Selasa, 23 Februari 2021

Ramai Ramalan Buruk soal Bitcoin, dari Dr Doom hingga Yellen

FILE PHOTO - A small toy figure is seen on representations of the Bitcoin virtual currency in this illustration picture, December 26, 2017. REUTERS/Dado Ruvic
Foto : CNBC Indonesia

 

Rifan Financindo - Bitcoin tengah naik daun. Mata uang kripto ini sempat mengalami kenaikan cukup tajam, karena mencapai US$ 53.000 (sekitar Rp 800 juta) per keping.

Namun, ada banyak suara sumbang soal emas digital ini. Bukan sosok 'kacangan', yang memberi penilaian buruk justru sejumlah sosok ekonomi popular, mulai dari 'Dr Doom' Nouriel Roubini hingga Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.

Roubini

Profesor ekonomi Roubini mengatakan secara fundamental bitcoin tak bisa menjadi mata uang. Pernyataan ini diutarakannya dalam wawancara dengan Bloomberg, sebagaimana dikutip Business Insider.

"Secara fundamental, bitcoin bukanlah mata uang. Itu bukan unit akun, juga bukan alat pembayaran yang terukur, dan bukan penyimpan nilai (store of value) yang stabil," kata Roubini dalam wawancara tersebut.

"Menyebut itu mata uang kripto adalah keliru, itu bahkan bukan sebuah aset," tambahnya.

Professor of Economics, Leonard N. Stern School, NYU, USA, Nouriel Roubini adjusts his glasses during a session at the World Economic Forum in Davos, Switzerland on Wednesday, Jan. 26, 2011. Buoyed by a burst of optimism about the global economy and mindful of the
Foto: Nouriel Roubini (AP Photo/Virginia Mayo)
Professor of Economics, Leonard N. Stern School, NYU, USA, Nouriel Roubini adjusts his glasses during a session at the World Economic Forum in Davos, Switzerland on Wednesday, Jan. 26, 2011. Buoyed by a burst of optimism about the global economy and mindful of the "new reality" that has framed it in the aftermath of the financial crisis some 2,500 business leaders, politicians and social activists will tackle an array of issues on the first day of the World Economic Forum. (AP Photo/Virginia Mayo)

Bitcoin, lanjut dia, hanya mampu menyelesaikan lima transaksi per detik. Ini sangat jauh dibandingkan dengan jaringan Visa yang menyelesaikan 24.000 transaksi per detik.

Selain itu, volatilitas ekstrim bitcoin yang dapat menghapus nilainya secara signifikan dalam waktu singkat. Hal tersebut membuat Roubini mengatakan Flintsones bahkan memiliki sistem moneter yang lebih baik dari bitcoin.

Roubini sendiri bukanlah orang sembarangan. Ia adalah sosok yang meramalkan akan terjadi crash di pasar perumahan yang bubble dan memicu krisis di 2006.

Prediksinya kala itu tepat. Pada tahun 2008 terjadi krisis finansial global akibat bubble pasar perumahan di AS.

Ia bahkan mengatakan Flinstones, film kartun yang berkisah tentang jaman batu, memiliki sistem moneter yang lebih baik ketimbang bitcoin. Menurutnya harga bitcoin naik hanya akibat aksi manipulasi yang masif dan bitcoin sudah bubble.

Bank of America dan JPMorgan

Analis dari Bank of America juga menyebut bitcoin aset yang bubble. Bahkan dikatakan sebagai "mother of bubble".

"Reli bitcoin belakangan ini bisa jadi merupakan kasus spekulasi mania lainnya. Bitcoin terlihat seperti 'mother of all bubbles'," kata Michael Hartnett, kepala strategi investasi Bank of America, sebagaimana dilansir CNN Business.


FILE PHOTO: A Bank of America sign is displayed outside a branch in Tucson, Arizona January 21, 2011.   REUTERS/Joshua Lott/File Photo                       GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD
Foto: REUTERS/Joshua Lott
FILE PHOTO: A Bank of America sign is displayed outside a branch in Tucson, Arizona January 21, 2011. REUTERS/Joshua Lott/File Photo GLOBAL BUSINESS WEEK AHEAD

Hartnett melihat bitcoin yang melesat sekitar 1.000% sejak awal 2019 jauh lebih besar dari kenaikan aset-aset yang pernah mengalami bubble dalam beberapa dekade terakhir. Harga emas yang melonjak 400% di akhir 1970an misalnya, kemudian bursa saham Jepang di akhir 1980an, hingga dot-com bubble di akhir 1990an.

Aset-aset tersebut melesat tiga digit persentase, sebelum akhirnya crash dan jatuh sedalam-dalamnya. Meski demikan, Hartnett tidak memberikan prediksi harga dan hanya menunjukkan jika bitcoin menjadi contoh meningkatnya aksi spekulasi.

JPMorgan dalam catatannya kepada kliennya memperingatkan harga bitcoin kemungkinan akan merosot dari level saat ini. JP Morgan juga mengatakan, saat harga bitcoin meroket lima bulan terakhir, capital inflow ke bitcoin dari investor institusional relatif kecil.

"Dalam pendapat kami, kecuali volatilitas bitcoin menurun cepat, harga saat ini terlihat tidak akan bertahan lama," tulis analis JP Morgan sebagaimana dilansir Businesss Insider.

Menkeu AS Janet Yellen

Sementara itu, Yellen menyebut masih banyak pertanyaan penting soal legitimasi dan stabilitas bitcoin. Ini membuatnya meragukannya.

"Saya tidak berpikir bahwa bitcoin ... akan banyak digunakan sebagai mekanisme transaksi," katanya dalam sebuah konferensi di AS, dikutip dari CNBC International Selasa (23/2/2021).

"Sejauh ini (bitcoin) digunakan, saya khawatir banyak digunakan untuk 'keuangan gelap' (ilegal). Ini adalah cara yang sangat tidak efisien untuk melakukan transaksi dan jumlah energi yang dikonsumsi untuk memproses transaksi tersebut juga sangat mencengangkan."

Janet Yallen 
Foto: reuters
Janet Yallen

Penambangan bitcoin mengharuskan pengguna untuk menyelesaikan persamaan matematika yang kompleks menggunakan pengaturan komputer bertenaga tinggi. Menurut Digicomist, konsumsi listrik yang digunakan dalam proses tersebut meninggalkan jejak karbon tahunan yang sama dengan negara Selandia Baru.

Selain masalah konsumsi, bitcoin juga dianggap sebagai alat bagi mereka yang terlibat dalam sejumlah aktivitas ilegal karena penggunaannya yang sulit dilacak. Lalu ada volatilitas, karena harga mata uang kripto bisa riba-tiba menapai 'puncak' dan lalu tiba-tiba turun terjerembab.

"Ini adalah aset yang sangat spekulatif. Anda tahu saya pikir, orang harus sadar bahwa ini bisa sangat tidak stabil. Saya khawatir tentang potensi kerugian yang dapat diderita investor," kata Yellen. (sef/sef)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 22 Februari 2021

Bitcoin Menguat, Harganya Tembus Rp 821 Juta per Keping

BItcoin
Foto: Aristya Rahadian

 

PT Rifan - Harga cryptocurrency bitcoin terus menguat dengan naik ke level tertinggi setelah pada Jumat (19/2/2021) lalu memperpanjang reli dua bulan yang membawa kapitalisasi pasarnya di atas US$ 1 triliun atau sekitar Rp 14 kuadriliun (asumsi Rp 14.000/US$).

Pada Minggu (21/2/2021), harga Bitcoin naik ke rekor US$ 58.354 atau sekitar Rp 821 juta per keping. Kenaikan ini mengambil keuntungan mingguan menjadi sekitar 20%, dan telah melonjak sekitar 100% tahun ini, sebagaimana dilaporkan oleh Reuters.

Sebelumnya, harga bitcoin diperdagangkan di bawah US$ 54.000 (Rp 756 juta) per keping pada hari Jumat, dan naik di atas US$ 55.000 (Rp 770 juta) di kemudian hari, menurut Coin Metrics. Harga bitcoin sendiri terlihat naik sekitar 350% dalam jangka waktu enam bulan terakhir.

Keuntungan Bitcoin telah didorong oleh bukti bahwa salah satu cryptocurrency ini semakin diterima di kalangan investor dan perusahaan arus utama, seperti Tesla Inc, Mastercard Inc, dan BNY Mellon.

Bitcoin menjadi sorotan banyak orang setelah pendiri Tesla dan SpaceX Elon Musk memuji cryptocurrency ini, sehingga harganya terus melonjak ke rekor tertinggi.

Tesla juga mengubah sebagian dari kas neracanya menjadi bitcoin awal tahun ini dan mengatakan akan mulai menerima mata uang digital bitcoin sebagai pembayaran, sebuah langkah yang memicu lebih banyak minat pada mata uang tersebut.

Namun, langkah beralih ke bitcoin ini juga mendapatkan pertentangan. Ekonom kawakan berdarah Yahudi-Iran Nouriel Roubini, atau yang dikenal dengan Dr. Doom, menyebut sistem moneter zaman batu bahkan masih lebih baik dari bitcoin.

"Secara fundamental, bitcoin bukanlah mata uang. Itu bukan unit akun, juga bukan alat pembayaran yang terukur, dan bukan penyimpan nilai (store of value) yang stabil," kata Roubini, dilansir Business Insider pada Rabu (18/2/2021).

"Menyebut itu mata uang kripto adalah keliru, itu bahkan bukan sebuah aset."(sef/sef)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 17 Februari 2021

Peringatan Keras Buat Rupiah, Dolar AS Sepertinya Mau Ngamuk

Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

 

PT Rifan - Nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 13.920/US$ pada perdagangan Selasa kemarin. Padahal di awal perdagangan Mata Uang Garuda sempat menguat 0,36% ke Rp 13.860/US$, level terkuat sejak 4 Januari lalu.

Penguatan rupiah hari ini masih terganjal oleh pengumuman kebijakan moneter BI Kamis nanti. BI sebelumnya memberikan sinyal peluang suku bunga kembali diturunkan, sebab pemulihan ekonomi Indonesia masih di bawah ekspektasi BI.

Ketika sukun bunga dipangkas maka, selisih suku bunga di Indonesia dan AS akan menyempit, dan memberikan tekanan bagi rupiah.

Selain itu, indeks dolar AS yang menguat tentunya memberikan tekanan bagi rupiah, dan risiko pelemahan hari ini, Rabu (17/2/2021), cukup besar. Dalam 2 hari terakhir, indeks dolar AS menguat tipis-tipis setelah sempat tertekan di awal perdagangan. Tetapi pagi ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut sudah naik 0,26%. Kenaikan cukup tajam tersebut membuat dolar AS berpeluang "mengamuk" pada hari ini.

Bangkitnya indeks dolar AS tersebut dipicu oleh naik yield obligasi (Treasury) AS ke level tertinggi sejak Februari 2020, atau sebelum virus corona dinyatakan sebagai pandemi.

Secara teknikal, belum ada perubahan level-level tang harus diperhatikan. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan dalam jangka panjang masih terbuka.

Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.

Sementara itu, indikator stochastic sudah masuk wilayah jenuh jual (oversold).

Teknikal Rupiah 
Foto: Putu/CNBC Indonesia
Teknikal Rupiah

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Masuknya stochastic ke wilayah oversold tentunya memperbesar risiko pelemahan rupiah.

Support terdekat berada di Rp 13.900/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke level psikologis Rp 14.000/US$. Jika dilewati, Mata Uang Garuda berisiko melemah lebih jauh.

Sementara itu jika support ditembus rupiah berpotensi menguat ke Rp 13.855/US$, yang merupakan level terkuat di tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 16 Februari 2021

Hijau Galau! Dibuka Loncat, Ujian Berat IHSG di Level 6.300

Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

 

PT Rifan Financindo Berjangka - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona hijau pada pembukaan perdagangan Selasa (16/2/21). Indeks acuan bursa nasional tersebut dibuka menguat 0,33% ke 6.291,00. Sempat melesat ke atas 6.300, IHSG terpantau terpangkas apresiasinya menjadi 0,22% ke level 6.285,74 pada 9:15 WIB.

Sedangkan jual bersih dilakukan asing di saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang dilego Rp 7 miliar dan PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang dijual Rp 15 miliar.

Sentimen dari global masih terkait dengan stimulus fiskal corona di AS senilai US$ 1,9 triliun. Presiden AS Joe Biden meminta bantuan dari kelompok bipartisan pejabat lokal walikota dan gubernur untuk rencana bantuan virus corona senilai 1,9 triliun dolar AS.

"Kubu Partai Demokrat di Kongres Amerika juga bergerak cepat untuk mendorong paket bantuan Covid-19 senilai 1,9 triliun dolar AS yang diusulkan Presiden Joe Biden," ujarnya, Senin (15/2/2021).

Lolosnya paket stimulus fiskal AS tersebut dinilai sangat penting karena Menteri Keuangan AS Jannet Yellen berpendapat lapangan kerja AS masih akan sulit jika perekonomian belum pulih tanpa dukungan paket bantuan pandemi.

Sementara itu, kabar dari Presiden Biden yang juga memborong vaksin masih menjadi sentimen untuk hari ini, di mana pada pekan lalu, Biden telah meneken kesepakatan pembelian 200 juta dosis vaksin Covid-19 dari Moderna dan Pfizer, sehingga total dosis vaksin yang dimiliki Negara Adidaya itu mencapai 600 juta.

TIM RISET CNBC INDONESIA (trp/trp)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 15 Februari 2021

Ada Sinyal BI Pangkas Bunga, Rupiah ke Atas Rp 14.000/US$?

Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

 

PT Rifan FinancindoNilai tukar rupiah menguat 0,36% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 13.970/US$ pada pekan lalu. Mata Uang Garuda akhirnya bisa kembali lagi ke bawah level psikologis Rp 14.000/US$, Meski demikian, risiko rupiah kembali tertekan dan kembali ke atas Rp 14.000/US$ cukup besar di pekan ini.

Sejak awal tahun ini, rupiah sudah 3 kali menembus level psikologis tersebut, tetapi selalu tidak tahan lama.

Melansir data Refinitiv, rupiah hari ini menguat 0,18% ke Rp 13.995/US$ di pasar spot. Sebelumnya, menembus Rp 14.000/US$, bahkan mencapai Rp 13.885/US$ pada 4 Januari lalu. Tetapi 5 hari perdagangan setelahnya kembali ke atas Rp 14.000/US$.

Rupiah berhasil menembus lagi level psikologis tersebut pada 21 Januari lalu, tetapi hanya berumur sehari saja. Baru pada Senin (8/2/2021) rupiah kembali ke bawah Rp 14.000/US$, dan bertahan hingga akhir perdagangan terakhir pekan lalu.

Pergerakan tersebut menunjukkan jika rupiah kesulitan bertahan lama di bawah Rp 14.000/US$. Pergerakan di pekan lalu juga mengindikasikan hal yang sama, seandainya dolar AS tidak tertekan ekspektasi stimulus fiskal, rupiah tentunya tidak akan mampu membukukan penguatan beruntun.

Apalagi, ada sinyal kemungkinan BI akan kembali memangkas suku bunga. Artinya jika benar dipangkas, spread suku bunga dengan The Fed akan menipis, hal tersebut tentunya tidak akan menguntungkan rupiah, sehingga kemungkinan besar rupiah masih akan berada di atas Rp 14.000/US$.

Gubernur BI Perry Warijyo memberi petunjuk mengenai arah kebijakan moneter ke depan. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, orang nomor satu di MH Thamrin itu menyiratkan kekecewaan terhadap kinerja perekonomian nasional.

Pada kuartal IV-2020, ekonomi Indonesia tumbuh -2,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). BI sempat memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air bisa tumbuh positif pada kuartal pamungkas tahun lalu.

"Sejujurnya ini di bawah ekspektasi. Memang arahnya ada perbaikan, tetapi tidak secepat yang kami perkirakan," tutur Perry, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Oleh karena itu, Perry mengungkapkan bahwa bank sentral membuka peluang untuk menurunkan suku bunga acuan demi mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun apakah ruang itu akan dimanfaatkan atau tidak, tergantung dinamika nilai tukar rupiah.

Untuk saat ini, nilai tukar rupiah cenderung bergerak stabil melawan dolar AS. 

"Jika ditanya apakah kami punya ruang untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut, kami punya ruang. Namun kami akan melihat berbagai kemungkinan, termasuk menjaga stabilitas khususnya stabilitas nilai tukar rupiah dan bagaimana kami bisa lebih efektif dalam membantu pemulihan ekonomi," jelas Perry.

Saat ini BI 7 Day Reverse Repo Rate ada di 3,75%. BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Februari 2021 di pekan ini.

Risiko Rupiah Kembali ke Atas Rp 14.000/US$ Cukup Besar 

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan terbuka cukup besar.

Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.

Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.


Sementara itu, indikator stochastic sudah masuk wilayah jenuh jual (oversold).

idr 
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Masuknya stochastic ke wilayah oversold tentunya memperbesar risiko pelemahan rupiah.

Level psikologis Rp 14.000/US$, jika kembali ke atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.080 sampai 14.100/US$. Jika area tersebut juga dilewati, rupiah berisiko melemah ke 14.165/US$, sebelum menuju Rp 14.200 hingga Rp 14.260/US$ di pekan ini.

Sementara selama bertahan di bawah level psikologis, rupiah berpeluang menguat ke Rp Rp 13.940 hingga Rp 13.900/US$.

Peluang penguatan lebih jauh di pekan ini akan terbuka cukup lebar jika rupiah mampu mengakhiri perdagangan di bawah level Rp 13.900/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan