Jumat, 30 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - China Berniat Damai Dengan AS, Yen "Gak" Seksi Lagi

China Berniat Damai Dengan AS, Yen
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
PT Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (29/8/19) kemarin. Munculnya harapan akan adanya pertemuan AS-China membuat permintaan akan aset aman atau safe haven seperti yen berkurang.

Pada pagi ini, Jumat (30/8/19) pukul 7:08 WIB, yen diperdagangkan di level 106,51/US$ atau stagnan dibandingkan penutupan perdagangan Kamis di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada Kamis kemarin, yen melemah 0,37%.
Mengutip Reuters, Kementerian Perdagangan China mengungkapkan saat ini Beijing dan Washington sedang membahas pertemuan tatap muka dalam waktu dekat. 

Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menyatakan kedua pihak harus menciptakan suasana yang kondusif jika ingin meraih hasil positif dalam perundingan tersebut. China sendiri, katanya, terus berusaha menghindari eskalasi dan bersedia untuk menyelesaikan perselisihan secara tenang.

"Sejauh yang saya tahu, delegasi kedua negara terus melakukan komunikasi yang efektif. Kami berharap AS menunjukkan ketulusan dan aksi konkret," kata Gao.

Kabar tersebut disambut baik oleh pelaku pasar, walaupun damai dagang sepertinya masih jauh akan terjadi, tetapi setidaknya China tidak lagi berniat membalas kenaikan tarif impor AS, dan perang dagang tidak lagi tereskalasi.
Sejak awal bulan Agustus pelaku pasar dibuat cemas dengan eskalasi perang dagang AS-China. Hal tersebut bermula dari AS yang mengenakan tarif baru impor produk dari China. Total nilai produk yang akan dikenakan tarif impor sebesar US$ 300 miliar.

China kemudian membalas kebijakan AS dengan mendevaluasi nilai tukar yuan hingga ke level terendah lebih dari satu dekade terhadap dolar AS. Kebijakan tersebut membuat pelaku pasar cemas perang dagang akan juga mengarah ke perang mata uang.
China ditengarai sengaja mendevaluasi mata uangnya untuk mendapat keunggulan kompetitif di perdagangan international. Produk China menjadi lebih murah, sehingga efek tarif impor tinggi dari AS bisa diminimalisir.
Sikap AS kemudian melunak, dan menunda kenaikan tarif sebagian produk China, bahkan ada yang dibatalkan.

Tetapi secara tiba-tiba pada Jumat (23/8/19) lalu, China menaikkan tarif impor untuk produk AS.  Pemerintah China akan menaikkan tarif impor mulai dari 5% sampai 10% terhadap produk-produk dari Paman Sam senilai US$ 75 miliar, dan mulai berlaku pada 1 September dan 15 Desember.

Tidak hanya itu, China kembali mengenakan tarif sebesar 25% terhadap mobil dari AS yang akan masuk ke China, dan untuk suku cadangnya akan dikenakan tarif sebesar 5%. Kebijakan ini sebelumnya dihentikan pada bulan April lalu, dan kini akan diberlakukan lagi mulai 15 Desember.
Kejutan dari China tersebut membuat Presiden Trump geram. Tidak berselang lama ia mengumumkan melalui Twitter bahwa Negeri Paman Sam akan menaikan bea masuk dari 25% menjadi 30% bagi impor produk China senilai US$ 250 miliar. Selain itu, Trump juga akan mengeksekusi bea masuk baru bagi importasi produk-produk China senilai US$ 300 miliar dengan tarif 15%.

"Mulai 1 Oktober, impor produk China senilai US$ 250 miliar yang saat ini dikenai tarif 25% akan naik menjadi 30%. Sebagai tambahan, impor baru senilai US$ 300 miliar yang awalnya dikenakan tarif 10% dinaikkan menjadi 15% berlaku 1 September. Terima kasih atas perhatiannya!" demikian cuit Trump.
Hubungan kedua negara pun memanas sejak saat itu yang membuat pelaku pasar cemas, dan baru mereda Kamis kemarin setelah China mengungkapkan sedang membahas pertemuan dengan AS.(pap)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

PT Rifan Financindo - Harga Emas Drop Nyaris 1% •

PT Rifan Financindo - Harga Emas Drop Nyaris 1% •: PT Rifan Financindo - Harga emas dunia terkoreksi lumayan tajam pada perdagangan pagi ini. Namun harga emas masih bertahan di kisaran US$ 1.500/troy ons.

Kamis, 29 Agustus 2019

Rifanfinancindo – ‘Game’ Ekonomi Global Sudah di Level Very Hard Nih… – Rifan Financindo Berjangka Palembang

Rifanfinancindo – ‘Game’ Ekonomi Global Sudah di Level Very Hard Nih… – Rifan Financindo Berjangka Palembang: Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Rifanfinancindo – Tahun 2019 bagai permainan video game. Awalnya mudah dan menyenangkan, tetapi semakin lama kok tambah susah…

Rifanfinancindo - Jelang Pemberlakuan Tarif Baru, Indeks Shanghai Naik Tipis

Jelang Pemberlakuan Tarif Baru, Indeks Shanghai Naik Tipis
Foto: Reuters
Rifanfinancindo - Bursa saham China ditransaksikan di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai menguat 0,11% ke level 2.897,02. Sementara itu, indeks Hang Seng jatuh 0,22% ke level 25.558,24.

Belum adanya ketegangan lebih lanjut terkait perang dagang AS-China membuat aksi beli dilakukan di bursa saham China. 

Namun, aksi beli tersebut terbatas lantaran dalam waktu dekat, situasinya akan kembali memanas. Pasalnya, kita semakin dekat ke tanggal 1 September yang merupakan tanggal penerapan bea masuk baru oleh AS dan China terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Sekedar mengingatkan, menjelang akhir pekan kemarin China mengumumkan bahwa pihaknya akan membebankan bea masuk bagi produk impor asal AS senilai US$ 75 miliar. Pembebanan bea masuk tersebut akan mulai berlaku efektif dalam dua waktu, yakni 1 September dan 15 Desember. Bea masuk yang dikenakan China berkisar antara 5%-10%.

Lebih lanjut, China juga mengumumkan pengenaan bea masuk senilai 25% terhadap mobil asal pabrikan AS, serta bea masuk sebesar 5% atas komponen mobil, berlaku efektif pada 15 Desember. Untuk diketahui, China sebelumnya telah berhenti membebankan bea masuk tersebut pada bulan April, sebelum kini kembali mengaktifkannya.

AS pun merespons dengan mengumumkan bahwa per tanggal 1 Oktober, pihaknya akan menaikkan bea masuk bagi US$ 250 miliar produk impor asal China, dari yang saat ini sebesar 25% menjadi 30%.

Sementara itu, bea masuk bagi produk impor asal China lainnya senilai US$ 300 miliar yang akan mulai berlaku pada 1 September (ada beberapa produk yang pengenaan bea masuknya diundur hingga 15 Desember), akan dinaikkan menjadi 15% dari rencana sebelumnya yang hanya sebesar 10%.

Pada hari ini, tidak ada data ekonomi yang dijadwalkan dirilis di China dan Hong Kong.(ank/ank)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Rifanfinancindo - Brexit Makin Kacau, Bursa Tokyo Stagnan

Rifanfinancindo - Brexit Makin Kacau, Bursa Tokyo Stagnan: Rifanfinancindo - Bursa saham Tokyo dibuka hampir tak berubah pada perdagangan hari Kamis (29/8/19). Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran tentang Brexit

Rabu, 28 Agustus 2019

Rifan Financindo - Perang Dagang Berlanjut, China Tegaskan Emoh Nego Dengan AS

Perang Dagang Berlanjut, China Tegaskan Emoh Nego Dengan AS
Foto: Infografis/ Kronologi perang dagang AS-China belum temukan titik terang/Aristya Rahadian Krisabella
Rifan Financindo - Klaim bakal ada negosiasi damai antara Washington dan Beijing sepertinya masih jauh dari kenyataan. Kali ini, China secara resmi menegaskan, bahwa tidak ada komunikasi perdamaian antara keduanya, sebagaimana yang diutarakan Presiden AS Donald Trump awal pekan ini di KTT G7 di Prancis.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang kembali menegaskan bahwa ia tidak mengetahui negaranya melakukan panggilan telepon dengan AS. "Saya belum mendengar situasi ini mengenai dua panggilan yang disebutkan AS pada akhir pekan," katanya pada konferensi pers Selasa (27/8/19).

Dalam konferensi pers tersebut, Geng Shuang juga menyatakan China prihatin dengan langkah AS yang kembali menaikkan tarif impor untuk barang-barang negaranya. "Menyesal, AS telah semakin meningkatkan tarif pajak ekspor China ke AS. Tekanan ekstrem ini murni berbahaya bagi kedua belah pihak dan tidak konstruktif sama sekali," katanya lagi sebagaimana dilansir CNBC International.

Ia pun berharap pemerintah AS dapat bertindak rasional. "Kami berharap bahwa AS dapat menjaga ketenangan, kembali ke rasionalitas, menghentikan praktik yang salah, dan menciptakan kondisi bagi kedua belah pihak untuk melakukan konsultasi atas dasar saling menghormati, kesetaraan, dan saling menguntungkan," ujarnya lagi.

Media pemerintah China, Xinhua, juga bersikap tegas terhadap perang dagang. "China tidak dan tidak akan menyerah," kata Xinhua dalam sebuah kolom editorial.

Xinhua juga menyebut langkah Trump memerintahkan perusahaan AS agar meninggalkan China sebagai hal yang paling konyol. "Dengan memainkan trik lama bullying dan tekanan maksimum, pemerintah AS telah meningkatkan ketegangan perdagangan berulang kali dan mencoba memaksa China untuk menerima tuntutan irasionalnya," tulis media tersebut.

Perang dagang antara AS-China telah meningkat sejak Jumat pekan lalu, saat Trump mengatakan akan menaikkan bea impor yang ada atas US$ 250 miliar produk China menjadi 30% dari 25% pada 1 Oktober.

Terlebih lagi, tarif atas barang-barang China lainnya senilai US$ 300 miliar, yang mulai berlaku pada 1 September, akan dinaikkan menjadi 15%, bukan 10%.

Hal itu diumumkannya melalui postingan di Twitter setelah beberapa jam sebelumnya China mengumumkan akan mengenakan tarif impor pada US$ 75 miliar barang AS.

Meski demikian, ungkapan Trump yang menyebutkan akan adanya perdamaian sempat membuat ketegangan mereda. Namun sayangnya bantahan China membuat ekonomi dunia kembali labil. (sef/sef)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Rifan Financindo - Investasi di Yen Juga Cuan Gede

Rifan Financindo - Investasi di Yen Juga Cuan Gede: Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (27/8/19) kemarin.

Selasa, 27 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Catat! Safe Haven Baru Selain Emas: Yen dan Franc

Catat! Safe Haven Baru Selain Emas: Yen dan Franc
Foto: mata Uang (Reuters)
PT Rifan Financindo - Volatilitas dolar AS makin tidak jelas setelah perang dagang antara AS dan China yang berkepanjangan. Investor yang dominan memegang dolar AS sebagai salah satu instrumen safe haven mulai ditinggalkan.

Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ketidakpastian pasar keuangan global yang berlanjut ini mendorong pergeseran penempatan dana global ke aset yang dianggap aman seperti komoditas emas.

Ternyata, ada lagi instrumen yang saat ini dianggap sebagai safe haven. Adalah Yen (Jepang) dan Franc (Swiss).

"Risk off yang dipicu full blown trade war ini kembali memicu aksi flight to quality sehingga yield US Treasury Bond turun tajam ke 1,48% dan mendorong penguatan tajam nilai tukar safe haven seperti JPY (Yen) dan CHF (Franc)," kata Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah, Selasa (27/8/2019).

Menurut Nanang, memanasnya suhu perang dagang di akhir pekan lalu seolah memupus harapan pasar global yang berharap ada angin segar dari symposium Jackson Hole. Di mana menguatkan ekspektasi bahwa the Fed Chairman, Jerome Powell di Jackson Hole akan memberikan komitmen mengambil langkah yang sudah dinantikan yaitu memangkas suku bunga pada FOMC berikutya.

Kenapa Yen dan Franc?

Mata uang yen Jepang dianggap sebagai salah satu aset safe haven karena status Jepang memiliki suplus current account yang besar sehingga memberikan jaminan stabilitas bagi mata uangnya.

Selain itu Negeri Matahari Terbit merupakan negara kreditur terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan Jepang yang dikutip CNBC International, jumlah aset asing yang dimiliki pemerintah, swasta, dan individual Jepang mencapai US$ 3,1 triliun di tahun 2018. Status tersebut mampu dipertahankan dalam 28 tahun berturut-turut.

Jumlah kepemilikan aset asing oleh Jepang bahkan 1,3 kali lebih banyak dari Jerman yang menduduki peringkat kedua negara kreditur terbesar di dunia.

Saat terjadi gejolak di pasar finansial seperti saat ini, para investor asal Jepang akan merepatriasi dananya di luar negeri, sehingga arus modal kembali masuk ke Negeri Matahari Terbit tersebut, dan yen menjadi menguat.

Bukti yen dianggap sebagai mata uang safe haven terlihat dari pergerakannya di bulan Agustus saat terjadi eskalasi perang dagang AS-China. Sepanjang bulan Agustus yen sudah menguat 2,5% melawan dolar AS, sementara sejak awal tahun menguat 3,2%.

Terhadap rupiah, yen sepanjang bulan Agustus menguat 4,13% dan sepanjang tahun sebesar 2,5%.

Sementara itu franc juga dianggap sebagai aset safe haven karena stabilitas pemerintahan dan sistem finansial yang dimiliki Swiss, mengutip investopedia.com. Swiss juga memiliki tingkat inflasi yang stabil, serta para investor memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kredibilitas bank sentral Swiss (Swiss National Bank/SNB).

Hasil studi para ekonom Deutche Bank menunjukkan dalam rentang Maret 1986 sampai September 2012 menunjukkan franc cenderung menguat ketika bursa saham global anjlok serta terjadi finansial stress. Namun, ketika kondisi finansial global relatif stabil, pergerakan franc dipengaruhi faktor fundamental lain seperti inflasi di Swiss. Sehingga para ekonom yang melakukan studi tersebut menyimpulkan franc menjadi aset safe haven saat terjadi gejolak di pasar finansial.

Sejak awal Agustus ketika AS mengenakan tarif impor baru ke China sehingga terjadi gejolak di pasar finansial, franc menguat 1,44% melawan dolar AS. Sementara jika dilihat sejak awal tahun, franc hanya menguat 0,09%, dimana sebelum Agustus pasar finansial masih relatif stabil.

Hal yang sama terjadi dengan kurs franc melawan rupiah, sepanjang bulan Agustus franc menguat 3% melawan Mata Uang Garuda, sementara jika dilihat dari awal tahun malah melemah 0,6%. (pap)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

PT Rifan Financindo - China Bantah Ingin Damai ke AS

PT Rifan Financindo - China Bantah Ingin Damai ke AS: PT Rifan Financindo - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan China ingin bernegosiasi dan membuat kesepakatan perdagangan dengan negaranya.

Senin, 26 Agustus 2019

Rifan Financindo - Investor Pilih Emas, Rupiah Lesu di Kurs Tengah BI dan Spot

Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Rifanfinancindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun kesulitan meladeni dolar AS di perdagangan pasar spot.

Pada Senin (26/8/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.261. Rupiah melemah 0,08% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Sementara di pasar spot, depresiasi rupiah malah lebih parah. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.250 di mana rupiah melemah 0,28%.

Namun tidak apa-apa, karena hampir seluruh mata uang utama Asia pun melemah di hadapan greenback. Bahkan yen Jepang yang perkasa pun terkulai lemas.  

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:05 WIB:  

Jumat, 23 Agustus 2019

Rifan Financindo - Tunggu Arah Kebijakan The Fed, Harga Minyak Naik Perlahan

Tunggu Arah Kebijakan The Fed, Harga Minyak Naik Perlahan
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Rifan Financindo - Pergerakan harga minyak mentah dunia masih terbatas dengan kecenderungan menguat. Pelaku pasar masih menantikan gambaran yang jelas dari kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Gubernur The Fed, Jerome Powell dijadwalkan untuk berpidato dalam simposium Jackson Hole malam hari nanti.

Pada sesi perdagangan hari Jumat (23/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Oktober menguat 0,2% ke level US$ 60,04/barel. Sementara harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) naik 0,1% menjadi US$ 55,41/barel.

Sebagaimana yang telah diketahui, simposium Jackson Hole telah berlangsung sejak hari Kamis (22/8/2019) kemarin. Simposium ini diselenggarakan oleh The Fed dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti ekonomi dan perbankan. Pembahasan dalam pertemuan ini adalah seputar perekonomian, dan isu resesi yang masih hangat di kalangan pelaku pasar.

Powell akan membacakan pidato pada hari Jumat (23/8/2019) pagi waktu setempat atau malam hari waktu Indonesia. Pelaku pasar akan mencermati setiap nada-nada yang keluar dari mulut Powell.

Harapannya, ada nada-nada yang semakin dovish sehingga peluang untuk pemangkasan suku bunga acuan (Federal Fund Rate/FFR) yang agresif semakin tinggi.

Karena bila hal itu terjadi, laju pertumbuhan ekonomi bisa digenjot lebih tinggi lagi. Jika perekonomian AS tumbuh lebih pesat, maka seluruh dunia juga akan merasakan dampaknya. Sebeb saat ini Negeri Paman Sam merupakan kekuatan ekonomi terbesar di dunia dan terhubung dengan rantai pasokan global yang kompleks.

Permintaan energi seringkali bergerak searah dengan pertumbuhan ekonomi global. Kala pertumbuhan ekonomi bisa dipacu, artinya permintaan energi, yang salah satunya berasal dari minyak, juga bisa bertambah.

Peningkatan pemrintaan tentu menjadi berita baik di pasar minyak mentah dunia karena harganya jadi punya potensi meningkat.

Sementara itu harga minyak juga masih mendapat tekanan dari pemangkasan proyeksi pertumbuhan permintaan global yang dilakukan oleh International Energy Agency (IEA) dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Pada awal Agustus, IEA memprediksi pertubuhan permintaan minyak dunia di tahun 2019 akan tertekan ke level terendah sejak krisis keuangan 2008. IEA memangkas prediksi pertumbuhan permintaan minyak dunia menjadi tinggal 1,1 juta barel/hari di 2019 dan 1,3 juta barel/hari di tahun 2020.

Sementara pada hari Jumat (16/8/2019), OPEC kembali memangkas prediksi permintaan minyak global tahun 2019 sebesar 40.000 barel/hari dan memberi sinyal terjadinya surplus pasokan di tahun 2020.

Permintaan minyak dunia versi OPEC sebesar 29,41 juta barel/hari pada tahun 2020, yang mana turun 1,3 juta barel dari tahun 2019.

Jika produksi minyak OPEC tetap ditahan pada level yang sekarang, pada tahun 2020, akan terjadi surplus minyak sebesar 200.000 barel/hari, seperti yang tertulis dalam laporan bulanan OPEC.

Adanya sentimen penurunan permintaan membuat laju kenaikan harga minyak menjadi terbatas. (taa/taa)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Kamis, 22 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Trump Kembali Serang The Fed, Ungkap Bunga 0% di Jerman

Trump Kembali Serang The Fed, Ungkap Bunga 0% di Jerman
Foto: Infografis/Happy Birthday Donald Trump, Ini Kekayaan Presiden As ke 45/Arie Pratama
PT Rifan Financindo - Serial tweet Presiden Amerika Serikat Donald Trump terus berlanjut. Kali ini, Trump kembali menyerang The Federal Reserves (Fed).

Dalam cuitannya, Trump dengan menggunakan huruf kapital menuliskan "KEMANA FEDERAL RESERVE?". Sepertinya Trump ingin mendesak lembaga yang dipimpin Jerome Powell tersebut untuk segera memangkas suku bunga.

"Jerman saat ini menerapkan suku bunga nol, dan bahkan mungkin orang diberi uang saat meminjam uang. Sementara AS, yang kondisinya lebih kuat, masih membayar bunga. Hentikan pengetatan (moneter). Dolar AS menjadi sangat kuat, sulit untuk mengekspor. Padahal tidak ada inflasi!," tulisnya Rabu (21/8/2019).

Sebelumnya di awal pekan Trump meminta Fed memangkas suku bunga hingga 100%. Namun berdasarkan data, sebenarnya suku bunga Jerman berada di kisaran 2%. Meski demikian suku bunga Bank Sentral Eropa yang berada di kisaran -0,4%.

Pada Rabu, Fed kembali melakukan pertemuan untuk membahas soal stimulus untuk perekonomian AS. Perpecahan terjadi diantara pejabat bank sentral meski Powell menginginkan penurunan suku bunga satu tingkat dari bulan lalu.

Konsesus menunjukan komite bank sentral terbagi dalam dua pandangan. Beberapa orang menginginkan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps). Tapi beberapa pejabat lain menginginkan suku bunga tetap. (sef/sef)

Rabu, 21 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Wall Street Merah, Bursa Asia Dibuka Loyo

Wall Street Merah, Bursa Asia Dibuka Loyo
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Rifanfinancindo - Bursa Tokyo dibuka melemah pada pembukaan Rabu (21/8/2019) seiring dengan melemahnya Wall Street pada penutupan Selasa. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta krisis politik di Itali menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi investor.

Indeks Nikei 225 dibuka melemah 0,91% atau 187,25 poin di level 20.489.,97. Sementara Indeks Topix dibuka jatuh 0,98% atau sekitar 14,82 poin ke level 1.491,95.

Kepala Startegis Okasan Online Securities menuturkan faktor global sangat mempengaruhi perdagangan. "Ada kurangnya insentif perdagangan secara lokal, sehingga saham cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar Jepang," katanya sebagaimana dilansir CNBC Indonesia dari AFP.

Sebelumnya, Wall Street ditutup melemah pada penutupan Selasa (20/08/2019) waktu setempat. Pelemahan ini menghentikan kenaikan beruntun selama tiga sesi, di tengah-tengah kegelisahan atas pertumbuhan global dan perang perdagangan AS-Cina.

Penurunan tersebut dipicu setelah Trump mengatakan dia tidak siap untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan Cina. Saham bertengger di zona merah hampir sepanjang hari.

Dow Jones Industrial Average melemah 0,7% ke level 25.962,44. Indeks S&P 500 turun 0,8% dan ditutup pada level 2.900,51. Sementara Indeks Komposit Nasdaq merosot sebesar 0,7% ke level 7.948,56. (sef/sef)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo 

Selasa, 20 Agustus 2019

Rifan Financindo - Harga Emas Antam & Dunia Kompak Anjlok, Berlanjut Hari Ini?

Harga Emas Antam & Dunia Kompak Anjlok, Berlanjut Hari Ini?
Rifan Financindo - Awal pekan ini tampaknya bukan hari baik bagi emas. Harga emas global dan yang diproduksi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) kompak turun karena sentimen negatif perang dagang dan resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) seolah-olah lenyap dari pasar.

Harga emas dunia, secara teknikal sudah turun di bawah US$ 1.508/troy ounce yang menjadi level support. Level ini bisa menentukan kemana arah emas nantinya.

Hingga perdagangan tengah hari kemarin, Senin (19/08/2019) emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.507.31/troy ons. Pada pukul 07:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) terkoreksi 0.22% ke level US$ 1.520,3/troy ounce (Rp 684.334/gram). Sementara harga emas di pasar spot melemah 0,29% menjadi US$ 1.509.3/troy ounce (Rp 679.427/gram).

Harga emas dunia melemah pada perdagangan Senin (17/8/19) melanjutkan pelemahan pada perdagangan Jumat pekan lalu. Pulihnya sentimen pelaku pasar yang tercermin dari penguatan bursa saham global membuat daya tarik emas sebagai aset aman atau safe haven berkurang pada hari ini.

Hilangnya isu resesi di Amerika Serikat (AS) sejak Jumat lalu memberikan tekanan bagi harga emas. Potensi terjadinya resesi yang digambarkan oleh inversi yield obligasi (Treasury) AS sudah mulai hilang pada hari Jumat.

Inversi merupakan keadaan di mana yield atau imbal hasil obligasi tenor pendek lebih tinggi daripada tenor panjang. Dalam situasi normal, yield obligasi tenor pendek seharusnya lebih rendah.

Yield Treasury AS kini kembali normal, dan Presiden AS, Donald Trump juga mengesampingkan terjadinya resesi di Negara Adikuasa tersebut.

"Saya pikir kita tidak mengalami resesi, (ekonomi) kita bekerja sangat baik. Masyarakat kita menjadi lebih kaya. Saya memberikan pemotongan pajak yang besar dan mereka mendapat banyak uang" kata Trump kepada reporter, sebagaimana dikutip CNBC International.

Selain itu, isu perang dagang dan currency war atau perang mata uang juga mulai mereda. AS secara resmi menunda kenaikan bea impor dari China, bahkan ada beberapa produk yang batal dikenakan tarif.

Terbaru, Lawrence Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan tim negosiasi dagang AS dan China akan berkomunikasi secara intensif dalam 10 hari ke depan. Apabila komunikasi ini positif, maka rencana dialog dagang di Washington pada awal September bisa terlaksana.

Sementara itu kecemasan akan perang mata uang juga mulai meredup setelah China tidak lagi mendevaluasi kurs yuan secara agresif melawan dolar AS. Meski demikian pada hari ini PBoC menetapkan nilai tengah yuan 7,0211/US$ atau lebih lemah dari Jumat 7,0136/US$.

Akibat berbagai sentimen positif tersebut, dan jika tidak ada perubahan sentimen, emas menjadi kehilangan pijakan menguat (untuk sementara), dan fase koreksi turun emas berpotensi akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.

Tanpa adanya momentum penguatan, emas masih akan bergerak di kisaran US$ 1.508. Jika mampu bergerak konsisten di bawah level tersebut, Logam Mulia berpeluang menguji kembali level US$ 1.504. Penembusan di bawah level tersebut akan membawa harga turun ke level psikologis US$ 1.500. 

Jika level psikologis ditembus, harga emas berpotensi melemah ke US$ 1.496.

Sementara jika mampu bergerak konsisten di atas US$ 1.508, emas memiliki peluang menguat ke resisten (tahanan atas) US$ 1.515, Momentum penguatan akan di dapat jika emas mampu menembus resisten tersebut, target ke area US$ 1.522.

Sementara itu, di domestik harga emas acuan yang diproduksi Antam turun level Rp 708.000/gram. Pada perdagangan Jumat pekan lalu (16/8/2019) harga emas Antam berada pada level Rp 717.000/gram.

Berdasarkan harga Logam Mulia di gerai Butik Emas LM - Pulo Gadung di situs logammulia milik Antam hari ini (19/8/19), harga tiap gram emas Antam ukuran 100 gram turun menjadi Rp 70,8 juta per batang dari harga pada Jumat kemarin Rp 71,7 juta per batang.

Emas Antam kepingan 100 gram lumrah dijadikan acuan transaksi emas secara umum, tidak hanya emas Antam. Harga emas Antam di gerai penjualan lain bisa berbeda.

Adapun harga emas 1 gram lebih mahal yakni Rp 757.000/gram, turun Rp 2.000 dari harga Sabtu kemarin (17/8/2019) yakni Rp 759.000.

Penurunan harga emas ini terjadi mengekor koreksi yang dialami emas global. Harapan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China masih menjadi sentimen utama yang menekan harga emas. Namun, kemungkinan adanya penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) yang lebih tajam masih memberikan dorongan ke atas bagi si logam mulia. (hps/hps)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Senin, 19 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Masih Pagi Kok Harga Emas Udah Loyo, Kenapa?

Masih Pagi Kok Harga Emas Udah Loyo, Kenapa?
Foto: Ist
PT Rifan Financindo - Harga emas dunia kembali terkoreksi pada pagi hari ini. Harapan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China masih menjadi sentimen utama yang menekan harga emas. Namun, kemungkinan adanya penurunan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) yang lebih tajam masih memberikan dorongan ke atas bagi si logam mulia.

Pada perdagangan hari Senin (19/8/2019) pukul 07:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) terkoreksi 0.22% ke level US$ 1.520,3/troy ounce (Rp 684.334/gram).

Adapun harga emas di pasar spot melemah 0,29% menjadi US$ 1.509.3/troy ounce (Rp 679.427/gram).

Pekan lalu, harga emas COMEX dan spot menguat masing-masing sebesar 1% dan 1,13%.

Akhir pekan lalu (16/8/2019), Presiden AS Donald Trump juga mengatakan bahwa perundingan dengan China masih terus berlangsung.

"Sepengetahuan saya, pertemuan pada September masih terjadwal. Namun yang lebih penting dari pertemuan itu, kami (AS dan China) terus berkomunikasi melalui telepon. Pembicaraan kami sangat produktif," ujar Trump, dikutip dari Reuters.

Kemudian Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

"Dengan dasar kesetaraan dan saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.

Setidaknya masih ada haraan bahwa dua raksasa ekonomi dunia mencapai kesepakatan dagang. Kala hal itu benar terjadi, maka perekonomian global bisa dipacu lebih cepat.

Meski demikian, risiko resesi yang menghantui perekonomian AS membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan lebih agresif.

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas The Fed memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali lagi (75 basis poin) hingga akhir tahun 2019 telah mencapai 47,6%.

Angka probabilitas tersebut meningkat dibandingkan posisi tanggal 9 Agustus 2019 yang sebesar 36,1%.

Bila benar kejadian, maka artinya The Fed menurunkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini. Untuk diketahui, posisi suku bunga acuan The Fed saat ini berada di kisaran 2-2,25%.

Penurunan suku bunga acuan The Fed seringkali diikuti oleh pelemahan dolar AS karena likuiditas yang semakin besar.

Pelaku pasar pun menghadapi risiko koreksi nilai aset akibat perubahan nilai tukar. Dalam kondisi ini, emas masih cenderung dipertahankan guna meminimalisasi risiko kerugian. (taa)

Jumat, 16 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Damai AS-China Memudar! Bursa Tokyo Memerah Pagi Ini

Damai AS-China Memudar! Bursa Tokyo Memerah Pagi Ini
Rifanfinancindo - Bursa Tokyo dibuka turun pada perdagangan Jumat ini (16/8/19). Penurunan bursa saham Jepang ini disebabkan oleh memudarnya harapan akan tercapainya penyelesaian dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China dalam waktu dekat.

Data perdagangan mencatat, indeks acuan Nikkei 225 turun 0,35% atau 71,86 poin menjadi 20.333,79 di awal perdagangan pagi ini, sementara indeks Topix dengan konstituen yang lebih luas terkoreksi 0,35% atau 5,14 poin menjadi 1.478,71.

Pada Kamis, seorang juru bicara dari Kementerian Luar negeri China mengatakan bahwa Beijing berharap pihak AS bisa sepakat dengan China tentang masalah perdagangan. Hal itu disampaikan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan penundaan tarif impor 10% untuk produk elektronik buatan China hingga 15 Desember mendatang.

Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Pada awal bulan ini, Trump memang mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini semula akan berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya.

Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

Namun, Kathy Lien, Managing Director of FX Strategy di BK Asset Management dan Co-Founder BKForex.com menilai baik AS dan China sejatinya masih sama-sama keras dan enggan mengalah.

"Bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak menunjukkan pertahanan yang terus-menerus dan antagonisme," tulisnya dikutip CNBC International. "Selama ini tetap terjadi, investor akan gugup sehingga pasar forex [mata uang] dan ekuitas [saham] sulit untuk rally," katanya.

Dari bursa Wall Street AS, tadi pagi Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 0,39% di level 25.579,39, setelah sehari sebelumnya amblas parah. S&P 500 juga naik 0,25% di level 2.847,6, sementara hanya Nasdaq yang terkoreksi 0,09% di level 7.766,62.
(tas/tas)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Kamis, 15 Agustus 2019

Rifan Financindo - Hong Kong Membara, Trump Minta Bertemu Xi Jinping

Hong Kong Membara, Trump Minta Bertemu Xi Jinping
Foto: Infografis/Kronologi Demo Besar Hong Kong yang Lumpuhkan Ekonomi/Arie Pratama
Rifan Financindo - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta bertemu secara pribadi dengan Presiden China Xi Jinping .Tujuannya untuk membahas krisis politik yang terjadi Hong Kong.

Sebab, demo yang berkepanjangan telah menambah kekhawatiran investor, yang masih diselimuti awan mendung perang dagang Washington dan Beijing. Hal ini disampaikan Trump melalui postingan Twitter pada Rabu (14/8/19) waktu setempat.

"Saya kenal Presiden Xi dari China dengan sangat baik. Dia adalah pemimpin besar yang sangat dihormati rakyatnya." Kata Trump. 

"Dia juga orang baik dalam 'bisnis yang sulit'. Saya punya NOL keraguan bahwa jika Presiden Xi ingin dengan cepat dan manusiawi menyelesaikan masalah Hong Kong, dia bisa melakukannya. Pertemuan pribadi?."

Pernyataan Trump dikeluarkan setelah Hong Kong dilanda demo besar-besaran selama dua bulan terakhir. Demo yang bermula pada 9 Juni itu awalnya dipicu oleh rencana pemerintah Hong Kong untuk memberlakukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi untuk memungkinkan pelaku kriminal diadili di China.

Pada awal Juli, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menangguhkan RUU tersebut. Sayangnya, demo masih terus berlanjut dan membuat salah satu pusat keuangan dunia itu dihindari investor. Kini, demo mengarah ke demokratisasi Hong Kong. 

Selain masalah Hong Kong, dalam tweet lainnya, Trump membahas mengenai perang dagang.

"Hal-hal baik dibahas pada panggilan dengan China tempo hari. Mereka menangani Tarif dengan mendevaluasi mata uang mereka dan "menuangkan" uang ke dalam sistem mereka. Konsumen Amerika baik-baik saja dengan atau tanpa (pertemuan dan penerapan tarif pada) September, tetapi banyak hal baik akan datang dari penundaan (tarif impor) jangka pendek hingga Desember," jelas Trump.

Trump mengatakan penundaan pengenaan tarif impor sebesar 10% terhadap US$ 330 miliar barang China akan lebih menguntungkan Negeri Tirai Bambu. Awalnya tarif itu akan diberlakukan per 1 September.

Namun, Trump juga mengatakan itu bisa jadi merugikan China. Menurutnya jika China ingin membuat kesepakatan dagang, maka negara itu harus merespons secara 'manusiawi' ke Hong Kong.

"Tentu saja China ingin membuat kesepakatan. Biarkan mereka bekerja secara manusiawi dengan Hong Kong terlebih dahulu!" katanya.

Pada Selasa, Trump mengumumkan menunda pengenaan bea masuk 10% untuk produk elektronik buatan China hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer. (sef/sef)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Rabu, 14 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Perang Dagang Mereda: Wall Street Meroket, Emas Babak Belur

Perang Dagang Mereda: Wall Street Meroket, Emas Babak Belur
PT Rifan Financindo - Pasar saham AS sumringah pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, tiga indeks saham acuan di AS membukukan penguatan yang begitu signifikan: indeks Dow Jones melesat 1,87%, indeks S&P 500 menguat 1,83%, dan indeks Nasdaq Composite meroket 2,22%.

Berbanding 180 derajat dengan bursa saham AS, harga emas dunia babak belur. Hingga berita ini diturunkan, harga emas dunia di pasar spot jatuh 0,76% ke level US$ 1.499,62/troy ons. Harga emas dunia di pasar spot bahkan sempat jatuh hingga 1,99% ke level US$ 1.481,06/troy ons.

Hasrat pelaku pasar untuk memburu instrumen berisiko seperti saham membuncah pasca mendengar kabar bahwa perang dagang AS-China agak mendingin. Di sisi lain, emas selaku safe haven dilego pelaku pasar.

Kantor Perwakilan Dagang AS pada hari ini mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.

Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.

Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.

Seperti yang diketahui, pada awal bulan ini Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini sejatinya akan mulai berlaku pada tanggal 1 September, sebelum kemudian AS merubah keputusannya. Trump kala itu juga menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump pada awal bulan ini.

Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai.

China pun kemudian geram bukan kepalang. China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS tersebut dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Bahkan, bank sentral China kemudian ditengarai sengaja melemahkan nilai tukar mata uang Negeri Panda, yuan. Sudah sedari awal pekan ini People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China mematok nilai tengah yuan di level yang lebih rendah.

Sebagai informasi, PBOC memang punya wewenang untuk menentukan nilai tengah dari yuan setiap harinya. Nilai tukar yuan di pasar onshore kemudian hanya diperbolehkan bergerak dalam rentang 2% (baik itu menguat maupun melemah) dari nilai tengah tersebut, sehingga pergerakannya tak murni dikontrol oleh mekanisme pasar. Implikasinya, ketika nilai tengah ditetapkan di level yang lebih lemah, yuan akan cenderung melemah di pasar onshore.

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Kini, diharapkan etikat baik dari AS akan dibalas juga dengan etikat baik dari pihak China. Kesepakatan dagang yang sebelumnya tampak kian mustahil untuk diteken kini kembali menjadi sebuah skenario yang bisa menjadi kenyataan.

Sebagai informasi, AS berencana untuk menggelar negosiasi dagang dengan China di Washington pada awal bulan September.(ank/ank)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Selasa, 13 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Hong Kong "Membara", Bursa Sahamnya Babak Belur

Hong Kong
Foto: Bursa Hong Kong (AP Photo/Vincent Yu)
Rifanfinancindo - Bursa saham China dan Hong Kong ditransaksikan di zona merah pada hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai melemah 0,64% ke level 2.796,86, sementara indeks Hang Seng ambruk 1,39% ke level 25.464,53.

Situasi di Hong Kong yang masih mencekam sukses memantik aksi jual di bursa saham China dan Hong Kong. Kemarin (12/8/2019), Bandara Internasional Hong Kong dipaksa untuk membatalkan seluruh penerbangan mulai dari sore hari lantaran banyaknya massa yang menyemut untuk melakukan aksi protes di sana. Hal tersebut menandai gangguan terbesar bagi perekonomian Hong Kong pasca demonstrasi dimulai pada awal bulan Juni.

"Operasional bandara di Bandara Internasional Hong Kong telah terganggu secara serius sebagai hasil dari demonstrasi pada hari ini," tulis otoritas bandara Hong Kong dalam pernyataan resminya, dilansir dari Bloomberg.

"Selain penerbangan keberangkatan yang sudah menyelesaikan proses check-in dan penerbangan kedatangan yang sudah bertolak menuju Hong Kong, semua penerbangan di sisa hari ini telah dibatalkan."

Melansir Bloomberg, The Civil Human Rights Front selaku kelompok yang telah mengorganisir beberapa aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada hari Minggu (18/8/2019).

Aksi demonstrasi ini dilakukan untuk menuntut pemerintah Hong Kong melakukan reformasi, pasca sebelumnya pemerintahan Carrie Lam mengajukan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat Hong Kong.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/hps)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Senin, 12 Agustus 2019

Rifan Financindo - Kata Resesi Semakin Sering Disebut, Yen Terus Menguat

Kata Resesi Semakin Sering Disebut, Yen Terus Menguat
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (12/8/19). Status aset aman (safe haven) yang dimiliki Mata Uang Negeri Matahari Terbit ini terus menjadi penopang penguatan.

Pada pukul 8:20 WIB, yen diperdagangkan di kisaran 105,45/US$ atau menguat 0,19% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Kecemasan akan resesi semakin meningkat akibat AS dan China tak kunjung akur, malah semakin memanas. Perang dagang antara kedua negara kini dibumbui dengan potensi terjadinya perang mata uang. Dua hal yang dikatakan bisa memicu resesi bahkan Depresi Besar (Great Depression). Hal itu diungkapkan oleh Profesor ekonomi di Cornell University, Stephen Charles Kyle.

Kyle mengatakan kenaikan tarif impor dan depresiasi mata uang mempercepat langkah ekonomi memasuki Great Depression pada tahun 1930an.

"Kita bahkan tidak ingin berada pada langkah awal di jalur ini. Inilah yang persis terjadi saat Great Depression 1930: setiap negara menaikkan tarif impor, dan bersaing dengan mitra dagangnya dengan mendepresiasi nilai tukar mata uangnya. Beberapa tahun setelahnya, berdagangan global hampir berhenti total" kata Kyle sebagaimana dikutip Washington Post

Selain itu, bank Goldman Sachs kini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal IV-2019 menjadi 1,8% dari sebelumnya 2%.
Goldman Sachs mengatakan bahwa perang dagang AS-China telah meningkatkan kekhawatiran mengenai resesi. Goldman tidak lagi mengharapkan kesepakatan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu terjadi sebelum pemilihan presiden AS tahun 2020 nanti.

Lembaga keuangan asal AS itu juga memperingatkan bahwa gangguan dalam rantai pasokan dapat menyebabkan perusahaan AS mengurangi aktivitas domestik mereka. Selain itu, kebijakan yang tidak jelas seperti itu juga dapat membuat perusahaan- perusahaan menurunkan belanja modal mereka.

Semakin memanasnya hubungan AS-China akan tercermin dari kebijakan Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) dalam menetapkan kurs tengah yuan. Jika PBoC kembali melemahkan yuan hubungan dua raksasa ekonomi dunia ini akan semakin panas, dan yen kembali diuntungkan.

Penasehat perdagangan Presiden Trump, Peter Navaro, pada Jumat (9/8/19) lalu mengatakan AS akan mengambil tindakan keras jika terus mendepresiasi mata uangnya.

"Jelas, mereka (China) memanipulasi mata uangnya dari sudut pandang perdagangan" kata Navaro dalam acara "Closng Bell" CNBC International pada Jumat lalu. "Jika mereka terus melakukannya, kita (AS) akan mengambil tindakan keras pada mereka" tegas Navaro. (pap/hps)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Jumat, 09 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Ekspor-Impor China Kuat, Indeks Shanghai Kembali Hijau

https://akcdn.detik.net.id/visual/2018/04/03/5c69bd8f-a535-446d-9c06-629e39b9d8f9_169.jpeg?w=715&q=90
Foto : Reuters
PT Rifan Financindo - Bursa saham China dan Hong Kong kembali bergerak di zona hijau pada perdagangan hari Jumat ini (9/8/2019). Hingga berita ini diturunkan, indeks Shanghai naik 0,37% ke level 2.804,78, sementara indeks Hang Seng menguat 0,6% ke level 26.277,95.

Rilis data perdagangan internasional China yang menggembirakan masih sukses memantik aksi beli di bursa saham China dan Hong Kong.

Kamis kemarin (8/8/2019), ekspor periode Juli 2019 diumumkan menguat 3,3% secara tahunan, mengalahkan konsensus yang memperkirakan adanya kontraksi sebesar 2%, seperti dilansir dari Trading Economics. Sementara itu, impor diumumkan turun sebesar 5,6% saja secara tahunan, lebih baik dari konsensus yang memperkirakan kontraksi sebesar 8,3%.

Ekspor-Impor China Kuat, Indeks Shanghai Kembali Hijau
Foto : Reuters
Terlepas dari adanya perang dagang dengan AS, aktivitas perdagangan internasional China masih relatif kuat. Hal ini memberikan optimisme kepada pelaku pasar bahwa perekonomian China tidak akan mengalami hard landing pada tahun ini.

Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham China dan Hong Kong datang dari nilai tukar yuan yang terus saja dilemahkan oleh People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China.

Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0136/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin di level 7,0039/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

Dikhawatirkan, langkah dari bank sentral China ini akan membuat AS semakin panas yang pada akhirnya akan berakibat pada kian sulitnya kedua negara untuk meneken kesepakatan dagang. (ank/tas)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Kamis, 08 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Walau Yuan Kembali Dilemahkan, Bursa Asia Masih Bisa Menguat

Walau Yuan Kembali Dilemahkan, Bursa Asia Masih Bisa Menguat
Rifanfinancindo - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona hijau pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei naik 0,55%, indeks Shanghai menguat 0,67%, indeks Hang Seng melejit 0,99%, dan indeks Kospi terapresiasi 0,81%.

Asa damai dagang AS-China yang masih ada sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Dalam wawancara dengan CNBC International, Penasihat Ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump masih terbuka untuk menandatangani kesepakatan dagang dengan China.

"Beliau (Presiden Trump) ingin membuat kesepakatan dan melanjutkan negosiasi. Harus ada dua orang untuk menari tango," kata Kudlow, dilansir dari CNBC International.

Bahkan, Kudlow mengungkapkan bahwa AS siap untuk mengkaji ulang kebijakan bea masuk jika dialog dagang dengan China membuahkan hasil yang memuaskan.

"Situasi bisa berubah mengenai kebijakan bea masuk. Bapak Presiden terbuka terhadap perubahan jika pembicaraan dengan China berlangsung positif," paparnya.

Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

China kemudian mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang. Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Di sisi lain, sentimen negatif bagi bursa saham Asia datang dari nilai tukar yuan yang kembali dilemahkan oleh People's Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China. Melansir CNBC International, PBOC menetapkan titik tengah yuan pada hari ini di level 7,0039/dolar AS, lebih lemah dibandingkan titik tengah pada perdagangan kemarin (7/8/2019) di level 6,9996/dolar AS. PBOC terus saja melemahkan yuan kala Kementerian Keuangan AS sudah melabeli China dengan julukan "manipulator mata uang".

Ditengarai, langkah PBOC yang terus saja melemahkan nilai tukar yuan dimaksudkan sebagai bentuk lain serangan balasan China terhadap bea masuk baru yang akan dieksekusi AS pada awal bulan depan. Ketika yuan melemah, maka produk ekspor China akan menjadi lebih murah sehingga permintaannya bisa meningkat.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo
 

Rabu, 07 Agustus 2019

Rifan Financindo - Cemas Tunggu Bank Sentral China, Yen Kembali Menguat

Cemas Tunggu Bank Sentral China, Yen Kembali Menguat
Foto: Mata Uang Yen Jepang (REUTERS/Lee Jae-Won)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali menguat pada perdagagan Rabu (7/8/19) setelah melemah pada Selasa kemarin. Pelaku pasar kembali cemas akan pelambatan ekonomi global yang bisa terjadi akibat eskalasi perang dagang dan merembet ke perang mata uang Amerika Serikat (AS) dengan China.

Pada pukul 7:47 WIB, yen diperdagangkan di level 106,14/US$ atau menguat 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada Selasa kemarin yen melemah 0,5%, mengakhiri penguatan tajam tiga hari beruntun.

Yen mulai menguat sejak perdagangan Kamis (1/8/19) setelah Presiden AS, Donald Trump, yang menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku pada September.

Langkah Trump tersebut membuat China panas, memberikan balasan yang telak. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) pada hari Senin mematok nilai kurs yuan hari ini 6,9225/US$ atau yang terlemah sejak Desember 2018, setelahnya mekanisme pasar membuat yuan terus melemah diperdagangkan di level 7,0470/US$

Kecemasan akan perang mata uang sedikit mereda pada Selasa kemarin setelah PBoC menetapkan kurs tengah yuan di level 6,9736/US$ sedikit lebih kuat dari 7/US$ yang merupakan disebut sebagai level kunci. Dampaknya dolar AS bisa bangkit dan yen melemah untuk pertama kalinya dalam empat perdagangan terakhir.

PBoC pagi ini kembali menjadi perhatian, pelaku pasar akan melihat di level berapa nilai tengah yuan akan ditetapkan. Jika di atas 7/US$ kecemasan akan perang mata uang akan semakin menguat, yen bisa berjaya lagi.

Sementara jika nilai tengah yuan dipatok lebih kuat dibandingkan Selasa kemarin, pasar akan lebih lega lagi, dan yen berpotensi melemah. Apalagi melihat bursa saham AS yang menguat cukup tajam Selasa kemarin bisa memberikan angin segar ke bursa Asia.

Penguatan bursa saham akan membuat daya tarik yen sebagai aset aman atau safe haven menjadi berkurang.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Selasa, 06 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - AS-China Makin Sengit, Bursa Saham Asia Babak Belur

AS-China Makin Sengit, Bursa Saham Asia Babak Belur
PT Rifan Financindo - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia babak belur pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 2,04%, indeks Shanghai anjlok 2,03%, indeks Hang Seng jatuh 2,29%, indeks Straits Times terkoreksi 1,53%, dan indeks Kospi terpangkas 1,56%.

Perang dagang AS-China yang kian memanas menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini, China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga membuka kemungkinan untuk mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS yang sudah terlanjut dipesan setelah tanggal 3 Agustus.

Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.

Kala perang dagang AS-China tereskalasi, bisa dipastikan bahwa laju perekonomian dunia akan mendapatkan tekanan yang signifikan. Maklum, AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi. (ank/ank)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Senin, 05 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Masih 'Sakti' Enggak Ucapan Trump di Pasar Forex Pekan Ini?

Masih 'Sakti' Enggak Ucapan Trump di Pasar Forex Pekan Ini?
RifanfinancindoUcapan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat arah pergerakan pasar forex atau valas berbalik pada pekan lalu. Kurs dolar AS yang sebelumnya sangat perkasa tiba-tiba jeblok, yen Jepang pun menguat tajam, euro dan poundsterling akhirnya rebound dari level terlemahnya.

Trump pada pekan lalu mengumumkan akan mengenakan tarif impor baru kepada produk dari China, yang memicu kecemasan akan membesarnya perang dagang kedua negara, menjadi penyebab berubahnya "arah angin" di pasar forex.

Namun, apakah ucapan "sakti" Trump tersebut masih akan berlaku di pekan ini?

Melihat tingginya probabilitas pemangkasan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) di bulan September, potensi masih berpengaruhnya ucapan Trump cukup besar.

Dengan demikian dolar AS berpotensi kembali melemah. Apalagi di pekan ini tidak banyak data ekonomi penting yang dirilis dari AS, peluang dolar untuk untuk bisa bangkit semakin menipis.

Tekanan terhadap dolar sudah terlihat di awal perdagangan Senin (5/8/19), pada pukul 7:14 WIB, yen menguat 0,23% melawan mata uang the greenback ini ke level 106,30/US$ dan berada di level terkuat 7 bulan.

Di waktu yang sama euro dan poundsterling masing-masing menguat 0,13% dan 0.05% ke level US$ 1,1121 dan US$ 1,2157, berdasarkan data Refinitiv.

Akibat penguatan beberapa mata uang utama tersebut, indeks dolar melemah 0,08% ke level 97,99.

Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga 1,75%-2,00% di bulan Desember sebesar 97,3% meningkat tajam dibandingkan pekan lalu sebesar 56,2%. Sementara probabilitas suku bunga saat ini 2,00%-2,25% sebesar 0% alias tidak ada sama sekali.

Data tersebut menunjukkan pelaku pasar sangat yakin The Fed akan memangkas lagi suku bunga pada bulan depan.

Menakar
Grafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed Bulan September
Foto: CME Group

Dolar AS pada Kamis pekan lalu bergerak seperti roller coaster. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 2,00%-2,25% tetapi mengindikasikan tidak akan agresif melakukan pemangkasan di tahun ini membuat indeks dolar melesat naik ke level tertinggi dua tahun.

Dolar terlihat seperti akan terus berjaya hingga akhir pekan, bahkan bisa berlanjut di pekan ini.

Namun, kurang dari 24 jam setelah The Fed mengumumkan suku bunga, Trump menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku pada September.

Akibat kebijakan Trump tersebut babak baru perang dagang bisa dimulai, China sudah mengancam akan melakukan hal yang serupa.

Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing bakal menerapkan serangan balasan jika AS jadi mengenakan bea masuk baru.

Perang dagang AS-China merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global, termasuk di AS. Dengan peluang membesarnya perang dagang, dan perekonomian AS kemungkinan terseret, hal ini yang membuat pelaku pasar kembali yakin The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali lagi, yakni di bulan September dan Desember.  (pap/tas)

Sumber : CNBC

Jumat, 02 Agustus 2019

Rifan Financindo - 1 September, AS Kenakan Tarif 10% Buat Produk China US$ 300 M

1 September, AS Kenakan Tarif 10% Buat Produk China US$ 300 M
Foto:(REUTERS/Kevin Lamarque)
Rifan Financindo - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan AS akan mengenakan tarif tambahan 10% pada produk China yang diekspor ke Negeri Paman Sam. Kebijakan itu disampaikan Trump via akun Twitter seperti dikutip pada Jumat (2/8/2019).

Imbasnya, Wall Street mencatatkan penurunan tajam pada penutupan perdagangan hari Kamis (1/8/19) waktu setempat. Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 280,85 poin menjadi 26.583,42 setelah melonjak sebanyak 311 poin pada hari sebelumnya.

Indeks S&P 500 mengakhiri perdagangan dengan turun 0,9% menjadi 2.953,56 setelah naik lebih dari 1%. Sementara indeks Nasdaq Composite ditutup turun 0,8% menjadi 8,111.12 setelah melonjak lebih dari 1,6%.

Dalam serangkain postingan di Twitter, Kamis, Trump mengeluhkan China yang memutuskan untuk menegosiasikan kembali kesepakatan dagang sebelum ditandatangani. Oleh karena itu, dia mengatakan akan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang China senilai US$ 300 miliar. Bea masuk ini akan berlaku pada 1 September.

"Pembicaraan perdagangan terus berlanjut, dan selama pembicaraan tersebut, AS akan mulai, pada tanggal 1 September, memberikan tambahan tarif 10% untuk sisa US$ 300 miliar barang dan produk yang berasal dari China ke Negara kami. Ini belum termasuk US$ 250 miliar yang sudah dikenai tarif 25%," katanya.

Komentar ini disampaikan setelah delegasi AS kembali dari melakukan perundingan dagang di Shanghai, China, pada akhir bulan Juli.

Trump juga menuding China tidak menepati janji untuk membeli produk pertanian dari AS dalam jumlah besar. Bahkan Trump menyebut Presiden China Xi Jinping mengatakan akan menghentikan penjualan Fentanyl ke AS. Namun begitu, Trump berharap akan ada pembicaraan dagang selanjutnya.

"Ini tidak pernah terjadi, dan banyak orang Amerika terus mati!" tambahnya. "Kami menantikan untuk melanjutkan dialog positif kami dengan China mengenai kesepakatan perdagangan yang komprehensif, dan merasa bahwa masa depan antara kedua negara kami akan menjadi sangat cerah!."

Menanggapi situasi ini, analis di Prudential Financial Quincy Krosby mengatakan sudah sejak lama perdagangan menjadi isu yang mengganggu pasar. Ia juga memperkirakan ancaman Trump akan segera dibalas oleh China.

"Faktanya adalah kita pasti akan mendapat reaksi dari Beijing," ujarnya dilansir CNBC International, Jumat (2/8/2019).

Sementara itu di Eropa, para pelaku pasar nampaknya tidak begitu memusingkan ancaman Trump kepada China. Pada perdagangan Kamis, indeks Pan-European Stoxx 600 ditutup sementara menguat tipis 0,41%, dipimpin oleh kenaikan 2,2% saham-saham jasa keuangan.

AS dan China akan melanjutkan negosiasi perdagangan di Washington DC pada awal September. Ini diputuskan setelah kedua negara mengadakan pembicaraan dagang di Shanghai pada 30 dan 31 Juli.

Dalam perundingan ini kedua ekonomi terbesar dunia itu telah dilakukan pembicaraan yang mendalam dan konstruktif mengenai ekonomi dan perdagangan. Salah satu topik adalah agar China meningkatkan pembelian produk pertanian AS dan Negeri Paman Sam menciptakan 'kondisi yang menguntungkan' untuk itu. Demikian disampaikan media pemerintah China Xinhua, Rabu (31/7/2019).

Sementara itu pada Rabu, Gedung Putih mengatakan bahwa kedua belah pihak membahas berbagai topik seperti transfer teknologi secara paksa, hak kekayaan intelektual, jasa, hambatan nontarif dan pertanian.

"Pihak China mengonfirmasi komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian ekspor pertanian Amerika Serikat. Pertemuan itu konstruktif, dan kami berharap negosiasi mengenai kesepakatan perdagangan yang dapat ditegakkan akan berlanjut di Washington, D.C., pada awal September," menurut pernyataan Gedung Putih dilansir CNBC International.

Pertemuan dua hari lalu di Shanghai adalah pembicaraan dagang langsung pertama sejak pertemuan G-20. Di tengah-tengah pembicaraan, Presiden AS Donald Trump memposting serangkaian kicauan di jejaring sosial Twitter yang mengkritik praktik perdagangan China. Trump menuduh bahwa China tidak membeli lebih banyak produk pertanian AS, seperti yang dijanjikannya. (miq/miq)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo