Kamis, 28 November 2024

Harga Perak Turun ke Level Terendah dalam 11 Minggu

 


Harga perak jatuh di bawah $30 per ons pada hari Kamis, mencapai level terendah dalam 11 minggu terakhir. Penurunan ini dipicu oleh meredanya permintaan terhadap perak sebagai aset safe haven serta melemahnya prospek penggunaannya di sektor industri. Berikut adalah faktor-faktor yang memengaruhi penurunan harga ini.


Faktor Penurunan Harga Perak

1. Meredanya Ketegangan Geopolitik

Kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hezbollah, yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis, telah mengurangi ketegangan geopolitik global. Akibatnya, daya tarik perak sebagai aset risiko rendah ikut menurun. Investor cenderung beralih ke aset lain seiring stabilnya situasi politik di kawasan tersebut.

2. Kebijakan Federal Reserve

Ekspektasi bahwa Federal Reserve AS mungkin akan mengambil pendekatan lebih hati-hati terhadap pemotongan suku bunga juga memberikan tekanan pada harga perak. Kebijakan moneter yang lebih ketat biasanya memperkuat dolar AS, yang berbanding terbalik dengan harga komoditas seperti perak.

3. Ketidakpastian Ekonomi di Cina

Sebagai konsumen perak terbesar di dunia, kondisi ekonomi Cina memainkan peran penting dalam pergerakan harga perak. Ketidakpastian ekonomi di negara tersebut, terutama di sektor manufaktur, memperlemah permintaan perak. Ini semakin diperburuk oleh kekhawatiran akan dampak negatif kebijakan Presiden AS terpilih terhadap sektor energi terbarukan.

4. Dampak pada Sektor Energi Terbarukan

Perak adalah bahan utama dalam produksi panel surya. Jika pasar energi terbarukan di Cina terganggu, hal ini dapat menyebabkan penurunan permintaan perak di sektor tersebut. Kebijakan yang dianggap kurang mendukung energi terbarukan dari pemerintahan AS yang baru menambah tekanan terhadap harga perak.


Harga perak yang turun ke level terendah dalam 11 minggu mencerminkan pengaruh berbagai faktor global, mulai dari stabilitas geopolitik hingga ketidakpastian kebijakan ekonomi. Bagi investor, penting untuk tetap waspada terhadap perkembangan pasar dan mempertimbangkan strategi yang fleksibel untuk mengantisipasi perubahan lebih lanjut di sektor komoditas.

Senin, 25 November 2024

Hang Seng Melemah untuk Sesi Ketiga Berturut-Turut



Hang Seng Ditutup Turun 79 Poin

Indeks Hang Seng jatuh 79 poin atau 0,4%, ditutup pada level 19.151 pada hari Senin. Penurunan ini menjadi yang ketiga berturut-turut, membawa indeks ke level terendah dalam dua bulan terakhir. Penurunan ini dipengaruhi oleh pelemahan di sebagian besar sektor, sementara para pelaku pasar cenderung enggan mengambil posisi baru di tengah ketidakpastian pasar di China.

Faktor Utama di Balik Penurunan

1. Tekanan Ekspor dari Amerika Serikat

Pemerintahan Biden dikabarkan akan mengumumkan pembatasan ekspor baru terhadap China pekan ini. Regulasi ini diperkirakan akan menambah hingga 200 perusahaan semikonduktor China ke dalam daftar pembatasan perdagangan, yang berpotensi menghambat pertumbuhan industri teknologi di kawasan tersebut.

2. Kekhawatiran Pemulihan Ekonomi China

Kekhawatiran terhadap lemahnya pemulihan ekonomi di China kembali mencuat. Para investor menantikan data PMI dan laporan pendapatan industri yang akan dirilis minggu ini untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai kondisi ekonomi negara tersebut.

3. Negosiasi Tarif Impor EV dengan Uni Eropa

Meski sentimen bearish mendominasi, laporan mengenai potensi kesepakatan antara China dan Jerman terkait tarif impor kendaraan listrik (EV) ke Uni Eropa sedikit meredakan tekanan di pasar.

Kinerja Saham Utama

Saham-saham dengan kapitalisasi besar mengalami penurunan signifikan, di antaranya:

  • KE Holdings: Turun 5,6%.
  • Meituan: Turun 2,7%.
  • Sands China: Turun 2,6%.
  • Tencent Holdings: Turun 1,5%.

Tren Global: Fokus pada Stabilitas Ekonomi

Di sisi lain, pasar berjangka AS mencatat kenaikan, dengan investor menantikan langkah Scott Bessent, kandidat Menteri Keuangan pilihan Trump, yang diharapkan akan membawa fokus pada stabilitas ekonomi dan pasar.

Kesimpulan

Pasar Hang Seng berada di bawah tekanan besar akibat kombinasi dari regulasi perdagangan AS, kekhawatiran ekonomi domestik China, dan pelemahan sektor teknologi. Investor diharapkan tetap waspada menjelang rilis data ekonomi utama yang dapat memberikan arah lebih lanjut bagi

Kamis, 21 November 2024

Dolar AS Menguat di Tengah Fokus Pasar pada Kebijakan Trump dan Prospek The Fed


Dolar AS kembali menunjukkan kekuatan pada Kamis, didukung oleh spekulasi kebijakan Presiden terpilih Donald Trump dan prospek kebijakan suku bunga Federal Reserve yang lebih hati-hati. Penguatan ini mencerminkan meningkatnya optimisme investor terhadap pengaruh kebijakan ekonomi Trump, meskipun pasar masih menilai risiko global yang lebih luas.

Penguatan Indeks Dolar AS

Setelah terhenti selama tiga sesi, dolar kembali naik, membawa indeks dolar mendekati level tertinggi satu tahun di 107,07 yang dicapai pekan lalu. Hingga sesi terbaru, indeks dolar bertahan stabil di 106,56, naik dari posisi terendah satu minggu yang dicapai pada sesi sebelumnya.

Penguatan ini terjadi setelah dolar mencatat kenaikan lebih dari 2% sejak pemilu AS pada 5 November. Para pelaku pasar berspekulasi bahwa kebijakan Trump, seperti tarif perdagangan, dapat meningkatkan inflasi dan membatasi pemangkasan suku bunga lebih lanjut oleh The Fed.

Faktor Pendorong Penguatan Dolar

1. Kebijakan Ekonomi Donald Trump

Trump telah menjanjikan kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis, termasuk pengenaan tarif yang dapat berdampak signifikan pada Eropa dan China. Sentimen ini memicu kekhawatiran global tetapi meningkatkan daya tarik dolar sebagai aset aman (safe haven).

2. Spekulasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Pasar kini memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga Desember oleh The Fed berada di bawah 54%, turun dari 82,5% pekan lalu menurut alat FedWatch CME. Survei Reuters juga menunjukkan bahwa mayoritas ekonom memperkirakan pemangkasan suku bunga yang lebih kecil pada 2025 dibandingkan prediksi sebelumnya, akibat risiko inflasi yang dipicu oleh kebijakan Trump.

Performa Mata Uang Lain

Euro

Euro berada di level $1,0547, hampir tidak berubah setelah turun 0,5% pada Rabu. Posisi ini mendekati level terendah pekan lalu di $1,0496, yang merupakan titik terlemah euro terhadap dolar sejak Oktober 2023.

Yen Jepang

Dolar melemah tipis terhadap yen, turun 0,33% menjadi 154,91 yen, meskipun yen tetap di bawah tekanan. Pasangan mata uang ini sempat melampaui angka 156 pekan lalu, yang memicu kekhawatiran bahwa otoritas Jepang mungkin akan kembali melakukan intervensi untuk menopang yen.

Pound Sterling

Sterling naik tipis 0,07% ke $1,2656 setelah data menunjukkan inflasi Inggris meningkat lebih dari perkiraan pada bulan lalu, kembali di atas target 2% Bank of England. Data ini mendukung pendekatan hati-hati bank sentral Inggris terhadap pemangkasan suku bunga.

Prospek Pasar

Investor kini menantikan sinyal lebih kuat dari The Fed terkait kemungkinan kenaikan suku bunga akhir tahun. Dengan pasar yang terpecah, kebijakan suku bunga menjadi faktor kunci dalam menentukan pergerakan dolar di tengah ketidakpastian global.

Di sisi lain, dinamika geopolitik dan dampak kebijakan ekonomi Trump akan terus menjadi perhatian utama. Para pelaku pasar disarankan untuk tetap memantau data ekonomi dan perkembangan kebijakan yang berpotensi memengaruhi stabilitas pasar valuta asing.

Selasa, 19 November 2024

Prediksi Harga Perak: XAG/USD Naik Dekati $31,50 Seiring Pelemahan Dolar AS

 


Pergerakan Harga Perak di Tengah Penurunan Dolar AS

Harga perak (XAG/USD) terus menguat untuk hari kedua berturut-turut, diperdagangkan di sekitar $31,40 per troy ounce selama sesi perdagangan Asia pada Selasa. Pemulihan harga ini terjadi setelah sebelumnya mencapai level terendah dua bulan akibat penguatan tajam dolar AS.

Pelemahan dolar AS dipicu oleh aksi ambil untung setelah reli besar-besaran baru-baru ini. Reli tersebut sebelumnya didukung oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (Fed) akan mengurangi frekuensi pemangkasan suku bunga, serta optimisme terhadap prospek ekonomi AS yang lebih cerah di bawah pemerintahan baru.

Perak Sebagai Aset Aman di Tengah Ketegangan Geopolitik

Permintaan terhadap perak sebagai aset aman meningkat seiring dengan eskalasi ketegangan geopolitik global. Langkah Presiden AS Joe Biden yang mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatan AS untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia menimbulkan kekhawatiran baru di kawasan tersebut.

Sebagai tanggapan, Kremlin mengeluarkan peringatan keras pada Senin, menyebut tindakan tersebut sebagai keputusan gegabah oleh pemerintahan Biden. Rusia juga menegaskan bahwa langkah ini dapat meningkatkan risiko konfrontasi langsung dengan NATO secara signifikan.

Faktor-Faktor yang Mendorong Kenaikan Harga Perak

  • Pelemahan Dolar AS: Perak, yang dihargai dalam dolar AS, menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain ketika dolar melemah.
  • Ketegangan Global: Konflik yang melibatkan kekuatan besar seperti Rusia dan NATO meningkatkan daya tarik perak sebagai instrumen lindung nilai.
  • Kebijakan Federal Reserve: Harapan bahwa Fed akan lebih konservatif dalam memotong suku bunga mendukung stabilitas aset-aset berbasis komoditas seperti perak.

Outlook Harga Perak di Masa Depan

Dalam jangka pendek, harga perak diperkirakan akan tetap sensitif terhadap perkembangan geopolitik dan perubahan kebijakan moneter AS. Jika ketegangan antara Rusia dan NATO terus meningkat, permintaan terhadap perak sebagai aset aman dapat mendorong harganya lebih tinggi.

Namun, dalam jangka panjang, prospek harga perak juga akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi global, termasuk inflasi dan tingkat suku bunga. Investor disarankan untuk terus memantau dinamika pasar dan perkembangan geopolitik untuk membuat keputusan investasi yang tepat.

Jumat, 15 November 2024

Harga Minyak Menuju Penurunan Mingguan: Kekhawatiran Oversuplai dan Kekuatan Dolar

 

Penurunan Harga Minyak Akibat Faktor Global

Harga minyak mentah terus melemah, mencatat penurunan mingguan signifikan. Brent, acuan global, turun di bawah $72 per barel di London, dengan penurunan sekitar 3% minggu ini. Penurunan ini didorong oleh data ekonomi yang beragam dari China, kekhawatiran oversuplai, dan penguatan dolar AS.

Prediksi Surplus Minyak oleh International Energy Agency (IEA)

International Energy Agency (IEA) memperkirakan surplus minyak global pada tahun mendatang, yang diperburuk oleh perlambatan pertumbuhan permintaan di China. Selain itu, produksi minyak global diperkirakan meningkat signifikan. Jika OPEC+ melanjutkan rencana untuk menghidupkan kembali produksi yang sempat terhenti, kelebihan pasokan ini bisa menjadi lebih besar.

Penurunan Permintaan Minyak di China

Data terbaru dari China menunjukkan bahwa permintaan minyak domestik pada Oktober turun dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, aktivitas penyulingan minyak lokal juga melemah, dengan penurunan 4,6% dibandingkan Oktober 2023. Meskipun pemerintah China meluncurkan stimulus ekonomi, tanda-tanda pemulihan yang nyata belum terlihat di sektor energi.

Dolar AS yang Kuat Membebani Komoditas

Dolar AS, yang mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir, memberikan tekanan tambahan pada harga minyak. Karena minyak dihargai dalam dolar, penguatan mata uang ini membuat minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain. Penguatan dolar, yang didorong oleh kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, telah membuat banyak komoditas, termasuk tembaga, mengalami kesulitan sepanjang minggu ini.

Volatilitas Harga Minyak Sejak Oktober

Sejak pertengahan Oktober, harga minyak telah berfluktuasi antara kenaikan dan penurunan mingguan. Faktor-faktor seperti ketegangan di Timur Tengah, prospek oversuplai, dan pergerakan di pasar mata uang terus memengaruhi pasar energi. Sepanjang tahun ini, Brent telah melemah lebih dari 6%, menyentuh level terendah sejak 2021 pada bulan September.

Perspektif Ahli

Warren Patterson, Kepala Strategi Komoditas di ING Groep NV, mencatat bahwa meskipun ada beberapa tanda positif di data ekonomi China, sektor minyak masih berada dalam tekanan. "Produksi industri lebih lemah dari yang diharapkan, dan angka terkait minyak, seperti aktivitas kilang dan permintaan yang diimplikasikan, juga menunjukkan kelemahan," jelas Patterson.

Harga Minyak Terbaru

  • Brent untuk penyelesaian Januari turun 1,3% menjadi $71,60 per barel pada pukul 10:37 pagi di London.
  • WTI untuk pengiriman Desember turun 1,4% menjadi $67,76 per barel.

Penurunan harga minyak mencerminkan tantangan global, termasuk melambatnya permintaan di China, kekhawatiran oversuplai, dan dampak dolar AS yang kuat. Pasar energi menghadapi ketidakpastian yang signifikan, dan investor harus tetap waspada terhadap perubahan kebijakan OPEC+ serta data ekonomi global untuk mengantisipasi pergerakan harga di masa depan.