Rabu, 07 Agustus 2019

Rifan Financindo - Cemas Tunggu Bank Sentral China, Yen Kembali Menguat

Cemas Tunggu Bank Sentral China, Yen Kembali Menguat
Foto: Mata Uang Yen Jepang (REUTERS/Lee Jae-Won)
Rifan Financindo - Mata uang yen Jepang kembali menguat pada perdagagan Rabu (7/8/19) setelah melemah pada Selasa kemarin. Pelaku pasar kembali cemas akan pelambatan ekonomi global yang bisa terjadi akibat eskalasi perang dagang dan merembet ke perang mata uang Amerika Serikat (AS) dengan China.

Pada pukul 7:47 WIB, yen diperdagangkan di level 106,14/US$ atau menguat 0,31% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Pada Selasa kemarin yen melemah 0,5%, mengakhiri penguatan tajam tiga hari beruntun.

Yen mulai menguat sejak perdagangan Kamis (1/8/19) setelah Presiden AS, Donald Trump, yang menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku pada September.

Langkah Trump tersebut membuat China panas, memberikan balasan yang telak. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) pada hari Senin mematok nilai kurs yuan hari ini 6,9225/US$ atau yang terlemah sejak Desember 2018, setelahnya mekanisme pasar membuat yuan terus melemah diperdagangkan di level 7,0470/US$

Kecemasan akan perang mata uang sedikit mereda pada Selasa kemarin setelah PBoC menetapkan kurs tengah yuan di level 6,9736/US$ sedikit lebih kuat dari 7/US$ yang merupakan disebut sebagai level kunci. Dampaknya dolar AS bisa bangkit dan yen melemah untuk pertama kalinya dalam empat perdagangan terakhir.

PBoC pagi ini kembali menjadi perhatian, pelaku pasar akan melihat di level berapa nilai tengah yuan akan ditetapkan. Jika di atas 7/US$ kecemasan akan perang mata uang akan semakin menguat, yen bisa berjaya lagi.

Sementara jika nilai tengah yuan dipatok lebih kuat dibandingkan Selasa kemarin, pasar akan lebih lega lagi, dan yen berpotensi melemah. Apalagi melihat bursa saham AS yang menguat cukup tajam Selasa kemarin bisa memberikan angin segar ke bursa Asia.

Penguatan bursa saham akan membuat daya tarik yen sebagai aset aman atau safe haven menjadi berkurang.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/hps)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Selasa, 06 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - AS-China Makin Sengit, Bursa Saham Asia Babak Belur

AS-China Makin Sengit, Bursa Saham Asia Babak Belur
PT Rifan Financindo - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia babak belur pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 2,04%, indeks Shanghai anjlok 2,03%, indeks Hang Seng jatuh 2,29%, indeks Straits Times terkoreksi 1,53%, dan indeks Kospi terpangkas 1,56%.

Perang dagang AS-China yang kian memanas menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Pada hari ini, China mengumumkan balasan terkait dengan bea masuk baru yang akan dieksekusi oleh AS pada awal September mendatang dengan mengonfirmasi pemberitaan bahwa perusahaan-perusahaan asal China akan berhenti membeli produk agrikultur asal AS.

Melansir CNBC International, seorang juru bicara untuk Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan asal Negeri Panda telah berhenti membeli produk agrikultur asal AS sebagai respons dari rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk baru yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 300 miliar.

Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga membuka kemungkinan untuk mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS yang sudah terlanjut dipesan setelah tanggal 3 Agustus.

Seperti yang diketahui, pada hari Kamis (1/8/2019) Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan bea masuk baru senilai 10% bagi produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang hingga kini belum terdampak perang dagang. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada tanggal 1 September. Kacaunya lagi, Trump menyebut bahwa bea masuk baru tersebut bisa dinaikkan hingga menjadi di atas 25%.

"AS akan mulai, pada tanggal 1 September, mengenakan bea masuk tambahan dengan besaran yang kecil yakni 10% terhadap sisa produk impor asal China senilai US$ 300 miliar yang masuk ke negara kita," cuit Trump melalui akun @realDonaldTrump.

Pengumuman dari Trump ini datang pasca dirinya melakukan rapat dengan Menteri keuangan AS Steven Mnuchin dan Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer terkait dengan hasil negosiasi di Shanghai pada pekan kemarin.

Kala perang dagang AS-China tereskalasi, bisa dipastikan bahwa laju perekonomian dunia akan mendapatkan tekanan yang signifikan. Maklum, AS dan China merupakan dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di planet bumi. (ank/ank)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo

Senin, 05 Agustus 2019

Rifanfinancindo - Masih 'Sakti' Enggak Ucapan Trump di Pasar Forex Pekan Ini?

Masih 'Sakti' Enggak Ucapan Trump di Pasar Forex Pekan Ini?
RifanfinancindoUcapan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat arah pergerakan pasar forex atau valas berbalik pada pekan lalu. Kurs dolar AS yang sebelumnya sangat perkasa tiba-tiba jeblok, yen Jepang pun menguat tajam, euro dan poundsterling akhirnya rebound dari level terlemahnya.

Trump pada pekan lalu mengumumkan akan mengenakan tarif impor baru kepada produk dari China, yang memicu kecemasan akan membesarnya perang dagang kedua negara, menjadi penyebab berubahnya "arah angin" di pasar forex.

Namun, apakah ucapan "sakti" Trump tersebut masih akan berlaku di pekan ini?

Melihat tingginya probabilitas pemangkasan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) di bulan September, potensi masih berpengaruhnya ucapan Trump cukup besar.

Dengan demikian dolar AS berpotensi kembali melemah. Apalagi di pekan ini tidak banyak data ekonomi penting yang dirilis dari AS, peluang dolar untuk untuk bisa bangkit semakin menipis.

Tekanan terhadap dolar sudah terlihat di awal perdagangan Senin (5/8/19), pada pukul 7:14 WIB, yen menguat 0,23% melawan mata uang the greenback ini ke level 106,30/US$ dan berada di level terkuat 7 bulan.

Di waktu yang sama euro dan poundsterling masing-masing menguat 0,13% dan 0.05% ke level US$ 1,1121 dan US$ 1,2157, berdasarkan data Refinitiv.

Akibat penguatan beberapa mata uang utama tersebut, indeks dolar melemah 0,08% ke level 97,99.

Data dari piranti FedWatch milik CME Group menunjukkan probabilitas suku bunga 1,75%-2,00% di bulan Desember sebesar 97,3% meningkat tajam dibandingkan pekan lalu sebesar 56,2%. Sementara probabilitas suku bunga saat ini 2,00%-2,25% sebesar 0% alias tidak ada sama sekali.

Data tersebut menunjukkan pelaku pasar sangat yakin The Fed akan memangkas lagi suku bunga pada bulan depan.

Menakar
Grafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed Bulan September
Foto: CME Group

Dolar AS pada Kamis pekan lalu bergerak seperti roller coaster. Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memangkas suku bunga acuan 25 basis poin (bps) menjadi 2,00%-2,25% tetapi mengindikasikan tidak akan agresif melakukan pemangkasan di tahun ini membuat indeks dolar melesat naik ke level tertinggi dua tahun.

Dolar terlihat seperti akan terus berjaya hingga akhir pekan, bahkan bisa berlanjut di pekan ini.

Namun, kurang dari 24 jam setelah The Fed mengumumkan suku bunga, Trump menaikkan bea impor 10% terhadap produk China yang selama ini belum dikenakan tarif. Total nilai produk tersebut sebesar US$ 300 miliar dan mulai berlaku pada September.

Akibat kebijakan Trump tersebut babak baru perang dagang bisa dimulai, China sudah mengancam akan melakukan hal yang serupa.

Kementerian Luar Negeri China menegaskan Beijing bakal menerapkan serangan balasan jika AS jadi mengenakan bea masuk baru.

Perang dagang AS-China merupakan biang keladi pelambatan ekonomi global, termasuk di AS. Dengan peluang membesarnya perang dagang, dan perekonomian AS kemungkinan terseret, hal ini yang membuat pelaku pasar kembali yakin The Fed akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali lagi, yakni di bulan September dan Desember.  (pap/tas)

Sumber : CNBC

Jumat, 02 Agustus 2019

Rifan Financindo - 1 September, AS Kenakan Tarif 10% Buat Produk China US$ 300 M

1 September, AS Kenakan Tarif 10% Buat Produk China US$ 300 M
Foto:(REUTERS/Kevin Lamarque)
Rifan Financindo - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan AS akan mengenakan tarif tambahan 10% pada produk China yang diekspor ke Negeri Paman Sam. Kebijakan itu disampaikan Trump via akun Twitter seperti dikutip pada Jumat (2/8/2019).

Imbasnya, Wall Street mencatatkan penurunan tajam pada penutupan perdagangan hari Kamis (1/8/19) waktu setempat. Indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 280,85 poin menjadi 26.583,42 setelah melonjak sebanyak 311 poin pada hari sebelumnya.

Indeks S&P 500 mengakhiri perdagangan dengan turun 0,9% menjadi 2.953,56 setelah naik lebih dari 1%. Sementara indeks Nasdaq Composite ditutup turun 0,8% menjadi 8,111.12 setelah melonjak lebih dari 1,6%.

Dalam serangkain postingan di Twitter, Kamis, Trump mengeluhkan China yang memutuskan untuk menegosiasikan kembali kesepakatan dagang sebelum ditandatangani. Oleh karena itu, dia mengatakan akan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang China senilai US$ 300 miliar. Bea masuk ini akan berlaku pada 1 September.

"Pembicaraan perdagangan terus berlanjut, dan selama pembicaraan tersebut, AS akan mulai, pada tanggal 1 September, memberikan tambahan tarif 10% untuk sisa US$ 300 miliar barang dan produk yang berasal dari China ke Negara kami. Ini belum termasuk US$ 250 miliar yang sudah dikenai tarif 25%," katanya.

Komentar ini disampaikan setelah delegasi AS kembali dari melakukan perundingan dagang di Shanghai, China, pada akhir bulan Juli.

Trump juga menuding China tidak menepati janji untuk membeli produk pertanian dari AS dalam jumlah besar. Bahkan Trump menyebut Presiden China Xi Jinping mengatakan akan menghentikan penjualan Fentanyl ke AS. Namun begitu, Trump berharap akan ada pembicaraan dagang selanjutnya.

"Ini tidak pernah terjadi, dan banyak orang Amerika terus mati!" tambahnya. "Kami menantikan untuk melanjutkan dialog positif kami dengan China mengenai kesepakatan perdagangan yang komprehensif, dan merasa bahwa masa depan antara kedua negara kami akan menjadi sangat cerah!."

Menanggapi situasi ini, analis di Prudential Financial Quincy Krosby mengatakan sudah sejak lama perdagangan menjadi isu yang mengganggu pasar. Ia juga memperkirakan ancaman Trump akan segera dibalas oleh China.

"Faktanya adalah kita pasti akan mendapat reaksi dari Beijing," ujarnya dilansir CNBC International, Jumat (2/8/2019).

Sementara itu di Eropa, para pelaku pasar nampaknya tidak begitu memusingkan ancaman Trump kepada China. Pada perdagangan Kamis, indeks Pan-European Stoxx 600 ditutup sementara menguat tipis 0,41%, dipimpin oleh kenaikan 2,2% saham-saham jasa keuangan.

AS dan China akan melanjutkan negosiasi perdagangan di Washington DC pada awal September. Ini diputuskan setelah kedua negara mengadakan pembicaraan dagang di Shanghai pada 30 dan 31 Juli.

Dalam perundingan ini kedua ekonomi terbesar dunia itu telah dilakukan pembicaraan yang mendalam dan konstruktif mengenai ekonomi dan perdagangan. Salah satu topik adalah agar China meningkatkan pembelian produk pertanian AS dan Negeri Paman Sam menciptakan 'kondisi yang menguntungkan' untuk itu. Demikian disampaikan media pemerintah China Xinhua, Rabu (31/7/2019).

Sementara itu pada Rabu, Gedung Putih mengatakan bahwa kedua belah pihak membahas berbagai topik seperti transfer teknologi secara paksa, hak kekayaan intelektual, jasa, hambatan nontarif dan pertanian.

"Pihak China mengonfirmasi komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian ekspor pertanian Amerika Serikat. Pertemuan itu konstruktif, dan kami berharap negosiasi mengenai kesepakatan perdagangan yang dapat ditegakkan akan berlanjut di Washington, D.C., pada awal September," menurut pernyataan Gedung Putih dilansir CNBC International.

Pertemuan dua hari lalu di Shanghai adalah pembicaraan dagang langsung pertama sejak pertemuan G-20. Di tengah-tengah pembicaraan, Presiden AS Donald Trump memposting serangkaian kicauan di jejaring sosial Twitter yang mengkritik praktik perdagangan China. Trump menuduh bahwa China tidak membeli lebih banyak produk pertanian AS, seperti yang dijanjikannya. (miq/miq)

Sumber : CNBC

Rifan Financindo
PT Rifan Financindo 
Rifanfinancindo 

Kamis, 01 Agustus 2019

PT Rifan Financindo - Nego Dagang AS-China di Shanghai Selesai, Damai?

Nego Dagang AS-China di Shanghai Selesai, Damai?
Rifanfinancindo - Amerika Serikat (AS) dan China akan melanjutkan negosiasi perdagangan di Washington DC pada awal September. Ini diputuskan setelah kedua negara mengadakan pembicaraan dagang di Shanghai pada 30 dan 31 Juli.

Dalam perundingan ini kedua ekonomi terbesar dunia itu telah melakukan pembicaraan yang mendalam dan konstruktif mengenai ekonomi dan perdagangan. Salah satu topik adalah agar China meningkatkan pembelian produk pertanian AS dan Negeri Paman Sam menciptakan 'kondisi yang menguntungkan' untuk itu. Demikian disampaikan media pemerintah China Xinhua, Rabu (31/7/2019).

Sementara itu pada Rabu, Gedung Putih mengatakan bahwa kedua belah pihak membahas berbagai topik seperti transfer teknologi secara paksa, hak kekayaan intelektual, jasa, hambatan nontarif dan pertanian.

"Pihak China mengonfirmasi komitmen mereka untuk meningkatkan pembelian ekspor pertanian Amerika Serikat. Pertemuan itu konstruktif, dan kami berharap negosiasi mengenai kesepakatan perdagangan yang dapat ditegakkan akan berlanjut di Washington, D.C., pada awal September," menurut pernyataan Gedung Putih dilansir CNBC International.

Pertemuan dua hari lalu di Shanghai adalah pembicaraan dagang langsung pertama sejak pertemuan G-20. Di tengah-tengah pembicaraan, Presiden AS Donald Trump memposting serangkaian kicauan di jejaring sosial Twitter yang mengkritik praktik perdagangan China. Trump menuduh bahwa China tidak membeli lebih banyak produk pertanian AS, seperti yang dijanjikannya.

"China melakukan sangat buruk, tahun terburuk dalam 27, seharusnya (China) mulai membeli produk pertanian kami sekarang, (tapi) tidak ada tanda-tanda bahwa mereka melakukannya. Itu adalah masalah dengan China, mereka tidak menepati janji," tulis Trump, Selasa.

Trump juga menuduh China sengaja memperlambat kesepakatan untuk menunggu hasil pemilihan presiden 2020.

"Mereka mungkin harus menunggu Pemilu kita untuk melihat apakah kita mendapatkan salah satu dari Demokrat seperti Sleepy Joe (sebagai presiden baru) ... mereka bisa menunggu, namun bahwa jika & ketika saya menang, kesepakatan yang mereka dapatkan akan jauh lebih sulit daripada apa yang kita negosiasikan sekarang ... atau tidak ada kesepakatan sama sekali," kata Trump. (miq/miq)