Jumat, 12 Maret 2021

Dolar AS Sedang Babak Belur, Saatnya Rupiah Melesat

Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

 

PT Rifan - Rupiah melemah tipis 0,03% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.395/US$ pada perdagangan Rabu lalu. Sementara pasar keuangan dalam negeri libur pada Kamis kemarin saat dolar AS sedang babak belur.

Kabar baiknya, penurunan dolar AS masih berlanjut hingga hari ini, Jumat (12/3/2021), sehingga berpeluang membawa rupiah melesat, setelah melemah 5 hari beruntun.
Kamis kemarin, indeks dolar AS turun 0,44%, bahkan dalam 2 hari sebelumnya juga turun dengan total 0,53%.

Penurunan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS masih berlanjut pagi ini, meski tipis saja 0,01% di 91,408.

Yield obligasi (Treasury) AS yang turun dari level 1,6% serta inflasi yang masih rendah membuat kecemasan akan taper tantrum mereda, dan dolar AS pun kehilangan keperkasaannya.

Pemerintah AS pada Rabu lalu melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) dilaporkan masih rendah. CPI bulan Februari dilaporkan tumbuh 0,4% (month-to-month/MtM), sementara dibandingkan tahun lalu atau secara year-on-year (YoY) tumbuh 1,7%.

Inflasi inti, yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi dalam perhitungan tumbuh 0,1% MtM,, dan 1,3% YoY, turun dibandingkan bulan sebelumnya 1,4% YoY.
Penurunan inflasi inti secara YoY tersebut menunjukkan kenaikan harga-harga masih belum stabil, dan inflasi masih lemah.

"Data CPI sangat berguna untuk mengingatkan pelaku pasar jika inflasi di AS masih lemah," kata Joe Capurso, analis mata uang di Commonwealth Bank of Australia, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (11/3/2021).

Sebelumnya terus menanjaknya yield Treasury hingga ke level pra pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat dolar AS menguat dan pelaku pasar cemas akan kemungkinan terjadinya taper tantrum. Tidak hanya pasar AS, tapi pasar global juga dibuat cemas.

Kenaikan yield Treasury terjadi akibat ekspektasi perekonomian AS akan segera pulih, dan inflasi akan meningkat. Saat inflasi meningkat, maka berinvestasi di Treasury menjadi tidak menguntungkan, sebab yield-nya lebih rendah. Alhasil pelaku pasar melepas kepemilikan Treasury, dan yield-nya menjadi naik.

Kenaikan yield akibat ekspektasi pemulihan ekonomi dan kenaikan inflasi tersebut juga membuat pelaku pasar melihat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kemungkinan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.

Saat tapering terjadi indeks dolar AS menguat tajam, sehingga disebut taper tantrum. Tidak hanya itu, pasar finansial global juga mengalami gejolak, bursa saham mengalami kemerosotan.

Pola Shooting Star Berpotensi Membuat Rupiah Perkasa

Secara teknikal, rupiah kini berada di atas rerata pergerakan (moving average/MA) 200, sebelumnya juga sudah melewati MA 50 (garis hijau), dan MA 100 (garis oranye). Artinya rupiah kini bergerak di atas 3 MA sehingga tekanan menjadi semakin besar.

Meski demikian, Selasa (9/3/2021) rupiah yang disimbolkan USD/IDR membentuk pola Shooting Star. Pola ini merupakan sinyal pembalikan arah, artinya USD/IDR berpotensi bergerak turun dengan kata lain rupiah berpeluang menguat.

Potensi penguatan rupiah diperbesar oleh indikator stochastic berada di wilayah jenuh beli (overbought).


idr 
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv 

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Stochastic yang sudah berada di wilayah overbought dalam waktu yang cukup lama membuka ruang bangkitnya rupiah.

Resisten masih berada di kisaran kini berada di kisaran Rp 14.400 - 14.425/US$. Selama tertahan di bawahnya, rupiah berpeluang menguat ke support yang berada di kisaran Rp 14.330 - 14.280/US$ (kisaran MA 200). Hanya penembusan di di bawah level tersebut yang dapat mengurangi tekanan bagi rupiah, dan membuka peluang bangkit lebih jauh.


Sementara jika resisten ditembus, maka rupiah berisiko jeblok menuju Rp 14.500/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Rabu, 10 Maret 2021

Rupiah Makin Loyo, Pengusaha Mulai Cenat Cenut

Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

 

PT Rifan - Nilai tukar Rupiah pada penutupan perdagangan, Selasa (9/3/2021) tercatat berada di level Rp 14.390/US$. Rupiah melemah 0,28% di pasar spot.

Pelemahan mata uang garuda ini pun mulai membuat dunia usaha tak nyaman. Sebab, ini menimbulkan ketidakpastian dalam kegiatan transaksi pelaku usaha baik impor maupun ekspor.

"Gejolak rupiah yang naik turun tentu menimbulkan ketidakpastian dalam proses membeli dan menjual barang nya," ujar Wakil Ketua Umum (Waketum) Kadin Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/3/2021).

Menurutnya, jika perubahan nilai tukar tidak cepat atau besar dalam hal ini melemah atau menguatnya, maka tidak akan berdampak signifikan ke proses perdagangan pelaku usaha.

Dengan pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini, dampak tidak menyenangkannya akan terjadi pada importir karena harga barangnya yang dibeli menjadi mahal. Sedangkan eksportir akan lebih kompetitif karena penjualannya lebih mahal.

Kemudian, dampak lainnya kepada pengusaha yang memiliki utang dolar. Sebab, dengan pelemahan Rupiah, tingkat utangnya akan semakin besar nilainya. "Yang punya utang dolar pendapatan rupiah akan mengalami koreksi cash flow," jelasnya.

Namun, ia meyakini Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas Rupiah sehingga fluktasinya tidak terlalu besar. "Saya percaya BI mampu mengendalikan hal tersebut," kata dia.

Sejalan dengan Benny, Waketum Kadin Shinta Kamdani menjelaskan, pelemahan rupiah akan mendorong ekspor namun di sisi lain memberatkan impor. Ini tentu menyebabkan barang produksi industri domestik yang bahan bakunya impor akan menjadi mahal.

Kondisi ini dinilai akan berdampak bagi daya saing pelaku usaha Indonesia di pasar nasional dan internasional.

"Karena itu kami harap volatilitas nilai tukar bisa dijaga oleh pemerintah agar tidak ada efek samping negatif bagi iklim usaha nasional dan bagi upaya nasional dalam melakukan pemulihan ekonomi," tegasnya. (mij/mij)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Selasa, 09 Maret 2021

Begini Prediksi Pelaku Pasar Soal IHSG Hari Ini

Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

 

PT Rifan Financindo Berjangka - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini diperkirakan akan mencoba untuk menguat setelah Senin (8/3/2021) kemarin ditutup melemah.

Reliance Sekuritas menyebutkan masih ada risiko dari kenaikan imbal hasil surat utang Pemerintah Amerika Serikat ke angka 1,6% untuk tenor 10 tahun. Hal ini membayangi di tengah kekhawatiran bahwa program bantuan pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kenaikan imbal hasil ini menunjukkan kemungkinan kenaikan suku bunga masih memiliki ruang untuk dilakukan.


Selain itu, investor juga berekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi global karena distribusi vaksin meningkat dan Amerika akan meloloskan stimulus US$ 1,9 triliun.

Dari dalam negeri, Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan pelaku usaha mencermati dampak stimulus dari pemerintah terhadap dunia usaha yang pada kuartal I-2021. Pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih melemah menjadi dasar ekspansi bisnis pada awal tahun ini belum sesuai harapan.

Sekuritas ini menilai untuk mendorong ekonomi masih dibutuhkan stimulus ekonomi melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021. Sebab dinilai cukup efektif mendorong kembali belanja masyarakat level bawah.

Artha Sekuritas menyebut IHSG diprediksi menguat. Secara teknikal indikator stochastic mulai menyempit mendekati area oversold mengindikasikan trend pelemahan mulai terbatas.

Pergerakan masih dibayangi optimisme dari kesepakatan stimulus Amerika Serikat. Dari dalam negeri masih minim akan sentiment dan data ekonomi.

Dari segi teknikal, MNC Sekuritas mengatakan IHSG sedang berada pada awal dari wave C dari wave (4), yang berarti IHSG akan memulai fase koreksinya dengan koreksi terdekat berada pada area 6.130-6.200 terlebih dahulu.

Namun, apabila IHSG mampu menguat di atas 6.400 atau bahkan di atas 6.505, maka pergerakan IHSG saat ini sedang berada pada bagian dari wave 3 dari wave (5).

Hari ini indeks diperkirakan akan bergerak di support 6.184 dan 6.090 serta resisten di 6.400. (hps/hps)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Senin, 08 Maret 2021

'Angin Surga' CPO RI, Ada Kabar Bahagia Sawit dari Swiss

Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

 

PT Rifan Financindo - Masyarakat Swiss akhirnya mendukung kesepakatan perdagangan bebas dengan Indonesia, Minggu (7/3/2021). Ini membuka pasar potensial yang luas untuk ekonomi RI, termasuk minyak sawit dengan crude palm oil (CPO) salah satunya.

Jejak pendapat menunjukkan 51,7% suara setuju dengan perjanjian tersebut. Ini dar total jumlah pemilih 51%.

Secara general, berdasarkan kesepakatan tersebut, tarif akan dihapus secara bertahap dari hampir semua ekspor terbesar Swiss ke Indonesia. Sementara Swiss akan menghapus bea atas produk industri Indonesia.

Untuk minyak sawit, bea cukai tidak akan dihapus tetapi malah dikurangi antara 20 dan 40% dan volume yang dibatasi hingga 12.500 ton per tahun. Kemudian, siapa pun yang mengimpor minyak sawit harus membuktikan bahwa minyak tersebut memenuhi standar lingkungan dan sosial tertentu.

Sebelumnya perjanjian Indonesia dengan negara European Free Trade Association (EFTA), termasuk Swiss di dalamnya, sudah diteken sejak Desember 2018 dan disetujui parlemen Swiss Desember 2019. Kemitraan tertuang dalam perjanjian Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Namun para penentang sangat mengkritik karena ada persoalan sawit di dalamnya. Sehingga butuh suara publik atas kesepakatan tersebut.

Saat ini, RI adalah mitra ekonomi terbesar ke-44 Swiss dan pasar ekspor terbesar ke-16 di Asia. Pada tahun 2020, ekspor Swiss ke Indonesia berjumlah 498 juta franc Swiss atau sekitar Rp 7,6 triliun (asumsi Rp 15.346/franc Swiss).

Dalam jejak pendapat Februari lalu, sebenarnya 52% mendukung perjanjian bebas sementara sisanya menolak. Swiss adalah negara EFTA bersama Norwegia, Liechtenstein dan Islandia. (sef/sef)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan

Jumat, 05 Maret 2021

Di Kurs Tengah BI, Rupiah Sudah Rp 14.371/US$!

valas
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)

 

Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun lemas di perdagangan pasar spot.

Pada Jumat (5/3/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada d Rp 14.371. Rupiah melemah 0,5% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, sebenarnya rupiah dibuka stagnan, tidak melemah tetapi juga tidak menguat. Namun beberapa menit kemudian rupiah masuk jalur merah dan pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dibanderol Rp 14.300 di mana rupiah melemah 0,28%.

Rupiah tidak sendiri, hampir seluruh mata uang Asia pun kerepotan menghadapi dolar AS. Sejauh ini hanya yen Jepang, won Korea Selatan, dan dolar Taiwan yang mampu menguat.

Dolar AS Kelewat Kuat

Ternyata tidak cuma di Asia, dolar AS juga digdaya di tataran global. Pada pukul 09:12 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,05%.

Boleh dikata 2021 sampai saat ini adalah tahunnya dolar AS. Sejak awal tahun, Dollar Index sudah melesat hampir 2%.

Penguatan dolar AS masih ditopang oleh kenaikan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS. Pada pukul 09:19 WIB, yield surat utang pemerintahan Joseph 'Joe' Biden tenor 10 tahun naik 2,3 basis poin menjadi 1,5757%.

Untuk mengendalikan laju kenaikan yield, investor berharap Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bakal lebih agresif dalam memborong US Treasury Bonds. Sebab ketika permintaan meningkat, harga obligasi akan naik sehingga yield bergerak turun.

Namun dalam sebuah forum yang digelar Wall Street Journal, Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell menegaskan kebijakan yang saat ini ditempuh masih layak (appropriate). Artinya, The Fed belum akan menambah nilai pembelian aset berharga (quantitative easing) yang saat ini adalah US$ 120 miliar per bulan.

"Kenaikan yield memang terlihat dan membuat saya menaruh perhatian. Namun kami belum menilainya sebagai pergerakan yang kebablasan. Posisi (stance) kebijakan kami yang sekarang masih layak," tegas Powell, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Tanpa tambahan gelontoran duit dari The Fed, yield obligasi pemerintah AS lebih leluasa untuk naik. Kenaikan yield ini membuat investor terpana dan mengalihkan pandangan ke sana. Tidak ada waktu untuk mengurus aset lainnya.

"Pasar mengartikan pernyataan Powell bahwa The Fed tidak mencoba menghambat kenaikan yield sehingga investor melihat ada sinyal yield bisa terus naik. Ternyata kejadian," ujar Scott Brown, Kepala Ekonom Raymond James yang berbasis di Florida (AS), seperti diwartakan Reuters.

Perkembangan ini membuat aset- aset lain seperti saham ditinggalkan. Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York ditutup anjlok. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambruk 1,11%, S&P 500 ambes 1,34%, dan Nasdaq Composite ambrol 2,11%.

Rontoknya Wall Street menular ke Asia, arus modal yang mengalir ke pasar keuangan Benua Kuning seret. Akibatnya, mata uang utama Asia ramai-ramai melemah, termasuk rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA (aji/aji)

Sumber : CNBC Indonesia
Baca Juga :

Info Lowongan Kerja

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo
PT Rifan