Jumat, 15 Agustus 2025

Pasokan Melimpah Tekan Harga Minyak, Pasar Cermati Data Ekonomi AS dan China

 


Harga minyak melemah pada perdagangan Jumat, tertekan oleh kekhawatiran terhadap permintaan bahan bakar setelah rilis data ekonomi yang mengecewakan dari Amerika Serikat dan China—dua konsumen minyak terbesar dunia. Investor juga menunggu pertemuan puncak antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang dijadwalkan berlangsung di Alaska, dengan isu gencatan senjata di Ukraina menjadi salah satu agenda utama.

Kontrak berjangka Brent turun 39 sen atau 0,58% menjadi USD 66,45 per barel pada pukul 07.50 GMT. Sementara itu, WTI AS melemah 42 sen atau 0,66% ke USD 63,54 per barel. Secara mingguan, WTI diperkirakan mengalami penurunan 0,5%, sedangkan Brent menuju pelemahan 0,2%.

Dari China, data resmi menunjukkan pertumbuhan produksi pabrik merosot ke level terendah dalam delapan bulan, sementara pertumbuhan penjualan ritel melambat ke titik terlemah sejak Desember. Kondisi ini memperlemah sentimen pasar, meskipun throughput kilang minyak China naik 8,9% year-on-year pada Juli. Namun, angka tersebut masih di bawah level tertinggi Juni, yang merupakan rekor sejak September 2023. Peningkatan throughput ini diiringi lonjakan ekspor produk minyak, mengindikasikan melemahnya permintaan domestik.

Ekspektasi surplus pasokan yang lebih besar juga membebani harga. Bank of America, dalam catatan analisis Kamis, merevisi proyeksi surplus pasar minyak akibat peningkatan suplai dari OPEC+ (OPEC, Rusia, dan sekutunya). Mereka kini memproyeksikan rata-rata surplus sebesar 890.000 barel per hari (bph) dari Juli 2025 hingga Juni 2026. Perkiraan ini sejalan dengan laporan Badan Energi Internasional (IEA) awal pekan ini yang menilai pasar minyak saat ini “terlalu jenuh” setelah peningkatan produksi OPEC+.

Dari sisi AS, inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan ditambah data tenaga kerja yang lemah menambah kekhawatiran bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga bulan depan. Padahal, penurunan suku bunga biasanya mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan minyak. Sementara itu, pertemuan Trump-Putin dinilai berpotensi memengaruhi pasar, terutama jika tercapai kesepakatan gencatan senjata yang dapat membuka peluang pelonggaran sanksi terhadap pasokan minyak Rusia.

Rabu, 13 Agustus 2025

Harga Emas Naik Didukung Pelemahan Dolar AS dan Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

 


Harga emas bergerak menguat pada perdagangan Rabu, didorong oleh melemahnya Dolar AS setelah data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan memperkuat keyakinan pasar akan adanya pemangkasan suku bunga pada September. Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh antisipasi pertemuan antara Amerika Serikat dan Rusia pekan ini terkait perang di Ukraina.

Per pukul 06.51 GMT, harga emas spot naik 0,3% menjadi $3.355,30 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS untuk pengiriman Desember menguat 0,2% ke $3.405,50. Menurut Tim Waterer, Kepala Analis Pasar di KCM Trade, pelemahan USD memberikan ruang bagi kenaikan moderat harga emas, dengan logam mulia ini berfluktuasi di sekitar level $3.350 menjelang pertemuan Trump–Putin pada Jumat mendatang. Ia menambahkan, jika pertemuan di Alaska tidak menghasilkan kesepakatan dan perang Ukraina terus berlanjut, harga emas berpotensi kembali menguji level $3.400.

Pertemuan Trump–Putin dan Dampaknya ke Emas

Gedung Putih menyebut pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin hanyalah “sesi mendengarkan” bagi presiden, sehingga menurunkan ekspektasi tercapainya kesepakatan gencatan senjata cepat. Ketidakpastian geopolitik ini menjadi faktor pendukung harga emas, yang kerap dianggap aset lindung nilai di tengah ketegangan global.

Data Inflasi AS Tekan Dolar, Dongkrak Daya Tarik Emas

Data yang dirilis Selasa menunjukkan Consumer Price Index (CPI) AS naik 0,2% pada Juli, lebih rendah dari kenaikan 0,3% pada Juni. Secara tahunan, CPI naik 2,7%. Angka ini memicu pelemahan lebih lanjut pada Indeks Dolar, membuat emas yang dihargai dalam USD menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain.

Pasar kini memperkirakan sekitar 90% peluang The Fed memangkas suku bunga pada September, dengan setidaknya satu pemangkasan tambahan sebelum akhir tahun. Dalam lingkungan suku bunga rendah, emas yang tidak memberikan imbal hasil cenderung lebih diminati karena biaya peluang memegangnya menjadi lebih rendah.

Faktor Tambahan yang Mendukung Sentimen Pasar

Selain ekspektasi pemangkasan suku bunga, pasar juga mendapat sentimen positif dari perpanjangan gencatan tarif antara Amerika Serikat dan China selama 90 hari, yang mencegah penerapan bea masuk tiga digit pada barang masing-masing. Meski demikian, fokus investor minggu ini masih tertuju pada rilis data ekonomi AS berikutnya, termasuk Producer Price Index (PPI), klaim pengangguran mingguan, dan penjualan ritel.

Dengan kombinasi pelemahan Dolar, ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter, dan risiko geopolitik yang belum mereda, prospek harga emas jangka pendek tetap bullish. Jika ketidakpastian global berlanjut, emas berpotensi mempertahankan posisinya di atas $3.350 dan menguji kembali area resistance kunci di $3.400.

Sumber : newsmaker.id

Senin, 11 Agustus 2025

Poundsterling Menguat, Pasar Menanti Data Ekonomi Inggris dan Suku Bunga AS

 


Poundsterling (GBP) melanjutkan reli penguatan terhadap dolar AS (USD) di awal pekan, mencatat kenaikan lima hari beruntun dan mendekati level 1.3450. Kenaikan ini terutama dipicu oleh pelemahan dolar AS akibat meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat. Tren ini menunjukkan sentimen pasar yang mulai beralih dari greenback ke mata uang utama lain, termasuk GBP, seiring meningkatnya keyakinan terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar di AS.

Indeks Dolar AS (DXY) saat ini turun 0,17% ke kisaran 98,00, mencerminkan menurunnya minat investor terhadap dolar. Berdasarkan data CME FedWatch, probabilitas pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September mencapai 88%. Faktor ini menjadi pendorong utama arus modal keluar dari dolar AS, yang memberi ruang bagi poundsterling untuk menguat lebih lanjut.

Komentar dari Gubernur The Fed, Michelle Bowman, juga memperkuat sentimen dovish. Ia menegaskan bahwa lemahnya data ketenagakerjaan AS—termasuk laporan Nonfarm Payrolls Juli—mendukung kemungkinan hingga tiga kali pemangkasan suku bunga tahun ini. Pernyataan ini menambah keyakinan pelaku pasar bahwa kebijakan moneter AS akan lebih longgar, sehingga mengurangi daya tarik dolar di mata investor global.

Fokus pasar kini beralih pada rilis data inflasi AS dan data pertumbuhan ekonomi Inggris yang dijadwalkan minggu ini. Inflasi AS akan memberikan sinyal penting terkait langkah The Fed berikutnya, sementara data PDB Inggris akan menguji fundamental poundsterling di tengah prospek ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Apabila pertumbuhan ekonomi Inggris menunjukkan hasil positif, peluang GBP/USD untuk menembus resistance kunci semakin terbuka. Sebaliknya, data yang lemah dapat membatasi reli dan memicu koreksi teknikal dalam jangka pendek.

Kamis, 07 Agustus 2025

Harga Perak Melonjak: Tarif dan Suku Bunga Jadi Pendorong Utama


Harga perak (XAG/USD) terus menunjukkan penguatan signifikan dan diperdagangkan di kisaran $38,05 pada Kamis pagi waktu Eropa. Ini menandai hari kelima berturut-turut perak mencatatkan performa positif, didorong oleh pelemahan dolar AS serta meningkatnya permintaan terhadap aset lindung nilai (safe-haven).

Ketegangan Perdagangan Pacu Permintaan Safe-Haven

Sentimen pasar turut dipengaruhi oleh pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, yang mengisyaratkan potensi pengenaan tarif tambahan terhadap China dan Jepang. Sebelumnya, ia telah mengumumkan tarif sebesar 25% untuk barang-barang India yang berkaitan dengan pembelian minyak dari Rusia. Ketidakpastian global yang ditimbulkan dari ketegangan perdagangan ini mendorong investor mencari perlindungan dalam aset-aset yang lebih aman, dan perak menjadi salah satu pilihan utama.

Perak, bersama emas, secara historis menjadi tempat berlindung ketika ketidakpastian geopolitik meningkat. Dalam konteks ini, meningkatnya risiko kebijakan proteksionisme dari AS telah menambah minat pasar terhadap logam mulia tersebut, memperkuat tren bullish yang sedang berlangsung.

Harapan Pemangkasan Suku Bunga Dorong Daya Tarik Perak

Di sisi kebijakan moneter, ekspektasi bahwa Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga kembali menguat setelah rilis data ketenagakerjaan AS pekan lalu yang lebih lemah dari perkiraan. Melemahnya pasar tenaga kerja membuka ruang bagi The Fed untuk mengadopsi kebijakan yang lebih akomodatif.

Suku bunga yang lebih rendah biasanya mendukung harga logam mulia karena menurunkan opportunity cost dalam menyimpan aset tanpa imbal hasil seperti perak. Dalam skenario ini, investor cenderung mengalihkan aset dari obligasi atau instrumen berbunga rendah ke komoditas lindung nilai, memperkuat permintaan terhadap logam putih ini.

