Selasa, 18 Juni 2019

Poundsterling Jeblok ke Level Terendah 6 Bulan - PT Rifan Financindo

Selasa Pagi, Poundsterling Jeblok ke Level Terendah 6 Bulan
Foto: Ilustrasi mata uang poundsterling (REUTERS/Benoit Tessier)
PT Rifan Financindo Palembang - Jelang voting kedua lingkup Partai Konservatif hari ini, Selasa (18/6/19), mata uang poundsterling kembali jeblok hingga mendekati level terendah enam bulan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Terus menurunnya nilai tukar pound terjadi setelah nama Boris Johnson semakin kuat menjadi Perdana Menteri Inggris menggantikan Theresa May.

Hingga Senin (17/6/19) kemarin, poundsterling telah anjlok dalam empat hari perdagangan berturut-turut, dengan total pelemahan sebesar 1,5% dan mencapai level terendah sejak 3 Januari. Sementara pagi ini, pound diperdagangkan di kisaran US$ 1,2534 pada pukul 8:10 WIB, tidak jauh dari penutupan perdagangan Senin.

Dalam voting tahap pertama di lingkup Partai Konservatif pada pekan lalu, Boris Johnson menjadi pengumpul suara terbanyak. Johnson memperoleh 114 suara, unggul jauh dari pesaing terdekatnya Jeremy Hunt (43 suara). Posisi ketiga ditempat Michael Gove (37 suara).

Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock, yang tereleminasi pada voting tahap pertama (hanya memperoleh 20 suara), kini memberikan dukungannya kepada Johnson. Hancock mengatakan Johnson merupakan kandidat terbaik yang bisa memimpin Partai Konservatif, mengutip Reuters

"Sepertinya Boris Johnson akan menjadi perdana menteri berikutnya, kecuali ada kejutan besar dan itu menunjukkan peningkatan konfrontasi yang dengan Uni Eropa," kata Lee Hardman, ahli strategi mata uang MUFG di London, melansir Reuters.

Total ada tujuh kandidat yang bakal ikut serta dalam voting tahap kedua, dan berlanjut pada 19 dan 20 Juni hingga menyisakan 2 kandidat. Pada 22 Juni akan dilakukan pemungutan suara antara dua kandidat terakhir, pemenangnya akan menduduki kursi tertinggi Partai Konservatif yang otomatis menjadi Perdana Menteri Inggris.

Johnson adalah figur kontroversial dan seorang euroskeptik. Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa Johnson akan membuat Inggris keluar dari Uni Eropa dengan cara apa pun, termasuk No Deal atau Hard Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kompensasi) pada 31 Oktober nanti.

Hasil survei Reuters pada periode 11 - 15 Juni menunjukkan peluang terjadinya Hard Brexit pada 31 Oktober nanti sebesar 25%, naik dibandingkan survei sebelumnya yang dilakukan di bulan Mei sebesar 15%.(prm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar