Kamis, 24 Oktober 2019

Rifan Financindo - Harga Emas Tak Bisa Move On, Berat Cari Cuan

Harga Emas Tak Bisa Move On, Berat Cari Cuan
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Rifan Financindo - Harga emas dunia pagi di pasar spot tidak jauh berbeda dibandingkan tadi malam, Rabu (23/10/2019) waktu perdagangan Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data investing.com, pada pukul 06.00 harga emas dunia di pasar spot berada pada level US$ 1.495,25, turun tipis dibandingkan tadi malam.

Perdagangan tadi malam, pukul 20:56 WIB, emas diperdagangkan di kisaran US$ 1.495,29/troy ons di pasar spot. Pergerakan harga emas yang cenderung tipis dipicu tarik ulurnya proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa atau yang dikenal dengan Brexit.

Perkembangan terakhir Parlemen Inggris menolak keinginan Perdana Menteri (PM) Johnson untuk mempercepat proses legislasi Brexit.
PM Johnson kini dikabarkan akan mendorong diadakan Pemilu sebelum Natal, tetapi tentunya harus mendapat penundaan deadline Brexit terlebih dahulu dari Uni Eropa.

Akibat tarik ulur tersebut sebagian bursa saham Eropa melemah. Bervariasinya bursa saham Eropa disusul bursa saham AS akibat beberapa laporan laba rugi emiten yang mengecewakan.

Pergerakan bursa saham Eropa dan AS hari ini menunjukkan sentimen pelaku pasar tidak terlalu bagus, yang menjadi sentimen positif bagi emas.

Namun, penguatan emas sepertinya masih sulit untuk terus berlanjut.

Emas terindikasi kurang menarik lagi bagi para pelaku pasar setelah menguat tajam pada Juni sampai Agustus lalu. Pada periode itu, logam mulia ini mencatat kenaikan sekitar 16% dan mencapai level tertinggi enam tahun.

Namun setelahnya emas mulai mengendur. Kenaikan 16% dalam tiga bulan mungkin terlihat sedikit berlebihan, sehingga pelaku pasar melihat harga emas sudah cukup mahal. Perlu momentum yang besar akan harga emas bisa melaju naik lagi.

Tanda emas mulai ditinggalkan sebagai aset investasi adalah turunnya posisi bullish, artinya investor yang memegang posisi beli emas sudah mulai berkurang. Berdasarkan laporan CNBC International, hedge fund dan money manager sudah mengurangi posisi bullish dalam kontrak emas dan perak di Comex.

Selain itu data dari Commodity Futures Trading Commission's (CFTC) menunjukkan posisi net buy emas pada pekan lalu turun menjadi 253.000 kontrak dari sebelumnya 275.600 kontrak di bursa berjangka Chicago dan New York.

Satu tanda lagi, total holding aset di SPDR Gold Trust, ETF berbasis emas fisik terbesar dunia, juga menunjukkan penurunan. Pada Selasa pekan lalu, Reuters melaporkan holding di SPDR Gold Trust menurun sebesar 0,22% menjadi 919,66 ton.

Penurunan-penurunan tersebut bisa jadi sinyal awal emas akan ditinggalkan oleh pelaku pasar, apalagi jika AS-China akhirnya menandatangani kesepakatan dagang, dan pertumbuhan ekonomi global akhirnya membaik serta menghilangnya ancaman resesi.

Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi global membaik tentunya perlu waktu cukup lama, apalagi sampai saat ini AS-China belum menandatangani kesepakatan dagang. Sehingga penggerak emas dalam beberapa pekan ke depan adalah pengumuman kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di akhir bulan ini.

Berdasarkan data FedWacth milik CME Group, pada pukul 20:25 WIB pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 93,5% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).

Probabilitas tersebut tinggi, yang menunjukkan pelaung suku bunga dipangkas cukup besar, akibatnya dolar AS melemah. Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar, bahkan menyentuh level terlemah dua bulan pada pekan lalu.

