Senin, 14 Oktober 2024

Data Emas Turun karena Pasar Menimbang Jalur Suku Bunga AS Tidak Pasti


Emas turun, dengan para pedagang menilai prospek yang tidak pasti untuk jalur pemotongan suku bunga Federal Reserve setelah seminggu data ekonomi AS yang berombak.

Emas batangan turun sebanyak 0,4% dalam perdagangan awal pada hari Senin, setelah pengukur dolar AS naik. Greenback telah naik 1,7% bulan ini karena para pedagang memangkas spekulasi pada laju pelonggaran oleh Fed, dengan kombinasi inflasi yang kaku dan angka pasar tenaga kerja yang lemah minggu lalu juga mendorong volatilitas di pasar Treasury. Baik imbal hasil yang lebih tinggi dan dolar yang lebih kuat biasanya negatif untuk emas, yang dihargai dalam mata uang dan tidak membayar bunga.

Sekitar 40 basis poin pelonggaran dihargai untuk dua pertemuan Fed berikutnya, sedangkan pemotongan setengah poin penuh terlihat hampir pasti sebelum laporan pekerjaan September. Manajer keuangan telah menurunkan taruhan emas bullish mereka ke level terendah delapan minggu, menurut laporan Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas terbaru. Logam mulia tetap lebih dari 25% lebih tinggi tahun ini, dengan optimisme pemotongan suku bunga memicu kenaikan baru-baru ini.

Pembelian bank sentral yang kuat dan meningkatnya ketegangan geopolitik juga telah mendukung emas, meskipun kekhawatiran bahwa permusuhan di Timur Tengah dapat berubah menjadi perang regional besar-besaran belum terwujud -” mungkin meniadakan beberapa permintaan tempat berlindung. Emas spot turun tipis 0,3% menjadi $2.649,88 per ons pada pukul 7:03 pagi di Singapura. Harga ditutup pada hari Jumat sedikit berubah dari awal minggu. Indeks Spot Dolar Bloomberg naik 0,1%. Perak, platinum, dan paladium semuanya turun.(ayu)

Sumber: Bloomberg

Kamis, 10 Oktober 2024

Nilai Tukar Rupiah Melemah terhadap Dolar AS: Sentimen Global dan Domestik


Pada perdagangan hari Kamis, 10 Oktober 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan. Kondisi ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pergerakan mata uang dan pasar global.

Pelemahan Rupiah di Tengah Fluktuasi Mata Uang Asia

Nilai tukar rupiah dibuka melemah 0,22% atau 34,5 poin ke level Rp15.664 per dolar AS, menurut data Bloomberg. Tren ini juga tercermin pada beberapa mata uang Asia lainnya seperti dolar Hong Kong yang melemah 0,01%, won Korea Selatan turun 0,13%, dan peso Filipina yang juga melemah 0,21%.

Namun, beberapa mata uang Asia lainnya justru mengalami penguatan. Yen Jepang menguat 0,14%, dolar Taiwan naik 0,09%, dan yuan China menguat 0,12%. Ketidakstabilan nilai tukar di Asia ini mengindikasikan adanya ketidakpastian yang lebih luas di pasar global, yang berpotensi memengaruhi sentimen investor terhadap mata uang emerging market, termasuk rupiah.

Sentimen Global: Pengaruh Data Ketenagakerjaan AS dan Dolar yang Menguat

Salah satu faktor utama yang menekan rupiah adalah data ketenagakerjaan AS yang lebih kuat dari perkiraan, yang mendukung penguatan dolar AS. Data ini mengurangi ekspektasi pasar terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga Federal Reserve yang lebih agresif. Meskipun begitu, masih ada peluang sebesar 85% untuk penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin, menurut alat pengukur CME FedWatch.

Laporan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada hari ini juga menjadi perhatian utama para investor. Hasil dari laporan ini diperkirakan akan mempengaruhi pergerakan pasar ke depan, terutama dalam menentukan langkah kebijakan moneter Federal Reserve.

Fokus Investor pada Situasi Ekonomi China

Selain faktor AS, investor juga memantau perkembangan di China, yang menghadapi hari-hari bergejolak di pasar keuangan domestik dan Hong Kong. Meskipun demikian, pemerintah China tetap optimistis bahwa mereka akan mencapai target pertumbuhan tahunan. Namun, kebijakan fiskal yang lebih agresif dari pemerintah China belum diperkenalkan, yang menjadi salah satu faktor yang membatasi sentimen positif di kawasan.

Sentimen Domestik: Optimisme Konsumen Indonesia

Di sisi domestik, ada sentimen positif yang berasal dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) untuk September 2024. Survei ini menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga dengan baik, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di level optimis, yakni 123,5. Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini tercatat sebesar 113,9, sementara Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) mencapai 133,1.

Optimisme konsumen ini terlihat di seluruh kategori pengeluaran, dengan peningkatan IKK yang signifikan pada responden dengan pengeluaran bulanan antara Rp3,1 juta hingga Rp4 juta. Sentimen positif ini mengindikasikan bahwa meskipun nilai tukar rupiah mengalami tekanan, keyakinan konsumen terhadap perekonomian Indonesia tetap kuat.

Proyeksi Nilai Tukar Rupiah

Menurut proyeksi dari Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan akan berfluktuasi, dengan potensi ditutup melemah di kisaran Rp15.610 hingga Rp15.730 per dolar AS. Faktor-faktor eksternal seperti data ketenagakerjaan AS dan kebijakan The Fed akan terus menjadi penentu utama arah pergerakan rupiah dalam waktu dekat.

Kesimpulan

Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar AS mencerminkan dampak dari kondisi ekonomi global, terutama dari data ketenagakerjaan AS dan penguatan dolar. Namun, optimisme domestik tetap terjaga dengan tingkat keyakinan konsumen yang tinggi, menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia masih memiliki fondasi yang kuat di tengah ketidakpastian global. Investor akan terus memantau data ekonomi AS dan perkembangan di China untuk menentukan langkah investasi selanjutnya.

Selasa, 08 Oktober 2024

Harga Minyak Dunia Terkoreksi di Tengah Gejolak Timur Tengah

 Harga minyak dunia mengalami penurunan pada awal perdagangan Senin (7/10/2024), setelah sebelumnya mencatatkan kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari setahun. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus mempengaruhi harga minyak di pasar global.

Penurunan Harga Minyak

Mengutip data Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent turun 43 sen, atau sekitar 0,5%, menjadi US$77,62 per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga mengalami penurunan sebesar 35 sen, atau 0,5%, menjadi US$74,03 per barel.

Pekan lalu, minyak Brent mencatat kenaikan lebih dari 8%, yang merupakan lonjakan terbesar dalam seminggu sejak Januari 2023. Di sisi lain, kontrak WTI naik 9,1% minggu ke minggu, terbesar sejak Maret 2023.

Penyebab Koreksi Harga

Menurut analis pasar independen Tina Teng, aksi ambil untung (profit taking) bisa menjadi salah satu alasan di balik koreksi harga minyak setelah lonjakan tajam minggu lalu. Namun, Teng memperingatkan bahwa pasar minyak masih akan menghadapi tekanan kenaikan harga karena kekhawatiran akan potensi respons Israel terhadap Iran di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik.

“Pasar minyak kemungkinan besar akan terus berada di bawah tekanan karena ketegangan geopolitik yang kini berperan besar dalam menentukan tren harga minyak,” jelas Tina Teng.

Dampak Konflik Geopolitik

Pada Minggu, Israel meluncurkan serangan udara terhadap Hizbullah di Lebanon dan Jalur Gaza, menjelang peringatan satu tahun serangan Hamas pada 7 Oktober yang memicu perang. Menteri pertahanan Israel juga menyatakan bahwa semua opsi terbuka dalam upaya balas dendam terhadap Iran. Hal ini memicu kekhawatiran pasar akan eskalasi lebih lanjut di kawasan tersebut.

Iran sebelumnya telah melancarkan serangan rudal terhadap Israel sebagai respons atas operasi militer Israel di Lebanon dan Gaza. Sementara itu, pada Senin pagi, polisi Israel melaporkan bahwa roket Hizbullah telah menghantam kota Haifa, kota terbesar ketiga di Israel.

Prospek Pasokan Minyak Global

Laporan dari ANZ Research menekankan bahwa meskipun harga minyak melonjak minggu lalu, dampak langsung konflik Timur Tengah terhadap pasokan minyak diperkirakan relatif kecil. Serangan langsung terhadap fasilitas minyak Iran dianggap sebagai opsi yang paling kecil kemungkinannya, karena tindakan tersebut bisa memicu reaksi internasional yang merugikan.

ANZ juga menyoroti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, dampak peristiwa geopolitik terhadap pasokan minyak global cenderung berkurang. OPEC, dengan kapasitas cadangan sebesar 7 juta barel per hari, memberikan perlindungan tambahan terhadap potensi gangguan pasokan yang signifikan.

"Kapasitas cadangan OPEC memungkinkan penyangga terhadap hilangnya pasokan Iran, tetapi risiko meningkat jika Iran merespons dengan menyerang instalasi minyak negara-negara Teluk," ungkap laporan ANZ.

Peran OPEC dan OPEC+

OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia dan Kazakhstan, memiliki kapasitas cadangan jutaan barel minyak karena pengurangan produksi yang mereka lakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk mendukung harga di tengah permintaan global yang lemah. Pada pertemuan terakhirnya pada 2 Oktober 2024, OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan kebijakan produksi minyaknya, dengan rencana untuk mulai meningkatkan produksi pada bulan Desember.

Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk menjaga stabilitas pasar minyak, meskipun ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus mempengaruhi pergerakan harga minyak secara global.

Kamis, 03 Oktober 2024

Indeks Dolar Naik di Atas 101,7 Didukung Data Kuat Pekerjaan AS


Indeks dolar AS melanjutkan penguatannya pada Kamis, naik di atas level 101,7, dan mencatat kenaikan selama empat sesi berturut-turut, mencapai titik tertinggi dalam tiga minggu terakhir. Kenaikan ini didorong oleh data ketenagakerjaan swasta AS yang kuat, memperkuat pandangan bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin tidak perlu menurunkan suku bunga secara agresif.

Kenaikan Indeks Dolar Didukung Data Pekerjaan yang Kuat

Laporan ADP menunjukkan bahwa sektor swasta di AS menambahkan 143.000 pekerjaan pada bulan September, jauh melampaui perkiraan sebesar 120.000. Angka ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap tangguh meskipun ada tekanan ekonomi yang sedang berlangsung. Data pekerjaan yang positif ini membuat investor optimis bahwa The Fed akan menjaga kebijakan suku bunga yang lebih stabil dalam waktu dekat.

Fokus Investor pada Klaim Pengangguran dan Laporan Pekerjaan September

Para investor kini menantikan data klaim pengangguran mingguan yang akan dirilis pada Kamis, serta laporan pekerjaan untuk bulan September yang akan keluar pada Jumat. Data-data ini diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut terkait kebijakan suku bunga yang akan ditempuh oleh The Fed.

Saat ini, pasar memperkirakan peluang sebesar 65% bahwa The Fed akan memilih penurunan suku bunga yang lebih moderat, yaitu 25 basis poin pada bulan November, meningkat dari perkiraan 43% yang tercatat seminggu sebelumnya.

Dolar Menguat terhadap Yen dan Euro

Selain menguat secara umum, dolar AS juga mencapai level tertinggi dalam satu bulan terhadap yen setelah Perdana Menteri Jepang yang baru dilantik menyatakan bahwa masih terlalu dini untuk melakukan kenaikan suku bunga tambahan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan moneter di Jepang mungkin akan tetap longgar, memberikan dorongan lebih lanjut bagi penguatan dolar terhadap yen.

Selain itu, euro juga mengalami pelemahan tajam terhadap dolar setelah seorang pejabat dari Bank Sentral Eropa (ECB) menyampaikan pernyataan yang dovish, yang mengisyaratkan sikap kebijakan moneter yang lebih hati-hati. Hal ini semakin memperkuat posisi dolar di pasar valuta asing.

Kesimpulan

Kenaikan indeks dolar di atas 101,7 mencerminkan keyakinan pasar terhadap kekuatan ekonomi AS, terutama didukung oleh data ketenagakerjaan yang solid. Fokus sekarang tertuju pada data tambahan yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan, yang akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed. Penguatan dolar terhadap yen dan euro menambah bukti bahwa mata uang ini tetap menjadi pilihan utama di tengah ketidakpastian global.

Selasa, 01 Oktober 2024

Harga Minyak Stabil di Tengah Prospek Pasokan yang Lebih Kuat dan Pertumbuhan Permintaan yang Lesu


Harga minyak mentah tidak banyak berubah pada hari Selasa karena prospek pasokan yang lebih kuat dan pertumbuhan permintaan global yang lemah melebihi kekhawatiran tentang eskalasi ketegangan di Timur Tengah yang dapat mempengaruhi produksi dari wilayah pengekspor utama tersebut.

Pergerakan Harga Minyak pada Hari Selasa

Brent dan WTI Menunjukkan Kenaikan Tipis

Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember naik 13 sen, atau 0,18%, menjadi $71,83 per barel pada pukul 06:15 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November naik 14 sen, atau 0,21%, menjadi $68,31 per barel.

Penurunan Bulanan dan Kuartalan Minyak Brent dan WTI

Pada hari Senin, harga Brent menutup bulan September dengan penurunan sebesar 9%, menandai penurunan bulanan ketiga berturut-turut sekaligus penurunan terbesar sejak November 2022. Minyak Brent mengalami penurunan sebesar 17% pada kuartal ketiga, menjadi kerugian kuartalan terbesar dalam setahun. Di sisi lain, WTI turun 7% pada bulan lalu dan mencatat penurunan 16% untuk kuartal tersebut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasar Minyak

Penambahan Pasokan OPEC+ dan Permintaan yang Lesu

Menurut Yeap Jun Rong, seorang ahli strategi pasar dari IG, banyak faktor yang menahan kenaikan harga minyak. Para pelaku pasar mencermati penambahan pasokan dari OPEC+ yang dijadwalkan pada akhir tahun ini, bersamaan dengan prospek permintaan yang masih lemah dari Tiongkok, sebagaimana tercermin dalam data PMI terbaru negara tersebut.

Di sisi lain, sentimen pasar tampaknya kurang terpengaruh oleh data ekonomi yang lebih lemah, dengan harapan bahwa rangkaian stimulus terbaru akan membantu memacu ekonomi ke depan. Meskipun begitu, outlook jangka panjang untuk permintaan minyak tetap suram.

Aktivitas Manufaktur Tiongkok yang Melemah

Aktivitas manufaktur Tiongkok mengalami kontraksi tajam pada bulan September, dengan pesanan baru baik domestik maupun internasional menurun, yang menyebabkan kepercayaan pemilik pabrik mendekati titik terendah. Survei sektor swasta yang dirilis pada hari Senin menunjukkan penurunan ini.

Namun, para analis percaya bahwa serangkaian langkah stimulus yang diluncurkan selama seminggu terakhir kemungkinan akan cukup untuk membawa pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2024 kembali ke sekitar 5%. Meskipun begitu, langkah-langkah tersebut tidak mungkin secara signifikan mengubah prospek jangka panjang.

Dampak Ketegangan Timur Tengah pada Pasokan Minyak

Eskalasi Konflik Israel dan Lebanon

Konflik di Timur Tengah semakin meningkat setelah serangan militer Israel terhadap Hezbollah di perbatasan Lebanon pada hari Selasa. Serangan ini dipicu oleh pembunuhan Hassan Nasrallah, pemimpin Hezbollah, oleh Israel pada hari Jumat, yang memperburuk ketegangan antara Israel dan kelompok militan yang didukung Iran. Konflik ini berpotensi melibatkan Amerika Serikat dan Iran dalam skala yang lebih luas.

Namun, kekhawatiran mengenai gangguan pasokan minyak dari kawasan tersebut tampaknya masih terkendali untuk saat ini. Para pelaku pasar terus menghitung risiko konflik regional yang lebih luas, menurut Yeap dari IG.

Penurunan Stok Minyak di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, stok minyak mentah dan bahan bakar diperkirakan telah turun sekitar 2,1 juta barel dalam pekan yang berakhir pada 27 September, menurut jajak pendapat awal Reuters yang dirilis pada hari Senin. Laporan resmi dari American Petroleum Institute diperkirakan akan keluar pada hari Selasa pukul 4:30 sore EDT (20:30 GMT).

Kesimpulan

Harga minyak terus berada dalam fase stabil di tengah kombinasi faktor-faktor yang mempengaruhi pasar. Sementara prospek peningkatan pasokan dari OPEC+ dan permintaan global yang lemah menjadi hambatan bagi kenaikan harga, ketegangan yang meningkat di Timur Tengah dan penurunan stok minyak di Amerika Serikat masih menjadi faktor yang perlu diawasi oleh para pelaku pasar.