Fokus Pasar: Klaim Pengangguran AS

Pasar saat ini juga menantikan rilis data mingguan klaim tunjangan pengangguran AS, yang diperkirakan naik menjadi 221.000. Jika data aktual ternyata lebih kuat dari ekspektasi, dolar AS berpotensi rebound dan memberikan tekanan terhadap harga perak. Namun, hingga saat ini, sentimen pasar masih mendukung pergerakan naik perak, seiring dengan kombinasi ketidakpastian global dan ekspektasi pelonggaran moneter di AS.

Momentum Bullish Perak Masih Terjaga

Dengan latar belakang ketegangan geopolitik, kebijakan tarif yang agresif, serta ekspektasi pemangkasan suku bunga dari The Fed, perak mendapat dukungan fundamental yang kuat untuk mempertahankan tren penguatannya. Selama dolar AS tetap melemah dan risiko global meningkat, prospek jangka pendek perak tetap positif. Bagi investor, ini bisa menjadi peluang strategis untuk memanfaatkan momentum logam mulia dalam portofolio diversifikasi aset.

Senin, 04 Agustus 2025

Dolar AS Stabil Usai Data Pekerjaan Mengecewakan, Franc Swiss Tertekan Tarif Baru


Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mulai menunjukkan stabilisasi pada awal pekan ini setelah terpukul tajam oleh laporan ketenagakerjaan yang mengecewakan dan keputusan kontroversial Presiden Donald Trump memecat pejabat tinggi statistik pemerintah. Kejadian-kejadian ini mendorong spekulasi bahwa Federal Reserve kemungkinan besar akan segera menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Laporan ketenagakerjaan yang dirilis Jumat lalu memperlihatkan pertumbuhan pekerjaan AS yang jauh di bawah ekspektasi pada bulan Juli. Lebih mengkhawatirkan lagi, data nonfarm payrolls untuk dua bulan sebelumnya direvisi turun sebesar 258.000 pekerjaan, menandakan pelemahan tajam di pasar tenaga kerja. Meskipun angka utama tidak terlihat terlalu buruk secara kasat mata, revisi besar-besaran ini menciptakan narasi negatif yang kuat di kalangan investor.

"Revisi tersebut benar-benar signifikan," kata Mohamad Al-Saraf, analis valuta asing di Danske Bank. "Kami sulit membayangkan The Fed tidak akan menurunkan suku bunga dalam pertemuan bulan September nanti."

Sentimen negatif terhadap dolar AS semakin diperparah oleh pemecatan Komisioner Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS), Erika McEntarfer, yang dituduh oleh Trump telah memalsukan data pekerjaan. Tak hanya itu, pengunduran diri mendadak Gubernur The Fed, Adriana Kugler, memberikan peluang bagi Trump untuk mempengaruhi arah kebijakan moneter lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Ketegangan antara Trump dan Federal Reserve mengenai suku bunga memang telah lama menjadi sorotan pasar.

Akibatnya, dolar AS anjlok lebih dari 2% terhadap yen Jepang dan sekitar 1,5% terhadap euro pada hari Jumat. Namun, pada hari Senin, greenback berhasil sedikit memulihkan diri, naik 0,3% menjadi 147,91 yen. Meski begitu, nilainya masih turun sekitar 3 yen dibandingkan puncaknya pekan lalu.

Di sisi lain, euro turun 0,2% menjadi $1,1561 sementara pound sterling relatif stabil di $1,3276. Terhadap sekeranjang mata uang utama, indeks dolar AS naik tipis 0,2% menjadi 98,88, setelah mengalami penurunan tajam lebih dari 1,3% pada akhir pekan lalu.

Meskipun tekanan baru-baru ini mengguncang dolar, kinerja bulan Juli secara keseluruhan masih positif. Dolar mencatat kenaikan bulanan sebesar 3,4%, terbesar sejak lonjakan 5% pada April 2022, dan merupakan kenaikan bulanan pertama sepanjang tahun ini. Peningkatan ini terjadi di tengah persepsi bahwa kebijakan perdagangan Trump mulai mendapatkan penerimaan pasar serta ketahanan data ekonomi AS dalam menghadapi tekanan tarif.

Sementara itu, franc Swiss mengalami pelemahan signifikan lebih dari 0,5% terhadap dolar AS setelah pemerintah AS menjatuhkan tarif tinggi sebagai bagian dari langkah "reset" kebijakan perdagangan global Gedung Putih. Euro sendiri justru menguat 0,3% terhadap franc, menunjukkan pergeseran arus modal menjauh dari mata uang safe haven tersebut.

"Kami melihat pelemahan franc cukup tajam setelah pengumuman tarif tersebut," ujar Al-Saraf. "Jika tarif ini diberlakukan secara berkelanjutan, dampaknya terhadap ekonomi Swiss akan cukup besar."

Pemerintah Swiss dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada hari Senin untuk membahas respons terhadap kebijakan tarif AS. Pihak kabinet menyatakan masih membuka kemungkinan untuk merevisi penawaran dagang kepada Washington demi meredam ketegangan yang ada.

Sumber : newsmaker.id