Senin, 02 Desember 2019

Demo Belum Berakhir di Hong Kong

Demo Belum Berakhir di Hong Kong
Foto : CNBC Indonesia
PT Rifan - Demo anti-pemerintah masih berlangsung di Hong Kong pada hari Minggu (1/12/2019), seminggu setelah dilakukannya pemilihan umum (pemilu) di mana kelompok pro-demokrasi menorehkan kemenangan telak.

Pada demo kali ini, kekerasan kembali terjadi. Polisi menembakkan gas air mata dan semprotan merica ketika puluhan ribu demonstran berpakaian hitam membanjiri jalanan. Polisi mengatakan mereka menggunakan gas air mata setelah beberapa pengunjuk rasa melemparkan bom asap.

Menurut laporan, demo kembali digelar di Hong Kong karena Pimpinan Hong Kong Carrie Lam yang didukung China, tidak membuat perubahan apapun pada kota itu meski telah dilakukan pemilu yang hasilnya dimenangkan pro-demokrasi.

"Pemerintah tidak memberikan respons nyata, itu tidak dapat diterima," kata Edmund, seorang siswa berusia 19 tahun.

"Pemerintah masih tidak mendengarkan kami sehingga protes akan berlanjut, mereka tidak akan berhenti," kata Chen, seorang siswa lainnya berusia 20 tahun, sebagaimana dikutip dari AFP.

"Sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi. Tetapi orang-orang masih sangat marah dan menginginkan perubahan."

Demo telah berlangsung di Hong Kong selama enam bulan terakhir atau sejak Juni. Demo pertama digelar untuk menuntut pembatalan diberlakukannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang memungkinkan pelaku kriminal kota dikirim dan diadili di China.

Sekitar sebulan setelah demo besar-besaran pertama digelar, RUU tersebut ditangguhkan oleh Lam. Namun, hingga hari ini demo masih berlangsung di kota yang masih jadi bagian dari China tersebut.

Bahkan, tuntutan pendemo telah berkembang, salah satunya adalah menerapkan hak pilih universal di Hong Kong. Hingga kini belum diketahui kapan demo akan berakhir.

Sebelumnya, demo hari Minggu ini dilakukan dengan damai. Sekelompok pendemo terlihat berbaris secara damai dan berjalan ke konsulat Amerika Serikat (AS) untuk berterima kasih kepada para anggota parlemen Amerika yang telah mengesahkan undang-undang yang mendukung gerakan demo pro-demokrasi.

Seperti diketahui, pekan lalu pemerintahan Presiden Donald Trump mengesahkan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi Hong Kong. UU ini akan mengharuskan perwakilan AS untuk melakukan tinjauan tahunan terhadap otonomi Hong Kong. Tinjauan ini akan menjadi syarat bagi kawasan itu jika ingin melakukan aktivitas perdagangan dengan AS.

UU ini juga memungkinkan AS menjatuhkan sanksi terhadap pejabat yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di Hong Kong. Selain UU ini, ada pula UU soal penghentian ekspor senjata untuk penanganan massa ke Hong Kong.

Tetapi, demo berubah ricuh ketika pendemo berhadapan dengan polisi. Pihak kepolisian meminta para pengunjuk rasa untuk mundur dan memperingatkan bahwa mereka menyimpang dari rute yang diizinkan.

Akibat bentrokan, stasiun kereta bawah tanah kota ditutup pada Minggu. Operator mengatakan akan membuka kembali layanan pada hari Senin.
 (sef/sef)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 29 November 2019

Hong Kong Buat Panas AS-China, Damai Dagang Di Ujung Tanduk

Ilustrasi : CNBC Indonesia
PT Rifan Financindo Berjangka - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani undang-undang (UU) HAM dan Demokrasi Hong Kong yang mendukung para demonstran pro-demokrasi pada Rabu waktu setempat (27/11/2019).

UU ini akan memungkinkan perwakilan AS melakukan tinjauan secara tahunan terhadap kawasan otonomi khusus China yakni Hong Kong. Tinjauan ini akan menjadi syarat bagi kawasan itu jika ingin melakukan aktivitas perdagangan dengan AS.

UU ini juga memungkinkan AS menjatuhkan sanksi terhadap pejabat China maupun Hong Kong yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM di bekas koloni Inggris itu. Selain UU ini, ada pula UU soal penghentian ekspor senjata untuk penanganan massa ke Hong Kong.

Dalam pernyataannya Trump mengaku ia melakukan ini untuk kebaikan China dan Hong Kong.

"Saya menandatangani UU ini untuk menghormati Presiden China Xi dan orang-orang Hong Kong. Ini disah-kan dengan harapan bahwa para pemimpin dan perwakilan China dan Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai, yang mengarah pada perdamaian jangka panjang dan kemakmuran bagi semua," jelas Trump.

Namun langkah Trump ini tak ayal membuat China berang. China menuding hal ini adalah intervensi pada urusan dalam negeri negara itu. Bahkan merupakan pelanggaran hukum internasional.

"Pemerintah China akan membalas jika AS terus melakukan hal semacam ini. AS adalah pihak yang harus bertanggung jawab," tegas pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri China, seperti diberitakan Reuters.


Menurut beberapa pihak, ditandatanganinya UU ini dapat memperdalam keretakan hubungan AS-China. Para pengamat juga menyebut UU ini bisa membuat hubungan dagang kedua negara semakin sulit mencapai kata sepakat. Lalu sejauh mana pengaruhnya?

Membuat Pembicaraan Damai Makin Sulit
Sejumlah analis melihat langkah Trump akan mempersulit pembicaraan dagang yang sudah dilakukan.

"Sepertinya tidak akan mudah untuk mencapai konsensus, jadi sekarang, mencapai kesepakatan Fase I bisa sulit," kata Stephen Chiu seorang analis Bloomberg Intelligence memperingatkan, sebagaimana dilansir dari The Independence.

Hal senada juga dikatakan pengamat lain. Meski tetap optimis secara ekonomi harapan damai masih terlihat.


"Semua logika ekonomi yang mendukung tercapainya kesepakatan dan mencegah kenaikan tarif tentu tetap ada," kata peneliti di Hinrich Foundation dikutip dari BBC.

"Namun pertanyaan terbuka-nya adalah apakah ketidaksenangan China bisa cukup untuk membatalkan kesepakatan perdagangan Fase 1, yang menurut sebagian pihak hampir mendekati akhir? Paling tidak, (langkah Trump) ini akan menyulitkan dan ada kemungkinan penundaan resolusi."

Menurut mantan duta besar Amerika untuk China, hubungan AS-China akan diujung tanduk.

"Saya kira UU ini tidak akan membantu para pemrotes mencapai tujuan mereka. Kedua, ini berdampak pada hubungan AS-China. Saya pikir ini akan memperburuk hubungan," kata Max Baucus, yang pernah ditunjuk sebagai duta besar oleh Presiden Barack Obama sebagaimana dikutip dari CNBC International.

"Langkah ini juga akan menyebabkan lebih banyak ketidakpastian mengenai perjanjian perdagangan yang sedang diupayakan."
Hong Kong Ancaman Terbesar Pasar
Sementara itu, dilansir dari CNBC International, masalah yang berlangsung di Hong Kong merupakan ancaman geopolitik terbesar bagi pasar global.

"Hong Kong saat ini adalah risiko geopolitik terbesar untuk pasar," kata seorang ekonom global Holger Schmieding.

"Jika situasi di Hong Kong meningkat dengan buruk dan jika kita mendapatkan intervensi militer Cina yang berat, maka hampir tidak mungkin bagi AS membuat kesepakatan perdagangan dengan China."

"Hampir mustahil untuk AS melakukan itu, sehingga akan memperpanjang penurunan industri global yang disebabkan oleh ketegangan perdagangan,."

Meski demikian, ia berharap pertengkaran ini hanyalah pertengkaran sederhana. Mengingat keduanya masih memiliki keinginan untuk melindungi ekonomi kedua negara yang terpengaruh akibat perang dagang.

Pada 2019, kami memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat di hampir 90% dunia. Efek kumulatif dari perang dagang dapat mengurangi output produk domestik bruto (PDB) global sebesar US$ 700 miliar atau sekitar 0,8% pada tahun 2020. (sef/sef) 

Kamis, 28 November 2019

Trump Dukung Demonstrasi Hong Kong, Indeks Shanghai Melemah

Trump Dukung Demonstrasi Hong Kong, Indeks Shanghai Melemah
Foto: REUTERS/Bobby Yip/File Photo
PT Rifan Financindo - Bursa saham China dan Hong Kong mengawali perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (27/11/2019), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai dibuka melemah 0,03% ke level 2.902,36, sementara indeks Hang Seng turun 0,71% ke level 26.763,63.

Dukungan yang ditunjukkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap demonstrasi di Hong Kong menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham China dan Hong Kong. Kemarin waktu setempat (26/11/2019), Trump resmi menandatangani dua RUU terkait demonstrasi di Hong Kong yang pada intinya memberikan dukungan bagi para demonstran di sana.

RUU pertama akan memberikan mandat bagi Kementerian Luar Negeri AS untuk melakukan penilaian terkait dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Hong Kong dalam mengatur wilayahnya sendiri. Jika China terlalu banyak mengitervensi Hong Kong sehingga membuat kekuasaan untuk mengatur wilayahnya sendiri menjadi lemah, status spesial yang kini diberikan oleh AS terhadap Hong Kong di bidang perdagangan bisa dicabut.

Untuk diketahui, status spesial yang dimaksud membebaskan Hong Kong dari bea masuk yang dibebankan oleh AS terhadap produk-produk impor asal China. RUU pertama tersebut juga membuka kemungkinan dikenakannya sanksi terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Hong Kong.

Sementara itu, RUU kedua akan melarang penjualan dari perlengkapan yang selama ini digunakan pihak kepolisian Hong Kong dalam menghadapi demonstran, gas air mata dan peluru karet misalnya.

Untuk diketahui, demonstrasi berkepanjangan di Hong Kong yang pada awalnya dipicu oleh penolakan terhadap RUU ekstradisi tersebut telah resmi membawanya memasuki periode resesi.

Pada akhir bulan lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Kini, dukungan yang diberikan oleh Trump terhadap demonstran di Hong Kong berpotensi membuat kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China menjadi gagal diteken.

TIM RISET CNBC INDONESIA(ank/ank)

Rabu, 27 November 2019

Polling Pemilu Inggris Jadi Sengit, Poundsterling Pun Melemah

Polling Pemilu Inggris Jadi Sengit, Poundsterling Pun Melemah
Rifan FinancindoNilai tukar poundsterling melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (26/11/19). Pemilihan Umum (Pemilu) Inggris menjadi penggerak utama poundsterling belakangan ini, dengan perhatian saat ini tertuju pada hasil polling siapa yang akan memenangi Pemliu.

Pada pukul 20:05 WIB, poundsterling melemah 0,32% ke level US$ 1,2857 di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Pelemahan hari ini membalikkan performa bagus di awal pekan kemarin setelah menguat 0,53%.

Partai Konservatif diunggulkan akan memenangi Pemilu pada 12 Desember nanti. Meski demikian keunggulan tersebut kini kian menipis.

Reuters merilis hasil survei dari Kantar yang menunjukkan Partai Konservatif atau yang sering disebut Tory kini unggul 11 poin dari pesaing terberatnya, Partai Buruh. Beberepa pekan lalu, Partai Konservatif unggul 18 poin.

Senada dengan Kantar, hasil survei ICM untuk Reuters menunjukkan keunggulan Partai Konservatif pada pekan lalu sebesar 10 poin, kini menurun menjadi 7 poin.

Partai Konservatif merupakan partai pemerintah Inggris saat ini pimpinan Perdana Menteri Boris Johnson. Jika Partai Konservatif memenangi Pemilu dan meraih suara mayoritas di parlemen, maka hambatan proses perceraian Inggris dari Uni Eropa (Brexit) akan menjadi berkurang.

Seperti diketahui sebelumnya, proposal Brexit selalu kandas di Parlemen Inggris. Proposal terbaru yang dibuat PM Johnson dan telah disetujui oleh Komisi Eropa kandas lagi di Parlemen Inggris sehingga deadline Brexit yang seharusnya pada 31 Oktober lalu mundur menjadi 31 Januari tahun depan.

Sejak awal September, poundsterling menguat lebih dari 5% melawan dolar AS, salah satu penyebabnya adalah Partai Konservatif yang diramal akan memenangi Pemilu dan menguasai kursi mayoritas di Parlemen Inggris. 

Tidak hanya itu, tahun depan poundsterling juga diprediksi akan melesat naik. Bank of America Merrill Lynch memprediksi poundsterling menguat 8% ke US$ 1,39 pada akhir 2020. Selain Bank of America Merrill Lycnh, masih banyak lagi bank investasi ternama yang memberikan pendapat sama.

Kini dengan menipisnya keunggulan tersebut, pelaku pasar cemas Tory bisa gagal mengamankan kursi mayoritas, dan masa depan Brexit kembali menjadi tanda tanya.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Selasa, 26 November 2019

AS-China Segera Teken Kesepakatan Dagang, Bursa Asia Menguat

AS-China Segera Teken Kesepakatan Dagang, Bursa Asia Menguat
Foto: Reuters
PT Rifan - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia kompak mengawali perdagangan kedua di pekan ini, Selasa (26/11/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Nikkei naik 0,68%, indeks Shanghai menguat 0,22% ke level 2.912,52, indeks Hang Seng terapresiasi 0,71%, indeks Straits Times terkerek 0,19%, dan indeks Kospi bertambah 0,27%.

Optimisme terkait damai dagang AS-China sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Dalam publikasi yang dirilis pada akhir pekan kemarin, China mengumumkan bahwa pihaknya akan menaikkan besaran denda bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran di bidang hak kekayaan intelektual, seperti dilansir dari CNBC International.

Seperti yang diketahui, pelanggaran dalam hal hak kekayaan intelektual merupakan salah satu faktor dibalik meletusnya perang dagang AS-China. Sebelumnya, China bersikukuh supaya AS tak menguatk-atik masalah ini dan fokus terhadap masalah yang menurut mereka lebih mudah untuk dibenahi yakni defisit neraca dagang AS dengan China.

Kini, melunaknya China di bidang hak kekayaan intelektual dengan membebankan denda yang lebih tinggi bagi sang pelanggar menunjukkan bahwa Beijing semakin membuka diri untuk meneken kesepakatan dagang tahap satu dengan AS.

Lebih lanjut, Global Times yang merupakan koran milik Partai Komunis mengatakan bahwa AS dan China kini tengah mendekati kesepakatan dagang tahap satu.

Kemudian, sentimen positif bagi bursa saham Asia datang dari pemilihan kepala daerah yang digelar di Hong Kong. Pemilihan kepala daerah tersebut telah secara luas dipandang sebagai barometer sentimen publik, yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi demonstrasi berkepanjangan di kota ini.

Hasilnya, kandidat yang pro demokrasi dikabarkan keluar sebagai pemenang. Mereka memperoleh mayoritas suara dengan meraih 333 dari total 425 kursi yang diperebutkan, sedangkan kandidat yang pro China hanya memenangkan 52 kursi.

Untuk diketahui, demonstrasi berkepanjangan di Hong Kong telah resmi membawanya memasuki periode resesi. Pada akhir bulan lalu, Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019. Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ).

Lantaran pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4% secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.

Sebagai informasi, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, seperti dilansir dari Investopedia. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

TIM RISET CNBC INDONESIA(ank/ank)