Senin, 11 Agustus 2025

Poundsterling Menguat, Pasar Menanti Data Ekonomi Inggris dan Suku Bunga AS

 


Poundsterling (GBP) melanjutkan reli penguatan terhadap dolar AS (USD) di awal pekan, mencatat kenaikan lima hari beruntun dan mendekati level 1.3450. Kenaikan ini terutama dipicu oleh pelemahan dolar AS akibat meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat. Tren ini menunjukkan sentimen pasar yang mulai beralih dari greenback ke mata uang utama lain, termasuk GBP, seiring meningkatnya keyakinan terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar di AS.

Indeks Dolar AS (DXY) saat ini turun 0,17% ke kisaran 98,00, mencerminkan menurunnya minat investor terhadap dolar. Berdasarkan data CME FedWatch, probabilitas pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September mencapai 88%. Faktor ini menjadi pendorong utama arus modal keluar dari dolar AS, yang memberi ruang bagi poundsterling untuk menguat lebih lanjut.

Komentar dari Gubernur The Fed, Michelle Bowman, juga memperkuat sentimen dovish. Ia menegaskan bahwa lemahnya data ketenagakerjaan AS—termasuk laporan Nonfarm Payrolls Juli—mendukung kemungkinan hingga tiga kali pemangkasan suku bunga tahun ini. Pernyataan ini menambah keyakinan pelaku pasar bahwa kebijakan moneter AS akan lebih longgar, sehingga mengurangi daya tarik dolar di mata investor global.

Fokus pasar kini beralih pada rilis data inflasi AS dan data pertumbuhan ekonomi Inggris yang dijadwalkan minggu ini. Inflasi AS akan memberikan sinyal penting terkait langkah The Fed berikutnya, sementara data PDB Inggris akan menguji fundamental poundsterling di tengah prospek ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Apabila pertumbuhan ekonomi Inggris menunjukkan hasil positif, peluang GBP/USD untuk menembus resistance kunci semakin terbuka. Sebaliknya, data yang lemah dapat membatasi reli dan memicu koreksi teknikal dalam jangka pendek.

Kamis, 07 Agustus 2025

Harga Perak Melonjak: Tarif dan Suku Bunga Jadi Pendorong Utama


Harga perak (XAG/USD) terus menunjukkan penguatan signifikan dan diperdagangkan di kisaran $38,05 pada Kamis pagi waktu Eropa. Ini menandai hari kelima berturut-turut perak mencatatkan performa positif, didorong oleh pelemahan dolar AS serta meningkatnya permintaan terhadap aset lindung nilai (safe-haven).

Ketegangan Perdagangan Pacu Permintaan Safe-Haven

Sentimen pasar turut dipengaruhi oleh pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang mengisyaratkan potensi pengenaan tarif tambahan terhadap China dan Jepang. Sebelumnya, ia telah mengumumkan tarif sebesar 25% untuk barang-barang India yang berkaitan dengan pembelian minyak dari Rusia. Ketidakpastian global yang ditimbulkan dari ketegangan perdagangan ini mendorong investor mencari perlindungan dalam aset-aset yang lebih aman, dan perak menjadi salah satu pilihan utama.

Perak, bersama emas, secara historis menjadi tempat berlindung ketika ketidakpastian geopolitik meningkat. Dalam konteks ini, meningkatnya risiko kebijakan proteksionisme dari AS telah menambah minat pasar terhadap logam mulia tersebut, memperkuat tren bullish yang sedang berlangsung.

Harapan Pemangkasan Suku Bunga Dorong Daya Tarik Perak

Di sisi kebijakan moneter, ekspektasi bahwa Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga kembali menguat setelah rilis data ketenagakerjaan AS pekan lalu yang lebih lemah dari perkiraan. Melemahnya pasar tenaga kerja membuka ruang bagi The Fed untuk mengadopsi kebijakan yang lebih akomodatif.

Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung harga logam mulia karena menurunkan opportunity cost dalam menyimpan aset tanpa imbal hasil seperti perak. Dalam skenario ini, investor cenderung mengalihkan aset dari obligasi atau instrumen berbunga rendah ke komoditas lindung nilai, memperkuat permintaan terhadap logam putih ini.

Fokus Pasar: Klaim Pengangguran AS

Pasar saat ini juga menantikan rilis data mingguan klaim tunjangan pengangguran AS, yang diperkirakan naik menjadi 221.000. Jika data aktual ternyata lebih kuat dari ekspektasi, dolar AS berpotensi rebound dan memberikan tekanan terhadap harga perak. Namun, hingga saat ini, sentimen pasar masih mendukung pergerakan naik perak, seiring dengan kombinasi ketidakpastian global dan ekspektasi pelonggaran moneter di AS.

Momentum Bullish Perak Masih Terjaga

Dengan latar belakang ketegangan geopolitik, kebijakan tarif yang agresif, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga dari The Fed, perak mendapat dukungan fundamental yang kuat untuk mempertahankan tren penguatannya. Selama dolar AS tetap melemah dan risiko global meningkat, prospek jangka pendek perak tetap positif. Bagi investor, ini bisa menjadi peluang strategis untuk memanfaatkan momentum logam mulia dalam portofolio diversifikasi aset.

Senin, 04 Agustus 2025

Dolar AS Stabil Usai Data Pekerjaan Mengecewakan, Franc Swiss Tertekan Tarif Baru


Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan stabilisasi pada awal pekan ini setelah terpukul tajam oleh laporan ketenagakerjaan yang mengecewakan dan keputusan kontroversial Presiden Donald Trump memecat pejabat tinggi statistik pemerintah. Kejadian-kejadian ini mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve kemungkinan besar akan segera menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Laporan ketenagakerjaan yang dirilis Jumat lalu memperlihatkan pertumbuhan pekerjaan AS yang jauh di bawah ekspektasi pada bulan Juli. Lebih mengkhawatirkan lagi, data nonfarm payrolls untuk dua bulan sebelumnya direvisi turun sebesar 258.000 pekerjaan, menandakan pelemahan tajam di pasar tenaga kerja. Meskipun angka utama tidak terlihat terlalu buruk secara kasat mata, revisi besar-besaran ini menciptakan narasi negatif yang kuat di kalangan investor.

"Revisi tersebut benar-benar signifikan," kata Mohamad Al-Saraf, analis valuta asing di Danske Bank. "Kami sulit membayangkan The Fed tidak akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan bulan September nanti."

Sentimen negatif terhadap dolar AS semakin diperparah oleh pemecatan Komisioner Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS), Erika McEntarfer, yang dituduh oleh Trump telah memalsukan data pekerjaan. Tak hanya itu, pengunduran diri mendadak Gubernur The Fed, Adriana Kugler, memberikan peluang bagi Trump untuk mempengaruhi arah kebijakan moneter lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Ketegangan antara Trump dan Federal Reserve mengenai suku bunga memang telah lama menjadi sorotan pasar.

Akibatnya, dolar AS anjlok lebih dari 2% terhadap yen Jepang dan sekitar 1,5% terhadap euro pada hari Jumat. Namun, pada hari Senin, greenback berhasil sedikit memulihkan diri, naik 0,3% menjadi 147,91 yen. Meski begitu, nilainya masih turun sekitar 3 yen dibandingkan puncaknya pekan lalu.

Di sisi lain, euro turun 0,2% menjadi $1,1561 sementara pound sterling relatif stabil di $1,3276. Terhadap sekeranjang mata uang utama, indeks dolar AS naik tipis 0,2% menjadi 98,88, setelah mengalami penurunan tajam lebih dari 1,3% pada akhir pekan lalu.

Meskipun tekanan baru-baru ini mengguncang dolar, kinerja bulan Juli secara keseluruhan masih positif. Dolar mencatat kenaikan bulanan sebesar 3,4%, terbesar sejak lonjakan 5% pada April 2022, dan merupakan kenaikan bulanan pertama sepanjang tahun ini. Peningkatan ini terjadi di tengah persepsi bahwa kebijakan perdagangan Trump mulai mendapatkan penerimaan pasar serta ketahanan data ekonomi AS dalam menghadapi tekanan tarif.

Sementara itu, franc Swiss mengalami pelemahan signifikan lebih dari 0,5% terhadap dolar AS setelah pemerintah AS menjatuhkan tarif tinggi sebagai bagian dari langkah "reset" kebijakan perdagangan global Gedung Putih. Euro sendiri justru menguat 0,3% terhadap franc, menunjukkan pergeseran arus modal menjauh dari mata uang safe haven tersebut.

"Kami melihat pelemahan franc cukup tajam setelah pengumuman tarif tersebut," ujar Al-Saraf. "Jika tarif ini diberlakukan secara berkelanjutan, dampaknya terhadap ekonomi Swiss akan cukup besar."

Pemerintah Swiss dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada hari Senin untuk membahas respons terhadap kebijakan tarif AS. Pihak kabinet menyatakan masih membuka kemungkinan untuk merevisi penawaran dagang kepada Washington demi meredam ketegangan yang ada.

Sumber : newsmaker.id

Kamis, 31 Juli 2025

Dolar Australia Menguat Usai Rilis Data Penjualan Ritel dan PMI Tiongkok


Dolar Australia (AUD) berhasil menghentikan tren pelemahannya selama lima hari berturut-turut pada Kamis (31 Juli), seiring penguatan terhadap Dolar AS (USD) pasca dirilisnya sejumlah data ekonomi penting dari Australia dan mitra dagang utamanya, Tiongkok. Pasangan mata uang AUD/USD mempertahankan kestabilannya di tengah kombinasi sentimen domestik positif dan kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok.

Data Penjualan Ritel Australia Dorong Kepercayaan Pasar

Penopang utama penguatan AUD berasal dari data Penjualan Ritel Australia yang menunjukkan pertumbuhan signifikan. Pada Juni, penjualan ritel meningkat sebesar 1,2% secara bulanan (MoM), jauh melampaui perkiraan pasar sebesar 0,4% dan jauh lebih tinggi dari revisi bulan Mei yang naik menjadi 0,5% dari awalnya 0,2%.

Secara triwulanan (QoQ), Penjualan Ritel Australia juga mengalami kenaikan 0,3% pada kuartal kedua 2025, dibandingkan dengan 0,1% pada kuartal sebelumnya. Angka ini menunjukkan konsumsi domestik yang cukup resilient di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi.

Kinerja penjualan ritel yang kuat ini memperkuat pandangan bahwa perekonomian Australia masih memiliki daya beli yang stabil, sehingga mengurangi kekhawatiran investor terhadap prospek resesi dalam waktu dekat.

Data PMI Tiongkok Beri Sinyal Pelemahan Ekonomi Regional

Namun di sisi lain, AUD tetap dibayangi oleh data ekonomi dari Tiongkok yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Indeks Manufaktur PMI versi NBS (National Bureau of Statistics) Tiongkok turun menjadi 49,3 pada Juli dari sebelumnya 49,7 di bulan Juni. Angka ini di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan PMI tetap di 49,7.

PMI Non-Manufaktur Tiongkok juga turun menjadi 50,1 dari 50,5 pada bulan sebelumnya, dan gagal memenuhi ekspektasi konsensus sebesar 50,3. Penurunan ini menandakan bahwa sektor jasa dan industri di Tiongkok masih mengalami perlambatan yang cukup signifikan, sehingga memberikan tekanan terhadap negara-negara mitra dagangnya—termasuk Australia—yang sangat bergantung pada ekspor komoditas ke Negeri Tirai Bambu.

AUD Tetap Tangguh di Tengah Ketidakpastian Global

Meski data dari Tiongkok cenderung negatif, AUD tetap menunjukkan ketahanan berkat kekuatan fundamental domestik. Stabilitas AUD/USD mencerminkan sentimen pasar yang seimbang antara optimisme terhadap ekonomi Australia dan kehati-hatian terhadap perkembangan eksternal.

Penguatan Dolar Australia kali ini juga mencerminkan respons pasar terhadap kemungkinan Bank Sentral Australia (RBA) mempertahankan atau bahkan menaikkan suku bunga jika tekanan inflasi dan konsumsi tetap tinggi, berbeda dengan arah kebijakan beberapa bank sentral utama lainnya.

Kesimpulan

Penguatan Dolar Australia hari ini menunjukkan bahwa sentimen pasar masih berpihak pada fundamental domestik yang kuat, khususnya dari sektor konsumsi. Meski ada kekhawatiran dari data ekonomi Tiongkok yang melemah, AUD berhasil mempertahankan momentumnya berkat dukungan data penjualan ritel yang melampaui ekspektasi. Dalam jangka pendek, pergerakan AUD/USD akan terus dipengaruhi oleh dinamika eksternal, terutama kinerja ekonomi Tiongkok dan sikap kebijakan moneter dari RBA.

Sumber : newsmaker.id

Rabu, 23 Juli 2025

Perdana Menteri Jepang Ishiba Bantah Kabar Pengunduran Diri di Tengah Krisis Politik



Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba membantah tegas laporan media yang menyebutkan bahwa dirinya akan segera mengumumkan pengunduran diri, menyusul kekalahan bersejarah dalam pemilihan majelis tinggi pada hari Minggu lalu. Penolakan ini disampaikan setelah serangkaian pertemuan penting dengan para tokoh senior Partai Demokrat Liberal (LDP) di Tokyo.

Dalam konferensi pers yang digelar Rabu sore, Ishiba menegaskan bahwa kabar pengunduran dirinya tidak berdasar. "Tidak ada kebenaran dalam laporan tersebut," ujarnya setelah bertemu dengan tiga mantan pemimpin dan tokoh kunci partai: Yoshihide Suga, Taro Aso, dan Fumio Kishida. Ia juga menyatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, mereka tidak membahas soal kelanjutan posisinya sebagai perdana menteri.

Sekretaris Jenderal LDP, Hiroshi Moriyama, yang turut hadir dalam pertemuan itu, menyatakan bahwa mereka sepakat untuk menghadapi kondisi partai saat ini dengan rasa urgensi yang tinggi dan mencegah perpecahan internal. Menurutnya, solidaritas partai menjadi prioritas utama di tengah menurunnya dukungan publik.

Sebelum Ishiba memberikan klarifikasi, surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa ia telah menyampaikan niatnya untuk mundur kepada orang-orang terdekatnya, bahkan menyebutkan pengumuman resmi bisa dilakukan pada bulan ini. Media lokal lainnya menyebut bulan Agustus sebagai waktu yang lebih mungkin. Laporan tersebut muncul tak lama setelah kesepakatan dagang AS-Jepang diumumkan, yang menurunkan tarif mobil dan bea impor lainnya dari Jepang hingga 15%.

Yomiuri juga menyatakan bahwa Ishiba merasa sudah saatnya bertanggung jawab atas hasil pemilu majelis tinggi, terlebih karena ada kemajuan penting dalam perundingan dagang yang selama ini menjadi perhatian utama pemerintahannya.

Pasar merespons laporan pengunduran diri Ishiba dengan cepat. Yen Jepang melemah hingga menyentuh level 147,20 terhadap dolar AS, sebelum kembali menguat sebagian setelah Ishiba memberikan bantahan resmi.

Surat kabar Sankei melaporkan bahwa keputusan final mengenai masa depan Ishiba kemungkinan akan diambil pada akhir Agustus, mengingat jadwal padatnya di awal bulan. Jika Ishiba benar-benar mengundurkan diri, maka pemilihan pemimpin baru LDP dijadwalkan akan berlangsung sekitar bulan September.

Untuk menggantikan posisi Ishiba sebagai perdana menteri, kandidat baru dari LDP harus mendapatkan dukungan dari parlemen. Ini berarti koalisi yang berkuasa perlu menjalin kerja sama tertentu dengan partai oposisi — sebuah skenario yang belum pernah terjadi sejak LDP didirikan pada tahun 1955.

“Ini menandai dimulainya periode spekulasi mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya,” kata William Chou, Wakil Direktur Japan Chair di Hudson Institute. “Saat ini, situasinya penuh ketidakpastian dan spekulasi.”

Kekalahan LDP dalam pemilu majelis tinggi membuat partai tersebut kehilangan mayoritas di kedua kamar parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarahnya. Ishiba sebelumnya menyatakan bahwa proses perundingan dagang dengan AS menjadi alasan penting baginya untuk tetap menjabat. Namun, kesepakatan dagang yang telah tercapai justru dianggap oleh sebagian pihak sebagai alasan yang sah untuk dirinya mundur.

Dukungan publik terhadap pemerintahan Ishiba kini berada pada titik kritis. Survei besar terbaru menunjukkan tingkat persetujuan terhadapnya hanya sedikit di atas 20%, level yang secara historis dianggap sangat rendah dan tidak stabil bagi kelangsungan sebuah pemerintahan di Jepang.

Dengan tekanan politik yang semakin kuat, masa depan Ishiba sebagai pemimpin negara kian dipertanyakan. Meski ia masih bertahan, posisinya tampak rapuh di tengah dorongan internal partai dan gejolak publik yang menginginkan perubahan kepemimpinan.