Jumat, 30 November 2018

Rusia Beri Sinyal Topang Kenaikan Harga Minyak Dunia | Rifanfinancindo

Rusia Beri Sinyal Topang Kenaikan Harga Minyak Dunia
Rifanfinancindo -- Harga minyak mentah dunia menguat sekitar dua persen pada perdagangan Kamis (29/11), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi setelah muncul sinyal Rusia bakal memangkas produksinya bersama dengan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).

Dilansir dari Reuters, Jumat (30/11), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,75 atau 1,3 persen menjadi US$59,51 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung harga Brent sempat terdongkrak ke level US$60,37 per barel.

Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) sebesar US$1,16 atau 2,3 persen menjadi US$51,45 per barel. Harga WTI sempat menyentuh level US$52,2 per barel sepanjang sesi perdagangan.

Sejauh ini, harga minyak mentah dunia pada November telah terjerembab hampir 22 persen. Secara bulanan, harga minyak November anjlok seperti kejadian saat terjadi krisis finansial 2008.

Kenaikan terus-menerus pasokan minyak mentah AS, produsen minyak terbesar dunia saat ini, telah menekan harga bersama Arab Saudi yang menyatakan tidak akan memangkas produksinya sendiri untuk menstabilkan pasar. Dampaknya, harga Brent bulan ini sempat tertekan di bawah US$58 per barel, level terendah untuk tahun ini.

Harga minyak dunia bangkit setelah sejumlah sumber Reuters menyatakan Rusia tengah mempertimbangkan untuk ikut memangkas pasokan bersama Arab Saudi dan anggota OPEC lainnya.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak menggelar rapat dengan sejumlah pimpinan perusahaan minyak Rusia pada Selasa (28/11) kemarin, sebelum menghadiri pertemuan dengan OPEC dan sekutunya pada 6-7 Desember 2018 di Wina, Austria.

"Gagasan pada rapat tersebut adalah Rusia perlu memangkas (produksi minyak). Pertanyaan utamanya adalah seberapa cepat dan seberapa banyak, ujar sumber Reuters yang mengikuti pembicaraan perusahaan minyak Rusia dengan Kementerian Energi Rusia.

Rabu (28/11) lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan ia terus berhubungan dengan OPEC dan siap untuk terus bekerja sama terkait pasokan jika diperlukan. Namun, ia puas dengan harga minyak dunia di level US$60 per barel. Sebagai catatan, Rusia merupakan produsen minyak terbesar dunia.

Partner Again Capital John Kilduff mengungkapkan, saat ini, pasar berekspektasi pemangkasan produksi sebesar satu juta barel per hari (bph) oleh OPEC dan sekutunya menjadi mungkin.

Harga minyak mentah merosot dari level tertinggi pada perdagangan Kamis (29/11) setelah Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserves merilis notulensi rapat kebijakan terakhir yang menyatakan kenaikan suku bunga acuan bakal terjadi dalam waktu dekat. Imbasnya, indeks dolar AS menguat melawan sekeranjang mata uang negara lain di pasar sehingga menekan harga minyak yang diperdagangkan dengan denominasi dolar AS.

Di AS, data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan stok minyak mentah Negeri Paman Sam menyentuh level tertingginya dalam setahun terakhir. Stok minyak AS terkini hanya 80 juta barel di bawah rekor Maret 2017 yang mencapai 535 juta barel.

Pelaku pasar memperkirakan stok minyak mentah AS bakal kembali menanjak pada pekan terakhir dengan mengutip data yang dirilis Genscape. Dalam laporan mingguan Genscape, stok minyak AS di hub pengiriman Cushing, Oklahoma naik 771.924 per barel sejak 23 November 2018 lalu.

Pemerintah AS menyatakan cadangan minyak AS tahun lalu melampaui rekor 47 tahun silam saat melonjak 6,4 miliar barel atau 19,5 persen menjadi 39,2 juta barel.

Saat ini, perhatian investor terarah pada pertemuan pemimpin negara G20 yang diselenggarakan pada 30 November hingga 1 Desember 2018, dengan pembicaraan terkait hubungan perdagangan AS-China menjadi fokus.

Menurut Kilduff, antisipasi pertemuan G2O kemungkinan bakal mendorong harga minyak lebih tinggi meski trader berhati-hati terhadap aksi jual sebelum pertemuan berlangsung.

"Kita telah melihat kenaikan yang sangat besar pada pasokan dan gambaran permintaan masih menjadi pertanyaan. Kendati demikian, kita kemungkinan akan melihat sejumlah pergerakan pada isu perdagangan global dalam pertemuan G20 yang akan dimulai pada Jumat ini," ujar Kepala Strategi CMC Markets and Stockbroking Michael McCarthy. (sfr/rea)

Sumber : CNN Indonesia
Rifanfinancindo

Kamis, 29 November 2018

Rupiah Pimpin Penguatan Mata Uang Asia Pagi Ini - Rifan Financindo

Rupiah Pimpin Penguatan Mata Uang Asia Pagi Ini
Rifan Financindo - Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.458 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot pagi ini, Kamis (29/11). Posisi ini menguat 72 poin atau 0,49 persen dari kemarin sore, Rabu (28/11) di Rp14.529 per dolar AS.
 
Rupiah memimpin penguatan mata uang di kawasan Asia. Diikuti baht Thailand menguat 0,02 persen, yen Jepang 0,11 persen, ringgit Malaysia 0,15 persen, peso Filipina 0,16 persen, dan won Korea Selatan 0,26 persen.
 
Sementara dolar Singapura melemah 0,04 persen dan dolar Hong Kong minus 0,01 persen.
 
Sebaliknya, mata uang utama negara maju justru bersandar di zona merah. Dolar Australia melemah 0,12 persen, dolar Kanada minus 0,02 persen, dan rubel Rusia minus 0,01 persen.
 
Sementara euro Eropa dan poundsterling Inggris stagnan. Namun, franc Swiss berhasil menguat 0,09 persen dari dolar AS.
 
Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memperkirakan rupiah akan kembali melemah pada hari ini karena ada sentimen negatif dari luar maupun dalam negeri.
 
Dari dalam negeri, pasar mengartikan arah kebijakan Bank Indonesia (BI) yang tetap pre-emtive dan ahead of the curve pada tahun depan sebagai sinyal bahwa bank sentral nasional akan kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
 
"Pasar cenderung bereaksi negatif meskipun akan positif untuk pergerakan rupiah," ujarnya, Kamis (29/11).
 
Sementara di luar negeri, pasar menanti kepastian perdamaian AS dengan China dalam forum KTT G20 Summit. Hal ini membuat dolar AS berhasil dari beberapa mata uang. Hal ini membuat sentimen bank sentral AS, The Federal Reserve yang memberi sikap netral terhadap rencana kenaikan suku bunga acuan tidak di-respons pasar.(fea) 
 
 
Sumber : CNN Indonesia
Rifan Financindo

Rabu, 28 November 2018

PT Rifan Financindo Berjangka – Visual Stories: Dara Seksi Penakluk Tong Setan

sepe
PT Rifan Financindo Berjangka, Jakarta – Jarang ada perempuan jadi pembalap. Apalagi pembalap tong setan. Berputar-putar di dalam tong sambil memacu sepeda motor turun naik dengan kecepatan tinggi. Dihantui maut.
Pertunjukan tong setan kerap menjadi primadona di setiap pasar malam. Jika beruntung, Anda bisa bertemu dara-dara muda bernyali besar yang menjadi penakluk pusaran tong setan.
Karmila dan Laras terpikat dengan atraksi yang memacu adrenalin ini sejak semula melihatnya. Bukannya takut, mereka justru penasaran mencoba.
Tentu saja awalnya tak berjalan mulus. Pusing, mual, bahkan sampai pingsan. Ikuti kisah Karmila dan Laras serta aksi mereka sebagai pembalap tong setan dalam Visual Stories di sini.
(cha/asp)

Selasa, 27 November 2018

IHSG Dibuka Melemah ke 6.009 | Rifanfinancindo

Ilustrasi/Foto: Rengga Sancaya 
Rifanfinancindo - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona merah. IHSG berbalik melemah pada pembukaan pagi ini.

Sementara nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah menjinak ke level Rp 14.479.

Pada perdagangan pre opening, IHSG melemah 20,387 poin (0,34%) ke 6.002,391. Indeks LQ45 turun 5,086 poin (0,53%) ke 957,863.

Membuka perdagangan, Selasa (27/11/2018), IHSG melanjutkan pelemahan 10,783 poin (0,22%) ke 6.009,783. Indeks LQ45 juga turun 4,215 poin (0,44%) ke 958,875.

Pada perdagangan pukul 09.05 waktu JATS, IHSG masih betah di zona merah ke 6,010 (0,21%). Indeks LQ45 juga masih melemah 4,189 poin (0,43%) ke 958,818.

Sementara itu indeks utama bursa Wall St ditutup kompak dalam zona hijau. Indeks Dow Jones naik 1,46%, S&P terangkat 1,55%, dan Nasdaq menguat 2,06%. Rebound-nya indeks Wall St dikarenakan pelaku pasar melakukan bargain hunter atas saham-saham yang sudah terkoreksi cukup besar padahal masih memiliki fundamental yang cukup sehat. 

Selain itu, adanya perayaan Thanksgiving beberapa waktu lalu nampaknya berhasil meningkatkan konsumsi yang pada akhirnya mendukung ekspektasi atas saham-saham sektor ritel. Adapun dari sektor energi juga terkoreksi dengan harapan pasokan akan segera mengalami penurunan.

Sedangkan bursa saham Asia mayoritas bergerak negatif pagi ini. Berikut pergerakannya:
  • Indeks Nikkei 225 bertambah 45 poin ke 21.857,551
  • Indeks Hang Seng turun 156,080 ke 26.220,100
  • Indeks Komposit Shanghai bertambah 4,370 poin atau 0,17% ke 2.580,070
  • Indeks Strait Times turun 14,750 poin ke 3.076,820



Senin, 26 November 2018

Harga Minyak Dunia Tertekan Pasokan yang Membanjir | Rifan Financindo

Harga Minyak Dunia Tertekan Pasokan yang Membanjir
Rifan Financindo -- Tren penurunan harga minyak dunia masih berlanjut sepanjang pekan lalu di tengah kekhawatiran membanjirnya pasokan di pasar. Ke depan, harga minyak diperkirakan membaik seiring upaya sejumlah produsen utama minyak dunia bersepakat memangkas produksi dalam pertemuan awal Desember 2018.

Dilansir dari Reuters, Senin (26/11), harga minyak mentah Brent secara mingguan merosot 11,3 persen menjadi US$58,8 per barel pada Jumat (23/11) lalu. Secara harian, harga Brent terjerembab US$3,8 atau 6,1 persen.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) sebesar 10,8 persen secara mingguan menjadi US$50,42 per barel. Dalam perhitungan harian, harga WTI tercatat merosot US$4,21 atau 7,7 persen.

Kedua harga acuan telah melemah selama tujuh pekan berturut-turut. Pekan lalu, persentase penurunan kedua harga acuan merupakan yang terbesar sejak Januari 2016.

Sepanjang November, harga minyak merosot lebih dari 20 persen sejak menyentuh level tertingginya pada awal Oktober 2018 lalu. Diperkirakan, kedua harga acuan bakal mencatatkan penurunan harga bulanan terbesar sejak akhir 2014.

Produksi minyak, terutama dari AS, tumbuh lebih cepat dibandingkan permintaan. Untuk mencegah bertambahnya bahan bakar yang tidak terpakai, seperti yang terjadi pada 2015, Organisasi Negara Pengekspor Minyak diperkirakan bakal memangkas produksinya. Kesepakatan berpotensi terjadi dalam pertemuan 6 Desember 2018 mendatang.

Kendati demikian, rencana pemangkasan produksi OPEC kurang ampuh dalam mendongkrak harga. Pasar minyak terbebani oleh perang dagang antara dua perekonomian terbesar dunia AS dan China. Rencananya, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping bakal bertemu di pertemuan G20 di Buenos Aires, Argentina, pada pekan ini.

"Pasar tengah memasukkan faktor perlambatan ekonomi - mereka (pelaku pasar) mengantisipasi pembicaraan perdagangan dengan China tidak akan berjalan mulus," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.

Ketakutan pasar terhadap lemahnya permintaan meningkat setelah China, pada pekan lalu, mencatatkan ekspor bensin terendah sejak lebih dari setahun. Lunglainya ekspor bensin terjadi di tengah berlebihnya pasokan bahan bakar di Asia dan secara global.

Persediaan bensin melesat di Asia, dengan stok di Singapura, hub kilang di kawasan, meningkat ke level tertingginya dalam tiga bulan terakhir. Pekan lalu, persediaan minyak di Jepang juga menanjak. Di AS, persediaan bahan bakar naik tujuh persen sejak setahun terakhir.

Produksi minyak mentah juga melonjak tahun ini. Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan produksi dari non-OPEC naik sebesar 2,3 juta barel per hari (bph) tahun ini. Sementara, permintaan tahun depan diproyeksi hanya akan terkerek 1,3 juta bph.

Pelemahan permintaan membuat eksportir minyak mentah utama dunia Arab Saudi, pada Kamis lalu, menyatakan kemungkinan bakal memangkas produksinya. Diperkirakan, Arab Saudi bersama anggota OPEC lainnya akan memangkas produksi hingga 1,4 juta bph.

Kendati demikian, Trump menegaskan penolakannya terhadap kenaikan harga minyak. Banyak analis memprediksi Arab Saudi akan mengikuti keinginan AS untuk menolak tekanan pemangkasan produksi dari anggota OPEC lain.

Sejumlah analis memperkirakan, jika OPEC memangkas produksinya pada pertemuan bulan depan, harga minyak akan kembali pulih.

"Kami memperkirakan OPEC akan mengatur pasar di 2019 dan mengkaji kemungkinan terjadinya kesepakatan untuk mengurangi produksi sekitar dua banding tiga. Pada skenario tersebut, harga Brent kemungkinan bakal kembali ke level US$70 per barel," ujar Ahli Strategi Komoditi Morgan Stanley Martijn Rats dan Amy Sergeant dalam catatannya kepada klien yang dikutip Reuters.

Analis Riset FXTM Lukman Otunaga menilai apabila OPEC tidak memangkas produksinya, harga minyak bisa tertekan lebih dalam menuju US$50 per barel.

Penurunan harga minyak telah menyeret saham sektor energi di bursa AS. Saham perusahaan minyak raksasa Exxon Mobil Corp dan Chevron merosot lebih dari tiga persen pada pekan lalu.

Lebih lanjut, Intercontinental Exchange (ICE) mencatat manajer keuangan dan investasi memangkas posisi beli pada Brent sebesar 32.263 kontrak menjadi 182.569 kontrak pada pekan yang berakhir 20 November 2018. Jumlah kontrak beli bersih tersebut terendah sejak Desember 2015. (sfr/lav)

Sumber : CNN Indonesia
Rifan Financindo