Kamis, 07 Agustus 2025

Harga Perak Melonjak: Tarif dan Suku Bunga Jadi Pendorong Utama


Harga perak (XAG/USD) terus menunjukkan penguatan signifikan dan diperdagangkan di kisaran $38,05 pada Kamis pagi waktu Eropa. Ini menandai hari kelima berturut-turut perak mencatatkan performa positif, didorong oleh pelemahan dolar AS serta meningkatnya permintaan terhadap aset lindung nilai (safe-haven).

Ketegangan Perdagangan Pacu Permintaan Safe-Haven

Sentimen pasar turut dipengaruhi oleh pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang mengisyaratkan potensi pengenaan tarif tambahan terhadap China dan Jepang. Sebelumnya, ia telah mengumumkan tarif sebesar 25% untuk barang-barang India yang berkaitan dengan pembelian minyak dari Rusia. Ketidakpastian global yang ditimbulkan dari ketegangan perdagangan ini mendorong investor mencari perlindungan dalam aset-aset yang lebih aman, dan perak menjadi salah satu pilihan utama.

Perak, bersama emas, secara historis menjadi tempat berlindung ketika ketidakpastian geopolitik meningkat. Dalam konteks ini, meningkatnya risiko kebijakan proteksionisme dari AS telah menambah minat pasar terhadap logam mulia tersebut, memperkuat tren bullish yang sedang berlangsung.

Harapan Pemangkasan Suku Bunga Dorong Daya Tarik Perak

Di sisi kebijakan moneter, ekspektasi bahwa Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga kembali menguat setelah rilis data ketenagakerjaan AS pekan lalu yang lebih lemah dari perkiraan. Melemahnya pasar tenaga kerja membuka ruang bagi The Fed untuk mengadopsi kebijakan yang lebih akomodatif.

Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung harga logam mulia karena menurunkan opportunity cost dalam menyimpan aset tanpa imbal hasil seperti perak. Dalam skenario ini, investor cenderung mengalihkan aset dari obligasi atau instrumen berbunga rendah ke komoditas lindung nilai, memperkuat permintaan terhadap logam putih ini.

Fokus Pasar: Klaim Pengangguran AS

Pasar saat ini juga menantikan rilis data mingguan klaim tunjangan pengangguran AS, yang diperkirakan naik menjadi 221.000. Jika data aktual ternyata lebih kuat dari ekspektasi, dolar AS berpotensi rebound dan memberikan tekanan terhadap harga perak. Namun, hingga saat ini, sentimen pasar masih mendukung pergerakan naik perak, seiring dengan kombinasi ketidakpastian global dan ekspektasi pelonggaran moneter di AS.

Momentum Bullish Perak Masih Terjaga

Dengan latar belakang ketegangan geopolitik, kebijakan tarif yang agresif, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga dari The Fed, perak mendapat dukungan fundamental yang kuat untuk mempertahankan tren penguatannya. Selama dolar AS tetap melemah dan risiko global meningkat, prospek jangka pendek perak tetap positif. Bagi investor, ini bisa menjadi peluang strategis untuk memanfaatkan momentum logam mulia dalam portofolio diversifikasi aset.

Senin, 04 Agustus 2025

Dolar AS Stabil Usai Data Pekerjaan Mengecewakan, Franc Swiss Tertekan Tarif Baru


Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan stabilisasi pada awal pekan ini setelah terpukul tajam oleh laporan ketenagakerjaan yang mengecewakan dan keputusan kontroversial Presiden Donald Trump memecat pejabat tinggi statistik pemerintah. Kejadian-kejadian ini mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve kemungkinan besar akan segera menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Laporan ketenagakerjaan yang dirilis Jumat lalu memperlihatkan pertumbuhan pekerjaan AS yang jauh di bawah ekspektasi pada bulan Juli. Lebih mengkhawatirkan lagi, data nonfarm payrolls untuk dua bulan sebelumnya direvisi turun sebesar 258.000 pekerjaan, menandakan pelemahan tajam di pasar tenaga kerja. Meskipun angka utama tidak terlihat terlalu buruk secara kasat mata, revisi besar-besaran ini menciptakan narasi negatif yang kuat di kalangan investor.

"Revisi tersebut benar-benar signifikan," kata Mohamad Al-Saraf, analis valuta asing di Danske Bank. "Kami sulit membayangkan The Fed tidak akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan bulan September nanti."

Sentimen negatif terhadap dolar AS semakin diperparah oleh pemecatan Komisioner Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS), Erika McEntarfer, yang dituduh oleh Trump telah memalsukan data pekerjaan. Tak hanya itu, pengunduran diri mendadak Gubernur The Fed, Adriana Kugler, memberikan peluang bagi Trump untuk mempengaruhi arah kebijakan moneter lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Ketegangan antara Trump dan Federal Reserve mengenai suku bunga memang telah lama menjadi sorotan pasar.

Akibatnya, dolar AS anjlok lebih dari 2% terhadap yen Jepang dan sekitar 1,5% terhadap euro pada hari Jumat. Namun, pada hari Senin, greenback berhasil sedikit memulihkan diri, naik 0,3% menjadi 147,91 yen. Meski begitu, nilainya masih turun sekitar 3 yen dibandingkan puncaknya pekan lalu.

Di sisi lain, euro turun 0,2% menjadi $1,1561 sementara pound sterling relatif stabil di $1,3276. Terhadap sekeranjang mata uang utama, indeks dolar AS naik tipis 0,2% menjadi 98,88, setelah mengalami penurunan tajam lebih dari 1,3% pada akhir pekan lalu.

Meskipun tekanan baru-baru ini mengguncang dolar, kinerja bulan Juli secara keseluruhan masih positif. Dolar mencatat kenaikan bulanan sebesar 3,4%, terbesar sejak lonjakan 5% pada April 2022, dan merupakan kenaikan bulanan pertama sepanjang tahun ini. Peningkatan ini terjadi di tengah persepsi bahwa kebijakan perdagangan Trump mulai mendapatkan penerimaan pasar serta ketahanan data ekonomi AS dalam menghadapi tekanan tarif.

Sementara itu, franc Swiss mengalami pelemahan signifikan lebih dari 0,5% terhadap dolar AS setelah pemerintah AS menjatuhkan tarif tinggi sebagai bagian dari langkah "reset" kebijakan perdagangan global Gedung Putih. Euro sendiri justru menguat 0,3% terhadap franc, menunjukkan pergeseran arus modal menjauh dari mata uang safe haven tersebut.

"Kami melihat pelemahan franc cukup tajam setelah pengumuman tarif tersebut," ujar Al-Saraf. "Jika tarif ini diberlakukan secara berkelanjutan, dampaknya terhadap ekonomi Swiss akan cukup besar."

Pemerintah Swiss dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada hari Senin untuk membahas respons terhadap kebijakan tarif AS. Pihak kabinet menyatakan masih membuka kemungkinan untuk merevisi penawaran dagang kepada Washington demi meredam ketegangan yang ada.

Sumber : newsmaker.id

Kamis, 31 Juli 2025

Dolar Australia Menguat Usai Rilis Data Penjualan Ritel dan PMI Tiongkok


Dolar Australia (AUD) berhasil menghentikan tren pelemahannya selama lima hari berturut-turut pada Kamis (31 Juli), seiring penguatan terhadap Dolar AS (USD) pasca dirilisnya sejumlah data ekonomi penting dari Australia dan mitra dagang utamanya, Tiongkok. Pasangan mata uang AUD/USD mempertahankan kestabilannya di tengah kombinasi sentimen domestik positif dan kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok.

Data Penjualan Ritel Australia Dorong Kepercayaan Pasar

Penopang utama penguatan AUD berasal dari data Penjualan Ritel Australia yang menunjukkan pertumbuhan signifikan. Pada Juni, penjualan ritel meningkat sebesar 1,2% secara bulanan (MoM), jauh melampaui perkiraan pasar sebesar 0,4% dan jauh lebih tinggi dari revisi bulan Mei yang naik menjadi 0,5% dari awalnya 0,2%.

Secara triwulanan (QoQ), Penjualan Ritel Australia juga mengalami kenaikan 0,3% pada kuartal kedua 2025, dibandingkan dengan 0,1% pada kuartal sebelumnya. Angka ini menunjukkan konsumsi domestik yang cukup resilient di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi.

Kinerja penjualan ritel yang kuat ini memperkuat pandangan bahwa perekonomian Australia masih memiliki daya beli yang stabil, sehingga mengurangi kekhawatiran investor terhadap prospek resesi dalam waktu dekat.

Data PMI Tiongkok Beri Sinyal Pelemahan Ekonomi Regional

Namun di sisi lain, AUD tetap dibayangi oleh data ekonomi dari Tiongkok yang menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Indeks Manufaktur PMI versi NBS (National Bureau of Statistics) Tiongkok turun menjadi 49,3 pada Juli dari sebelumnya 49,7 di bulan Juni. Angka ini di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan PMI tetap di 49,7.

PMI Non-Manufaktur Tiongkok juga turun menjadi 50,1 dari 50,5 pada bulan sebelumnya, dan gagal memenuhi ekspektasi konsensus sebesar 50,3. Penurunan ini menandakan bahwa sektor jasa dan industri di Tiongkok masih mengalami perlambatan yang cukup signifikan, sehingga memberikan tekanan terhadap negara-negara mitra dagangnya—termasuk Australia—yang sangat bergantung pada ekspor komoditas ke Negeri Tirai Bambu.

AUD Tetap Tangguh di Tengah Ketidakpastian Global

Meski data dari Tiongkok cenderung negatif, AUD tetap menunjukkan ketahanan berkat kekuatan fundamental domestik. Stabilitas AUD/USD mencerminkan sentimen pasar yang seimbang antara optimisme terhadap ekonomi Australia dan kehati-hatian terhadap perkembangan eksternal.

Penguatan Dolar Australia kali ini juga mencerminkan respons pasar terhadap kemungkinan Bank Sentral Australia (RBA) mempertahankan atau bahkan menaikkan suku bunga jika tekanan inflasi dan konsumsi tetap tinggi, berbeda dengan arah kebijakan beberapa bank sentral utama lainnya.

Kesimpulan

Penguatan Dolar Australia hari ini menunjukkan bahwa sentimen pasar masih berpihak pada fundamental domestik yang kuat, khususnya dari sektor konsumsi. Meski ada kekhawatiran dari data ekonomi Tiongkok yang melemah, AUD berhasil mempertahankan momentumnya berkat dukungan data penjualan ritel yang melampaui ekspektasi. Dalam jangka pendek, pergerakan AUD/USD akan terus dipengaruhi oleh dinamika eksternal, terutama kinerja ekonomi Tiongkok dan sikap kebijakan moneter dari RBA.

Sumber : newsmaker.id

Rabu, 23 Juli 2025

Perdana Menteri Jepang Ishiba Bantah Kabar Pengunduran Diri di Tengah Krisis Politik



Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba membantah tegas laporan media yang menyebutkan bahwa dirinya akan segera mengumumkan pengunduran diri, menyusul kekalahan bersejarah dalam pemilihan majelis tinggi pada hari Minggu lalu. Penolakan ini disampaikan setelah serangkaian pertemuan penting dengan para tokoh senior Partai Demokrat Liberal (LDP) di Tokyo.

Dalam konferensi pers yang digelar Rabu sore, Ishiba menegaskan bahwa kabar pengunduran dirinya tidak berdasar. "Tidak ada kebenaran dalam laporan tersebut," ujarnya setelah bertemu dengan tiga mantan pemimpin dan tokoh kunci partai: Yoshihide Suga, Taro Aso, dan Fumio Kishida. Ia juga menyatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, mereka tidak membahas soal kelanjutan posisinya sebagai perdana menteri.

Sekretaris Jenderal LDP, Hiroshi Moriyama, yang turut hadir dalam pertemuan itu, menyatakan bahwa mereka sepakat untuk menghadapi kondisi partai saat ini dengan rasa urgensi yang tinggi dan mencegah perpecahan internal. Menurutnya, solidaritas partai menjadi prioritas utama di tengah menurunnya dukungan publik.

Sebelum Ishiba memberikan klarifikasi, surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa ia telah menyampaikan niatnya untuk mundur kepada orang-orang terdekatnya, bahkan menyebutkan pengumuman resmi bisa dilakukan pada bulan ini. Media lokal lainnya menyebut bulan Agustus sebagai waktu yang lebih mungkin. Laporan tersebut muncul tak lama setelah kesepakatan dagang AS-Jepang diumumkan, yang menurunkan tarif mobil dan bea impor lainnya dari Jepang hingga 15%.

Yomiuri juga menyatakan bahwa Ishiba merasa sudah saatnya bertanggung jawab atas hasil pemilu majelis tinggi, terlebih karena ada kemajuan penting dalam perundingan dagang yang selama ini menjadi perhatian utama pemerintahannya.

Pasar merespons laporan pengunduran diri Ishiba dengan cepat. Yen Jepang melemah hingga menyentuh level 147,20 terhadap dolar AS, sebelum kembali menguat sebagian setelah Ishiba memberikan bantahan resmi.

Surat kabar Sankei melaporkan bahwa keputusan final mengenai masa depan Ishiba kemungkinan akan diambil pada akhir Agustus, mengingat jadwal padatnya di awal bulan. Jika Ishiba benar-benar mengundurkan diri, maka pemilihan pemimpin baru LDP dijadwalkan akan berlangsung sekitar bulan September.

Untuk menggantikan posisi Ishiba sebagai perdana menteri, kandidat baru dari LDP harus mendapatkan dukungan dari parlemen. Ini berarti koalisi yang berkuasa perlu menjalin kerja sama tertentu dengan partai oposisi — sebuah skenario yang belum pernah terjadi sejak LDP didirikan pada tahun 1955.

“Ini menandai dimulainya periode spekulasi mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya,” kata William Chou, Wakil Direktur Japan Chair di Hudson Institute. “Saat ini, situasinya penuh ketidakpastian dan spekulasi.”

Kekalahan LDP dalam pemilu majelis tinggi membuat partai tersebut kehilangan mayoritas di kedua kamar parlemen untuk pertama kalinya dalam sejarahnya. Ishiba sebelumnya menyatakan bahwa proses perundingan dagang dengan AS menjadi alasan penting baginya untuk tetap menjabat. Namun, kesepakatan dagang yang telah tercapai justru dianggap oleh sebagian pihak sebagai alasan yang sah untuk dirinya mundur.

Dukungan publik terhadap pemerintahan Ishiba kini berada pada titik kritis. Survei besar terbaru menunjukkan tingkat persetujuan terhadapnya hanya sedikit di atas 20%, level yang secara historis dianggap sangat rendah dan tidak stabil bagi kelangsungan sebuah pemerintahan di Jepang.

Dengan tekanan politik yang semakin kuat, masa depan Ishiba sebagai pemimpin negara kian dipertanyakan. Meski ia masih bertahan, posisinya tampak rapuh di tengah dorongan internal partai dan gejolak publik yang menginginkan perubahan kepemimpinan.

Senin, 21 Juli 2025

Harga Minyak Stabil karena Dampak Sanksi terhadap Rusia Dinilai Minim

 


Harga minyak dunia cenderung stabil pada awal pekan ini, seiring ekspektasi bahwa sanksi terbaru dari Uni Eropa terhadap Rusia tidak akan berdampak signifikan pada pasokan minyak global. Pasar energi tampaknya telah mengantisipasi bahwa aliran minyak mentah Rusia akan tetap relatif tidak terganggu, meskipun ketegangan geopolitik terus berlangsung.

Harga kontrak berjangka Brent turun tipis sebesar 12 sen atau 0,2% menjadi $69,16 per barel pada pukul 08.00 GMT, setelah ditutup melemah 0,35% pada sesi sebelumnya. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat stagnan di level $67,34 per barel, setelah mencatat penurunan 0,3% di hari Jumat.

Sanksi Eropa Dinilai Tidak Signifikan terhadap Pasokan Rusia

Paket sanksi ke-18 Uni Eropa terhadap Rusia yang disahkan pada hari Jumat mencakup langkah-langkah terhadap Nayara Energy—perusahaan India yang dikenal sebagai pengimpor dan eksportir produk hasil penyulingan minyak mentah Rusia. Namun, pasar menilai bahwa langkah ini tidak cukup kuat untuk mengganggu arus ekspor energi Rusia secara besar-besaran.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Rusia telah mengembangkan “kekebalan” terhadap sanksi-sanksi dari Barat. Ini mengindikasikan bahwa dampak praktis dari sanksi tersebut terhadap pasokan minyak dan kestabilan pasar global mungkin akan terbatas, setidaknya dalam jangka pendek.

Faktor Geopolitik Lain: Iran dan Potensi Kembali ke Meja Perundingan

Selain Rusia, pasar juga menyoroti perkembangan terkait Iran. Pemerintah Iran dijadwalkan akan menggelar pembicaraan nuklir dengan Inggris, Prancis, dan Jerman di Istanbul pada hari Jumat. Langkah ini merupakan tanggapan atas ultimatum dari ketiga negara Eropa tersebut, yang memperingatkan akan memberlakukan kembali sanksi internasional jika pembicaraan tidak segera dilanjutkan.

Sebagai salah satu produsen minyak utama yang terkena sanksi, setiap langkah diplomatik terkait Iran dapat berdampak langsung pada ekspektasi pasokan global. Jika pembicaraan menghasilkan kemajuan, pasar bisa merespon dengan menyesuaikan harga berdasarkan potensi kembalinya minyak Iran ke pasar.

Tekanan Internal AS: Penurunan Jumlah Rig dan Ketegangan Perdagangan

Dari dalam negeri AS, data dari Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak aktif turun dua menjadi 422 rig, jumlah terendah sejak September 2021. Penurunan ini menjadi sinyal potensi perlambatan produksi, yang bisa berdampak pada pasokan dalam negeri dan memberikan sedikit dukungan pada harga.

Sementara itu, AS juga menghadapi ketegangan perdagangan dengan Uni Eropa. Tarif impor dari Eropa ke AS dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus. Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick optimis bahwa kesepakatan perdagangan masih bisa dicapai sebelum tenggat tersebut.

Harga Minyak Bertahan karena Faktor Fundamental Lebih Dominan

Meski dinamika geopolitik terus memanas, pasar minyak global tampaknya mengambil sikap hati-hati dan rasional. Ekspektasi bahwa sanksi terbaru terhadap Rusia tidak akan mengganggu pasokan secara signifikan, serta ketidakpastian seputar negosiasi Iran dan isu perdagangan AS–Uni Eropa, membuat harga minyak cenderung bertahan di kisaran stabil.

Dengan tidak adanya kejutan besar dari sisi pasokan dan permintaan, harga minyak saat ini merefleksikan keseimbangan antara risiko geopolitik dan fundamental pasar. Namun, volatilitas tetap mungkin terjadi jika terjadi eskalasi mendadak dalam konflik atau kebijakan dagang yang lebih agresif dari negara-negara besar.