Rabu, 08 Juli 2020

Walau Loyo di Kurs Tengah BI, Rupiah Tetap Perkasa di Spot

Ilustrasi Rupiah dan Dolar di Bank Mandiri
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
PT Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun rupiah mampu menguat di perdagangan pasar spot, meski tipis saja.

Pada Rabu (8/7/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.460. Rupiah melemah tipis hampir flat di 0,03% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah juga masih menghijau. Pada pukul 10:00 WIB, US$ dihargai Rp 14.385 di mana rupiah menguat tipis 0,1%.

Meski masih menguat, tetapi rupiah wajib waspada karena sebagian besar mata uang utama Asia kini melemah di hadapan dolar AS. Dengan penguatan yang terbatas, rupiah bisa terperosok ke zona merah kapan saja.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10: WIB:

(aji/aji)

Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan 

Selasa, 07 Juli 2020

Sudah Ambles 4% dalam Sebulan, Saatnya Rupiah Balas Dendam!

Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Berbagai sentimen positif berhasil mendongrak minat pelaku pasar untuk masuk ke aset-aset berisiko.

Pada Selasa (7/7/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.400 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,28% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Kemarin, rupiah berhasil menutup perdagangan pasar spot dengan apresiasi tipis 0,07% di hadapan dolar AS. Padahal rupiah lebih banyak menghabiskan waktu di zona merah.

Hari ini, sepertinya rupiah bakal nyaman dan tanpa hambatan untuk menapaki jalur hijau. Dari sisi domestik, rupiah memang sudah terlalu 'murah' karena tren depresiasi akhir-akhir ini. Selama sebulan terakhir, mata uang Tanah Air sudah ambles 4,26%.


Oleh karena itu, akan datang saatnya di mana rupiah mengalami technical rebound. Rupiah yang sudah 'murah' tentu kembali menarik minat investor.

Sementara dari sisi eksternal, investor global memang tengah bergairah. Ini terbukti dari penguatan tajam di bursa saham New York. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 1,78%, S&P 500 menanjak 1,59%, dan Nasdaq Composite melejit 2,21%.

Data ekonomi terbaru di sejumlah negara memberi harapan akan kebangkitan selepas hantama keras pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Di Zona Euro, penjualan ritel pada Mei 2020 meroket 17,8% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) memang masih turun 5,1%, tetapi jauh lebih landai dibandingkan bulan sebelumnya yang anjlok 19,6%.

Di AS, angka Purchasing Managers' Index (PMI) sektor jasa periode Juni 2020 versi IHS Markit berada di 47,9. Masih di bawah 50, yang menandakan pelaku usaha belum melakukan ekspansi, tetapi jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar 37,5.

Namun PMI jasa versi Institute for Supply Management pada Juni 2020 berada di 57,1, naik tajam dibandingkan bulan sebelumnya yakni 45,4. Angka 57,1 adalah yang tertinggi sejak Februari, artinya hampir menyamai level sebelum pandemi.

Di Jepang, cadangan devisa periode akhir Juni 2020 berada di US$ 1.383,2 miliar. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 1.378,2 miliar.

"Angka-angka ini sangat penting, membantu meningkatkan kepercayaan konsumen," ujar Quincy Krosby, Chief Market Strategist di Prudential Financial yang berbasis di New Jersey, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 06 Juli 2020

Bursa Asia Meroket! Hang Seng Naik 3%, Shanghai Melesat 4%

A woman walks past an electronic board showing stock information at a brokerage house in Fuyang, Anhui province, China March 23, 2018. China Daily via REUTERS   ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.
Foto: Reuters
PT RifanBursa saham di kawasan Asia pada perdagangan awal pekan Senin (6/7/2020) terpantau berada di zona hijau.
Kenaikan di mayoritas bursa Benua Kuning hari ini terjadi meskipun virus corona tidak menunjukkan tanda-tanda perlambatan, dengan total kasus global sebanyak 11,4 juta pasien positif.

Analis dari Nomura mengatakan dalam risetnya, "menurut kami ada kenaikan alokasi dana pada pasar saham di kawasan Benua Asia dibandingkan dengan pasar saham global. Kami melihat beberapa katalis yang dapat menyebabkan saham di negara-negara Asia kecuali Jepang dapat memiliki performa yang lebih baik dibanding saham-saham di AS dalam jangka pendek," katanya dalam risetnya.

"Katalis ini seperti data makroekonomi dan data penyebaran virus corona yang akan pemulihan ekonomi di negara-negara ini yang lebih cepat dibandingkan dengan AS."

Di Hong Kong Indeks Hang Seng berhasil terbang 2,94% setelah rilis data PMI Sektor Manufaktur Hong Kong Bulan Juni oleh Markit yang menunjukkan kenaikan PMI di Hong Kong dari bulan Mei sebesar 43,9 menjadi 49,6 pada bulan Juni.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50, artinya dunia usaha masih belum melakukan ekspansi.

Selanjutnya di Singapura Indeks STI terbang 0,80%, di Jepang Indeks Nikkei berhasil naik 1,43%, di China indeks SSEC (Shanghai Composite) juga berhasil terapresiasi 4,25%, sedangkan di Korea Selatan indeks Kospi terpantau loncat 1,46%.

Sementara itu dari dalam negeri Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya berhasil menanjak 0,42% ke level 4.994,22.

TIM RISET CNBC INDONESIA (trp/trp)

Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 03 Juli 2020

Goldman Sachs Ramal Demand Pulih 2022, Minyak Kok Drop?

[THUMB] Perang Minyak
Foto: Arie Pratama
PT Rifan Financindo BerjangkaSemalam harga minyak mentah kembali melesat. Namun pagi ini harga minyak mentah melorot tipis menyusul terjadinya lonjakan kasus infeksi Covid-19 secara global.

Pada 08.40 WIB minyak kontrak berjangka Brent turun 0,7% ke US$ 42,85/barel. Di saat yang sama harga minyak kontrak berjangka WTI juga terpangkas 0,2% ke US$.


Harga minyak naik tadi malam setelah Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan angka penciptaan lapangan kerja (non-farm payrolls) pada bulan Juni secara mengejutkan bertambah 4,8 juta. Ini merupakan kenaikan tertinggi sepanjang sejarah setelah bulan Mei naik 2,5 juta.

Angka tersebut jauh lebih tinggi dari perkiraan para ekonom yang meprediksi bakal ada 2,9 juta lapangan kerja yang tercipta di bulan lalu. Tingkat pengangguran di AS pun turun menjadi 11,1% dan lebih baik dari perkiraan ekonom di level 12,4%.

Tingkat pengangguran di AS juga membaik dibanding dua bulan sebelumnya. Departemen Tenaga Kerja AS mencatat tingkat pengangguran di AS bulan April mencapai 14,7% dan membaik di bulan Mei menjadi 13,3% setelah 2,5 juta lapangan kerja tercipta.

Membaiknya tingkat pengangguran di AS menjadi indikasi bahwa ekonomi sedang berada di jalur pemulihan setelah menurun tajam akibat lockdown. Pembatasan mobilitas publik secara besar-besaran untuk menekan penyebaran wabah telah membuat permintaan terhadap bahan bakar turun signifikan.

International Energy Agency (IEA) dalam kajiannya melaporkan, permintaan minyak di kuartal kedua turun 18 juta barel per hari (bpd) dari periode yang sama dibanding tahun lalu.

Sementara itu, analis bank investasi global Goldman Sachs memperkirakan permintaan minyak akan kembali ke level sebelum pandemi terjadi pada 2022.
Kenaikan permintaan dipicu oleh mulai membaiknya mobilitas, pergeseran perilaku masyarakat yang beralih ke kendaraan pribadi hingga pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur yang meningkat.

Dalam studi yang dilakukan Goldman Sachs, permintaan minyak diperkirakan menurun 8% pada 2020 dan baru mengalami rebound sebesar 6% pada 2021. Permintaan bensin diproyeksikan akan pulih paling cepat seiring dengan membaiknya sektor transportasi pasca pandemi nantinya.

Sementara itu, permintaan terhadap minyak diesel diramal akan kembali ke level 2019 nanti pada 2021 seiring dengan pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur.

Namun permintaan untuk bahan bakar jet diramal akan menjadi yang paling menderita oleh Goldman Sachs karena keyajinan konsumen untuk bepergian jauh menggunakan pesawat terbang masih akan terbilang rendah sebelum vaksin Covid-19 yang efektif ditemukan dan tersedia untuk umum.

Dalam laporannya, Goldman Sachs memproyeksikan permintaan bahan bakar jet baru akan pulih ke level sebelum krisis setelah tahun 2023. Sentimen lain yang juga turut memberatkan harga minyak adalah kenaikan jumlah kasus baru Covid-19 yang mencetak rekor tertinggi sejak wabah merebak.

Dalam sehari kasus secara global meningkat hingga 218,6 ribu. AS sebagai negara dengan jumlah kasus terbanyak juga mencatatkan rekor dengan jumlah kasus baru per harinya bertambah mencapai lebih dari 50 ribu kasus.

Hal yang ditakutkan dari lonjakan kasus ini adalah lockdown akan kembali diterapkan. Ketika lockdown kembali diterapkan maka permintaan minyak bisa anjlok lagi, begitu juga dengan harganya.

Faktor yang membuat harga minyak masih kokoh di kisaran US$ 40/barel adalah upaya Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ untuk memangkas pasokan guna menopang harga.

OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi hingga 9,7 juta bpd sampai bulan Juli. Pada bulan Juni, Arab Saudi sebagai pemimpin de facto OPEC memasok 7,55 juta bpd minyak ke pasar. Volume ini jauh lebih rendah 1 juta bpd dari kuota yang sudah ditetapkan oleh organisasi.

Tingkat kepatuhan Iraq dan Nigeria yang membaik menjadi masing-masing 62% dan 72% juga turut menjadi sentimen positif yang membantu harga minyak lebih stabil dan tak mudah goyah.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Kamis, 02 Juli 2020

Harga Emas Antam Meroket Rp 147.120 di Semester I, Beli Gak?

Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Emas Antam (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
PT Rifan Financindo - Harga emas Antam pada semester I-2020 naik signifikan sebesar Rp 147.120 atau 20,63% dari level Rp 713.000/gram di penghujung tahun 2019 ke level Rp 860.120 pada perdagangan akhir semester I (30/6/2020).

Bahkan harga emas Antam sempat menyentuh harga tertingginya di Rp 914.000/gram pada 7 April 2020 lalu.

Apresiasi harga emas Antam seiring dengan meningkatnya kekhawatiran yang ditimbulkan oleh penyebaran virus corona (Covid-19) terhadap pertumbuhan ekonomi global termasuk Indonesia yang dapat berujung pada resesi.

Sejak munculnya wabah virus corona banyak investor merasa khawatir akan terjadinya resesi, sehingga banyak aset-aset berisiko dan aset pendapatan tetap (fixed income) seperti obligasi ikut mengalami tekanan jual.  

Investor pun berburu aset safe haven seperti emas Antam sebagai lindung nilai yang berujung pada lonjakan permintaan yang sekaligus mengangkat harga emas Antam tersebut.

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam rilis terbarunya yang berjudul A Crisis Like No Other, An Uncertain Recovery kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

"Pandemi Covid-19 memiliki dampak yang negatif pada paruh pertama 2020 daripada yang diperkirakan," tulis lembaga itu, dikutip CNBC Indonesia, Kamis (25/6/2020).

Dalam rilis tersebut, IMF memprediksi perekonomian global di tahun ini akan berkontraksi atau minus 4,9% lebih dalam ketimbang proyeksi yang diberikan pada bulan April lalu minus 3%. Itu artinya, resesi perekonomian global di tahun ini bisa semakin dalam.

Nyaris semua negara, dari negara maju hingga negara berkembang diramal akan mengalami kontraksi ekonomi. Secara umum, perekonomian negara maju akan minus 8%.

Amerika Serikat (AS), negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia diprediksi mengalami kontraksi 8%, kemudian ekonomi zona euro -10,2%. Jepang, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia diprediksi -5,8%.

Sementara itu, dari negara berkembang secara umum diramal minus 3%, tetapi perekonomian China diprediksi masih bisa tumbuh 1%.

Sentimen positif harga emas Antam juga didukung oleh rencana stimulus besar-besaran sejumlah negara dan pelonggaran moneter lebih lanjut oleh beberapa bank sentral di seluruh dunia.

Laporan terbaru menunjukkan bahwa bank sentral Eropa (ECB) diperkirakan akan menambah paket stimulus untuk memerangi pandemi Covid-19 yang mengguncang pasar keuangan global.

Awal pekan ini ECB menambah dana sebesar 600 miliar euro untuk membeli aset-aset keuangan melalui Pandemic Emergency Purchase Programme (PEPP). Sehingga secara total ECB menggelontorkan uang senilai 1,35 triliun euro jika ditambah dengan nominal sebelumnya di 750 milia euro. 

Langkah-langkah stimulus besar-besaran inilah yang cenderung mendukung harga emas karena dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang. Emas adalah investasi yang menarik selama periode ketidakpastian politik dan ekonomi.

TIM RISET CNBC INDONESIA (har/har)

Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan