Senin, 27 Januari 2020

Kala Rupiah, Earth's Mightiest Currency, Lemah Gegara Corona

Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Arie Pratama)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Kekhawatiran investor terhadap penyebaran virus Corona yang semakin luas membuat risk appetite menciut.

Pada Senin (27/1/2020), US$ 1 dihargai Rp 13.570 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,04% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sepanjang pekan kemarin, rupiah menguat 0,48% di hadapan greenback. Rupiah mampu menguat kala mata uang utama Asia lainnya melemah, seperti yuan China (-1,13%), dolar Hong Kong (-0,06%), won Korea Selatan (-0,75%), dolar Taiwan (-0,31%), rupee India (-0,34%), dolar Singapura (-0,28%), ringgit Malaysia (-0,36%), sampai baht Thailand (-0,56%).

Secara year-to-date, rupiah sudah menguat 2,27% terhadap dolar AS. Ini membuat rupiah tidak cuma mata uang terbaik Asia, tetapi juga terkuat di dunia. Kalau Avengers adalah earth's mightiest heroes, maka rupiah adalah earth's mightiest currency!

 
Refinitiv

Namun gelar tersebut membuat rupiah rentan terserang 'kudeta'. Penguatan rupiah yang begitu tajam membuat investor sudah menangguk untung besar.

Kala situasi sedang tidak pasti, investor yang ingin bermain aman akan memilih untuk mencairkan keuntungan. Rupiah bakal terpapar tekanan jual sehingga nilainya melemah.

Saat ini memang sedang ada momentum yang membuat pasar bermain aman. Ada risiko besar yang sedang menghantui perekonomian dunia. 

Dunia Waspada Corona
Setelah AS-China mencapai damai dagang, AS-Iran sedikit adem, risiko terbaru bagi perekonomian global adalah penyebaran virus Corona. Sejak pekan lalu, pelaku pasar dibuat gusar dengan isu ini.

Penyebaran virus Corona berawal dari kota Wuhan di China. Kini virus tersebut sudah meluas bahkan hingga ke luar negeri.

Per 26 Januari pukul 11:00 GMT, sudah ada 2.051 kasus infeksi virus Corona di Negeri Tirai Bambu dengan korban jiwa mencapai 56 orang. Kondisi darurat ini membuat pemerintah China memperpanjang masa liburan Tahun Baru Imlek yang awalnya berakhir 30 Januari menjadi 2 Februari. Tujuannya adalah untuk mengendalikan penyebaran virus Corona.


Sejatinya libur Imlek membuat penyebaran virus Corona meluas. Sebab saat liburan, aktivitas pergerakan manusia bertambah bahkan sampai ke luar negeri. Ini membuat kasus virus Corona sudah ditemukan di berbagai negara seperti Hong Kong, Thailand, Korea Selatan, Australia, AS, Kanada, sampai Prancis. Semuanya berasal dari turis China asal Wuhan.

Hong Kong sudah mengambil langkah tegas dengan melarang turis dari Provinsi Hubei untuk masuk ke wilayahnya. Wuhan adalah ibu kota provinsi tersebut.

Wajar jika Hong Kong cemas. Pada 2002-2003, saat virus SARS menjadi pandemi global, Hong Kong adalah daerah yang terdampak paling parah.

Ketakutan akibat virus Corona sudah merambah ke pasar keuangan. Jika situasi semakin parah, maka aktivitas ekonomi akan terganggu sehingga prospek pemulihan pasca damai dagang AS-China bakal sulit terwujud.

Akibatnya, pelaku pasar memilih untuk bermain aman. Lebih baik menunggu sampai situasi agak tenang, baru kembali agresif.

Arus modal pun menjauh dari aset-aset berisiko di negara berkembang. Hasilnya jelas, mata uang utama Asia ramai-ramai melemah. Termasuk rupiah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:09 WIB:


TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
 
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Jumat, 24 Januari 2020

Korban Virus Corona Bertambah, Bikin Bursa Saham Asia Merah

Korban Virus Corona Bertambah, Bikin Bursa Saham Asia Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)
Rifan Financindo - Bursa saham mayoritas terkoreksi pada perdagangan Jumat pagi ini karena jumlah kasus virus corona di China daratan naik menjadi lebih dari 800, dengan jumlah kematian meningkat menjadi 25.

Indeks Hang Seng di Hong Kong turun 0,42% pada awal perdagangan. Demikian pula dengan indeks Nikkei 225 di Jepang jatuh turun 0,12% dan indeks Topix juga turun 0,19%.

Sementara itu, bursa saham di Australia dimana indeks S&P/ ASX 200 naik sekitar 0,3%.

Koreksi di bursa saham terjadi ketika investor terus mengamati situasi seputar virus corona yang menyebar cepat yang pertama kali didiagnosis kurang dari sebulan yang lalu. Jumlah total kasus virus corona di China naik menjadi 830, media pemerintah China melaporkan pada hari Jumat. Setidaknya ada 14 kasus yang diketahui di luar China daratan, di seluruh dunia tercatat sudah 844 terjangkit virus ini.

Pasar utama di seluruh wilayah seperti Cina dan Korea Selatan ditutup pada hari Jumat menjelang Tahun Baru Imlek yang dimulai pada hari Sabtu.

"Ketika orang-orang Cina di seluruh dunia menyambut 'Tahun Tikus', kekhawatiran penularan virus corona telah menyebabkan pasar domestik China dan global secara umum menjadi gelisah," kata Venkateswaran Lavanya, seorang ekonom di Mizuho Bank, dalam catatatnya Jumat (24/1/2020).

"Sejauh ini, 25 nyawa diklaim dan sekitar 830 kasus infeksi adalah sumber kekhawatiran; tetapi kepanikan masih prematur karena dampak evolusi dari virus korona masih harus dilihat."

Dari bursa Wall Street, saham ditutup sedikit berubah karena investor menimbang dampak dari wabah koronavirus yang sedang berlangsung. S&P 500 adalah 0,1% lebih tinggi pada 3.325,54 sementara Nasdaq Composite naik 0,2% ke rekor penutupan tertinggi di 9402,48. Dow Jones Industrial Average, bagaimanapun, turun 26,18 poin menjadi 29.160,09.

Pergerakan di Amerika Serikat terjadi setelah WHO mengatakan "agak terlalu dini untuk menganggap acara ini adalah darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional." (hps/hps)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Kamis, 23 Januari 2020

Gara-gara Virus Corona, Bursa Saham Asia Berguguran

Gara-gara Virus Corona, Bursa Saham Asia Berguguran
Foto: Pria melihat papan kutipan saham di luar broker di Tokyo, Jepang, 5 Desember 2018. REUTERS / Issei Kato
PT Rifan - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan keempat di pekan ini, Kamis (23/1/2020), di zona merah.

Pada penutupan perdagangan, indeks Nikkei turun 0,98%, indeks Shanghai terkoreksi 2,75%, indeks Hang Seng melemah 1,52%, indeks Straits Times terpangkas 0,6%, dan indeks Kospi berkurang 0,93%.

Sentimen negatif bagi bursa saham Benua Kuning datang dari penyebaran virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus serangan virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, hingga Thailand, semuanya melibatkan turis China asal Wuhan.

Kini, infeksi virus Corona telah resmi menyebar ke Makau dan Hong Kong. Lagi-lagi, virus tersebut dibawa oleh orang yang baru saja mengunjungi China.Pada hari Selasa (21/1/2020), US Centers for Disease Control and Prevention mengonfirmasi diagnosis pertama atas infeksi virus Corona di AS.
 
 Kasus ini terjadi di Seattle, di mana pengidapnya adalah seorang pria yang baru saja mengunjungi China.Kemarin (22/1/2020), Komisi Kesehatan Nasional menggelar konferensi pers di Beijing dan menginformasikan bahwa jumlah korban meninggal akibat Virus Corona telah bertambah menjadi sembilan orang.

