untuk mencapai target tersebut. Namun sampai tahun fiskal 2020, sepertinya masih sulit mencapai inflasi yang telah ditargetkan," jelas Kuroda, mengutip Reuters.

BoJ sampai saat ini masih mempertahankan target inflasi 2%. Pada Januari, inflasi masih adem-ayem di 0,2% year-on-year (YoY). Jauh dari target 2%.



Dengan begitu, semakin jelas bahwa The Federal Reserve/The Fed (Bank Sentral AS) tidak akan punya lawan sepadan. Jepang (dan Uni Eropa) kemungkinan masih akan menerapkan kebijakan moneter longgar, dengan kenaikan suku bunga acuan yang masih jauh dari horizon.

Begitu pula dengan di Indonesia. Perry Warijyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengisyaratkan membuka peluang untuk menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate jika situasi memungkinkan.

"Ke depan arah suku bunga akan lebih turun, kalau stabilitas ini kita jaga. Suku bunga sudah hampir mencapai puncaknya," kata Perry dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019, pekan lalu.

Sementara The Fed, walau tidak seagresif tahun lalu, masih dalam jalur menaikkan suku bunga acuan. Tahun ini, kemungkinan masih ada dua kali lagi kenaikan karena target median Federal Funds Rate pada akhir 2019 adalah 2,8% sementara sekarang di 2,375%.

Oleh karena itu, dolar AS sepertinya memang masih sulit ditandingi. Berbekal potensi kenaikan Federal Funds Rate (meski tidak dalam waktu dekat), berinvestasi di dolar AS lebih menjanjikan cuan.

Akibatnya, preferensi investor masih ke arah mata uang Negeri Paman Sam. Ruang penguatan rupiah menjadi semakin terbatas.


TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)