Selasa, 16 Juni 2020

Top! Wall Street Melesat, Bursa Jepang Ngamuk Hampir 3%

A man walks past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)
PT Rifan Financindo - Bursa saham di Asia tiba-tiba melonjak pada perdagangan Selasa pagi (16/6/2020) setelah ditopang lompatan dramatis bursa Wall Street AS dini hari tadi atau Selasa pagi waktu Indonesia.

Data perdagangan mencatat, Indeks Nikkei 225 di Bursa Tokyo, Jepang melonjak 2,86% pada awal perdagangan, sementara indeks Topix menguat 2,49%. Di Korea Selatan, Kospi melonjak 3,1%. Bursa saham di Australia juga diperdagangkan menguat, di mana Indeks S&P/ASX 200 naik 1,28%.
Secara keseluruhan, indeks MSCI Asia ex-Jepang juga diperdagangkan naik 0,92% pagi ini.

Tadi pagi, bursa Amerika Serikat (AS), Wall Street, mencatatkan kenaikan pada penutupan perdagangan Senin (15/6/2020). Kenaikan terjadi setelah bank sentral AS, the Federal Reserve (the Fed) mengumumkan rencana yang membawa sentimen positif ke pasar saham.

Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup naik 157,62 poin pada Senin, setelah indeks saham-saham blue-chip itu turun lebih dari 760 poin di awal sesi. S&P 500 naik 0,8% dan ditutup menjadi 3,066,59, sementara Nasdaq Composite melonjak 1,4% menjadi 9,726,02. Pada awal perdagangan, S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun sebanyak 2,5% dan 1,9%, sebelum akhirnya ditutup rebound.

Sebelumnya The Fed telah mengindikasikan bahwa mereka akan membeli obligasi di pasar primer. Tetapi melalui pengumuman pada Senin, Fed mengungkapkan akan memperluas operasi pembelian obligasi ke pasar sekunder.

Dengan kata lain, pengumuman The Fed di pertengahan Juni ini merupakan langkah lain dari bank sentral untuk mendukung pasar keuangan dan meyakinkan investor bahwa mereka akan terus mendukung pasar kredit selama wabah virus corona ada.

"Apa yang tampaknya baru adalah pembelian obligasi di pasar sekunder dan setidaknya dari pengumuman ini, ini berpotensi bagi The Fed memperluas pembelian obligasi," tulis ahli strategi Evercore ISI, Dennis DeBusschere, dalam sebuah email dilansir CNBC.

"Alasan penyebaran (spread) kredit ketat adalah karena investor percaya bahwa mereka akan menindaklanjuti program ini [pembelian obligasi]," tambah DeBusschere. "Jika mereka tidak menindaklanjuti, spread kredit akan bergerak secara signifikan lebih luas dan The Fed harus membeli lebih banyak [surat] utang untuk menopang kredibilitas."

Investor pada Selasa ini kemungkinan akan fokus pada pengumuman bank sentral. Reserve Bank of Australia akan merilis risalah pertemuan kebijakan moneter pada pukul 9:30 pagi waktu Hong Kong dan Singapura, sementara Bank of Japan juga akan merilis pernyataan kebijakan moneter pada hari Selasa ini.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment PT Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan sentimen luar negeri yang mempengaruhi pasar ialah 'obat' dari bank sentral AS, The Fed.

"The Fed memberikan apa yang dibutuhkan pasar tatkala pasar sedang mengalami kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan. Sebuah obat penenang yang dibutuhkan," jelasnya.

The Fed mengatakan bahwa mereka akan memulai membeli obligasi korporasi individual di bawah Secondary Market Corporate Credit Facility. Program ini memiliki kemampuan untuk membeli surat utang korporasi hingga US$ 750 miliar.

"Tentu hal ini dilakukan sebagai upaya berkelanjutan dari The Fed untuk mendukung fungsi pasar dan mempermudah situasi dan kondisi kredit. Bank Sentral juga menjelaskan untuk pertama kalinya mereka akan menerapkan strategi pembelian, dan mengatakan akan mengikuti indeks pasar dari obligasi korporasi di Amerika yang dibuat khusus untuk fasilitas tersebut."

"The Fed juga pada akhirnya telah memberikan program baru yaitu Program Pinjaman untuk usaha kecil dan menengah, yang dimana hal tersebut membuat usaha kecil dan menengah dapat semringah karena pada akhirnya pertolongan itu datang," kata Nico dan timnya.(tas/tas)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 15 Juni 2020

Pasar Khawatir Ada Second Wave Outbreak, Harga Minyak Jatuh

FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Rifan FinancindoMengawali pekan ini, harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai ditransaksikan terkoreksi cukup dalam. Ketakutan akan terjadinya gelombang kedua wabah (second wave outbreak) kembali menghantui pasar.

Pada perdagangan Senin (15/6/2020) waktu Asia pukul 08.30 harga minyak mentah anjlok lebih dari 2,5%. Harga minyak Brent turun 2,61% ke US$ 37,72/barel, sementara harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dalam sebesar 3,53% ke US$ 34,98/barel.


AS sebagai episentrum penyebaran virus corona saat ini kembali melaporkan adanya lonjakan kasus infeksi baru dalam beberapa hari terakhir seiring dengan pembukaan ekonomi secara gradual.

Alabama melaporkan rekor jumlah kasus baru untuk hari keempat berturut-turut hingga hari Minggu. Alaska, Arizona, Arkansas, California, Florida, North Carolina, Oklahoma dan South Carolina semuanya memiliki jumlah kasus baru dalam tiga hari terakhir, menurut penghitungan Reuters.

Banyak pejabat kesehatan publik yang mengaitkan kenaikan kasus baru tersebut dengan pertemuan selama liburan akhir pekan Memorial Day pada akhir Mei. Di Louisiana, yang merupakan salah satu hot spot virus sebelumnya, kasus baru kembali meningkat dengan lebih dari 1.200 - dan menjadi yang tertinggi sejak 21 Mei.

Secara nasional, ada lebih dari 25.000 kasus baru yang dilaporkan pada hari Sabtu, tertinggi sejak 2 Mei. Lonjakan kasus ini sebagian karena adanya peningkatan yang signifikan dalam pengujian selama enam minggu terakhir.

Lonjakan kasus juga terjadi di China. Beijing beberapa hari terakhir melaporkan belasan kasus baru yang teridentifikasi berasal dariklaster pasar makananXinfadi. Setelah berminggu-minggu hampir tak melaporkan adanya penambahan kasus baru, kini Beijing telah mencatat lusinan kasus baru dalam beberapa hari terakhir.

Beijing sedang mengambil langkah untuk mencoba menghentikan wabah termasuk meningkatkan pengujian. Pada Minggu malam waktu setempat, Beijing memerintahkan semua perusahaan untuk mengkarantina dan mengawasi karyawannya yang telah mengunjungi pasar Xinfadi atau yang melakukan kontak dengan siapa pun yang telah mengunjungi pasar itu selama 14 hari.

Hampir tidak ada kasus virus corona baru di kota tersebut selama hampir dua bulan sampai infeksi baru kembali dilaporkan pada 12 Juni, dan sejak itu jumlah total telah meningkat menjadi 51, melansir Reuters.

"Kekhawatiran tentang kenaikan infeksi COVID-19 baru-baru ini di AS dan ancaman 'gelombang kedua' membebani [harga] minyak saat ini," kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di AxiCorp, melansir Reuters.

Sementara itu, sebuah panel pemantauan yang dipimpin OPEC akan bertemu pada hari Kamis untuk membahas apakah negara-negara anggota telah mematuhi kesepakatan pemangkasan output sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) hingga akhir Juli sesuai dengan kuota masing-masing. Namun panel ini dikatakan tak akan membuat keputusan bila mengutip sumber dari OPEC+.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 12 Juni 2020

Pekan Lalu Menguat Gila-gilaan, Rupiah Kini Terkapar

Dollar-Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
PT RifanNilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (12/6/2020), cukup jauh di atas Rp 14.000/US$. Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat rupiah tertekan pada perdagangan hari ini.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,5% ke Rp 14.020/US$. Depresiasi rupiah semakin membengkak hingga 1,45% ke Rp 14.152/US$. Posisi rupiah sedikit membaik, pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di level Rp 14.122/US$, melemah 1,23% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Rupiah berada di dalam fase konsolidasi sejak awal pekan, sebelum melemah tajam hari ini. Maklum saja, pada pekan lalu rupiah menguat "gila-gilaan" nyaris 5%, menembus jauh ke bawah Rp 14.000/US$ hingga kembali ke zona hijau secara year-to-date (ytd)

Derasnya aliran modal yang masuk ke dalam negeri menjadi penopang penguatan rupiah pekan lalu. Derasnya capital inflow ke dalam negeri terlihat dari lelang obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) Selasa (2/6/2020 yang penawarannya mencapai 105,27 triliun. Ada 7 seri SBN yang dilelang kemarin, dengan target indikatif pemerintah sebesar US$ 20 triliun, artinya terjadi oversubscribed 5,2 kali.

Pemerintah menyerap Rp 24,3 triliun dari seluruh penawaran yang masuk, di atas target indikatif, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan.

Tingginya daya tarik SBN juga terlihat di pasar sekunder. Berdasarkan data DJPPR, sepanjang pekan lalu, ada inflow sebesar 9,61 triliun. Inflow tersebut terbilang besar, melebihi inflow sepanjang bulan Mei Rp 7,07 triliun.
Di pasar saham, juga terjadi inflow yang cukup besar. Berdasarkan data RTI, sepanjang pekan lalu investor asing melaukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 3,45 triliun di all market.

Sementara hal sebaliknya terjadi di pekan ini, dalam tiga hari pertama di pasar obligasi terjadi outflow sebesar 2,34 triliun, sementara di pasar saham dalam sepekan terjadi aksi jual Rp 435,88 miliar di pasar reguler.

Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.

Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.

Capital outflow hari ini terjadi akibat memburuknya sentimen pelaku pasar setelah terjadi lonjakan kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di AS, dan outlook pemulihan ekonomi yang kurang bagus.

Memburuknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham AS (Wall Street) yang ambrol pada perdagangan Kamis kemarin. Indeks Dow Jones ambles nyaris 7%, sementara S&P 500 dan Nasdaq masing-masing lebih dari 5%. Penyebabnya, lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di AS.

Kasus corona baru di AS meningkat menjadi 20,2486 kasus per hari dari sebelumnya 17,376. Secara total, jumlah pengidap virus corona mencapai 2 juta orang di AS dengan 116.000 korban jiwa.

Negara bagian Texas mencatatkan rekor tertinggi pasien Covid-19 dalam tiga hari terakhir. Sembilan wilayah di California juga melaporkan kenaikan kasus corona.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memberikan outlook perekonomian yang kurang cerah juga membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dini hari tadi, The Fed mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan 0-0,25%, dan tidak akan dinaikkan dalam hingga beberapa tahun ke depan. The Fed memproyeksikan ekonomi AS akan berkontraksi 6,5% di tahun ini, dengan tingkat pengangguran sebesar 9,3%.

Suku bunga yang berada di rekor terendah, dan tidak akan dinaikkan dalam beberapa tahun ke depan menjadi indikasi perekonomian AS kemungkinan tidak akan mengalami pemulihan yang cepat.

Alhasil, rupiah yang selama ini ditopang bagusnya mood pelaku pasar yang mengalir modal ke dalam negeri harus mengalami tekanan.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Kamis, 11 Juni 2020

Stok AS Naik, Harga Minyak Dunia Jatuh 2% Lebih

FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
PT Rifan Financindo BerjangkaRilis data terbaru Energy Information Agency (EIA) menjadi kabar buruk bagi pasar minyak mentah dunia. Kenaikan stok minyak mentah Amerika Serikat (AS) membuat harga minyak mentah tergelincir pagi ini.

Semalam EIA melaporkan stok minyak mentah AS periode mingguan yang berakhir pada 5 Juni 2020 naik 5,7 juta barel menjadi 538,1 juta barel. Stok minyak distilat (penyulingan) dan bensin juga naik walau tak sebanyak pekan sebelumnya. 

Data resmi pemerintah AS tersebut menyebutkan stok minyak distilasi meningkat 1,57 juta barel sementara untuk bensin persediaannya bertambah 0,87 juta barel. Kenaikan stok ini masih menjadi kekhawatiran di pasar akan lambatnya pemulihan permintaan.

Harga minyak pun menjadi terkoreksi pagi ini. Kamis (11/6/2020) pada 08.10 WIB harga emas hitam terkoreksi lebih dari 2%. Untuk kontrak berjangka Brent harganya turun 2,3% ke US$ 40,77/barel. Sementara untuk acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) melemah 2,53% ke US$ 38,6/barel.

Para analis mengatakan setelah harga minyak meningkat dua kali lipat sejak April, para trader kini mulai merespon berita negatif. "Reli harga minyak mentah baru-baru ini terhenti karena meningkatnya persediaan yang menunjukkan jalan menuju pemulihan akan terjal," kata analis ANZ dalam sebuah catatan, melansir Reuters.

Menambah sentimen negatif, bank sentral AS, Federal Reserve mengatakan ekonomi Negeri Paman Sam akan terkontraksi 6,5% tahun ini dan tingkat pengangguran akan berada di angka 9,3% pada akhir tahun 2020.

"Para trader jangka pendek akan cenderung untuk menjual langsung atau untuk mengambil keuntungan jika data menunjukkan tren bearish," kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di Axicorp, sebagaimana diwartakan Reuters.

Lebih lanjut pemulihan ekonomi dan permintaan bahan bakar masih akan dibayangi oleh wabah corona. Total kasus di AS  sudah mencapai 2 juta pada hari Rabu (waktu setempat). Angka infeksi baru kembali meningkat mengalami penurunan dalam lima pekan terakhir. 
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 10 Juni 2020

Waduh! Harga Minyak Jeblok 1% Lebih, Ada Apa ya?

FILE PHOTO: A maze of crude oil pipes and valves is pictured during a tour by the Department of Energy at the Strategic Petroleum Reserve in Freeport, Texas, U.S. June 9, 2016.  REUTERS/Richard Carson/File Photo
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
PT Rifan FinancindoRilis data perminyakan Amerika Serikat (AS) oleh asosiasi industri membuat harga minyak mentah mengalami koreksi pagi ini. Namun harga minyak mentah terutama untuk acuan internasional Brent masih di atas US$ 40/barel.

Rabu (10/6/2020), harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan terkoreksi 1% lebih. Pada 08.50 WIB, minyak Brent berjangka dibanderol US$ 40,68/barel atau melemah 1,09%.

Pada saat yang sama harga minyak mentah berjangka acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) ambles lebih dalam dengan koreksi sebesar 1,39%. Harga minyak WTI kini berada di US$ 38,4/barel.


Keputusan Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ untuk memperpanjang periode pemangkasan produksi sebesar 9,7 barel per hari (bpd) memang mampu menopang harga ke level psikologis US$ 40/barel.

Namun reli harga minyak yang tak terbendung sejak Mei ini dinilai terlalu jauh dan terlalu cepat oleh para analis mengingat pandemi corona masih merebak di berbagai penjuru dunia. Walaupun relaksasi lockdown sudah diterapkan di beberapa negara, permintaan terhadap bahan bakar masih rendah.

"Merosotnya [harga] Brent kemungkinan besar masuk ke dalam kategori profit taking setelah melesat untuk waktu yang lama tanpa dibarengi dengan data fundamental baru yang akan membenarkan perubahan dalam sentimen," kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di AxiCorp, melansir Reuters.

American Petroleum Institute (API) melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS periode mingguan naik sebanyak 8,4 juta barel hingga 5 Juni lalu. Angka ini berbeda dengan survei Reuters yang memperkirakan stok akan terpangkas 1,7 juta barel.

Stok minyak distilat yang termasuk di dalamnya ada minyak diesel dan pemanas naik 4,3 juta barel. Angka ini lebih tinggi dari estimasi pasar yang memperkirakan stok akan bertambah hanya 3 juta barel saja. Kini pasar menunggu rilis resmi dari EIA yang dijadwalkan keluar pada hari Rabu (waktu AS).

Bulan lalu menjadi awal reli tak terbendung harga minyak setelah anjlok signifikan di bulan Maret. Pandemi corona jadi pemicu utama penurunan permintaan bahan bakar yang juga berdampak pada penurunan harganya.

Perang harga antara Arab Saudi dengan Rusia yang sempat terjadi serta banjir pasokan minyak di pasar seolah menjadi tekanan bagi harga si emas hitam dari dua arah (double hit) baik dari sisi demand maupun supply.

Perang harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia yang terjadi pada Maret lalu ikut memantik suara dari Menteri Negara Urusan Energi Qatar, Saad al-Kaabi. Dia menilai perang harga tersebut adalah kesalahan terbesar yang memicu harga minyak jatuh ke level terendah dalam sejarah.

"Saya pikir itu adalah kesalahan yang sangat besar," kata Saad al-Kaabi kepada Hadley Gamble, anchor CNBC International dari Doha. Al-Kaabi juga adalah CEO Qatar Petroleum

"Anda tahu, upaya membanjiri pasar [dengan stok minyak] ini yang menyebabkan harganya jatuh level yang sangat rendah. Dan kemudian pandemi corona menambah dampak parah di mana orang tidak mampu memproduksi lagi. Dan kami melihat, Anda tahu, harga WTI sudah negatif," katanya.

TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan