Jumat, 05 Juli 2019

PT Rifan Financindo - Gairah Investor Mulai Reda, Harga Emas Seakan Tak Bergerak

Gairah Investor Mulai Reda, Harga Emas Seakan Tak Bergerak
Foto: Tak Hanya Logam Mulia, Perhiasan Saat Ini Banyak Diburu Warga Untuk Investasi.(CNBC Indonesia)
PT Rifan Financindo Palembang - Akibat saling tarik sentimen, pergerakan harga emas masih sangat terbatas. Harapan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China dan penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, Federal Reserve menjadi sentimen utama yang menarik harga emas ke dua arah.

Pada perdagangan hari Jumat (5/7/2019) pukul 09:45 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) naik tipis 0,01% ke level US$ 1.421/troy ounce, setelah ditutup stagnan kemarin.

Sementara harga emas di pasar spot naik 0,24% menjadi US$ 1.418,58/troy ounce, setelah turun 0,24% sehari sebelumnya.

Salah satu yang membuat pelaku pasar tak lagi gencar memburu emas adalah perkembangan yang positif terkait perang dagang Amerika Serikat (AS)-China.

Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow mengatakan bahwa perwakilan kedua negara (AS dan China) tengah merencanakan sebuah perundingan baru.

"Dialog (dengan China) akan berlanjut pada pekan depan," ujar Kudlow, dikutip dari Reuters.

Seorang pejabat dari Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative) belakangan menyebut bahwa dialog tersebut akan melibatkan pejabat tingkat tinggi dan dilakukan melalui sambungan telepon.

Lebih lanjut, Kudlow juga menyebut akan ada dialog lanjutan yang kemungkinan dilakukan dengan tatap muka.

"Saya tak tahu tepatnya kapan. Mereka (delegasi kedua negara) berbicara melalui sambungan telepon. Mereka akan berbicara lagi pada pekan depan melalui sambungan telepon dan mereka akan merencanakan pertemuan tatap muka," kata Kudlow.

Ada kemungkinan rangkaian dialog yang akan dilakukan AS-China ke depan bisa menghasilkan kesepakatan damai dagang.

Atas optimisme tersebut, pelaku pasar mulai bisa sedikit berani untuk agresif dalam berinvestasi. Emas yang biasanya dipilih saat main aman pun tak lagi diborong.


Investor Masih Galau, Harga Emas Seakan Tak Bergerak
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell
Namun perlu dicatat bahwa investor tidak serta merta meninggalkan emas. Pasalnya masih ada harapan yang besar akan penurunan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed.

Perlu diketahui bahwa akhir bulan Juli, komite pengambil kebijakan (FOMC) The Fed akan kembali menggelar rapat bulanan. Dalam rapat setiap rapat, The Fed biasanya akan mengumumkan kebijakan suku bunga. Bisa ditahan, naik, atau diturunkan.

Mengutip CME Fedwatch, Jumat (5/7/2019), probabilitas The Fed menurunkan suku bunga 25 basis poin di rapat bulan Juli mencapai 72,4%. Ada pula 27,6% kemungkinan suku bunga acuan dipangkas hingga 50 basis poin.

Sementara kemungkinan suku bunga acuan ditahan di kisaran 2,25-2,5% tidak ada sama sekali alias 0%.

Kala suku bunga acuan The Fed turun, maka pasar akan kebanjiran likuiditas dolar. Dolar melimpah ruah karena fasilitas kredit jadi lebih mudah. Dolar tak lagi disimpan dalam kandang dan bertebaran di mana-mana.

Dengan begitu, nilai tukar greenback kemungkinan akan tertekan.

Dalam kondisi tersebut, pelaku pasar akan terpapar risiko penurunan nilai aset akibat perubahan kurs dolar. Bukan hal yang diinginkan tentunya.

Alhasil, emas masih terus dipertahankan sebagai instrumen pelindung nilai (hedging).

TIM RISET CNBC INDONESIA(taa/tas)
 

Kamis, 04 Juli 2019

Rifanfinancindo - The Fed Diramal Turunkan Bunga Acuan, Wall Street Cetak Rekor

Setelah Lemas Naik-Turun, Harga Minyak Mulai Stabil
Rifanfinancindo Palembang - Setelah melesat sekitar 2% kemarin, pergerakan harga minyak mulai terbatas. Belum ada sentimen baru membuat harga si emas hitam susah ke mana-mana.

Pada perdagangan Kamis (4/7/2019) pukul 08:30 WIB, harga Brent kontrak pengiriman September naik 0,02% ke US$ 63,83/barel. Adapun harga light sweet (WTI) menguat 0,05% menjadi US$ 57,37/barel. Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI ditutup menguat masing-masing sebesar 2,28% dan 1,94%.

Pergerakan harga minyak masih didorong oleh sentimen kesepakatan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya perihal perpanjangan masa pengetatan produksi minyak. Kemarin, OPEC+ epakat untuk terus menahan produksi di level yang sekarang, atau 1,2 juta barel/hari lebih rendah dibanding Oktober 2018. Artinya, dalam waktu dekat tidak akan ada lonjakan pasokan dari OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia.

Selain itu, harga minyak juga mendapat energi positif dari pengurangan jumlah fasilitas pengeboran aktif yang ada di Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan dari Baker Huges, jumlah rig aktif di AS untuk minggu yang berakhir pada 3 Juli berkurang lima unit menjadi 788. Jumlah rig aktif seringkali menjadi satu indikator untuk memperkirakan produksi minyak Negeri Paman Sam. Kala jumlahnya berkurang, maka ada peluang produksi juga turun. Atau setidaknya tidak ada lonjakan dalam waktu dekat.

Bila pasokan masih bisa terjaga, maka begitu pula keseimbangan fundamental (pasokan-permintaan) di pasar minyak global. Ancaman banjir pasokan, seperti yang terjadi pada akhir tahun 2018 bisa dihindari.

Namun, beberapa sentimen negatif juga masih membebani harga minyak, sehingga penguatan hari ini amat terbatas. Salah satunya adalah inventori minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir pada 28 Juni hanya turun sebesar 1,1 juta barel. Angka penurunan tersebut jauh lebih kecil dibanding prediksi konsensus analis yang sebesar 3 juta barel.

Yah, ada sedikit kekecewaan pelaku pasar. Kenyataan tidak seindah harapan. Alhasil perhitungan investasi pelaku pasar harus disesuaikan.

"Pelaku pasar kecewa degan penurunan inventori minyak mentah yang sangat kecil," ujar Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston, Texas, dikutip dari Reuters.

Beban pada harga minyak juga disumbangkan oleh defisit neraca dagang AS bulan Mei 2019 yang membengkak sebesar US$ 55,5 miliar atau paling parah dalam lima bulan terakhir. Perang dagang dengan China disebut-sebut menjadi dalang atas pembengkakan defisit neraca dagang AS. Wajar saja karena China merupakan mitra dagang utama Negeri Paman Sam.

Hal tersebut membuktikan bahwa rantai pasokan global masih mengalami hambatan yang cukup kuat. Perlambatan ekonomi dunia pun semakin sulit untuk dihentikan.

Ujung-ujungnya, permintaan energi, yang mana salah satunya adalah minyak mentah juga akan semakin terbatas.

Bahkan bank Barclays memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak pada 2019 akan menjadi yang paling lambat sejak 2011. Bank Morgan Stanley juga telah menurunkan proyeksi harga Brent jangka panjang menjadi US$ 60/barel dari yang semula US$ 65/barel.

Selain itu volume transaksi kontrak pembelian minyak akan terbatas karena hari ini AS akan merayakan Hari Kemerdekaan, sehingga sebagian besar pelaku pasar libur.(taa/taa)


Rabu, 03 Juli 2019

Rifan Financindo - Yen Perkasa dan Sentimen Positif Minim, Bursa Tokyo Melemah

Yen Perkasa dan Sentimen Positif Minim, Bursa Tokyo Melemah
Foto: Nikkei Stock Index. (Reuters/Kim Kyung-Hoon)
Rifan Financindo Palembang - Bursa Tokyo dibuka di zona merah pada perdagangan, Rabu (3/7/2019). Pemicunya adalah penguatan yen dan minimnya sentimen positif di pasar.

Indeks acuan Nikkei 225 turun 0,39% atau 84,03 poin menjadi 21.670,24 pada awal perdagangan. Sementara indeks Topix terkoreksi sebesar 0,60% atau 9,54 poin menjadi 1.580,30.

Kabar baik yang dibawa Amerika Serikat (AS) dan China dari pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping terkait mengenai hubungan dagang kedua negara nampaknya tidak bisa bertahan lama. Sebab, dua hari kemudian AS melayangkan ancaman ke Eropa.

Setelah bertemu di sela-sela KTT G20 di Osaka, Jepang, pekan lalu, Trump dan Xi telah setuju untuk tidak mengenakan bea masuk baru terhadap barang asal masing-masing negara. Trump juga mengatakan pertemuan itu berjalan dengan baik.

Trump menambahkan bahwa AS akan melonggarkan pembatasan pada perusahaan AS dalam penjualan produk ke Huawei, perusahaan telekomunikasi raksasa China. Lebih lanjut, dia mengatakan pembicaraan dagang dengan China telah kembali dimulai selepas pertemuan itu.

Namun pada Senin kemarin, AS meningkatkan skala perang dagang dengan Uni Eropa (UE) lantaran akan menerapkan tarif impor baru pada barang-barang UE senilai US$ 4 miliar. Perang dagang kedua negara ini dipicu oleh saling tuduh dalam konteks pemberian subsidi ke perusahaan pesawat terbesar mereka, Airbus (Eropa) dan Boeing (AS). (miq/miq)

Sumber : CNBC
 
 

Selasa, 02 Juli 2019

Buwas Sebut Ada Permainan Kartel Harga Ayam


Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkapkan dugaan kartel harga daging ayam nampak jelas saat terjadi anjloknya harga ayam di tingkat peternak, di sisi lain harga di pasar masih tinggi.

"Masalahnya, harga di peternak jatuh, tetapi tidak di pasar. Inilah bukti permainan kartel. Dia punya pasar. Yang dirugikan adalah peternak karena tidak punya pasar. Penjahat itu seenaknya, ini yang tidak boleh terjadi," kata Budi Waseso di Bulog Coorporate University, Jakarta, Selasa (2/7/2019).

Sayangnya, mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan Bulog tidak memiliki wewenang untuk menyerap ayam dari para peternak. Namun, dia mengatakan ada solusi lain yang bisa ditempuh yaitu dengan mengajak kerja sama peternak ayam besar. Bulog memang sempat didorong oleh para peternak untuk mengelola harga ayam.

"Mereka kita ajak supaya ikut membeli dari peternak mandiri yang kesulitan. Prediksi ke depan seperti apa, kita perlu kerja sama," kata Budi Waseso.

Anjloknya harga ayam beberapa waktu terakhir memang dikeluhkan para peternak. Awal pekan lalu harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak rakyat dan mandiri sempat menyentuh Rp 7.000/kg, jauh di bawah harga pokok produksi (HPP) peternak yang berkisar sebesar Rp 18.500/kg.

Sebaliknya, di tingkat pedagang, harga ayam karkas dijual antara Rp30.000 sampai Rp40.000.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebelumnya sudah menyatakan ada indikasi ketidakberesan di pasar ayam potong. Ini karena harga ayam di peternak anjlok dalam rentang Rp8000-10.000 per kg, tapi di pasar harga ayam masih bertahan tinggi di atas Rp30.000 per kg, atau lebih dari 1,6 kali dari batas yang dianggap wajar oleh KPPU.  (hoi/hoi)

Sumber : CNBC

Senin, 01 Juli 2019

PT Rifan Financindo - Manuver Trump ke Asia, Donald Trump Menang Banyak

Foto: Pertemuan G-20 Trump-Xi (REUTERS/Kevin Lamarque)
PT Rifan Financindo Palembang - Gelaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 telah resmi berakhir. Selama dua hari yakni Sabtu hingga Minggu (29-30 Juni), para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan G20 bersua di Osaka, Jepang, guna membahas berbagai hal. Mulai dari perdagangan, investasi, produksi minyak, hingga perubahan iklim dibahas di sini.

Sebagai informasi, G20 merupakan forum yang terdiri dari 20 negara dengan nilai perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) yang besar. Karena nilai perekonomiannya yang besar, negara-negara anggota G20 dipastikan memiliki dampak sistemik pada perekonomian global.

Oleh karena itu, gelaran KTT G20 menjadi momen yang ditunggu oleh seluruh pelaku pasar keuangan, bahkan seluruh masyarakat dunia. Dalam gelaran ini, rantai diplomasi antar negara-negara anggota bisa diperkuat.

Berbicara mengenai gelaran KTT G20 tahun 2019, ada satu tokoh yang bisa dibilang keluar sebagai 'pemenang'. Sosok tersebut adalah Donald Trump, mantap pebisnis yang kini menjabat sebagai presiden Amerika Serikat (AS), negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia.

Tak lengkap rasanya jika gelaran KTT G20 tak dikaitkan dengan perang dagang AS-China. Seperti yang kita ketahui, sudah berbulan-bulan lamanya AS dan China saling mengenakan bea masuk bagi produk impor satu sama lain senilai ratusan miliar.

Hal ini dilakukan AS guna menekan kebijakan pemerintah China yang dianggap sangat merugikan AS, seperti pemberian subsidi kepada perusahaan-perusahaan milik pemerintah China, pencurian kekayaan intelektual, hingga transfer teknologi secara paksa yang dialami oleh perusahaan asal AS yang berinvestasi di Negeri Panda.

Menjelang gelaran KTT G20 sebenarnya pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping sudah santer terdengar, hingga akhirnya dikonfirmasi sendiri oleh Trump.

Setelah itu, pemberitaan yang santer terdengar adalah AS dan China telah secara tentatif setuju untuk memberlakukan gencatan senjata di bidang perdagangan guna menyambung lagi rantai negosiasi yang sudah terputus sejak bulan Mei. Pemberitaan tersebut pertama kali digaungkan oleh South China Morning Post (SCMP) dengan mengutip berbagai sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Seorang sumber mengatakan bahwa keputusan Trump terkait pemberlakuan gencatan senjata tersebut merupakan syarat dari Xi jika Trump ingin melakukan pertemuan dengannya di sela-sela gelaran KTT G20.

Walaupun positif bagi perekonomian dan pasar keuangan dunia jika AS dan China menyepakati gencatan senjata di bidang perdagangan, namun hal ini sedikit berbeda bagi Trump. Pasalnya, timbul citra bahwa dirinya lah yang begitu 'ngebet' ingin meneken kesepakatan dagang dengan China. Hal ini sangat bertolak belakang dengan komentarnya (yang dilontarkan berulang kali) bahwa ia nyaman dengan bea masuk yang ditetapkan AS terhadap produk impor asal China.

Pada hari Jumat (28/6/2019) waktu Asia atau sehari menjelang gelaran KTT G20, Trump kemudian membantah sendiri pemberitaan tersebut.

"Saya tak menjanjikkannya, tidak," kata Trump, dilansir dari Reuters.

Tapi nyatanya, AS tetap saja menyetujui gencatan senjata dengan China pasca kedua pimpinan negara bertemu. Dilansir dari CNBC International, pasca Trump dan Xi bertemu selama sekitar 80 menit, kedua negara secara terpisah mengumumkan bahwa mereka telah setuju untuk tak saling mengenakan bea masuk baru terhadap produk impor dari masing-masing negara.

Media milik pemerintah China Xinhua menyebut bahwa kedua pimpinan negara setuju "untuk memulai kembali negosiasi dagang antar kedua negara dengan dasar kesetaraan dan rasa hormat."

Di sini, citra Trump terangkat. Terlihat bahwa China lah yang sesungguhnya 'ngebet' untuk meneken kesepakatan dagang. Buktinya, tanpa adanya perjanjian bahwa gencatan senjata akan diteken pun Xi tetap bersedia menemui Trump. Hal ini berarti sikap keras yang diambil Trump kepada China telah membuahkan hasil. (ank/ank)