Per 21 Januari, terdapat 440 kasus infeksi virus Corona yang tersebar di 13 provinsi di China. Sebanyak 1.394 pasien kini berada dalam observasi medis, seperti dilansir dari Bloomberg.

Hingga kini, belum jelas seberapa parah dampak dari infeksi virus Corona, namun akselerasi infeksinya telah menyebabkan kekhawatiran bahwa wabah seperti virus severe acute respiratory syndrome (SARS) yang merebak pada akhir 2002 hingga tahun 2003 di China, akan terulang.

Jika benar virus Corona menjadi wabah seperti SARS, perekonomian China bisa kian tertekan. Pasalnya, sebentar lagi masyarakat China akan merayakan hari raya Tahun Baru China atau yang dikenal dengan istilah Imlek di Indonesia.

Di China, perdagangan di bursa sahamnya akan diliburkan mulai dari tanggal 24 Januari hingga 30 Januari guna memperingati Tahun Baru China.

Selama libur Tahun Baru China, masyarakat China biasanya kembali ke kampung halamannya, sama seperti yang dilakukan masyarakat Indonesia pada hari raya Idul Fitri. Dalam periode tersebut, konsumsi masyarakat China biasanya akan meningkat drastis.

Pemerintah China sendiri memperkirakan akan ada sebanyak tiga miliar perjalanan pada Tahun Baru China kali ini, naik dibandingkan tahun lalu yaitu 2,99 miliar perjalanan. Dari tiga miliar perjalanan tersebut, 2,43 miliar diperkirakan ditempuh dengan mobil, 440 juta dengan kereta api, 79 juta dengan pesawat terbang, dan 45 juta dengan kapal laut.

Pada akhir 2002 hingga tahun 2003 kala wabah SARS merebak di China, laju pertumbuhan ekonominya jelas tertekan. Pada kuartal III-2002, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 9,6% secara tahunan, mengutip data dari Refinitiv. Pada kuartal IV-2002 kala wabah SARS mulai merebak, pertumbuhannya melemah menjadi 9,1% saja.

Pada kuartal I-2003, pertumbuhan ekonomi China berhasil naik hingga 11,1% secara tahunan, namun diikuti oleh penurunan yang tajam pada kuartal berikutnya. Pada kuartal II-2003, perekonomian China hanya mampu tumbuh 9,1% secara tahunan. Pada dua kuartal terakhir di tahun 2003, perekonomian China tumbuh masing-masing sebesar 10% secara tahunan.
TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Rabu, 22 Januari 2020

IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi, Bursa Saham China Melemah

IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi, Bursa Saham China Melemah
Foto: REUTERS/Jason Lee
PT Rifan Financindo Berjangka - Bursa saham China mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (22/1/2020), di zona merah.

Pada pembukaan perdagangan, indeks Shanghai jatuh 0,45% ke level 3.038,49, sementara indeks indeks Hang Seng selaku indeks saham acuan di Hong Kong naik 0,47% ke level 28.116,5.

Bursa saham China melemah menyusul sentimen negatif yang datang dari dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh International Monetary Fund (IMF).

Pada proyeksinya di bulan Oktober, IMF memproyeksikan perekonomian global tumbuh sebesar 3% pada tahun 2019 dan 3,4% pada tahun 2020. Dalam proyeksi terbarunya, angka pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 dipangkas menjadi 2,9%, sementara untuk tahun 2020 proyeksinya berada di level 3,3%.

Proyeksi terbaru oleh IMF tersebut dituangkan dalam publikasi bertajuk "World Economic Outlook Update, January 2020: Tentative Stabilization, Sluggish Recovery?" yang dirilis pada hari Senin waktu Indonesia (20/1/2020).

Untuk tahun 2021, proyeksi pertumbuhan ekonomi global dipangkas menjadi 3,4%, dari yang sebelumnya 3,6%.

Dipangkasnya proyeksi pertumbuhan ekonomi global utamanya dipicu oleh proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah di India. Pada proyeksi bulan Oktober, pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2020 dan 2021 dipatok masing-masing di level 7% dan 7,4%. Kini, proyeksinya dipangkas masing-masing menjadi 5,8% dan 6,5%.

Terkait dengan China selaku negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2021 dipangkas sebesar 0,1 persentase poin, walaupun proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2020 dikerek naik 0,2 persentase poin.

Walaupun proyeksi untuk tahun 2020 dinaikkan, angka pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini masih berada di level 6%, yang berarti perekonomian Negeri Panda masih akan tumbuh melambat. Pada tahun 2019, perekonomian China diketahui tumbuh 6,1%.

Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Selasa, 21 Januari 2020

Peluang Pemangkasan Bunga Meningkat,Poundsterling Tertekan

Peluang Pemangkasan Bunga Meningkat,Poundsterling Tertekan
Foto: Pounds (REUTERS/Sukree Sukplang)
PT Rifan FinancindoPoundsterling melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (20/1/2020) menyusul semakin menguatnya probabilitas pemangkasan suku bunga bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).

Pada pukul 19:52 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,2991, melemah 0,13% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Reuters melaporkan, berdasarkan data BOEWATCH pelaku pasar saat ini melihat probabilitas sebesar 70% BoE akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,5%. BOE akan mengumumkan suku bunga pada 30 Januari nanti.

Tanda-tanda akan adanya pemangkasan suku bunga sudah muncul dalam beberapa pekan terakhir. Gubernur BoE, Mark Carney, yang berbicara perdana tahun ini dalam forum resmi dua pekan lalu mulai memberikan sinyal arah kebijakan moneternya.

Melansir Reuters, saat membuka acara "The Futures of Inflation Targeting Conference" di London Kamis (9/1/2020), Carney dikabarkan menyebut akan ada "respon cepat" BoE jika pelemahan ekonomi Inggris berlangsung terus-menerus. Pernyataan Carney itu menjadi sinyal bahwa BoE kemungkinan memangkas suku bunga untuk merangsang perekonomian.

Setelah pernyataan Carney tersebut, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 14% suku bunga akan dipangkas pada 30 Januari nanti. Hanya dalam waktu dua pekan, probabilitas tersebut kini sudah menjadi 70%.

Kolega-kolega Carney yang juga memberikan sinyal suku bunga akan dipangkas, serta data ekonomi Inggris yang buruk membuat pelaku pasar melihat peluang suku bunga dipangkas semakin besar.

Silvana Tenreyro, salah satu anggota pembuat kebijakan BoE pada Jumat (10/1/2020) lalu mengatakan ia cenderung mendukung pemangkasan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan jika pertumbuhan ekonomi tidak mengalami peningkatan.

Lalu pada Minggu (12/1/2020), Gertjan Vlieghe, yang juga merupakan anggota pembuat kebijakan moneter BoE menyatakan akan memilih memangkas suku bunga dalam rapat kebijakan moneter bulan ini. Sebagaimana dilansir Reuters, Vlieghe mengatakan akan mengubah keputusannya jika data ekonomi Inggris menunjukkan perbaikan yang signifikan.

Secara bersamaan, data ekonomi Inggris justru memburuk. Office for National Statistic (ONS) pada Jumat (17/1/2020) pekan lalu melaporkan penjualan ritel pada Desember turun 0,6% month-on-month (MoM), mematahkan hasil polling Reuters yang memprediksi pertumbuhan 0,5%. Dengan demikian, penjualan ritel Inggris stagnan 4 bulan beruntun.

Dua hari sebelumnya, ONS melaporkan inflasi Inggris di bulan Desember tumbuh sebesar 1,3% secara year-on-year (YoY), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya 1,5%. Kenaikan harga-harga di bulan Desember tersebut juga merupakan yang terendah sejak November 2016.

Inflasi Inggris berada dalam tren menurun sejak November 2017, saat itu inflasi tumbuh 3,1%. Setelahnya inflasi terus menurun hingga jauh ke bawah target bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) sebesar 2%.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Sumber : CNBC
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan