|
Foto: Ilustrasi Mata Uang Yuan dan Dolar AS (REUTERS/Jason Lee) |
PT Rifan Financindo - Perselisihan Amerika Serikat dan China sudah terjadi menahun. Hal ini disadari betul oleh China.
Karenanya,
China kini membuat gebrakan. Negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping
itu dikabarkan berniat untuk "membuang dolar" dan lebih menekankan
penggunaan mata uangnya, yuan, dalam berbagai transaksi.
Pasalnya ketegangannya dengan AS mungkin membuat aksesnya ke dolar AS
menjadi terbatas di masa depan. Terbaru, keduanya tegang karena
penerapan UU Keamanan Nasional di Hong Kong dan masalah sanksi Muslim
Uighur.
Ini membuat China terancam mendapat "hukuman" lebih berat dari AS. Di Hong Kong misalnya, AS disebut akan menghapus
patokan (peg) dolar Hong Kong.
Apa
lagi perusahaan dan pemberi pinjaman China sangat bergantung pada
dolar. Negara ini memiliki hampir satu triliun dolar obligasi dan
pinjaman luar negeri dan US$ 1,1 triliun utang bank milik negara.
Langkah ini tak main-main sebenarnya. China sudah mulai mengurangi kepemilikannya pada obligasi AS mulai tahun lalu.
Di 2019, China adalah pemegang asing terbesar. Tapi, berjalan di 2020, nilai kepemilikan China turun.
Pada
April 2019, kepemilikan China di obligasi pemerintah AS tercatat US$
1,11 triliun. Namun setahun kemudian, dari riset CNBC Indonesia, nilai
kepemilikan China turun menjadi US$ 1,07 triliun. Artinya, dalam setahun
kepemilikan China berkurang 3,61%.
Zhou Yongkun, seorang pejabat
bank sentral China People's Bank of China, pekan lalu mengatakan bahwa
China akan memperkenalkan perdagangan langsung antara yuan dan mata uang
tambahan. Namun ia tidak menyebut mata uang apa yang akan menjadi mata
uang tambahan tersebut.
Selain itu, regulator China juga dikabarkan sedang membangun Sistem
Pembayaran Internasional China untuk menyelesaikan transaksi di luar
platform berbasis dolar di mana AS memegang kendali.
Langkah-langkah yang lebih kuat dari China dapat mencakup melakukan
pembayaran sebagian impor dengan yuan, melakukan investasi langsung di
luar negeri dalam yuan dan memberikan pinjaman dalam renminbi (nama
resmi mata uang itu).
Sejumlah pengamat menilai ini wajar. China mencari pengganti dolar dari ketidakpastian politik.
"Internasionalisasi
Yuan berubah dari yang diinginkan menjadi hal yang sangat diperlukan
bagi Beijing," kata Ding Shuang, kepala ekonom Standard Chartered Plc
untuk wilayah greater China dan Asia utara ditulis
Bloomberg, Senin (13/7/2020).
"China perlu mencari pengganti dolar di tengah ketidakpastian politik, jika tidak bangsa akan menghadapi risiko keuangan."
Hal
senada juga diamini Fang Xinghai, seorang pejabat tinggi di regulator
sekuritas China. Kemampuan untuk mempertahankan diri dari potensi
decoupling akan ditingkatkan secara signifikan melalui
internasionalisasi yuan.
Meski demikian, ada pula yang menyampaikan
keraguan. Mengingat globalisasi yuan sebagian besar bergantung pada
konvertibilitas di bawah akun modal.
"[Hal itu] belum siap dilakukan China," kata Yu.
Sebelumnya
di 2019, China juga disebut gencar melakukan pembelian emas. Cadangan
emas resmi negara ini mencapai 1.957,5 ton pada Oktober 2019.
(sef/sef)
Sumber : CBNC Indonesia
Baca Juga :
Info Lowongan Kerja
Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan