Rabu, 14 November 2018

Rupiah Tinggalkan Level Rp14.800 per Dolar AS Pagi Ini - Rifan Financindo

Rupiah Tinggalkan Level Rp14.800 per Dolar AS Pagi Ini
PT Rifan Financindo -- Nilai tukar rupiah dibuka di posisi Rp14.782,5 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot pagi ini, Rabu (14/11). Posisi ini menguat 22,5 poin dari perdagangan kemarin sore, Selasa (13/11) di Rp14.805 per dolar AS.

Sementara hingga pukul 08.35 WIB, rupiah terus bergerak menguat ke posisi Rp14.767,5 per dolar AS.

Di kawasan Asia, mayoritas mata uang bersandar di zona hijau. Won Korea Selatan menguat 0,27 persen, baht Thailand 0,18 persen, ringgit Malaysia 0,1 persen, dolar Singapura minus 0,09 persen, dan peso Filipina minus 0,04 persen. Hanya yen Jepang dan dolar Hong Kong yang melemah, masing-masing minus 0,09 persen dan minus 0,02 persen. 

Begitu pula dengan mata uang utama negara maju yang kompak menguat dari mata uang Negeri Paman Sam. Poundsterling Inggris menguat 0,25 persen, euro Eropa minus 0,11 persen, dolar Australia minus 0,07 persen, franc Swiss minus 0,06 persen, rubel Rusia minus 0,06 persen, dan dolar Kanada minus 0,06 persen,

Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memperkirakan rupiah akan bergerak positif pada hari ini dengan kecenderungan menguat karena pengaruh sentimen dari luar dan dalam negeri. Ia memperkirakan rupiah bergerak di rentang Rp14.785-14.815 per dolar AS.

Dari luar negeri, rupiah diperkirakan akan terkena imbas pelemahan dolar AS yang terjadi karena aksi ambil untung oleh pelaku pasar. Hal ini membuat beberapa mata uang menguat karena menjadi opsi baru bagi pelaku pasar, misalnya euro Eropa.

"Meningkatnya euro Eropa yang memanfaatkan turunnya dolar AS seiring dengan aksi ambil untung, diharapkan dapat membantu rupiah untuk kembali melanjutkan kenaikannya," ucapnya, Rabu (14/11).

Sedang dari dalam negeri, ia melihat ada sentimen positif dari transaksi perdana Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), instrumen baru di pasar uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Sebab, pada lelang perdana DNDF yang diikuti 9 bank di Tanah Air, berhasil meraih dana sekitar US$73 juta dari lelang mencapai US$149 juta.

"Pergerakan positif ini terjadi jelang akan dirilisnya hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada pekan ini," pungkasnya. (uli/agi)

Sumber : CNN Indonesia
Rifan Financindo

Selasa, 13 November 2018

Cuitan Trump Bikin Harga Minyak Tertekan di Awal Pekan - Rifanfinancindo

Cuitan Trump Bikin Harga Minyak Tertekan di Awal Pekan
Rifanfinancindo -- Harga minyak mentah dunia masih tertekan pada perdagangan Senin (12/11), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh komentar Presiden AS Donald Trump yang berharap tidak ada pemangkasan produksi minyak.

Dilansir dari Reuters, Selasa (13/11), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) merosot US$0,26 menjadi US$59,93 per barel. Penurunan tersebut telah terjadi selama 11 hari berturut-turut.

Berdasarkan data CME Group, penurunan tersebut merupakan yang terlama sejak kontrak pertama kali diperdagangkan. Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka Brent yang turun US$0,06 menjadi US$70,12 per barel.

Kedua harga minyak acuan global merosot pada perdagangan pascapenutupan (post-settlement), di mana WTI turun US$1,48 menjadi US$58,71 per barel dan Brent merosot US$1,13 menjadi US$69,05 per barel.

"Semoga, Arab Saudi dan OPEC tidak akan memangkas produksi minyak. Harga minyak seharusnya jauh lebih rendah berdasarkan pasokan," ujar Trump dalam cuitan melalui akun Twitter resminya kemarin.

 
Komentar Trumpmenyusul pernyataan Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih yang menyatakan OPEC tengah mempertimbangkan untuk memangkas pasokan sebesar 1 juta barel per hari (bph) tahun depan mengingat adanya perlambatan permintaan. Hal itu berdasarkan analisis teknis yang dilakukan.

Pada Minggu (10/11) lalu, Arab Saudi yang merupakan eksportir terbesar di dunia, menyatakan bakal memangkas pengiriman kapal sebesar 500 ribu bph pada Desember akibat perlambatan permintaan musiman.

Arab Saudi sebelumnya telah menyampaikan kekhawatiran terkait pengenaan sanksi AS terhadap Iran yang tidak mengurangi pasokan di pasar sebesar perkiraan sebelumnya. Komentar al-Falih membuat harga minyak menguat di awal sesi perdagangan.

Namun, usai Trump melemparkan komentarnya, harga minyak dunia langsung merosot. "Kita seperti kembali ke titik awal. Ini pasti sangat terasa seperti November 2016 bagi mereka (OPEC)," ujar Partner Again Capital Managemet John Kilduff di New York.


Pernyataan Kilduff merujuk pada periode saat OPEC dan sekutunya sepakat untuk memulai kebijakan pemangkasan produksi.

"Arab Saudi dan Rusia, khususnya, terburu-buru mengerek produksi di pasar untuk mengimbangi berkurangnya pasokan yang tidak terjadi," ujarnya.

Sebelumnya, pasar telah mengantisipasi berkurangnya ekspor dari anggota OPEC Iran setelah sanksi AS berlaku efektif bulan ini. Kendati demikian, pemerintah AS memberikan pengecualian terhadap importir minyak utama Iran. Akibatnya, jumlah pasokan yang berkurang di pasar tidak sebesar perkiraan awal.

Harga minyak telah merosot lebih dari 20 persen pada bulan lalu karena terpukul oleh kenaikan pasokan global. Selain itu, tekanan juga berasal dari ancaman perlambatan permintaan, terutama dari negara yang mata uangnya melemah terhadap dolar AS dan daya belinya tergerus.

Sementara, berdasarkan data resmi di masing-masing pemerintahan, produksi produsen minyak utama dunia Rusia, AS, dan Arab Saudi telah terkerek sebesar 1,05 juta bph pada tiga bulan terakhir.


Hal itu membuat OPEC berupaya untuk menyesuaikan produksinya sendiri yang saat ini berkisar 33,3 juta bph atau sekitar sepertiga dari pasokan global.

Pada Senin (12/11) kemarin, sumber Reuters dari pemerintah Kuwait menyatakan sejumlah eksportir minyak utama dunia tengah mempertimbangkan untuk memangkas produksi minyak mentah tahun depan. Namun, ia tak merinci rencana tersebut.

Selama ini, salah satu masalah terbesar OPEC adalah melesatnya produksi minyak shale AS.

"Satu hal yang sangat jelas, OPEC tengah menghadapi kejutan dari minyak shale seiring produksi minyak mentah AS yang naik hingga mencapai 11,6 juta bph dan bakal melampaui batas 12 juta bph tahun depan," ujar Kepala Perdagangan untuk Asia Pasifik Oanda Stephen Innes di Singapura. (sfr/agi)


Sumber : CNN Indonesia
Rifanfinancindo
 

Senin, 12 November 2018

Awal Pekan, IHSG Lanjutkan Pelemahan - Rifan Financindo

Foto: Grandyos Zafna
Rifan Financindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona merah pagi ini. IHSG dibuka turun tipis 4,61 poin (0,07%) ke 5.869,54.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah menguat ke level Rp 14.724.

Pada perdagangan pre opening, IHSG dibuka melemah 8,41 poin ke 5.865,74. Indeks LQ45 juga turun 2,09 poin (0,23%) ke 928,911.
Membuka perdagangan, Senin (12/11/2018), IHSG melanjutkan pelemahan. IHSG turun 4,61 poin (0,07%) ke 5.869,54. Sedangkan indeks LQ45 berkurang 1,94 poin (0,18%) ke 929,34.

Pada perdagangan pukul 09.05 waktu JATS, IHSG masih bergerak turun dengan pelemahan 20,02 poin (0,3%) ke 5.854,13. Indeks LQ45 berkurang 5,23 poin (0,56%) ke 925,525.

Sementara itu, indeks utama bursa Wall St ditutup dalam teritori negatif pada perdagangan akhir pekan kemarin (09/11). Indeks Dow Jones turun 0.77%, S&P melemah 0.92%, dan Nasdaq tertekan 1.65%.

Penurunan indeks tersebut salah satunya dikarenakan kekhawatiran pasar atas kebijakan apa yang akan dilakukan China selanjutnya untuk memperbaiki data ekonomi Cina bulan Oktober yang menunjukkan inflasi produsen turun untuk empat bulan berturut-turut, hal itu mengindikasikan rendahnya konsumsi domestik, aktivitas manufaktur dan penjualan mobil.

Pelaku pasar khawatir Cina akan semakin agresif dalam perang dagang untuk melindungi ekonomi mereka. Adapun itu rilisnya data Consumer Sentiment bulan November yang di level 98.3 atau di atas perkiraan nampaknya belum mampu menopang indeks ke zona hijau.

Sedangkan bursa saham Asia mayoritas bergerak negatif pagi ini. Berikut pergerakannya:
Indeks Nikkei 225 naik 0,03% ke 22.256,42
Indeks Hang Seng turun 0,0% ke 25.601,75
Indeks Komposit Shanghai melemah 0,1% ke 2.596,21
Indeks Strait Times turun 0,06% ke 3.076,19 (eds/eds)

Jumat, 09 November 2018

Kompak dengan Bursa Asia, IHSG Dibuka Melemah ke 5.917 - PT Rifan Financindo

Foto: Rachman Haryanto
PT Rifan Financindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak melemah pagi ini. IHSG dibuka turun pada perdagangan pagi ini ke 5.917.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah berada pada level Rp 14.610.

Pada perdagangan pre opening, IHSG dibuka melemah ke 5.934,178. Indeks LQ45 turun ke 944,741.

Membuka perdagangan, Jumat (9/11/2018), IHSG melanjutkan pelemahan. IHSG melemah 61,638 poin (0,97%) ke 5.917,051. Indeks LQ45 juga berkurang 13,728 poin (1,44%) ke 942,377.

Pada perdagangan pukul 09.05 waktu JATS, IHSG bergerak turun dengan pelemahan 65,084 poin (1,09%) ke 5.911,722. Indeks LQ45 berkurang 14,260 poin (1,49%) ke 940,814.

Sementara itu indeks utama bursa Wall St ditutup mixed dengan mayoritas berada dalam zona merah pada perdagangan Kamis (08/11). S&P melemah 0,25% dan Nasdaq tertekan 0,53%. Sedangkan satu indeks lainnya yakni Dow Jones berhasil menguat meskipun tipis sebesar 0.04%.

Pelemahan Indeks terjadi seiring dengan antisipasi atas rilisnya data negatif pada hari Jumat Pekan ini dari Wholesale Inventories MoM SEP diperkirakan tumbuh melambat 0,5% dibandingkan sebelumnya, Consumer Sentiment Prel NOV diperkirakan berada di level 95 turun dari bulan sebelumnya yang di level 98,6.

Selain itu, penurunan juga dikarenakan sentimen negatif dari pernyataan Federal Reserve yang mengharapkan peningkatan bertahap lebih lanjut dalam kisaran target untuk tingkat dana federal yang direncanakan satu kali lagi di tahun ini pada bulan Desember.

Sedangkan bursa saham Asia mayoritas bergerak negatif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 berkurang 0,73% ke 22.323,990
  • Indeks Hang Seng turun 1,70% ke 25.792,551
  • Indeks Komposit Shanghai melemah 0,79% ke 2.614,730
  • Indeks Strait Times turun 0,82% ke 3.067,850
(ara/ara)


Kamis, 08 November 2018

Produksi Minyak AS Catatkan Rekor, Harga Minyak Dunia Merosot | Rifanfinancindo

Produksi Minyak AS Catatkan Rekor, Harga Minyak Dunia Merosot
Rifanfinancindo -- Harga minyak dunia kembali merosot pada perdagangan Rabu (7/11), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan terjadi menyusul kenaikan produksi dan pasokan minyak mentah AS yang mencatatkan rekor.

Dilansir dari Reuters, Kamis (8/11), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US#0,54 menjadi US$61,67 per barel. Harga tersebut merosot hampir 20 persen sejak menyentuh level tertinggi penutupan yakni sebesar US$76,41 per barel yang terjadi pada awal Oktober lalu.

Sementara itu, harga minyak mentah Brent melemah tipis sebesar US$0,06 menjadi US$72,02 per barel. Pelemahan sedikit tertahan setelah hadirnya pemberitaan terkait Rusia dan Arab Saudi yang sedang membicarakan kemungkinan pemangkasan produksi tahun depan.

"Pasar belum bisa membuktikan dapat bertahan dalam reli (harga), sehingga kondisi jangka pendek masih sangat negatif," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago seperti dikutip Reuters.

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat persediaan minyak mentah domestik naik 5,8 juta barel pada pekan terakhir, lebih dari dua kali lipat dari perkiraan sejumlah analis.

Kemudian, produksi minyak mentah AS juga menyentuh level 11,6 juta barel per hari (bph) yang merupakan rekor mingguan. Data bulanan terakhir pada Agustus 2018 menunjukkan produksi minyak AS telah di atas 11,3 juta bph.

Sementara itu, ekspor minyak Iran diperkirakan bakal merosot setelah sanksi AS berlaku efektif pada Senin (5/11) lalu. Laporan dari Organisasi Negara dan Pengekspor Minyak (OPEC) dan sejumlah prediksi lain mengindikasikan pasar minyak global bakal mengalami surplus pada 2019, seiring perlambatan permintaan.

Selain itu, AS juga mengabulkan permohonan pengecualian pengenaan sanksi Iran terhadap delapan negara pengimpor minyak Iran.

"Saat ini pasar akan melihat produsen dari OPEC maupun non OPEC untuk mengendalikan produksi, mengingat AS telah memberi pengecualian pemberlakuan sanksi kepada delapan negara yang pada dasarnya ingin menambah pasokan," ujar Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow di Houston.

Berdasarkan pemberitaan kantor berita Rusia TASS yang dikutip Reuters, Rusia dan Arab Saudi telah memulai pembicaraan secara bilateral mengenai kemungkinan pemangkasan produksi kembali tahun depan. 

Pada Juni lalu, kelompok produsen minyak tersebut memutuskan untuk merelaksasi kesepakatan pemangkasan produksi yang telah berjalan sejak awal 2017. Hal itu dilakukan setelah mendapat tekanan dari Presiden AS Donald Trump.

Sejumlah analis memperkirakan negara produsen minyak ingin memangkas produksi saat ini, setelah pemilihan tengah periode AS rampung. Trump sebelumnya telah mengeluhkan harga bensin yang semakin mahal.

"OPEC merasakan tekanan Trump, namun produsen mengambil langkah dengan pertimbangan bahwa mereka hanya perlu melewati pemilihan tengah periode," ujar Analis Hedgeye Joe McMonigle dalam catatannya.

McMonile memperkirakan akhir pekan ini akan bermunculkan komentar publik dari para menteri negara-negara anggota OPEC terkait pemangkasan produksi kembali.

Komite para menteri yang terdiri dari beberapa anggota OPEC dan sekutunya akan bertemu untuk membahas proyeksi 2019 di Abu Dhabi pada Minggu (11/11) mendatang. (sfr/lav)

Sumber : CNN Indonesia
Rifanfinancindo