Rabu, 29 November 2023

Wall Street Berakhir Moderat, Sinyal Campuran dari Pejabat The Fed


Perhatian: Penutupan Moderat Wall Street

Bursa saham Wall Street di New York mengalami penutupan moderat pada hari Selasa (28/11/2023). Kondisi moderat ini dapat diatribusikan kepada investor yang berjuang dengan pernyataan yang bertentangan dari pejabat Federal Reserve seiring dengan data konsumen AS terkini.

Menurut data Bloomberg pada Rabu (29/11/2023), Dow Jones Industrial Average ditutup naik 0,24% atau 83,51 poin menjadi 35.416,98. S&P 500 naik 0,10% atau 4,46 poin menjadi 4.554,89, sementara Nasdaq mengapresiasi sebanyak 0,29% atau 40,73 poin menjadi 14.281,76.

Meskipun kehilangan momentum selama sesi, ketiga indeks saham utama AS berhasil mengakhiri sesi perdagangan dalam kisaran tertentu di zona hijau.


Minat: Menganalisis Sinyal Campuran dari The Fed

Bahkan pelari maraton paling berpengalaman pun perlu berhenti sejenak, mengambil napas, dan minum air. Perumpamaan ini dengan baik menggambarkan situasi saat ini di Wall Street. November telah menjadi bulan yang kuat, memberikan investor banyak alasan untuk optimisme menjelang akhir tahun. Oliver Pursche, Wakil Presiden Senior di Wealthspire Advisors, dikutip oleh Reuters mengatakan, "Ini telah menjadi November yang kuat, dan investor memiliki banyak alasan untuk optimis seiring kita menuju akhir tahun."

Peserta pasar saat ini dengan cermat memperhatikan pernyataan dari pembuat kebijakan moneter menjelang pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan depan.

Gubernur Fed, Christopher Waller, menyatakan pada Selasa bahwa ia yakin tingkat suku bunga kebijakan saat ini sudah cukup membatasi dan bahkan mengisyaratkan kemungkinan penurunan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan jika inflasi terus turun mendekati target The Fed sebesar 2%.

Di sisi lain, Gubernur Fed, Michelle Bowman, mengisyaratkan bahwa kenaikan suku bunga mungkin diperlukan untuk mengendalikan inflasi pada waktu yang tepat. Pursche mengomentari, "Pesan yang beragam dari The Fed cukup normal dan terjadi setiap kali The Fed mendekati akhir suatu siklus."

Berdasarkan indikator FedWatch CME, pasar keuangan memperkirakan kemungkinan sebesar 98,9% bahwa FOMC akan mempertahankan suku bunga The Fed pada level 5,25%-5,50% saat pertemuan bulan depan.


Keinginan: Belanja Liburan dan Indikator Ekonomi

Musim belanja liburan yang penting kini semakin meningkat, dengan survei dari National Retail Federation menunjukkan bahwa konsumen AS berencana untuk mengeluarkan sekitar 5% lebih banyak tahun ini. Ini sejalan dengan data kepercayaan konsumen Conference Board yang dirilis pada Selasa pagi, menunjukkan perbaikan dalam ekspektasi jangka pendek.

Pada minggu ini, Departemen Perdagangan AS akan merilis perkiraan kedua untuk Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga, dan laporan Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) yang mencakup pendapatan, pengeluaran, dan yang terpenting, inflasi.


Aksi: Langkah Korporat di Wall Street

Di ranah korporat, saham Boeing naik 1,4% setelah RBC Capital Markets meningkatkan rekomendasi sahamnya menjadi "outperform" dari "sector perform". Sementara itu, saham perusahaan e-commerce Tiongkok PDD Holdings, yang terdaftar di AS, melonjak 18,1% setelah melampaui perkiraan pendapatan.

Saham Affirm Holdings naik 11,5%, memperpanjang kenaikannya dari Cyber Monday, sementara saham perusahaan pembuat chip Micron Technology turun 1,8% setelah perusahaan memproyeksikan biaya operasional kuartal pertama lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Saat Wall Street menavigasi sinyal beragam dari The Fed, investor tetap waspada dan optimis, mengantisipasi hasil pertemuan FOMC mendatang, dan dengan cermat mengamati indikator ekonomi yang membentuk arah pasar.

Senin, 27 November 2023

Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS: Mata Uang Asia Memukul Balik


Rupiah Indonesia memulai pekan dengan catatan positif, menguat terhadap Dolar AS pada Senin, 27 November 2023. Pada sesi perdagangan pagi, nilai tukar mengalami peningkatan sebesar 0,16%, naik 25 poin menjadi Rp15.540 per Dolar AS, menurut data Bloomberg.

Dinamika Pasar: Mata Uang Asia Bangkit

Tren positif ini tidak hanya dialami oleh Rupiah, karena beberapa mata uang Asia menunjukkan ketahanan terhadap Dolar AS. Pada pukul 09:02 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB), Yen Jepang menguat sebesar 0,19%, Dolar Taiwan mengapresiasi sebesar 0,12%, Won Korea Selatan melonjak sebesar 0,25%, Yuan China mengalami kenaikan tipis sebesar 0,04%, dan Ringgit Malaysia menguat sebesar 0,15%.

Josua Pardede, seorang ekonom di Bank Permata, mengaitkan pelemahan Dolar AS dengan kelanjutan pelemahan dalam pasar global. Trend pelemahan ini dipicu oleh data Indeks Manufaktur PMI AS yang lebih lemah dari perkiraan pada November 2023, menurut S&P Global. PMI Manufaktur AS turun menjadi 49,4, lebih rendah dari perkiraan 49,9, dan juga lebih rendah dari periode sebelumnya yang sebesar 50,0. PMI di bawah 50 mengindikasikan adanya kontraksi dalam sektor manufaktur AS.

Josua menjelaskan, "Melemahnya kinerja sektor manufaktur AS telah meningkatkan ekspektasi terhadap puncak Fed Funds Rate (FFR), sehingga mendorong depresiasi Dolar AS."

Indikator Ekonomi Global

Sementara sektor manufaktur AS menunjukkan tanda-tanda kontraksi, PMI Jasa AS, menurut S&P Global, meningkat menjadi 50,8 dari 50,6, melampaui ekspektasi pasar yang sebesar 50,3. Namun, meskipun data positif, S&P Global melaporkan penurunan lapangan kerja di sektor jasa, yang merupakan penurunan pertama sejak April 2020. Data ketenagakerjaan ini memiliki dampak minimal pada sentimen pasar secara keseluruhan.

Josua memprediksi bahwa nilai tukar Rupiah akan berada dalam kisaran Rp15.500 hingga Rp15.600 per Dolar AS pada hari ini. Sementara itu, sebagian besar obligasi yang dinyatakan dalam Rupiah diperdagangkan datar di tengah tren kenaikan obligasi AS pasca libur Thanksgiving.

Faktor Domestik: Kinerja Fiskal Pemerintah

Mengamati faktor-faktor domestik, pemerintah mengumumkan pekan lalu bahwa per tanggal 23 Oktober, anggaran negara mencatat defisit sebesar Rp0,7 triliun, setara dengan 0,003% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit yang lebih rendah ini disebabkan oleh realisasi belanja yang lebih lambat.

Volume perdagangan obligasi pemerintah Indonesia rata-rata mencapai Rp13,14 triliun pekan lalu, turun dari rata-rata pekan sebelumnya sebesar Rp17,70 triliun.

Secara keseluruhan, kinerja positif Rupiah terhadap Dolar AS dipengaruhi oleh kombinasi faktor global, seperti pelemahan Dolar AS dan indikator ekonomi positif di kawasan Asia, serta faktor-faktor domestik, termasuk kebijakan fiskal pemerintah dan dinamika pasar obligasi.

Kesimpulan: Navigasi Pasar Valuta Asing

Saat kita menyaksikan ketahanan Rupiah terhadap Dolar AS, para pelaku pasar sebaiknya tetap waspada terhadap indikator ekonomi global, khususnya yang terkait dengan AS, dan memonitor kebijakan fiskal domestik yang memengaruhi kinerja mata uang.

Sebagai kesimpulan, dinamika pasar saat ini memberikan peluang bagi investor dan bisnis untuk membuat keputusan yang terinformasi dalam menjelajahi lanskap kompleks pertukaran mata uang.

Kamis, 23 November 2023

Perhatian: Memahami Keputusan OPEC+ dan Dampaknya pada Harga Minyak


Dalam peristiwa yang mengejutkan pada Rabu (22/11/2023), harga minyak mengalami penurunan hampir 1% setelah OPEC+ tiba-tiba menunda pertemuan mengenai pemotongan produksi. Langkah yang tidak terduga ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang pasokan minyak mentah global dan meninggalkan para pedagang serta analis meragukan jalur masa depan harga minyak.

Minat: Reaksi Pasar dan Keputusan OPEC+

Selama sesi perdagangan yang bergejolak pada Rabu, kontrak berjangka Brent ditutup 49 sen lebih rendah menjadi $81,96 per barel, turun lebih dari 4% ke level terendah $78,41 di awal sesi. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) ditetapkan 67 sen lebih rendah pada $77,10, setelah turun lebih dari 5% ke sesi terendah $73,79 pada sesi sebelumnya.

OPEC+ memutuskan untuk menunda pertemuan yang semula dijadwalkan pada 26 November 2023, mendorongnya menjadi 30 November 2023. Penundaan yang tak terduga ini membuat pasar terkejut, memicu penurunan tajam harga minyak di awal perdagangan. Agenda utama pertemuan yang ditunda tersebut diperkirakan berkisar pada diskusi apakah akan memperpanjang pemotongan produksi minyak.

Pasar melihat pemulihan ketika berita muncul, menunjukkan bahwa ketidaksepakatan yang menyebabkan penundaan tersebut terkait dengan negara-negara Afrika, produsen kecil dalam kelompok tersebut, bukan eksportir minyak utama.

Beberapa pedagang juga mengaitkan pelemahan tersebut dengan likuiditas yang rendah menjelang liburan Thanksgiving di Amerika Serikat.

Keinginan: Kekhawatiran dan Kemungkinan Hasil

Penundaan ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi peningkatan produksi minyak dari anggota OPEC+ dalam beberapa bulan mendatang. Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, menyoroti bahwa penundaan tersebut dapat menyebabkan peningkatan produksi, menekan harga.

Selain itu, lonjakan persediaan minyak mentah AS sebanyak 8,7 juta barel pada minggu sebelumnya, yang dipicu oleh impor yang lebih tinggi, menambah tekanan pada harga, menurut Badan Informasi Energi (EIA).

Penguatan Dolar AS pada hari Rabu juga berperan membuat minyak lebih mahal bagi pembeli dalam mata uang lain, ikut berkontribusi pada penurunan harga minyak.

Aksi: Tantangan OPEC+ dan Masa Depan Harga Minyak

Agar harga minyak mendapatkan dukungan, OPEC dan sekutunya tidak hanya perlu mempertimbangkan perpanjangan pemotongan produksi, tetapi juga meningkatkan kedalaman pemotongan tersebut, menurut John Evans dari pialang minyak PVM. Panel teknis OPEC sebelumnya menyajikan pandangan bearish untuk pasar minyak dalam presentasi kepada dealer pasar keuangan terkemuka, menunjukkan masa-masa sulit di depan.

Bahkan jika negara-negara OPEC+ memutuskan untuk memperpanjang pemotongan produksi ke tahun depan, ada kekhawatiran bahwa pasar minyak global dapat mengalami surplus pasokan yang sedikit pada tahun 2024, seperti yang disebutkan oleh kepala divisi pasar minyak Badan Energi Internasional (IEA) pada Selasa (22/11).

Sebagai kesimpulan, penundaan mendadak dalam pertemuan OPEC+ telah menyuntikkan ketidakpastian ke dalam pasar minyak, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam harga. Pasar sekarang dengan cermat mengamati bagaimana OPEC+ menghadapi tugas yang sulit untuk seimbang antara pemotongan produksi dan potensi kelebihan pasokan, dengan implikasi untuk jalur harga minyak hingga ke depan. Investor dan analis sama-sama akan memperhatikan perkembangan untuk mengukur arah pasar di tengah-tengah masa sulit ini. 

Selasa, 21 November 2023

Perhatian: Memahami Dinamika Harga Komoditas



Dalam dunia komoditas yang sibuk, fluktuasi terkini dalam harga batu bara, minyak kelapa sawit (CPO), dan minyak mentah telah menarik perhatian para pelaku pasar dan analis. Saat kita menjelajahi skenario saat ini, jelas terlihat bahwa batu bara dan CPO mengalami tren pelemahan yang berlanjut, sementara minyak mentah berhasil memperkuat posisinya.

Teka-teki Batu Bara

Pasar batu bara, khususnya kontrak ICE Newcastle untuk Desember 2023 dan Januari 2024, telah menyaksikan penurunan berturut-turut selama tiga hari. Menurut data Bloomberg, kontrak Desember melemah sebesar -1,20%, ditetapkan pada US$124 per ton metrik, sementara kontrak Januari mengalami penurunan sebesar -0,98%, mencapai US$126,35 per ton metrik. Salah satu faktor kontribusi terhadap penurunan ini adalah penurunan impor batu bara China dari Rusia, mencapai titik terendah delapan bulan pada Oktober 2023. Permintaan restocking yang lemah dari perusahaan utilitas China, dipadu dengan harga yang kurang kompetitif, memengaruhi pembelian.

Bukan hanya Rusia yang menghadapi penurunan dalam ekspor batu bara; Mongolia mengalami penurunan dari 6,71 juta ton menjadi 5,01 juta ton pada September 2023, dipengaruhi oleh libur nasional selama seminggu pada Oktober 2023. Pengiriman batu bara Indonesia juga turun dari 18,06 juta ton pada September menjadi 15,78 juta ton pada Oktober. Namun, impor batu bara Australia naik sedikit menjadi 4,99 juta ton pada Oktober 2023, yang disebabkan oleh penghapusan larangan perdagangan batu bara dengan Australia oleh China. Meskipun demikian, menurut sumber pasar dan analis, batu bara Australia sejak itu menjadi kurang menarik karena harganya meningkat dibandingkan dengan pasokan domestik.

CPO Berjuang di Tengah Daya Pasar

Beralih perhatian ke sektor minyak kelapa sawit, harga crude palm oil (CPO) untuk kontrak Desember 2023 di bursa derivatif Malaysia melemah sebesar -4 poin menjadi 3.805 ringgit per ton metrik. Sementara itu, untuk kontrak Januari 2024 juga mengalami pelemahan sebesar -1 poin menjadi 3.890 ringgit per ton metrik. Meskipun pengaruh positif dari harga minyak kedelai di Chicago, kinerja ekspor minyak kelapa sawit yang sedikit negatif dan penguatan ringgit Malaysia membatasi kenaikan kontrak berjangka minyak sawit dalam mata uang ringgit.

India, sebagai konsumen besar batu bara, menyatakan keyakinan terhadap pasokan batu bara kokas dari Australia, sekitar 70 juta ton metrik per tahun. Namun, di Eropa, upaya memenuhi tujuan energi bersih menghadapi hambatan akibat keputusan pengadilan yang membatalkan pendanaan di luar anggaran sebesar 60 miliar euro untuk proyek-proyek energi bersih dan industri.

Kekuatan Tahan Minyak Mentah

Di sisi lain, harga minyak mentah terus menguat. West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Desember 2023 ditutup menguat 2,3% pada level US$77,6 per barel, menandai kenaikan sebesar 2,1%. Begitu pula dengan harga minyak Brent yang ditutup menguat 2,1% pada level US$82,32 per barel. Spekulasi pasar menunjukkan bahwa OPEC+ mungkin akan campur tangan untuk mendukung harga minyak, dengan Saudi Arabia dan sekutunya diharapkan memperdalam pemangkasan produksi dalam pertemuan 26 November mendatang. Antisipasi ini telah memicu aktivitas pembelian, seiring pembeli mencari keuntungan dari pergerakan pasar potensial.

Di Timur Tengah, perhatian tertuju pada penyitaan kapal yang disewa oleh Jepang oleh pemberontak Houthi di Laut Merah, menambah dimensi geopolitik pada pertimbangan pasar minyak.

Minat: Faktor Global Bermain

Dinamika Internasional Batu Bara

Penurunan impor batu bara dari Rusia dan pemain kunci lainnya mencerminkan permainan faktor yang kompleks. Perubahan permintaan China, libur nasional yang memengaruhi rantai pasokan, dan pergeseran geopolitik dalam hubungan perdagangan turut berkontribusi pada volatilitas dalam pasar batu bara.

Keseimbangan Delikat CPO

Keseimbangan delikat harga CPO, dipengaruhi oleh dinamika global minyak kedelai, kinerja ekspor, dan pergerakan mata uang, menyoroti keterkaitan komoditas di pasar internasional.

Minyak Mentah dan Ketegangan Geopolitik

Keuletan minyak mentah di tengah ketegangan geopolitik di Timur Tengah menggarisbawahi posisinya sebagai barometer global yang dipengaruhi tidak hanya oleh dinamika pasokan dan permintaan tetapi juga oleh peristiwa geopolitik yang dapat membentuk sentimen pasar.

Keinginan: Menavigasi Lanskap Komoditas

Saat bisnis dan investor menavigasi lanskap komoditas yang dinamis ini, tetap informasi tentang kompleksitas masing-masing pasar menjadi sangat penting. Memahami faktor-faktor global yang memengaruhi harga batu bara, CPO, dan minyak mentah memberdayakan pemangku kepentingan untuk membuat keputusan strategis.

Aksi: Merumuskan Strategi untuk Masa Depan

Untuk berkembang dalam pasar yang selalu berubah ini, bisnis harus menyesuaikan strategi mereka dengan nuansa dinamika batu bara, CPO, dan minyak mentah. Memantau perkembangan internasional, pergeseran rantai pasokan, dan peristiwa geopolitik akan menjadi kunci untuk membuat keputusan yang terinformasi di dunia komoditas global.

Untuk kesimpulan, situasi saat ini di pasar komoditas memberikan tantangan dan peluang. Baik itu penurunan harga batu bara, keseimbangan delikat CPO, atau ketahanan minyak mentah, pendekatan yang cermat untuk memahami dan menavigasi dinamika ini akan menjadi kunci kesuksesan dalam lanskap komoditas global.

Jumat, 17 November 2023

Indeks Berjangka AS Stagnan Karena Investor Berharap Perpanjang Kenaikan di Bulan November



Indeks saham berjangka AS berayun mendekati garis datar pada hari Jumat (17/11) karena investor berupaya mempertahankan kenaikannya bulan ini.

Kontrak berjangka yang terkait dengan Dow Jones Industrial Average berdetak lebih tinggi sebesar 21 poin, atau 0,06%. S&P 500 berjangka menguat 0,06%, sedangkan Indeks Nasdaq 100 berjangka tergelincir 0,09%.

Dalam aksi setelah jam kerja, saham Gap melonjak 15% karena perusahaan membukukan hasil yang lebih baik dari perkiraan pada kuartal ketiga. Saham Jaringan pengisian kendaraan listrik ChargePoint turun 29% setelah mengumumkan perombakan di C-suite dan memangkas perkiraan pendapatan kuartal ketiga.

Selama perdagangan reguler, 30 saham Dow mengakhiri sesi lebih rendah sebesar 0,13%, menghentikan kenaikan empat sesi. S&P 500 bertambah 0,12%, dan Indeks Nasdaq Composite ditutup lebih tinggi 0,07%.

Ketiga rata-rata saham tersebut berada pada laju kenaikan mingguan -“ dan itu akan menandai minggu positif ketiga berturut-turut. S&P 500 dan Nasdaq naik lebih dari 2% hingga penutupan hari Kamis, sementara Dow bersiap untuk kenaikan 1,9%. (knc)

Sumber : CNBC