Jumat, 13 Desember 2024

EUR/USD Stabil di Tengah Perbedaan Kebijakan ECB dan Fed

 


Pasangan EUR/USD tetap tertekan selama sesi Asia pada Jumat (13/12), menyentuh level terendah dalam hampir tiga minggu di sekitar area 1,0455. Faktor fundamental yang mendasari menunjukkan bahwa jalur dengan resistensi paling rendah untuk harga spot cenderung ke bawah, mendukung prospek kelanjutan tren penurunan baru-baru ini.

Mata uang Euro terus terbebani oleh bias dovish dari Bank Sentral Eropa (ECB) dan kekhawatiran terhadap melemahnya ekonomi Zona Euro. Pada Kamis lalu, ECB kembali memangkas suku bunga untuk keempat kalinya tahun ini dan membuka kemungkinan pelonggaran lebih lanjut pada 2025. Keputusan ini mencerminkan perbedaan besar dibandingkan ekspektasi pasar terhadap kebijakan Federal Reserve (Fed) yang lebih hawkish, sehingga memperkuat prospek negatif bagi pasangan EUR/USD.

Perbedaan Kebijakan Moneter dan Dampaknya

Rilis data indeks harga konsumen (CPI) dan produsen (PPI) AS minggu ini menunjukkan bahwa upaya menurunkan inflasi menuju target 2% Fed hampir terhenti. Selain itu, meningkatnya keyakinan pasar bahwa kebijakan ekspansif Presiden Donald Trump akan memicu tekanan inflasi lebih besar, menyiratkan Fed kemungkinan lebih berhati-hati dalam pemotongan suku bunga di masa depan.

Kondisi ini mendukung kenaikan lebih lanjut pada imbal hasil obligasi AS dan membantu Dolar AS mempertahankan keuntungannya yang tercatat selama lebih dari seminggu terakhir, menyentuh level tertinggi bulanan baru pada Kamis. Selain itu, risiko geopolitik yang terus berlangsung, seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, ditambah kekhawatiran perang dagang, turut memperkuat daya tarik Dolar sebagai aset aman dan memberikan tekanan tambahan pada pasangan EUR/USD.

Pasar Menunggu Kejelasan dari FOMC

Meskipun tekanan pada Euro cukup besar, para trader tampaknya enggan mengambil posisi agresif menjelang pertemuan kebijakan moneter dua hari FOMC minggu depan. Hasil dari pertemuan ini akan diawasi ketat untuk mendapatkan petunjuk baru mengenai jalur pemotongan suku bunga Fed, yang pada gilirannya akan menentukan arah jangka pendek bagi Dolar AS dan pasangan EUR/USD.

Namun, dengan latar belakang fundamental yang lebih condong mendukung penjual (bearish), prospek pasangan ini kemungkinan tetap negatif, kecuali terdapat kejutan signifikan dari FOMC atau perubahan dalam sentimen pasar global.

Selasa, 10 Desember 2024

Harga Minyak Turun, Didorong Oleh Redanya Kekhawatiran Geopolitik dan Fokus pada Stimulus China



Harga minyak mengalami penurunan pada Selasa, meskipun pasar tetap mendapat dukungan dari janji China untuk meningkatkan stimulus kebijakan yang dapat mendorong permintaan minyak mentah sebagai konsumen utama dunia.

Pergerakan Harga Minyak

Kontrak berjangka Brent turun 26 sen, atau sekitar 0,4%, menjadi $71,88 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) AS melemah 30 sen, atau 0,4%, menjadi $68,07 per barel pada pukul 07:07 GMT. Penurunan ini mengikuti kenaikan lebih dari 1% yang terjadi pada Senin.

Menurut Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar di IG, ketegangan di Timur Tengah tampak lebih terkendali. Hal ini menyebabkan pelaku pasar memproyeksikan risiko rendah dari potensi meluasnya gangguan regional yang signifikan terhadap pasokan minyak.

Dampak Perubahan Rezim di Suriah

Pasca penggulingan Presiden Bashar al-Assad, pemberontak Suriah mulai bekerja untuk membentuk pemerintahan baru dan memulihkan ketertiban. Sektor perbankan dan minyak di negara tersebut juga diharapkan kembali beroperasi pada Selasa.

Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, posisinya yang strategis serta hubungan eratnya dengan Rusia dan Iran menimbulkan potensi ketidakstabilan di kawasan. Peralihan kekuasaan ini menandai akhir dari perang saudara selama 13 tahun dan lebih dari lima dekade pemerintahan keras keluarga Assad.

Fokus Pasar pada Kebijakan Federal Reserve

Pasar juga mengalihkan perhatian ke potensi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve AS minggu depan. Langkah ini, jika terealisasi, dapat meningkatkan permintaan minyak di ekonomi terbesar dunia.

The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 17-18 Desember. Namun, pelaku pasar masih menunggu data inflasi minggu ini untuk memastikan apakah prospek tersebut akan tetap berlaku.

Dampak Stimulus China pada Permintaan Minyak

Harapan pasar terhadap kebijakan stimulus agresif dari China turut membatasi penurunan harga minyak. Laporan menunjukkan bahwa China akan mengadopsi kebijakan moneter yang "longgar secara tepat" tahun depan—pelonggaran pertama dalam 14 tahun terakhir—untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebagai importir minyak terbesar dunia, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan minyak mentah.

Namun, kenaikan harga minyak tetap terbatas hingga ada kejelasan lebih lanjut mengenai dampak langkah Beijing terhadap prospek permintaan minyak. Yeap dari IG menambahkan bahwa meskipun data menunjukkan impor minyak mentah China melonjak pada November, pelaku pasar masih berhati-hati dalam mengambil posisi spekulatif.

Harga minyak terus dipengaruhi oleh kombinasi faktor geopolitik, kebijakan moneter global, dan prospek ekonomi China. Sementara ketegangan di Timur Tengah mulai mereda, perhatian kini beralih ke langkah stimulus China dan keputusan suku bunga Federal Reserve. Dengan dinamika ini, harga minyak cenderung fluktuatif dalam jangka pendek, menunggu kepastian dari kebijakan global yang dapat memengaruhi permintaan energi dunia.

Selasa, 03 Desember 2024

Rupiah Diprediksi Melemah: Analisis Sentimen Global dan Domestik

 


Nilai tukar rupiah diperkirakan berada pada kisaran Rp15.890 hingga Rp15.970 per dolar AS hari ini. Pelemahan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal dan internal, termasuk sentimen global terkait kebijakan proteksionis AS dan indikator ekonomi domestik seperti inflasi dan kinerja sektor manufaktur.


Pergerakan Rupiah dan Mata Uang Asia

Pada penutupan perdagangan Senin (2/12/2024), rupiah melemah 0,37% menjadi Rp15.905 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg. Kinerja ini sejalan dengan pelemahan mayoritas mata uang Asia lainnya:

  • Yen Jepang: Turun 0,31%.
  • Won Korea Selatan: Melemah 0,50%.
  • Yuan China: Merosot 0,35%.
  • Peso Filipina: Turun 0,50%.
  • Rupee India: Melemah 0,24%.
  • Baht Thailand: Turun 0,51%.

Hanya dolar Hong Kong yang mencatat penguatan tipis sebesar 0,01%.


Sentimen Eksternal: Kebijakan Donald Trump

Pelemahan rupiah tidak terlepas dari pengaruh kebijakan global, khususnya ancaman proteksionis dari Presiden terpilih AS, Donald Trump. Trump mengisyaratkan akan mengenakan tarif hingga 100% pada blok BRICS, serta tambahan tarif pada China, Kanada, dan Meksiko.

  • Dampak Ancaman Tarif: Kebijakan ini berpotensi menghidupkan kembali ketegangan perang dagang global, yang mendorong penguatan dolar AS sebagai aset aman.
  • Ekspektasi Inflasi dan Suku Bunga Tinggi: Ketidakpastian atas kebijakan Trump juga meningkatkan ekspektasi inflasi jangka panjang, yang dapat memaksa The Fed mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.

Indikator Ekonomi Domestik

Dari sisi domestik, beberapa indikator ekonomi turut membebani performa rupiah:

1. Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur

PMI manufaktur Indonesia berada di level 49,2 pada Oktober 2024, menandakan kontraksi selama empat bulan berturut-turut.

  • Faktor Utama: Melemahnya daya beli masyarakat menjadi salah satu penyebab stagnasi di sektor manufaktur. Tren ini juga terlihat di negara-negara ASEAN lain yang mengalami kontraksi serupa.
2. Inflasi November 2024

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi November sebesar 0,30%, naik dari 0,08% pada Oktober, tetapi masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

  • Kelompok Penyumbang Inflasi:
    • Makanan, Minuman, dan Tembakau: Memberikan kontribusi terbesar dengan inflasi 0,78% dan andil sebesar 0,22%.
    • Komoditas Utama: Bawang merah dan tomat masing-masing menyumbang 0,10% terhadap inflasi bulan ini.

Prospek Rupiah ke Depan

Pelemahan rupiah mencerminkan kombinasi tekanan eksternal dan domestik. Dari sisi global, kebijakan proteksionis AS dan sentimen perang dagang menjadi faktor dominan yang memicu penguatan dolar. Sementara itu, lemahnya kinerja sektor manufaktur dan inflasi yang meningkat secara moderat memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar.

Pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap perkembangan kebijakan global dan data ekonomi domestik yang dapat memengaruhi pergerakan rupiah dalam beberapa hari mendatang.

Kamis, 28 November 2024

Harga Perak Turun ke Level Terendah dalam 11 Minggu

 


Harga perak jatuh di bawah $30 per ons pada hari Kamis, mencapai level terendah dalam 11 minggu terakhir. Penurunan ini dipicu oleh meredanya permintaan terhadap perak sebagai aset safe haven serta melemahnya prospek penggunaannya di sektor industri. Berikut adalah faktor-faktor yang memengaruhi penurunan harga ini.


Faktor Penurunan Harga Perak

1. Meredanya Ketegangan Geopolitik

Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hezbollah, yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis, telah mengurangi ketegangan geopolitik global. Akibatnya, daya tarik perak sebagai aset risiko rendah ikut menurun. Investor cenderung beralih ke aset lain seiring stabilnya situasi politik di kawasan tersebut.

2. Kebijakan Federal Reserve

Ekspektasi bahwa Federal Reserve AS mungkin akan mengambil pendekatan lebih hati-hati terhadap pemotongan suku bunga juga memberikan tekanan pada harga perak. Kebijakan moneter yang lebih ketat biasanya memperkuat dolar AS, yang berbanding terbalik dengan harga komoditas seperti perak.

3. Ketidakpastian Ekonomi di Cina

Sebagai konsumen perak terbesar di dunia, kondisi ekonomi Cina memainkan peran penting dalam pergerakan harga perak. Ketidakpastian ekonomi di negara tersebut, terutama di sektor manufaktur, memperlemah permintaan perak. Ini semakin diperburuk oleh kekhawatiran akan dampak negatif kebijakan Presiden AS terpilih terhadap sektor energi terbarukan.

4. Dampak pada Sektor Energi Terbarukan

Perak adalah bahan utama dalam produksi panel surya. Jika pasar energi terbarukan di Cina terganggu, hal ini dapat menyebabkan penurunan permintaan perak di sektor tersebut. Kebijakan yang dianggap kurang mendukung energi terbarukan dari pemerintahan AS yang baru menambah tekanan terhadap harga perak.


Harga perak yang turun ke level terendah dalam 11 minggu mencerminkan pengaruh berbagai faktor global, mulai dari stabilitas geopolitik hingga ketidakpastian kebijakan ekonomi. Bagi investor, penting untuk tetap waspada terhadap perkembangan pasar dan mempertimbangkan strategi yang fleksibel untuk mengantisipasi perubahan lebih lanjut di sektor komoditas.

Senin, 25 November 2024

Hang Seng Melemah untuk Sesi Ketiga Berturut-Turut



Hang Seng Ditutup Turun 79 Poin

Indeks Hang Seng jatuh 79 poin atau 0,4%, ditutup pada level 19.151 pada hari Senin. Penurunan ini menjadi yang ketiga berturut-turut, membawa indeks ke level terendah dalam dua bulan terakhir. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan di sebagian besar sektor, sementara para pelaku pasar cenderung enggan mengambil posisi baru di tengah ketidakpastian pasar di China.

Faktor Utama di Balik Penurunan

1. Tekanan Ekspor dari Amerika Serikat

Pemerintahan Biden dikabarkan akan mengumumkan pembatasan ekspor baru terhadap China pekan ini. Regulasi ini diperkirakan akan menambah hingga 200 perusahaan semikonduktor China ke dalam daftar pembatasan perdagangan, yang berpotensi menghambat pertumbuhan industri teknologi di kawasan tersebut.

2. Kekhawatiran Pemulihan Ekonomi China

Kekhawatiran terhadap lemahnya pemulihan ekonomi di China kembali mencuat. Para investor menantikan data PMI dan laporan pendapatan industri yang akan dirilis minggu ini untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai kondisi ekonomi negara tersebut.

3. Negosiasi Tarif Impor EV dengan Uni Eropa

Meski sentimen bearish mendominasi, laporan mengenai potensi kesepakatan antara China dan Jerman terkait tarif impor kendaraan listrik (EV) ke Uni Eropa sedikit meredakan tekanan di pasar.

Kinerja Saham Utama

Saham-saham dengan kapitalisasi besar mengalami penurunan signifikan, di antaranya:

  • KE Holdings: Turun 5,6%.
  • Meituan: Turun 2,7%.
  • Sands China: Turun 2,6%.
  • Tencent Holdings: Turun 1,5%.

Tren Global: Fokus pada Stabilitas Ekonomi

Di sisi lain, pasar berjangka AS mencatat kenaikan, dengan investor menantikan langkah Scott Bessent, kandidat Menteri Keuangan pilihan Trump, yang diharapkan akan membawa fokus pada stabilitas ekonomi dan pasar.

Kesimpulan

Pasar Hang Seng berada di bawah tekanan besar akibat kombinasi dari regulasi perdagangan AS, kekhawatiran ekonomi domestik China, dan pelemahan sektor teknologi. Investor diharapkan tetap waspada menjelang rilis data ekonomi utama yang dapat memberikan arah lebih lanjut bagi