Jumat, 22 Januari 2021

Dolar AS Remuk Redam, Rupiah Bisa ke Rp 13.900/US$ Nih!

Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

 

PT RifanNilai tukar rupiah menguat 0,28% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 13.980/US$ pada perdagangan Kamis kemarin.

Dolar AS yang sedang lesu dan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan menjadi pemicu penguatan Mata Uang Garuda dan berpeluang berlanjut pada hari ini, Jumat (22/1/2021). 

Indeks dolar AS pada perdagangan Kamis kemarin merosot 0,42% ke 90,093, setelah pelantikan Joseph 'Joe' Biden sebagai Presiden AS ke-46. Itu artinya indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut melemah dalam 3 hari beruntun.

Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai.

Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.

Dengan dikuasainya DPR dan Senat, tentunya akan memudahkan dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus fiskal US$ 1,9 triliun.

Saat stimulus tersebut cair, maka jumlah uang bereda di perekonomian AS akan bertambah, dan dolar AS berisiko remuk redam. 

Sementara itu, BI pada kemarin mempertahankan suku bunga acuan 3,75%, sesuai dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia.

Dengan dipertahankannya suku bunga, penguatan rupiah menjadi terakselerasi. Sebab jika suku bunga kembali diturunkan, maka yield obligasi di Indonesia juga akan menurun, hal ini dapat membuat capital inflow menjadi seret, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi outflow yang bisa menekan rupiah.

Sebab selisih yield dengan negara-negara maju, misalnya dengan AS akan menyempit, hal itu membuat Indonesia sebagai negara berkembang menjadi kurang menarik.

Negara berkembang memiliki risiko investasi yang lebih tinggi ketimbang negara maju, sehingga untuk menarik aliran investasi diperlukan yield yang lebih tinggi.

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR membentuk pola Black Maubozu pada hari Rabu lalu, dan berdampak pada penguatan Kamis kemarin.

Rupiah kemarin membuka perdagangan di level Rp 14.050/US$, dan mengakhiri perdagangan di Rp 14.020/US$, atau menguat 0,21%.

Level terlemah rupiah sama dengan level pembukaan, sementara level terkuat sama dengan level penutupan, sehingga secara teknikal masih mengukir pola Black Marubozu.

Black Marubozu kerap dijadikan sinyal harga suatu instrumen akan menurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah.

Rupiah juga bergerak di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.

Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

idr 
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.

Sementara itu, indikator stochastic bergerak mendatar dan cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold) atau pun jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat berada di kisaran Rp 13.970/US$, jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke level Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$.

Peluang penguatan lebih jauh akan terbuka cukup lebar jika rupiah mampu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 13.900/US$.

Sementara jika kembali ke atas Rp 14.000 rupiah berisiko melemah ke Rp 14.030/US$, sebelum menuju Rp 14.100/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 21 Januari 2021

Wall Street Cetak Rekor, IHSG Tembus 6.500 Bisa Kali...

Warga mempelajari platform investasi di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (24/11/2020). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Pengunjung mempelajari platform investasi digital di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

 

PT Rifan Financindo BerjangkaIndeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,71% ke 6.429,76 pada perdagangan Rabu kemarin. Data perdagangan menunjukkan investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 757,4 miliar, dengan nilai transaksi mencapai Rp 25,1 triliun.

Joseph 'Joe' Biden yang resmi dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) ke-46 berpeluang pada Rabu waktu setempat membuat bursa saham AS (Wall Street) mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Hal tersebut tentunya bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG pada perdagangan hari ini, Kamis (21/1/2020).

Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai. Hal ini tentunya memudahkan Biden dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus US$ 1,9 triliun.

Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.

Kemarin, 3 senator dari Partai Demokrat dilantik, Raphael Warnock dan Jon Ossoff dari Negara Bagian Georgia, serta Alex Padilla dari California. Partai Demokrat kini memiliki 50 senator sama dengan Partai Republik, tetapi memiliki satu suara lebih banyak yakni dari Wakil Presiden Kamala Harris.

Untuk diketahui, jumlah anggota Senat di AS sebanyak 100 orang, dimana setiap negara bagian memiliki 2 senator.

Berdasarkan undang-undang dasar AS, pasal 1 ayat 3, Wakil Presiden AS merupakan presiden Senat, dan tidak memberikan suara, kecuali saat voting hasilnya imbang. Artinya ketika mengambil keputusan hasil voting seimbang 50 lawan 50, maka Wakil Presiden Kamala Harris berhak memberikan suaranya. Hal tersebut tentunya membuat Partai Demokrat kini menguasai Senat AS.

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) siang nanti.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate tetap bertahan di 3,75%.

Stabilitas rupiah menjadi salah satu alasan BI diramal mempertahankan suku bunga acuannya. Stabilitas rupiah juga menjadi penting bagi investor asing masuk ke pasar saham, sebab jika rupiah melemah maka investor risiko rugi akibat kurs menjadi meningkat.

Secara teknikal, IHSG kembali menembus ke atas 6.400 Rabu kemarin. Meski demikian, untuk terus melaju IHSG perlu menembus level tertinggi tahun ini.

Apalagi Selasa dan Rabu pekan lalu IHSG membentuk pola Doji. Suatu harga dikatakan membentuk pola Doji ketika level pembukaan dan penutupan perdagangan sama atau nyaris sama persis.

Secara psikologis, pola Doji menunjukkan pelaku pasar masih ragu-ragu menentukan arah pasar apakah akan menguat atau melemah.

IHSG masih bergerak di atas rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50), 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200), yang menjadi modal untuk kembali menguat dalam jangka panjang.

Indikator stochastic pada grafik harian kini sudah memasuki wilayah jenuh jenuh beli (overbought).

jkse 
Grafik: IHSG Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Sementara itu pada grafik 1 jam, stochastic juga berada di wilayah overbought, sehingga ada risiko koreksi. 

jkse 
Grafik: IHSG 1 Jam
Foto: Refinitiv

Resisten terdekat berada di kisaran 6.470 yang dekat dengan level tertinggi tahun ini. Kemampuan menembus level tersebut akan membawa IHSG menguat ke level psikologis 6.500.

Momentum penguatan akan bertambah jika level psikologis tersebut mampu ditembus.

Sementara, selama tertahan di bawah resisten, IHSG berisiko terkoreksi ke 6.400. Support selanjutnya jika level tersebut ditembus berada di 6.365.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 20 Januari 2021

Gokil, Orang-orang Makin Enteng 'Buang' Dolar AS!

valas
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

 

PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Mata uang Tanah Air pun terapresiasi di perdagangan pasar spot.

Pada Rabu (20/1/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.065. Rupiah menguat 0,15% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Mata uang Ibu Pertiwi pun perkasa di 'arena' pasar spot. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.030 di mana rupiah menguat 0,14%.

Kala pembukaan pasar, rupiah stagnan saja di Rp 14.050/US$. Tidak sampai lima menit, rupiah sudah masuk jalur hijau.

Seperti rupiah, seluruh mata uang utama Asia juga berjaya di hadapan dolar AS. Apresiasi 0,14% membuat rupiah menduduki peringkat kedua, hanya kalah dari won Korea Selatan dan dolar Singapura.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:03 WIB:

 
Dolar AS Sedang Prihatin
 

Dolar AS masih menjalani periode prihatin. Tidak hanya di Asia, mata uang Negeri Paman Sam juga teraniaya di level dunia.

Pada pukul 09:15 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,12%. Dalam setahun terakhir, indeks ini anjlok lebih dari 7%.

Hari ini, tekanan terhadap dolar AS datang dari pernyataan Janet Yellen, calon kuat Menteri Keuangan di pemerintahan Presiden Terpilih Joseph 'Joe' Biden. Dalam paparan secara virtual di hadapan Kongres, eks Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) itu mengungkapkan Negeri Adidaya masih membutuhkan stimulus fiskal untuk mengatasi dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Sebelumnya, Biden berjanji bakal menggelontorkan paket stimulus bernilai US$ 1,9 triliun (Rp 26.763,4 triliun). Menurut Yellen, Biden dan dirinya menyadari bahwa paket stimulus itu akan membuat beban utang pemerintah semakin berat, mengingat penerimaan pajak belum bisa diandalkan sehingga stimulus harus mengandalkan pembiayaan dari utang.

"Baik saya maupun Bapak Presiden terpilih selalu memperhatikan beban utang negara saat mengusulkan proposal stimulus tersebut. Namun untuk saat ini, dengan suku bunga menyentuh titik terendah sepanjang sejarah, hal yang paling cerdas adalah melakukan terobosan besar. Walau jumlah nominal utang secara relatif terhadap perekonomian terus meningkat, tetapi tidak demikian dengan suku bunga," jelas Yellen, sebagaimana diwartakan Reuters.

Fiskal dan Moneter Ekspansif, Pasokan Dolar Melimpah

Gelontoran stimulus fiskal bernilai raksasa akan membuat pasokan dolar AS membludak. Seperti barang, pasokan yang melimpah akan membuat harga turun. Demikian pula dengan mata uang, semakin banyak yang beredar di perekonomian maka nilainya akan kian 'murah'.

Apalagi saat ini Kongres pun sudah dikuasai oleh Partai Demokrat pendukung Biden. Sepertinya stimulus fiskal tidak akan memperoleh hambatan yang berarti kala harus mendapat restu dari Capitol Hill.

"Ada ekspektasi bahwa stimulus fiskal akan bergulir dengan lancar. Dukungan dari Kongres sangat besar, sehingga stimulus fiskal dengan nilai besar sekalipun bisa disahkan tanpa hambatan signifikan," kata Simon Harvey, Senior FX Analyst di Monex Europe yang berbasis di London, seperti dikutip dari Reuters.

Ditambah lagi otoritas moneter pun kemungkinan besar masih menerapkan kebijakan ultra-longgar. Suku bunga acuan sepertinya masih akan mendekati 0% dalam hitungan tahun. Berdasarkan dotplot terbaru The Fed, kenaikan Federal Funds Rate baru terjadi pada 2023.

fed 
Sumber: FOMC

Likuiditas dolar AS yang berlimpah-ruah akibat kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif membuat mata uang ini tidak lagi disayang-sayang. Investor sepertinya enteng saja 'membuang' dolar AS, karena toh pasokannya banyak.

Berdasarkan perhitungan Reuters dan US Commodity Futures Trading Commission, posisi jual (short) terhadap dolar AS pada pekan yang berakhir 12 Januari 2020 mencapai US$ 34,04 miliar. Naik 11,35% dibandingkan pekan sebelumnya sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Mei 2011.

TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan
 

Selasa, 19 Januari 2021

Dolar AS Mulai Injak Rem, Saatnya Rupiah Tembus Rp 14.000/US$

Businessmen change money at a currency exchange office in response to the call of Turkish President Tayyip Erdogan on Turks to sell their dollar and euro savings to support the lira, in Ankara, Turkey August 14, 2018. REUTERS/Umit Bektas
Foto: REUTERS/Umit Bektas

 

Rifan FinancindoNilai tukar rupiah melemah 0,36% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.060/US$ pada perdagangan Senin kemarin (18/1). Sentimen positif datang dari China yang melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal IV-2020 tumbuh 6,5% year-on-year (YoY), lebih tinggi dari prediksi Reuters sebesar 6,1% YoY, dan melesat dari kuartal sebelumnya 4,9% YoY.

Saat negara-negara lain masuk ke jurang resesi, China berhasil lolos, sebab produk domestik bruto (PDB) hanya sekali mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 6,8% di kuartal I-2020. Setelahnya, ekonomi China kembali bangkit dan membentuk kurva V-Shape.

Penyebabnya dolar AS sedang kuat-kuatnya. Pada Jumat pekan lalu, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS kemarin menyentuh level tertinggi sejak 21 Desember lalu.

Kenaikan yield obligasi (Treasury) menjadi pemicu penguatan dolar AS. Yield Treasury tenor 10 tahun misalnya, dua pekan lalu melesat 19,5 bps, sementara pekan lalu sempat naik 8 bps ke 1,187%, yang merupakan level tertinggi sejak Maret tahun lalu, atau persis saat penyakit akibat virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Artinya, yield Treasury AS kini nyaris mencapai level sebelum pandemi.

Kenaikan yield Treasury tersebut membuat selisihnya dengan yield SBN semakin menipis, sehingga menekan pasar obligasi. Selain itu ada risiko terjadinya capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, yang memberikan tekanan bagi rupiah.

Meski demikian, pada perdagangan Selasa (19/1/2021) rupiah berpeluang menguat sebab dolar AS akhirnya "ngerem". Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS kemarin sempat menguat, tetapi pada akhirnya stagnan di kisaran 90,768. Yield Treasury AS juga mengalami penurunan, tenor 10 tahun yang biasa menjadi acuan berada di kisaran 1,097%, turun 3,2 bps.

Secara teknikal, rupiah meski kemarin melemah tetapi masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.

Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.

idr 
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Artinya jika hari ini rupiah kembali ke bawah MA 50, pola death cross akan berlanjut yang bisa membawa Mata Uang Garuda kembali perkasa.

Sementara itu, indikator stochastic bergerak mendatar dan cukup jauh dari wilayah jenuh jual (oversold) atau pun jenuh beli (overbought)

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Support terdekat berada di level psikologis Rp 14.000/US$, yang kemarin menahan penguatan rupiah. Potensi penguatan hari ini masih di level tersebut, dan jika berhasil ditembus rupiah berpeluang menguat ke level Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$ di pekan ini.

Peluang penguatan lebih jauh akan terbuka cukup lebar jika rupiah mampu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 13.900/US$.

Sementara jika kembali ke atas Rp 14.100 rupiah berisiko melemah ke Rp 14.135/US$ hingga Rp 14.170/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 18 Januari 2021

PDB China Tumbuh 2,3% di 2020, Paling Lambat dalam 4 Dekade

Ilustrasi bendera China. AP/
Foto: Ilustrasi bendera China. AP/

 

PT Rifan - Ekonomi China tumbuh di laju terlambat dalam 4 tahun meskipun rebound setelah wabah corona (Covid-19) menyerang Negeri Panda. Mengutip Biro Statistik China, ekonomi tercatat 2,3% di 2020 (yoy) alias terendah semenjak ekonomi Tiongkok memulai reformasi di 1970-han.

"Lingkungan yang suram dan kompleks baik di dalam maupun luar negeri dengan pandemi yang memiliki dampak besar," ujar badan tersebut sebagaimana ditulis AFP, Senin (18/1/2020).

Sebelumnya di 2019, China mencatat pertumbuhan sebesar 6,1%. Itu juga angka terendah dalam beberapa dekade, akibat melemahnya permintaan domestik dan ketegangan perdagangan dengan AS.

Meski begitu, angka ini lebih baik dari analis 13 lembaga keuangan. Menurut AFP, sebelumnya para ekonomi meramal ekonomi hanya akan mencapai 2%.

Sementara itu, jika dilihat dari kuartalan (qtq), ekonomi China di kuartal IV 2020 mencatat pertumbuhan 6,5%. Ekonomi makin positif, setelah sebelumnya mencatat pertumbuhan 4,9% di kuartal III 2020.

"China sepertinya menjadi satu-satunya negara yang bisa menghindari kontraksi di saat banyak negara berjuang mengatasi pandemi," tulis Trading Economics.(sef/sef)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan