Jumat, 19 Juli 2019

PT Rifan Financindo - The Fed Diprediksi Pangkas Bunga 50 bps, Yen Berjaya

The Fed Diprediksi Pangkas Bunga 50 bps, Yen Berjaya
PT Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali berjaya melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (18/7/19) kemarin hingga menyentuh level terkuat dalam tiga pekan terakhir. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang semakin kuat diprediksi akan memangkas suku bunga 50 basis poin (bps) membuat dolar jeblok dan berhasil dimanfaatkan yen untuk menguat 0,6% ke level 107,29/US$.

Akibat penguatan cukup siginifikan kemarin membuat yen terkena aksi ambil untung (profit taking) pagi ini, Jumat (19/7/19) dan berada di zona merah. Pada pukul 7:30 WIB, yen diperdagangkan di kisaran 107,43/US$ atau melemah 0,13% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Presiden The Fed New York, John Williams, menjadi penyebab menguatnya spekulasi pemangkasan 50 bps menjadi 1,75%-2,00% pada 31 Juli (1 Agustus waktu Indonesia). Mengutip CNBC Intenational, Willams Kamis kemarin mengatakan para bankir harus bertindak cepat dengan kekuatan penuh ketika suku bunga menjadi rendah dan pertumbuhan ekonomi melambat. 

Pasca komentar tersebut pelaku pasar kini melihat ada probabilitas pemangkasan suku bunga bunga 50 bps naik menjadi 48,3% dari sebelumnya 34,3%, berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group. Sementara 51,7% melihat The Fed akan memangkas 25 bps, persentase yang hampir berimbang, tetapi yang pasti bank sentral paling powerful di dunia ini akan memangkas suku bunganya.

Kondisi dolar sebenarnya sudah tidak bagus sebelum Williams melontarkan pernyataannya. Rilis Beige Book oleh The Fed memberikan tekanan bagi Mata Uang Paman Sam. Beige Book adalah gambaran aktivitas ekonomi terkini yang dikumpulkan dari berbagai negara bagian.

Secara umum, aktivitas ekonomi di Negeri Adidaya pada pertengahan Mei hingga awal Juli dilaporkan masih meningkat tetapi dalam laju yang terbatas, padahal jika melihat data ekonomi AS seperti data tenaga kerja, inflasi dan penjualan ritel ini dirilis masih positif.

Namun, pimpinan The Fed Jerome Powell tidak mengubah sikapnya demi melihat rilis data yang bagus. Saat berbicara di Paris pada Selasa tengah malam Powell kembali menegaskan akan "bertindak sesuai kebutuhan" untuk mempertahankan ekspansi pertumbuhan ekonomi AS.

Setelah The Fed, giliran Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) yang mengirim sentimen negatif. IMF mengatakan mengatakan nilai tukar dolar kemahalan (overvalued) antara 6% sampai 12% berdasarkan fundamental ekonomi saat ini.

Semua faktor tersebut membuat dolar loyo dan yen berhasil mendominasi dalam dua hari terakhir, bahkan ada peluang berlanjut lagi hari ini.(pap/pap)

Sumber : CNBC
Rifanfinancindo

Kamis, 18 Juli 2019

Rifanfinancindo - Nego Dagang AS-China Makin Runyam, Wall Street Melemah

Nego Dagang AS-China Makin Runyam, Wall Street Melemah
Foto: Reuters
Rifanfinancindo - Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Rabu (17/7/2019) waktu setempat. Penurunan disebabkan oleh memburuknya sentimen investor akibat perang dagang AS-China yang kembali memanas. Selain itu musim rilis data pendapatan (earning seasons) perusahaan-perusahaan AS juga menjadi perhatian investor.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 115,7 poin atau 0,42%. Kemudian indeks S&P 500 turun 0,65% menjadi 2.984,42. Sementara indeks Nasdaq Composite ditutup 0,46% lebih rendah menjadi 8.185,21.

Saham ditutup pada posisi terendah hari itu tepat setelah Wall Street Journal melaporkan bahwa kemajuan dalam kesepakatan perdagangan dengan China terhenti karena masalah pembatasan pada Huawei. Demikian disampaikan WSJ, mengutip beberapa sumber.

Trump sebelumnya pada Selasa, mengatakan kedua negara "masih memiliki jalan yang panjang" dalam negosiasi perdagangan. Trump juga menambahkan bahwa AS dapat menerapkan tarif tambahan pada barang-barang China senilai US$ 325 miliar.

Komentar Trump muncul setelah China dan AS sepakat untuk tidak meningkatkan ketegangan perdagangan dalam upaya untuk memulai kembali negosiasi. Komentar Trump itu datang di tengah ramainya rilis pendapatan perusahaan AS.

Data FactSet menunjukkan sudah lebih dari 7% perusahaan S&P 500 yang melaporkan pendapatan kuartal kedua sejauh ini. Dari perusahaan-perusahaan itu, sekitar 85% telah membukukan laba yang lebih tinggi dari ekspektasi analis. Pertumbuhan pendapatan yang dilaporkan dari perusahaan-perusahaan tersebut adalah sekitar 3,1%.

Namun, ada juga yang laporan dengan prospek laba perusahaan yang suram. Analis memperkirakan laba S&P 500 turun 3% di kuartal kedua, menurut data FactSet, yang dikutip CNBC International. (miq/miq)

 

Rabu, 17 Juli 2019

Rifan Financindo - Terseret Wall Street yang Memerah, Bursa Tokyo Dibuka Melemah

Terseret Wall Street yang Memerah, Bursa Tokyo Dibuka Melemah
Foto: Nikkei Stock Index. (Reuters/Kim Kyung-Hoon)
Rifan Financindo - Bursa Tokyo dibuka melemah pada perdagangan Rabu (17/7/2019). Pelemahan itu mengikuti pergerakan Wall Street yang ditutup di zona merah kemarin.

Kedua bursa menuju teritori negatif setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghidupkan kembali ketegangan dalam hubungan dagang antara AS dengan China yang sedang membaik.

Indeks acuan Nikkei 225 turun 0,24% atau 52,58 poin menjadi 21.482,67 pada awal perdagangan, sementara indeks Topix terkoreksi 0,27% atau 4,17 poin menjadi 1.564,57.
Trump pada hari Selasa mengatakan bahwa AS dan China masih memiliki jalan yang panjang sebelum dapat mencapai kesepakatan dalam perdagangan. Trump juga mengatakan bahwa AS dapat mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang China senilai US$ 325 miliar.

Komentar Trump itu muncul setelah China dan AS sepakat untuk tidak meningkatkan ketegangan perdagangan dalam upaya untuk memulai kembali perundingan. Sebelumnya, Trump juga telah setuju untuk menunda penerapan tarif impor tambahan pada China setelah bertemu dengan presiden China Xi Jinping di KTT G20 di Osaka, Jepang akhir bulan lalu.

Selama setahun terakhir, AS-China telah saling menerapkan bea masuk hingga miliaran dolar pada masing-masing negara. Perang dagang kedua ekonomi terbesar dunia ini juga dikhawatirkan akan semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi global dan mengikis kepercayaan bisnis. (miq/miq)

Sumber : CNBC
 
 

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo 

Selasa, 16 Juli 2019

PT Rifan Financindo - Usai Libur Tiga Hari, Bursa Tokyo Dibuka Melemah

Usai Libur Tiga Hari, Bursa Tokyo Dibuka Melemah
Foto: Nikkei Stock Index. (Reuters/Kim Kyung-Hoon)
PT Rifan Financindo Palembang - Bursa Tokyo dibuka di teritori negatif pada perdagangan Selasa (16/7/2019). Namun demikian, investor terus mencermati faktor-faktor penggerak pasar usai bursa libur selama tiga hari.

Dilansir AFP, indeks Nikkei 225 turun 0,18% atau 38,12 poin ke ke level 21.647,78. Sedangkan indeks Topix juga melemah 0,18% atau 2,76 poin ke level 1.573,55 poin.

Foto: REUTERS/Jason Reed


CNBC International melaporkan, bursa-bursa di Asia, termasuk Bursa Tokyo, sedang menantikan risalah pertemuan Bank Sentral Australia (RBA) yang akan dirilis pukul 09.30 waktu Hongkong/Singapura. Investor menunggu langkah RBA setelah memangkas suku bunga ke level terendah beberapa waktu lalu.

"Kami menilai saat ini RBA ingin menunggu dan menilai dampak dari pemangkasan suku bunga acuan serta pemotongan pajak penghasilan pribadi beberapa waktu lalu," ujar analis di Commonwealth Bank of Australia Kim Mundy. Ia menilai pemangkasan suku bunga acuan akan terjadi pada November nanti.(miq/miq)

Sumber : CNBC
Rifanfinancindo

Senin, 15 Juli 2019

Rifanfinancindo - Menunggu Rilis Pertumbuhan Ekonomi China, Harga Minyak Rehat

Menunggu Rilis Pertumbuhan Ekonomi China, Harga Minyak Rehat
Rifanfinancindo Palembang - Pergerakan harga minyak mentah dunia cenderung terbatas akibat pelaku pasar masih menunggu rilis data pertumbuhan ekonomi China yang akan dibacakan pukul 09:00 WIB nanti.

Pada perdagangan hari Senin (15/7/2019) pukul 08:15 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman September melemah 0,06% ke level US$ 66,68/barel. Adapuj harga minyak light sweet (West Texas Intermediate/WTI) turun 0,07% menjadi US$ 60,17/barel.

Akhir pekan lalu (2/7/2019), harga Brent dan WTI ditutup menguat masing-masing sebesar 0,3% dan 0,02%.

Konsensus analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi China kuartal II-2019 akan berada di level 6,2% secara tahunan (year-on-year/YoY), seperti yang dikutip dari Trading Economics. Bila benar demikian, itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi paling lambat setidaknya sejak 1990.

Perlambatan ekonomi China yang semakin parah tentu akan membawa sentimen negatif ke pasar minyak mentah global. Apalagi jika ternyata angka yang dibacakan lebih kecil ketimbang perkiraan konsensus.

Pasalnya, China merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Kala perekonomian Negeri Panda melambat, maka negara-negara mitranya (yang hampir seluruh dunia) juga akan ikut terseret.

Lagi-lagi, proyeksi pertumbuhan permintaan minyak bisa terancam.

Sementara itu, harga minyak masih mendapat fondasi dari terhentinya aktivitas produksi di Teluk Meksiko, yang merupakan salah satu wilayah penghasil minyak terbesar di benua Amerika.

Berdasarkan Biro Keselamatan lingkungan Amerika Serikat (AS), badai tropis 'Barry' yang menghantam kawasan Teluk Meksiko pada akhir pekan lalu telah memangkas produksi minyak hingga 73% atau 1,38 juta barel/hari, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (14/7/2019).

Meskipun badai telah berlalu, namun 42% dari total 283 fasilitas produksi di Teluk Meksiko masih belum beroperasi hingga Minggu malam. Dengan demikian, setidaknya pasokan global bisa lebih ketat untuk sementara waktu.(taa/hps)