Peluang The Fed memangkas suku bunga dan dolar yang lemah seharusnya bisa menjadi sentimen positif bagi emas. Tapi nyatanya emas masih belum sanggup menyentuh level psikologis US$ 1.500/troy ons hingga hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA (hps/hps)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 23 Oktober 2019

PT Rifan - Drama Brexit Geret Wall Street Melemah di Penutupan

Drama Brexit Geret Wall Street Melemah di Penutupan
Foto: Wall Street (AP Photo/Richard Drew)
PT Rifan - Bursa saham Amerika Serikat, Wall Street, berakhir lebih rendah pada perdagangan hari Selasa (22/10/2019). Beragamnya laporan laba perusahaan di AS menjadi penyebab.

Dow Jones turun 39,54 poin atay 0,2% ke 26.788,10. Sedangkan S&P 500 turun 10,73 poin atau 0,4% ke 2.995,99 dan Nasdaq turun 58,69 poin atau 0,7% ke 8.104,30.

Ditulis AFP, optimisme yang ditunjukan Procter & Gamble Co dan United Technologies Corp diimbangi hasil mengecewakan dari McDonald's Corp dan Travelers Cos Inc.

Saham Procter & Gamble naik 2,8% sedangkan United Technologies naik 2,4%. Sementara McDonlad turun 4,6% dan Travelers turun 8,4%.

Selain itu, drama Brexit yang berkepanjangan juga menyebabkan ini terjadi. Kekalahan pemerintah Inggris di parlemen untuk mengeluarkan UU yang meratifikasi kesepakatan untuk keluar dari Uni Eropa, memiliki dampak meskipun terbatas pada pasar AS.

Kekalahan di parlemen membuat Inggris tidak mungkin bisa keluar dari Eropa sesuai target 31 Oktober nanti. Hal ini tentu akan menyebabkan meningkatnya ketidakpastian global.

"Brexit sebenarnya bukan masalah besar bagi investor ekuitas," kata Kepala Strategi Pasar di Bruderman Asset Management di New York, Olover Pursche dikutip dari Reuters. "Tapi ekonomi global tentu menderita,". (sef/sef)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Selasa, 22 Oktober 2019

PT Rifan Financindo Berjangka - Makin Panas, AS Ancam Serang Turki dengan Kekuatan Militer

Makin Panas, AS Ancam Serang Turki dengan Kekuatan Militer
(Foto: REUTERS/Kevin Lamarque)
PT Rifan Financindo Berjangka - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan Presiden Donald Trump siap menggunakan kekuatan militer terhadap Turki jika diperlukan. Ancaman itu dilayangkan setelah Turki melakukan serangan terhadap Kurdi di Suriah utara.

"Kami lebih suka perdamaian daripada perang," kata Pompeo kepada Wilfred Frost dari CNBC dalam sebuah wawancara pada hari Senin (21/10/19). "Tetapi jika tindakan kinetik atau aksi militer diperlukan, Anda harus tahu bahwa Presiden Trump sepenuhnya siap untuk melakukan tindakan itu."

Lebih lanjut, Pompeo mengatakan bahwa saat ini tindakan militer belum dilakukan karena belum ada perintah langsung dari Presiden. Oleh karenanya, AS masih hanya memberlakukan sanksi ekonomi pada Turki.

"Anda menyarankan kekuatan ekonomi yang kami gunakan. Kami pasti akan menggunakannya. Kami akan menggunakan kekuatan diplomatik kami juga. Itu adalah pilihan kami," kata Pompeo.

Serangan militer Turki terhadap Suriah terjadi awal bulan ini setelah Trump memutuskan menarik pasukan AS dari wilayah itu. Hal itu membuat kaum Kurdi, yang biasa memimpin perang darat melawan ISIS, dianggap menjadi lebih rentan. Turki memandang orang Kurdi sebagai teroris.

Akibat serbuan itu, lebih dari 120 warga sipil tewas, menurut Observatorium Suriah yang berbasis di Inggris untuk lembaga Hak Asasi Manusia.

Setelah memutuskan menarik pasukan militer dari wilayah itu, Trump sendiri mendapat kritikan pedas dari berbagai koleganya di Gedung Putih.

Pada Senin, Trump menyampaikan pembelaannya.

"(AS) tidak pernah setuju untuk melindungi Kurdi selama sisa hidup mereka." Katanya, mengutip CNBC International. "Kami tidak akan ikut bertarung. Biarkan mereka bertarung sendiri,"

Sebelumnya pada 9 Oktober, Trump telah mengirim surat kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Dalam surat itu Trump meminta Erdogan untuk bertindak bijaksana. Namun, Erdogan mengabaikannya dan melakukan serangan pada hari itu juga.

Akibatnya, setelah serangan, pekan lalu AS langsung memberlakukan sanksi ekonomi pada Turki. Sanksi tersebut berupa kenaikan tarif baja hingga 50% dan mengakhiri negosiasi perdagangan. (sef/sef)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 21 Oktober 2019

PT Rifan Financindo - Emas Susah Tembus US$ 1.500/Oz, Apa Benar Mulai Ditinggalkan?

Emas Susah Tembus US$ 1.500/Oz, Apa Benar Mulai Ditinggalkan?
Foto: Emas Batangan ditampilkan di Hatton Garden Metals, London pada 21 July 2015 (REUTERS/Neil Hall/File Photo)
PT Rifan Financindo - Harga emas dunia masih belum berhasil menembus level US$ 1.500/Troy Ounce (Oz) pada perdagangan pekan lalu. Pergerakan emas sedang pada fase konsolidasi dalam beberapa pekan ini, setelah menyentuh level tertinggi pada awal September lalu.

Pada penutupa perdagangan pekan lalu, harga emas diberhenti diperdagangkan pada level US$ 1.493,35/Oz di pasar spot berdasarkan data investing.com. Sebelumnya, logam mulia ini menyentuh level terlemah US$ 1.484,40/troy ons, dengan level tertinggi hari ini di US$ 1.493,93/troy ons.

Sejak menembus ke atas level US$ 1.500/troy ons pada 7 Agustus lalu, emas memang berapa kali turun kembali, tapi tidak lebih dari 2 x 24 jam sudah kembali menyentuh level tersebut.

Pada 4 September 2019, harga emas sempat menyentuh level tertinggi pada perdagangan harian selama 2019, pada harga US$ 1.564,70/Oz. Setelah menyentuh level tertinggi tersebut, harga emas terus merosot.

Kali ini emas cukup lama berada di bawah level US$ 1.490/Oz. Kiilau emas mulai redut dan mulai ditinggalkan investor. Padahal isu resesi di AS kembali muncul yang seharusnya bisa mendongkrak lagi harga emas, tapi ternyata tak cukup kuat.

Buruknya data ekonomi AS sejak hari Rabu lalu menjadi penyebab munculnya kembali isu resesi. Departemen perdagangan AS melaporkan penjualan ritel di bulan September turun 0,3% month-on-month (MoM).Penurunan tersebut merupakan yang pertama dalam tujuh bulan terakhir.

Rilis tersebut berbanding terbalik dengan hasil survei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi kenaikan 0,3%. Sementara penjualan ritel inti yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan turun 0,1% MoM.

Penurunan penjualan ritel di bulan September menunjukkan melambatnya belanja konsumen AS. Sektor belanja konsumen berkontribusi sekitar 66% terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Dengan pelambatan di tersebut, pertumbuhan ekonomi Negeri Adikuasa di kuartal III-2019 tentunya akan terseret juga.

Sementara itu pada Kamis kemarin, indeks aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia turun drastis menjadi 5,6 di bulan ini, dibandingkan bulan September sebesar 12,0. Akibatnya, spekulasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di akhir bulan ini semakin menguat.

Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 85% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 1,5-1,76% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).

Selain itu, masalah Brexit juga masih belum jelas. Anggota parlemen Inggris meragukan rancangan kesepakatan Brexit yang disepakati Inggris dan Uni Eropa. Keraguan timbul akibat perkiraan apakah parlemen Inggris akan mendukung kesepakatan tersebut.

Democratic Unionist Party (DUP), sekutu utama pemerintahan Johnson, menyatakan akan menentang kesepakatan itu karena "bisa merusak" Good Friday Agreement (GFA), gencatan senjata hukum yang memulihkan perdamaian di perbatasan antara Irlandia Utara dan Republik Irlandia.

Gonjang ganjing Brexit seharusnya jadi katalis harga emas, sekali lagi isu ini rupanya tak membuat harga emas bergerak banyak.

Belum lagi data ekonomi China yang keluar pekan lalu juga tidak terlalu baik. GDP China hanya tumbuh 6,0 persen (YoY), lebih rendah dari perkiraan sebesar 6,1 persen.

China diperkirakan akan segera mempercepat stimulus dalam 1-2 kuartal ke depan jika ingin memenuhi target pertumbuhan ekonomi antara 5,5% dan 6% pada tahun selanjutnya. Perang dagang China dan AS telah membebani perekonomiannya.

Emas seharusnya punya momentum untuk naik dari kecemasan akan terjadinya resesi, serta peluang penurunan suku bunga The Fed. Tetapi nyatanya harga emas tak bergeming di bawah US$ 1.500/troy ons.



Foto: Infografis/Pergerakan HARGA EMAS Sepekan (14 - 18 Oktober 2019)a/Arie Pratama
(hps/hps)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 18 Oktober 2019

Rifan Financindo - Kecemasan Resesi di AS Muncul Kembali, Yen Menguat Lagi

Kecemasan Resesi di AS Muncul Kembali, Yen Menguat Lagi
Foto: Mata Uang Yen. (REUTERS/Yuriko Nakao/Files)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang menguat dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis kemarin, dan masih berlanjut pada hari ini, Jumat (18/10/19). Tanda-tanda melambatnya ekonomi AS, serta kesepakatan dagang AS-China yang semakin diragukan membuat daya tarik yen sebagai aset aman (safe haven) kembali muncul.

Pada pukul 7:25 WIB, yen diperdagangkan di kisaran 108,62/US$ menguat 0,03% di pasar spot melansir data Refinitiv. Sementara dalam dua hari sebelumnya, yen menguat 0,08% dan 0,9%.

Tanda-tanda pelambatan ekonomi AS terlihat dari rilis data penjualan ritel Rabu serta aktivitas manufaktur Kamis kemarin.

Departemen perdagangan AS melaporkan penjualan ritel di bulan September turun 0,3% month-on-month (MoM). Penurunan tersebut merupakan yang pertama dalam tujuh bulan terakhir. Rilis tersebut berbanding terbalik dengan hasil survei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi kenaikan 0,3%.

Sementara penjualan ritel inti yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan turun 0,1% MoM.

Penurunan penjualan ritel di bulan September menunjukkan melambatnya belanja konsumen AS. Sektor belanja konsumen berkontribusi sekitar 66% terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Dengan pelambatan di tersebut, pertumbuhan ekonomi Negeri Adikuasa di kuartal III-2019 tentunya akan terseret juga.
Sementara Kamis kemarin, indeks aktivitas manufaktur wilayah Philadelphia turun drastis menjadi 5,6 di bulan ini, dibandingkan bulan September sebesar 12,0.
Akibatnya rilis data-data tersebut kecemasan akan resesi di AS kembali muncul dan spekulasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) semakin menguat. Berdasarkan piranti FedWatch milik CME Group pagi ini, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 85,% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin menjadi 1,5-1,76% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Tingginya probabilitas tersebut membuat keperkasaan dolar AS di hadapan yen runtuh, dan perlahan melemah kembali.

Sementara itu keraguan akan kesepakatan dagang AS-China terus meningkat. Kali ini yang disoroti adalah janji China membeli produk pertanian AS. CNBC International mengutip Wall Street Journal melaporkan Pemerintah Tiongkok sampai saat ini tidak memberikan detail kapan dan berapa jumlah produk pertanian yang akan dibeli. 

Presiden AS, Donald Trump pada Jumat pekan lalu mengklaim China akan membeli produk pertanian AS senilai US$ 40 miliar sampai US$ 50 miliar dalam kurang dari dua tahun. Tetapi masih belum jelas apa yang akan dilakukan AS sebagai barter dari pembelian tersebut.

Selain itu, Kamis kemarin, Menteri Perdagangan China Gao Feng menegaskan semua bea masuk baru yang harus dibatalkan agar kedua negara bisa menandatangani kesepakatan fase satu.

Hal tersebut membuat pelaku pasar mulai meragukan kembali kesepakatan dua raksasa ekonomi yang sudah setahun lebih terlibat perang dagang.

TIM RISET CNBC INDONESIA  (pap/pap)
Sumber : CNBC

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan